83 4
Pemeliharaan a
Pemeliharaan Tahun Berjalan T-0 Pemeliharaan T-0 berupa penyulaman tanaman yang mati
10 , penyiangan, penggemburan tanah dan pemupukan.
b Pemeliharaaan Tahun I dan I I
pemeliharaan meliputi penyiangan dan penggemburan tanah, penyulaman tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal
dengan jumlah bibit sulaman 10 pemeliharaan I I tidak disediakan bibit untuk sulaman dari dana pemerintah,
pemupukan sesuai dosis untuk umur tanaman, pemangkasan cabang abnormal, pendangiran dan pengguludan dasar rumpun.
5 Perlindungan Tanaman
Perlindungan tanaman meliputi pemberantasan hama dan penyakit dan perlindungan terhadap kebakaran. Pemberantasan hama antara
lain hama ulat yang menyerang pucuk tanaman dan penggerek batang. Pemberantasannya dilakukan dengan penyemprotan
pestisida.
2. Pengembangan Sutera Alam
a. Penyusunan Rancangan
1. Penyusunan Rancangan Teknis
Rancangan teknis disusun berdasarkan Rencana Umum. Rancangan teknis merupakan dasar pelaksanaan teknis pembangunan tanaman
persuteran alam yang memuat :
a Rancangan tapak dari hasil analisa kelayakan kemampuan lahan,
ketersediaan dan kemampuan lahan, kelayakan biofisik, sosial ekonomi.
b Tahapan pelaksanaan kegiatan detail pembuatan tanaman dan
pengaturan blok petak tebangan sebagai unit produksi. c
Rancangan pemanenan tanaman dengan mempertimbangkan rencana dan kapasitas industri.
d Rancangan jenis dan kapasitas produksi persuteraan untuk
memasok industri secara berkelanjutan. e
Rancangan kelembagaan tanaman serta pola pengusahaannya. f
Rancangan teknis dilengkapi peta kerja memuat, batas pemilikan dan rencana tanaman, peta tapak lokasi industri, tata letak
sarana dan prasarana industri skala 1 : 10.000.
g Tahapan pelaksanaan kegiatan tahunan.
2. Tata Waktu Penyusunan Rancangan
a Penyusun rancangan tanaman dilaksanakan pada tahun T-1
pada kondisi tertentu dapat dilaksanakan pada tahun berjalan T- 0.
84 b
Dibuat tata waktu tahapan pelaksanaan pembuatan tanaman dari penyiapan lapangan sampai dengan pemanenan.
3. Penyusun dan Pengesahan Rancangan
a Rancangan disusun secara swakelola oleh Balai Persuteraan Alam
dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kota setempat dapat dibantu tenaga ahli pakar dalam bidangnya.
b Rancangan dinilai oleh Balai Persuteraan Alam dan disahkan oleh
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kota setempat. 4.
Hasil Kegiatan Hasil kegiatan penyusunan rancangan adalah buku rancangan teknis
pengembangan sutera. Buku rancangan merupakan hasil analisa kelayakan pengembangan sutera secara detail dan lengkap serta
merupakan dasar dan acuan teknis pelaksanaan kegiatan dilapangan.
5. Format Rancangan
Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab I I , B.4.
b. Pembuatan Tanaman Murbei
1 Pengenalan Jenis
Tanaman murbei termasuk dalam familia Moraceae terdiri banyak jenis, tetapi yang umum dikembangkan di I ndonesia ada 4 jenis yaitu
Morus alba, Morus cathayana, Morus multicaulis dan Morus nigra. Perbanyakan tanaman murbei dapat dilakukan secara generatif
dengan biji dan vegetatif stek, layering dan grafting. Perbanyakan dengan stek adalah yang paling banyak dipakai karena praktis dan
ekonomis. a
Morus alba Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda berwarna merah,
tangkai daun muda sedikit merah, batang berumur 1 tahun berwarna coklat. Pertumbuhan batang lurus percabangan mulai
keluar pada bagian tengah batng utama. Panjang buku 7 – 8 cm. Hasil per Ha th + 30 ton.
b Morus cathayana
Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda sedikit merah, tangkai daun muda sedikit merah, batang berumur 1 tahun
berwarna coklat. Pertumbuhan batang lurus, percabangan mulai keluar pada bagian tengah batang utama. Panjang buku 7 – 8
cm. Hasil per Ha th + 40 ton
c Morus multicaulis
Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda tidak berwarna merah, batang berumur 1 tahun berwarna kelabu tua kehijauan.
