Index of /ProdukHukum/kehutanan
Lampiran
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/ Menhut-V/ 2007 Tanggal : 20 Juni 2007
BAGI AN PERTAMA
PEDOMAN TEKNI S
GERAKAN NASI ONAL REHABI LI TASI
HUTAN DAN LAHAN
( GN- RHL/ Gerhan)
DEPARTEMEN KEHUTANAN
2007
(2)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya hutan dan lahan memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, oleh karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal untuk menjaga kelestarian fungsi dan kualitas sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat.
Akhir-akhir ini kondisi sumberdaya hutan dan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) cenderung menurun, yang menimbulkan dampak negatif seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor yang terjadi di berbagai tempat di tanah air, sehingga peranannya sebagai penyangga kehidupan kurang optimal.
Untuk memulihkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan, Departemen Kehutanan telah menetapkan lima kebijakan prioritas, antara lain Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Dalam kerangka implementasinya, ditetapkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam Rencana Strategis dan Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan RHL sejak tahun 2003 dilaksanakan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/ Gerhan) yang selanjutnya disebut Gerhan. Gerakan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat RHL sebagai gerakan moral bangsa menuju percepatan pemulihan keberadaan dan fungsi hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memberi pemahaman kepada para pihak pelaksana agar mencapai keberhasilan yang optimal dalam penyelenggaraan Gerhan tahun 2007 dan selanjutnya, diterbitkan Pedoman Teknis Gerhan.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud penerbitan pedoman teknis kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk memberikan arahan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan Gerhan, dengan tujuan agar kegiatan Gerhan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan, sasaran dan kaidah teknis kegiatan yang ditetapkan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman teknis kegiatan ini meliputi perencanaan, pembuatan tanaman (reboisasi, hutan rakyat, hutan kota, turus jalan dan penghijauan lingkungan), pengembangan model RHL, pembuatan bangunan konservasi tanah, pembinaan dan pengendalian.
(3)
D. Pengertian
1. Bangunan pengendali jurang (gully plug) adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit-parit melintang alur parit dengan konstruksi batu, kayu atau bambu.
2. Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten tertinggal yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain secara nasional, yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.
3. Dam pengendali adalah bendungan kecil yang dapat menampung air (tidak lolos air) dengan konstruksi lapisan kedap air, urugan tanah homogen, beton (type busur) untuk pengendalian erosi, sedimentasi, banjir dan irigasi serta air minum dan dibangun pada alur sungai/ anak sungai dengan tinggi maksimal 8 meter.
4. Dam Penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu atau trucuk bambu/ kayu yang dibuat pada alur sungai dengan tinggi maksimal 4 meter.
5. Damija adalah lahan milik negara yang berada dikiri-kanan jalan, yang membatasi antara jalan dan areal sekitarnya.
6. Dawasja adalah lahan milik masyarakat yang berada dikiri-kanan jalan, yang membatasi antara jalan dan areal sekitarnya.
7. Dinas Kabupaten/ Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan di daerah Kabupaten/ Kota.
8. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan di daerah Provinsi.
9. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan/ air limpasan atau air rembesan pada lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau.
10. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis : Avicennia spp. (Api-api), Soneratia spp. (Pedada), Rhizophora spp. (bakau), Bruguiera spp. (tanjang), Lumnitzera excoecaria (tarumtum), Xylocarpus spp. (Nyirih) dan Nypa fruticans (nipah).
11. Hutan pantai adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh di tepi pantai dan berada di atas garis pasang tertinggi. Jenis-jenis pohonnya antara lain : Casuarina equisetifolia (cemara laut), Terminalia catappa (ketapang), Hibiscus tiliaceus (waru), Cocos nucifera (kelapa) dan Arthocarpus altilis (nangka/ cempedak).
12. Hutan kota adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
13. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 % .
(4)
14. Jenis Kayu-Kayuan adalah jenis-jenis tanaman hutan yang menghasilkan kayu untuk konstruksi bangunan, meubel dan peralatan rumah tangga. 15. Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) adalah jenis-jenis tanaman asli atau
eksotik, yang disukai masyarakat karena mempunyai keunggulan tertentu seperti produk kayu, buah dan getah dan produknya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota berdasarkan rekomendasi BPTH atas nama Dirjen RLPS.
