Bahan Baku Mesin Tukang Sopan

4.3.3. Bahan Baku

Bahan baku terbagi atas dua bagian, yaitu: bahan dasar dan bahan penunjang tambahan. 1. Bahan dasar: kain yang digunakan untuk membuat pakaian kemeja, rok atau celana 2. Bahan penunjang tambahan, meliputi: kain busa, kain kantong, benang, resleting, simbol untuk kemeja pramuka, kancing biasa untuk kemeja, kancing hak paku untuk rok dan celana, karet, merk tembak, merk jahit, nomor tempel, nomor jahit, dan plastik trasparan untuk pengemas. Bahan baku kain biasanya mereka dapatkan dari Pasar Ikan Lama atau dari Pasar Sukaramai Medan, dan ada juga beberapa responden yang berbelanja bahan baku kain dari Pasar Tavip Binjai. Begitu juga bahan penunjang mereka dapatkan dari Pasar Sukaramai, Pasar Ikan Lama, atau Pasar Tavip Binjai. Dari Lampiran 4 diketahui bahwa rata-rata biaya bahan baku bahan dasar dan bahan tambahan industri kecil konveksi pakaian jadi di daerah penelitian per bulan adalah sebesar 15.495.273 rupiah.

4.3.4. Mesin

Mesin yang dimaksud di sini adalah mesin yang digunakan untuk memproduksi pakaian, seperti: mesin potong kain, mesin jahit dinamo basar mesin jahit besar, mesin rantai, mesin obras jahit pinggir, mesin karet, mesin sopanan, dan mesin kancing. Mesin jahit yang digunakan pada industri kecil konveksi pakaian jadi adalah mesin jahit dinamo besar disebut mesin jahit besar. Dari hasil penelitian, tidak ada ditemukan industri kecil konveksi yang masih menggunakan mesin jahit Universitas Sumatera Utara dinamo kecil mesin dangdut. Dengan menggunakan mesin besar tersebut, dapat dihasilkan produk pakaian dengan lebih cepat dan rapi jika dibandingkan dengan mesin jahit kecil mesin dangdut. Namun tidak semua mesin jahit adalah milik pengusaha konveksi sendiri, akan tetapi ada mesin jahit yang milik tukang jahit, dan ada juga yang mesin jahit sewaan, yaitu dengan harga Rp 60.000 - Rp 80.000 per bulan. Mesin jahit ini pun ada yang diletakkan di rumah pengusaha sendiri dan ada yang di rumah tukang jahit biasa disebut mesin jahit di luar. Hal ini disebabkan tukang jahit bekerjanya ada yang di rumah pengusaha dan ada juga yang di luar, namun umumnya adalah tukang bekerja di luar di rumah tukang jahit masing-masing. Jadi sistem kerjanya, tukang jahit mengambil kain dan bahan lainnya yang mau dijahit dari rumah pengusaha konveksi dengan jumlah ratusan potong bakal pakaian per minggu, kemudian dibawa pulang ke rumah tukang jahit, dan setelah selesai dijahit 5-6 hari pakaian diantar kembali ke rumah pengusaha konveksi. Mesin jahit besar yang umumnya digunakan adalah merk Typical dan Brother. Berikut adalah klasifikasi responden menurut rasio jumlah tenaga kerja terhadap jumlah mesin yang digunakan: Tabel 4.10. Klasifikasi Responden Menurut Rasio Jumlah Tenaga Kerja terhadap Jumlah Mesin yang Digunakan No. Klasifikasi Menurut Rasio Jumlah TK terhadap Mesin Jumlah Unit Usaha Persentase 1. 1,00 – 2,00 31 86,11 2. 2,00 5 13,89 Total 36 100,00 Sumber: Lampiran 3 diolah, 2013 Tabel 4.10. di atas memperlihatkan bahwa rasio jumlah tenaga kerja Universitas Sumatera Utara terhadap jumlah mesin pada industri kecil konveksi pakaian jadi di daerah penelitian yang terbanyak adalah antara 1,00 – 2,00, yaitu sebanyak 31 unit usaha 86,11 . Adapun rata-rata rasio jumlah tenaga kerja yang diserap terhadap jumlah mesin yang digunakan pada industri kecil konveksi pakaian jadi di Kecamatan Binjai Utara kota Binjai adalah sebesar 1,6 Lampiran 3. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1 mesin hanya menyerap 1,6 atau 2 dua orang tenaga kerja, artinya industri kecil konveksi pakaian jadi di daerah penelitian terklasifikasi dalam capital intensive padat modal. Para ekonom barat berpegang pada capital intensive yang merupakan anjuran dari ekonom barat melalui penerapan economic of scale atau suatu batas minimum bagi industri untuk bisa beroperasi secara ekonomis dan menguntungkan pada suatu perekonomian. Mereka lebih menekankan penggunaan modal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan sendi- sendi pada aspek lainnya, dalam istilah kajian ekonomi dikatakan dengan capital intensive yang dapat dipahami dengan keluar masuknya arus modal dari luar negeri melalui pasar modal yang dapat digunakan oleh perusahaan besar dalam memperoleh tambahan dana untuk melakukan ekspansi usahanya Prasetio, 2011. Universitas Sumatera Utara

4.3.5. Proses Produksi