85 Cabang lurus dan jumlahnya sedikit. Panjang buku 8-9 cm. Hasil
per Ha th + 40 ton d
Morus nigra Ujung ranting muda berwarna sedikit merah. Tangkal daun muda
sedikit merah, batang yang sudah berumur satu tahun berwarna coklat tua bercampur hijau. Pertumbuhan batang lurus keatas,
cabang mulai tumbuh pada bagian tengah dari batang utama. Jarak anatara mata atau panjang buku 6 cm. Daun berwarna
hijau tua.
2 Pemilihan areal
Tanaman murbei paling baik tumbuhnya pada tanah yang gembur, subur dekat dengan sumber air, dan tidak merupakan daerah yang
tergenang air waktu hujan drainase baik, rata dan tidak terlalu miring.
Pemilihan lokasi kebun harus selalu dihubungkan dengan persyaratan tempat pemeliharaan ulat. Karena pada dasarnya faktor yang
membatasi produksi kokon adalah kesesuaian kondisi untuk pemeliharaan ulat.
3 Pengolahan tanah
Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menggemburkan agar akar tanaman yang baru tumbuh dengan mudah menembus lapisan tanah
untuk menunjang pertumbuhan tanaman selanjutnya. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara mekanis dan manual.
Secara manual pengolahan tanah dilakukan dengan 2 cara :
a Sistem membuat lubang tanaman dimana tanah hanya diolah
pada bagian yang akan ditanami saja. Kedalaman lubang antara 30 - 40 cm, dengan lebar sekitar 30 cm.
b Sistem tanpa pembuatan lubang dengan membuat guludan-
guludan sesuai jarak baris tanam.
Tanaman murbei akan lebih baik apabila sebelum diadakan penanaman stek, lubang atau guludantersebut diberi pupuk
organik pupuk kandang 1 – 2 kg per lubang atau 10 – 20 ton per hektar.
a Pengadaan stek.
Dalam pengadaan stek yang perlu diperhatikan adalah : pemilihan stek, pengangkutan stek, pengamatan stek dan
pemotongan stek. 1
Pemilihan stek, sebaiknya diambil dari tanaman yang berumur diatas 1 tahun dari cabang yang sehat, lurus dari
cabang yang berumur 4 – 6 bulan setelah dipangkas. Diameter cabang + 1 cm.
2 Pengangkutan stek sebaiknya diangkut pada pagi atau sore
hari agar tidak kering dalam perjalanan.
86 3
Pengamanan stek : penyimpanan stek yang tidak langsung ditanam di lapangan, sebaiknya ditempat yang dingin dan
lembab serta tidak terkena cahaya matahari langsung.
4 Pemotongan stek : bahan stek dipotong sepanjang 20 – 25
cm + 4 – 5 mata, dengan alat yang tajam agar tidak pecah.
Dalam kondisi yang mendesak waktu tanam dan terbatasnya kompos sehingga diperlukan bibit yang baik dan kuat untuk
ditanam, maka diperlukan pembibitan murbei. Pembibitan murbei dimaksudkan untuk mempersiapkan bibit yang dipelihara secara
intensif untuk pertumbuhan akar dan penyediaan media tumbuh yang baik, sehingga pada waktu ditanam di kebun sudah siap
tumbuh dengan demikian akan sangat mengurangi jumlah penyulaman. Dengan sistem pembibitan murbei, biaya relatif
mahal tetapi daya tumbuh di lapangan lebih terjamin.