16. Jenis Tanaman Endemik adalah jenis-jenis tanaman asli daerah yang memiliki ciri khas tertentu dan ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)/ Balai Taman Nasional (BTN).
17. Jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) adalah jenis-jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan bukan kayu.
18. Jenis Tanaman Turus Jalan adalah jenis-jenis tanaman yang digunakan untuk penanaman turus (kanan kiri) jalan atau untuk penghijauan kota. 19. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 20. Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang
tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan berkepentingan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan produktifitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.
21. Kelompok Bakau/ Mangrove adalah jenis-jenis tanaman yang tumbuh di suatu areal yang kondisinya terpengaruh oleh pasang surut air laut.
22. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.
23. Penghijauan adalah kegiatan RHL yang dilaksanakan di luar kawasan hutan. 24. Penghijauan lingkungan adalah usaha untuk menghijaukan lingkungan
dengan melaksanakan penanaman di taman, jalur hijau, pemukiman, perkantoran dan lain-lain.
25. Penanaman pengkayaan adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada kawasan hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon sejumlah 500 – 700 batang/ ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya.
26. Rancangan Teknis adalah desain lapangan/ pola kegiatan teknis secara rinci (bestek) dari setiap komponen pekerjaan yang meliputi rancangan pekerjaan fisik, tata waktu dan anggaran.
27. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/ terbuka, alang-alang, atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan.
28. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
(5)
29. Rencana Teknis RHL adalah rencana yang memuat arahan teknis pelaksanaan penyelenggaraan RHL yang disusun menurut DAS sebagai unit analisis dalam satuan wilayah pengelolaan DAS, dan atau wilayah administrasi pemerintahan di tingkat makro dan semi detil dalam jangka panjang, menengah dan tahunan.
30. Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan adalah ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/ jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya.
31. Sabuk hijau (green belt) adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar waduk/ danau pada daratan sepanjang tepian danau/ waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk/ danau. Areal sabuk hijau berjarak + 20 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dengan lebar 50 – 100 m (Keppres No. 32 tahun 1990).
32. Sistem Cemplongan adalah suatu teknis penanaman dengan pembersihan lapangan tidak secara total, yaitu dilakukan disekitar lobang yang akan ditanam yang diterapkan pada lahan miring yang tanahnya peka erosi. 33. Sistem Jalur adalah pola penanaman dengan pembersihan sepanjang jalur
yang didalamnya dibuat lubang tanaman dengan jarak tertentu.
34. Sistem Tumpangsari adalah suatu pola penanaman yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim dan tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu-kayuan/ MPTS).
35. Sumur Resapan Air adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air yang dibuat sedemikian rupa menyerupai sumur pada daerah pemukiman dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah.
(6)
BAB I I
PERENCANAAN
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dilaksanakan melalui Gerhan ini merupakan salah satu upaya strategis pembangunan yang langsung menyentuh masyarakat.
Agar kegiatan dimaksud dapat mencapai tujuan dan sasarannya secara optimal, diperlukan sistem perencanaan yang tepat guna sebagai acuan bagi para pihak pelaksana kegiatan di daerah. Sebagai bagian dari Program RHL maka sistem perencanaan Gerhan mengacu kepada sistem perencanaan RHL yang berlaku.
Hirarki, mekanisme dan teknik perencanaan RHL, sebagai berikut :
A. Hirarkhi Perencanaan RHL
Perencanaan RHL/ Gerhan mengacu pada Sistem Perencanaan Kehutanan dan (Permenhut No. 28/ Menhut-I I / 2006) dan kaidah teknis perencanaan RHL, dengan hirarkhi : Pola Umum, Rencana Teknis RHL Lima Tahun, Rencana Teknik Tahunan (RTT) serta Rancangan Teknis Kegiatan.
1.