4 Penanaman
a Waktu tanam Waktu tanam yang tepat adalah awal atau pertengahan musim
hujan. b Jarak tanam
Penentuan jarak tanam adalah sebagai berikut : 1
Monokultur. Kebun murbei yang diusahakan untuk ulat kecil jarak
tanamannya ± 0,5 x 0,5 m sebaiknya agar ditanam jenis Morus alba,
Morus cathayana. Kebun murbei yang diusahakan untuk ulat besar jarak
tanamnya antara lain ± 1,5 x 0,6 m, 1,5 x 0,75 m, 1,5 x 0,5 m atau 1 x 1 m.
2 Tumpangsari.
Kebun murbei yang diusahakan secara tumpangsari, jarak tanamnya ± 1 x 0,75 m, ± 2 x 0,6 m, ± 3 x 0,5 m tergantung
jenis tanaman tumpangsari.
Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan 2 mata tunas kedalam tanah dan 2 – 3 mata tunas diatas permukaan
tanah. Apabila yang ditanam berupa bibit dari persemaian, sebaiknya disertakan media tumbuh tanahnya dan jangan lupa
menyobek plastiknya, apabila disemai dengan sistem kantong plastik.
3 Tanaman tumpangsari.
Sambil menunggu pemangkasan pertama, lahan diantara tanaman murbei dapat dimanfaatkan untuk tanaman palawija
antara lain kacang-kacangan, karena tajuk tanaman murbei belum rimbun.
87 Keuntungannya antara lain :
a Mengurangi tanaman pengganggu.
b Pemeliharaan murbei lebih intensif.
c Meningkatkan penghasilan kebun
5 Pemeliharaan Tanaman
a Penyiangan
Dilakukan dengan menghilangkan tanaman pengganggu untuk mencegah persaingan dengan tanaman murbei. Manfaat lain
adalah untuk menghindari tersedianya tanaman inang bagi hama dan penyakit murbei.
b Pendangiran
Dilakukan dengan menggemburkan tanah disekitar tanaman murbei hal ini dimaksudkan agar aerasi dan drainase tanah
menjadi lancar sehingga membantu pertumbuhan tanaman murbei.
c Pemupukan
Secara teknis pemupukan dilakukan bervariasi tergantung dari jenis, sistem penanaman dan jarak tanam. Sebagai contoh untuk
untuk monokultur dengan jarak tanam ± 1,5 x 0,6 m memerlukan ± 300 kg N, 100 kg P dan 130 kg K per tahun.
Waktu pemberian setelah pemangkasan pertama atau pertengahan musim penghujan. Cara melakukan pemupukan
dengan cara lingkaran, cara jalur dan lubang disekitar tanaman, cara ini baik dilakukan untuk tanaman yang sudah tua. Setiap
tahun sebaiknya diberikan pupuk organik pupuk kandang sebanyak 10 ton ha per tahun diberikan 2 kali setiap tahun.
d Pengendalian hama dan penyakit.
1 Hama yang paling umum menyerang tanaman murbei adalah
hama pucuk, kutu daun, penggerek batang dan kutu batang. 2
Penyakit yang paling umum menyerang tanaman murbei adalah bintik daun, bercak daun, penyakit karat, penyakit
tepung, bakteri dan penyakit plasta.
e Pemangkasan.
1 Pemangkasan pembentukan batang.
Dilakukan pada tanaman yang sudah berumur 9 – 12 bulan setelah tanam dengan memotong cabang miring keatas 30-
45º . Pemangkasan ini bertujuan untuk membentuk batang pokok tanaman murbei.
Cara pemangkasan pembentukan batang tanaman murbei terdiri dari :
a
Pangkasan rendah Tanaman murbei dipangkas setinggi ± 10 – 30 cm dari
permukaan tanah. Jenis pangkasan ini menghasilkan jumlah daun yang banyak, daun tidak cepat mengeras,
88 pemungutan daun dan pengendalian hama dan penyakit
dapat dilakukan dengan mudah. b
Pangkasan sedang Tanaman murbei dipangkas ± 50 – 100 cm dari
permukaan tanah. Jenis pangkasan ini memungkinkan untuk perakaran yang dalam.
c Pangkasan tinggi
Tanaman murbei dipotong pada tinggi lebih dari 100 cm dari permukaan tanah. Jenis pangkasanini miring
digunakan pada daerah yang sering mengalami luapan air.
2 Pemangkasan pemeliharaan.
Dilakukan secara periodik setelah pangkasan pembentukan batang, bertujuan memelihara pohon murbei dengan
memangkas cabang yang terserang penyakit dan cabang- cabang yang tidak produktif.
Tiga macam istilah pemangkasan pemeliharaan yaitu : d
Kobunaosi. Pemangkasan dilakukan setelah panen daun, untuk
memperbaiki tanaman. Pangkasan dilakukan sesuai tinggi pangkasan yang telah ditentukan sehingga tinggi
tanaman sama.
e Kobukirei.
Memangkas cabang ranting yang kecil dan tidak produktif sehingga pertumbuhan cabang yang tersisa
diharapkan bertambah baik. Cabang yang terkena penyakit dibuang agar penyebarannya bisa ditekan.
f Kobusage.
Pemangkasan batang
pokok untuk persemaian, biasanya
dilakukan sekitar 10 – 20 cm dari permukaan tanah, sekali dalam 5 tahun.
6 Pemanenan daun.
a Waktu panen.
Panen daun sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mencegah kekayaan dan harus tetap terjaga kebersihannya.
b Penyediaan daun
1 Penyediaan daun untuk ulat kecil.
Ulat kecil membutuhkan daun yang lunak, yaitu daun muda umur pangkas 1 bulan, untuk pemeliharaan ulat sutera dalam
skala besar sebaiknya dibuat kebun khusus untuk ulat kecil yang letaknya dekat dengan tempat pemeliharaan.
Penyediaan daun untuk ulat kecil dapat diperoleh dengan 2 cara :
a
Daun dari umur pangkas satu bulan kebun khusus atau
89 b
Daun muda pada umur pangkasan 2 – 3 bulan 3 lembar daun dari ujung atas khususnya untuk
Morus nigra dan Morus cathayana.
2 Penyediaan daun untuk ulat besar.
Jumlah daun yang dibutuhkan lebih banyak dari pada kebutuhan ulat kecil. Daun untuk ulat besar dapat diperoleh
pada umur pangkas ± 2 – 3 bulan dengan cara memotong cabang pada batas daun yang terbawah masih hijau dan
segar.
c Produksi daun
1 Produksi daun muda yang berumur satu bulan pangkas + 0,15
kg setiap pohon. Apabila dibuat kebun khusus dengan jarak tanam ± 0,5 x 0,5 m setiap ha 40.000 pohon maka produksi
daun setiap ha sebanyak 4.000 kg. Kebutuhan daun muda untuk ulat kecil setiap boks satuan
bibit ulat sebanyak 20.000 butir telur sebanyak 50 kg, sehingga setiap Ha dapat menyediakan daun murbei untuk 120
boks kecil.
2 Produksi daun untuk pemeliharaan ulat besar + 1 kg setiap
pohon. Apabila jarak tanam pohon ± 1 x 1 m setiap Ha 10.000 pohon maka produksi daun setiap Ha sebanyak 10.000
kg. Kebutuhan daun untuk ulat besar setiap boks sebanyak 900 kg,
sehingga setiap Ha kebun dapat menyediakan daun murbei untuk 11 boks ulat besar.
d Penyimpanan daun.
1 Penyimpanan daun untuk ulat kecil, dilakukan pada ruangan
khusus untuk penyimpanan, yang biasanya terdapat pada ruangan pemeliharaan ulat kecil agar tetap terjaga kebersihan
dan kesegarannya.
2 Penyimpanan daun untuk ulat besar, dilakukan pada ruangan
khusus untuk penyimpanan, yang biasanya terdapat pada ruangan pemeliharaan ulat besar, agar terjaga kebersihan dan
kesegarannya.
c. Pemeliharaan Ulat Sutera
1 Biologi ulat sutera
a. Sistematik
Phyllum : Arthropoda
Classis : I nsecta
Ordo : Lepidoptera
Familia : Bombycidae
Genus : Bombyx
Species : Bombyx mori L
90 b.
Siklus hidup Ulat sutera adalah serangga yang berguna sebagai penghasil
benang sutera. Dalam siklus hidupnya mempunyai metamorfosa sempurna mulai dari larva ulat, pupa sampai dengan kupu-
kupu. 1
Telur a
Berbentuk bulat lonjong, panjang 1,3 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm, warnanya putih kekuningan.
b Telur, biasanya menetas 10 hari setelah perlakuan
khusus, pada suhu 25 º dan kelembaban udara 80 – 85 .
2 Ulat sutera terbagi dalam 5 instar, yaitu :
a I nstar 1, 2 dan 3 disebut ulat kecil dengan umur sekitar
12 hari. b
I nstar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur sekitar 13 hari
- Ulat kecil I nstar I , I I dan I I I . Tahan terhadap suhu
28 – 30 º C dan kelembaban udara 90-95 . Pada menjelang saat istirahat, napsu makannya menurun.
- Ulat besar I nstar I V – V. Membutuhkan suhu antara 22 – 25 º C dan dengan kelembaban udara antara 70
– 75 . Setelah instar V berakhir ulat akan mengokon.
3 Pupa
a Terjadi setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera.
b Lama masa pupa + 12 hari.
c Pupa jantan ruas ke 9 terdapat tanda titik, sedang pupa
betina ruas ke 8 terdapat tanda kali.
2 Teknik Pemeliharaan Ulat
a Pemeliharaan ulat kecil
1 Persyaratan bangunan pemeliharaan terbagi 3 ruangan
yaitu ruang peralatan ± 3 x 2 m2, ruang pemeliharaan ± 12 x 6 m2 dan ruang daun ± 3 x 2 m. Bangunan tersebut
dapat menampung + 30 box. Setiap satu box terdiri dari 20.000 butir telur. Posisi bangunan memanjang arah Timur
– Barat, dekat dengan sumber air dan ada tempat pencucian alat.
2 Alat dan bahan
a Rak dan sasag dapat dibuat dari kayu atau besi.
b Termometer, timbangan daun, keranjang daun, gunting
stek, pisau daun, ember, baskom. 3
Tempat sekitar bangunan Lingkungan harus bersih, suhu ruangan ideal 26º - 28º C,
kelembaban udara 90 – 95 dengan cahaya dan sirkulasi udara cukup.
4 I nkubasi telur
91 a
Telur disebarkan merata pada kotak penetasan, ditutup dengan kertass tipis dan disimpan dalam ruangan atau
suhu 25º C dan kelembaban udara 75 -80 .
b Tidak terkena cahaya matahari langsung.
c Setelah telur mancapai titik biru, dibungkus kain hitam.
5 Pengambilan daun
Daun untuk ulat kecil, umur pangkasan 25 – 30 hari, waktu pengambilan pagi atau sore hari dengan ani-ani atau
gunting pangkas. Cara pengambilan daun untuk instar :
I
: lembar 3 – 5 dari pucuk I I
: lembar 5 – 7 dari pucuk I I I
: lembar 8 – 12 dari pucuk 6
Desinfeksi tubuh ulat a
Desinfeksi untuk tubuh ulat menggunakan campuran 5 gram kaporit dan 95 gram kapur diaduk merata.
b Ditaburkan tipis dan merata pada tubuh ulat dengan
ayakan plastik, sebelum hakitate pada awal instar I I dan awal instar I I I .
7 Hakitate memberi makan pertama pada ulat yang baru
menetas. a
Waktu pukul 08.00 – 10.00 pagi. b
Kotak penetasan diletakkan pada sasag yang telah diberi kertas alas dan kertas parafin kertas roti, ulat yang
melekat pada kertas dipindahkan ke kotak penetasan.
c Dilakukan desinfeksi tubuh ulat.
d Diberi jaring, kemudian diberi makan dan terakhir
ditutup kertas parafin. 8
Pemberian pakan a
Keadaan daun baik, tidak basah, segar dan bersih. b
Dua jam setelah hakitate, ulat dipindahkan ke sasag dibiarkan terbuka selama 1 jam, kemudian diberi makan
dan ditutup kembali.
c Selanjutnya diberi makan sehari 3 kali.
d Setiap jam sebelum pemberian makan, kertas penutup
dibuka. 9
Luas tempat ulat disesuaikan dengan pertumbuhan ulat. I nstar
I : 1 sasag box
I I : 4 sasag box
I I I : 8 sasag box
10 Pembersihan tempat ulat.
a Dilakukan sebelum pemberian pakan.
b Pembersihan dilakukan apabila sisa pakan sudah banyak
selama instar I tidak perlu dibersihkan. c
Cara pembersihan, mula-mula jaring dipasang di atas tempat ulat, daun diletakkan diatas jaring kemudian
ditunggu sampai 90 ulat naik keatas jaring. Jaring diangkat dan dipindahkan ke sasag lain.
92 d
Kotoran dan sisa pakan dibuang, ulat yang sakit dan mati dimasukkan kedalam tempat tertutup berisi bahan
desinfektan.
11 Perlakuan selama ulat tidur ganti kulit
Kertas penutup dibuka, jendela dibuka agar udara masuk kemudian tempat ulat diperluas dan ulat ditaburi kapur.
12 Perlakuan setelah ulat bangun.
a Dilakukan pada pagi atau sore hari, pada saat tidur
instar I I I . b
Ulat dibungkus dengan kertas alas digulung kedua sisi dan tengahnya diikat, disimpan berdiri agar ulat tidak
tertekan.
b Pemeliharaan
1 Bangunan
a Harus khusus dengan pembagian ruang terdiri dari
tempat daun dan tempat pemeliharaan. b
Suhu ruangan 22 - 25º C, kelembaban 70 – 75 . c
Cahaya dan aliran udara baik. 2
Alat dan bahan Rak bersusun dua, alas karung plastik, tali plastik.
3 Desinfeksi ruangan
Dengan kaporit 5 gr 1 liter air diaduk merata, kemudian disemprotkan secara merata keseluruhan ruangan dengan
dosis 1 liter m2
4 Pengambilan daun
a Umur pangkas 2,5 – 3 bulan.
b Pengambilan pada pagi hari dan sore hari.
c Daun dipangkas bersama cabangnya.
5 Pemberian pakan
a Daun harus baik, tidak basah, segar dan bersih.
b Daun diberikan sehari 3 kali pk 07.00 : 25 , pk 12.00
: 25 dan pk 17.00 : 50 . c
Cabang diletakkan berjajar, pangkal cabang diletakkan berlapis putar balik.
6 Membersihkan tempat ulat
a Dilakukan sebelum pemberian pakan.
b I nstar I V : dilakukan setelat ulat ganti kulit, pertengahan
instar dan menjelang ulat tidur. c
I nstar V : dilakukan setelah ganti kulit setiap 2 hari atau kotoran sudah terlalu banyak.
d Terakhir menjelang ulat mengokon
7 Desinfeksi tubuh ulat.
a Kapur dicampur dengan kaporit perbandingan 9 : 1
kemudian ditaburkan tipis dan merata pada tubuh ulat dengan menggunakan ayakan plastik atau kain kasa.
b Dilakukan sebelum pemberian pakan.
93 c
Pengokonan 1
Bangunan a
Tempat pengokonan umumnya menggunakan ruangan tempat pemeliharaan ulat besar.
b Temperatur diatur 22 – 23º C dan kelembaban 60 – 90
aliran udara baik dan cahaya tidak terlalu terang. 2
Peralatan Alat pengokonan terbuat dari bambu, plastik atau karton.
Alat yang paling baik terbuat dari karton yang terkenal dengan alat pengokonan putar.
3 Pengokonan ulat
a Pemanenan kokon dilakukan 5 – 6 hari setelah
mengokon, dengan mengambil kokon dari tempat pengokonan.
b Pemanenan kokon sebaiknya dilakukan tidak terlalu
cepat atau terlalu lambat. Kalau terlalu cepat, pupa mudah pecah yang mengakibatkan kokon kotor di
dalam : tetapi kalau terlalu lambat pupa akan berubah menjadi kupu-kupu.
c Pada waktu panen, kokon segera dibersihkan dari
“flose”nya. Kemudian diadakan seleksi kokon dimana kokon yang baik dipisahkan dari kokon yang tidak baik.
d Kokon disimpan pada tempat yang baik, aman dari
gangguan hama sepert semut, tikus dan sebagainya.
d. Pengolahan Kokon
1 Pengenalan kokon.
Kokon adalah bahan dasar untuk pembuatan benang sutera melalui proses pemintalan. Sebutir kokon normal mempunyai berat 1,5 – 2,0
gram. Kokon betina lebih berat dari kokon jantan. Kulit kokon yang merupakan bahan baku benang sutera mempunyai prosentase
sebesar 20 – 30 dari berat kokon. Prosentase kulit kokon jantan biasanya 2 – 3 lebih tinggi dari pada kulit kokon betina. Rata-rata
panjang filamen dari sebutir kokon + 1.200 m kira-kira 80 dari berat kulit kokon. Rata-rata ukuran filamen kokon adalah 2,5 – 3
denier 1 denier = filamen yang mempunyai panjang 9.000 m dengan berat 1 gram.
Menurut kondisinya, kokon dibedakan menjadi 2 yaitu kokon baik kokon yang dapat dipintal dan kokon tidak baik tidak dapat
dipintal. Kokon tidak baik, dapat berupa :
a
Kokon dobel. b
Kokon menempel alat pengokonan. c
Kokon berujung tipis. d
Kokon berbentuk tak beraturan. e
Kokon tipis jelek. f
Kokon berlubang.
94 2
Teknik pengolahan kokon a
Pengeringan kokon. 1
Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa yang ada di dalam kokon agar tidak berubah menjadi kupu-kupu,
sehingga kokon dapat disimpan lama. Pengeringan kokon dapat dilakukan dengan dijemur atau dioven.
2 Penjemuran dilakukan dengan menempatkan kokon di atas
seng atau lantai jemur dengan ketebalan 1 lapis dibawah terik matahari selama ± 3 hari, masing-masing ± 1,5 jam.
Apabila berat kokon menyusut 10 menandakan bahwa pupa telah mati. Dari hasil pengeringan ini kokon dapat
disimpan selama 1 minggu.
3 Pengeringan menggunakan oven dilakukan dengan
menempatkan kokon maximum 3 lapis pada setiap sasag dalam oven. Udara didalam oven harus bersih dari sisa
pembakaran. Pengeringan dilakukan dengan mengatur suhu 100 - 120º C selama 5 jam dan diusahakan oven
selalu tertutup rapat. Hasil pengeringan yang baik berat kokon kering mencapai 45 dari berat asal. Dari hasil
pengeringan ini kokon dapat disimpan sampai 3 bulan.
4 Kokon-kokon yang telah dikeringkan perlu diseleksi untuk
memisahkan kokon yang berkualitas baik dan kurang baik. Selanjutnya disimpan pada tempat yang khusus untuk
mencegah gangguan hama dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas kokon.
b Pemintalan.
Pemintalan bertujuan untuk menghasilkan benang sutera kasar. 1
Pemintalan dapat menggunakan alat pintal tradisional maupun alat pemintalan masinal
Automatic Reeling Machine.
2 Proses pemintalan
a Merebus kokon
- Menggunakan air bersih dan jernih.
- Kokon dimasukkan dalam air dingin, kemudian
dipindahkan ke dalam air panas sambil ditekan sampai tenggelam.
- Kokon dipindahkan ke alat pintal.
b Mencari ujung filament
- Menggunakan kuas yang terbuat dari batang padi
disapukan pada permukaan kokon sehingga ujung filamen terkait.
- Tarik ujung filamen masuk ke alat pintal.
c Memintal
- Setiap lembar benang terdiri dari 10 – 12 filamen.
- Masukkan ujung-ujung filamen tersebut ke dalam
penyaring benang terus kepeluncur.
95 -
Lilitan benang antara peluncur 1 dan 2 panjang lilitan minimum 4 cm, selanjutnya ke haspel
penggulungan benang.
- Penambahan kokon disesuaikan dengan banyaknya
kokon yang habis. -
Filamen yang putus harus disambung, diatur sisa potongan + 0,2 cm.
- Pemintalan dilakukan sampai habis filamennya.
3 Pengemasan benang
a Satukan ujung pangkal benang kemudian diberi tanda dengan
benang lain mudah dibedakan. b
Pada tiga tempat diberi anyaman dengan benang warna lain. c
Benang dikeluarkan dari haspel dengan hati-hati dan dikering anginkan.
d Benang diukel digintir dengan melilitkan beberapa kali dan dilipat
dua kemudian diikat dengan benang lain. e
Ditimbang 1 kg kemudian ikat dan masukkan dalam kantong plasik.
96
BAB V REHABI LI TASI HUTAN DAN LAHAN POLA MODEL
A. MODEL KONSERVASI JENI S TANAMAN LANGKA TANAMAN UNGGULAN
SETEMPAT DENGAN SI LVI KULTUR I NTENSI F
Pembuatan model tanaman jenis langka unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif diharapkan sebagai
areal show window, media penyuluhan, sumber informasi pengembangan jenis tertentu untuk daerah sekitarnya, serta
mencegah punahnya jenis tanaman unggulan setempat. Kegiatan tersebut merupakan penerapan rakitan teknologi dan sistem silvikultur intensif yang telah
tersedia dari berbagai jenis tanaman dimaksud. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dari tenaga ahli yang memiliki kompetensi
di bidang tersebut. Tanaman jenis langka unggulan setempat adalah jenis tanaman unggulan
setempat yang keberadaannya di alam sudah mendekati kepunahan. Penetapan kelangkaan setiap jenis tanaman ditetapkan oleh peraturan perundangan
ataupun penunjukkan oleh Bupati Walikota. Dalam pembuatan tanaman jenis langka unggulan setempat dengan sistem
silvikultur intensif juga dilengkapi dengan pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan kelompok tani, sehingga dari lokasi tersebut akan berkembang
menjadi unit usaha dibidang kehutanan yang mandiri dan berkelanjutan. Tahapan pembangunan model konservasi jenis tanaman langka unggulan
setempat dengan silvikultur intensif adalah sebagai berikut : 1.
Penyusunan Rancangan Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Balai Pengelolaan
DAS Balai Perbenihan Tanaman Hutan, dinilai oleh Kepala Seksi Program Kepala Seksi Pengembangan Sumber Benih pada Balai Pengelolaan
DAS BPTH dan disahkan oleh Kepala BPDAS Kepala BPTH.
a. Penetapan Calon Lokasi Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman jenis langka unggulan
setempat harus mempertimbangkan aspek teknis dan aspek sosial ekonomi antara lain sebagai berikut :
1
Aspek teknis meliputi : a
Lokasi penanaman pembuatan tanaman jenis langka unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif dapat dilakukan pada
kawasan hutan produksi berupa areal tidak produktif, hutan lindung, Areal Penggunaan Lain APL, lahan hutan milik.
b Khusus untuk tanaman rotan, harus terdapat tanaman sebagai
rambatan panjatan, sedangkan untuk jenis tanaman penghasil gaharu dibutuhkan adanya tanaman sebagai naungan.
c Diusahakan berupa satu hamparan yang kompak dan tidak
terpencar.