Pola Umum RHLPola Umum sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan no. SK.20/ Menhut-V/ 2001 merupakan landasan bersama mengenai pendekatan dasar, prinsip-prinsip dan pola penyelenggaraan pelaksanaan agar diperoleh hasil dan dampak yang efektif sesuai dengan tujuan RHL.
a. Pendekatan dasar
Untuk mengambil posisi politik dan kelembagaan penyelenggaraan RHL/ Gerhan maka dipergunakan pendekatan dalam fase prakondisi dan fase aksi sebagai berikut:
1) Memaksimumkan dukungan dan komitmen politik, yaitu dimaksudkan untuk mengakomodasi tekanan global menjadi peluang dan memperoleh dukungan dan komitmen politik yang cukup dalam penyelenggaraan RHL.
2) Mendasarkan pendekatan ekosistem dalam kerangka pengelolaan DAS dengan memperhatikan daya dukung lahan (land capability) dan kesesuaian lahan (land suitability) serta memperhatikan keanekaragaman jenis dan tingkat kerentanan terhadap hama penyakit.
3) Membangun kapasitas kelembagaan pemerintah, masyarakat dan kelembagaan ekonomi, sosial dan budaya untuk meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan kesempatan ekonomi, kesesuaian sosial-budaya dan teknologi lokal serta menempatkan sistem penguasaan lahan dalam kepastian hukum yang menjamin kelangsungan penggunaan dan pengelolaannya.
(7)
b. Prinsip-Prinsip
Penyelenggaraan RHL menggunakan prinsip-prinsip:
1) Terpadu antar sektor untuk meminimumkan kegagalan birokrasi 2) RHL sebagai bagian kebutuhan masyarakat
3) Kegiatan berkelanjutan dalam tahun jamak (multiyears) 4) Pembiayaan partisipatif (cost sharing)
5) Memaksimalkan inisiatif masyarakat, teknologi lokal dan kinerja manajemen yang bertanggung gugat (akuntable).
c. Pola penyelenggaraan
Pada fase prakondisi RHL diselenggarakan dengan: 1) Memaksimumkan dukungan dan komitment politik,
2) Membangun dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah, masyarakat dan lembaga ekonomi.
Pola penyelenggaraan pada fase aksi RHL diselenggarakan dengan :
1) Memaksimumkan inisiatif masyarakat, teknologi lokal, manajemen rehabilitasi.
2) Mengoptimalkan strategi monitoring dan pengendalian melalui penataan sistem informasi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota.
3) Menitikberatkan sisi hasil dari pada proses yang sesuai kondisi lokal (site spesifik), berkelanjutan (multi-years) dan partisipatif (multi pihak).
4) I ntegral dalam perencanaan kehutanan yang mengarah kepada pembentukan unit pengelolaan hutan (KPH)
5) Berfokus kepada kinerja dari pada proses administratif semata. d. Pengendalian
1) Mengoptimalkan fungsi kriteria dan standar teknis dalam dimensi manajemen sebagai rambu-rambu baku dalam penyelenggaraan RHL menurut kawasan (DAS sebagai unit rencana, tenurial sebagai penempatan penguasaan lahan/ tenurial sistem, dan fungsi kawasan sebagai rambu baku kegiatan), kelembagaan, dan teknologi masyarakat.
2) Pengendalian perencanaan dilaksanakan secara berjenjang baik di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/ Kota.
2.
Rencana RHL 5 TahunRencana RHL 5 tahun adalah rencana teknis semi detil yang disusun berdasar unit DAS diseluruh wilayah kerja BPDAS, dengan kedalaman analisis tingkat Sub DAS.
a. Sasaran Lokasi Kegiatan
Kegiatan RHL/ Gerhan direncanakan di dalam dan di luar kawasan hutan negara sesuai dengan tenurial dan fungsinya. Sasaran rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai adalah kawasan hutan pantai di dalam dan di luar kawasan hutan negara yang terdegradasi karena pemanfaatan
(8)
atau abrasi pantai. Sedangkan pembuatan Bangunan konservasi tanah dan air dilaksanakan di wilayah hulu DAS terutama di luar kawasan hutan negara.
Sasaran lokasi dalam kawasan hutan adalah hutan konservasi, hutan lindung yang terdeforestasi dan hutan produksi yang tanahnya miskin (kritis) dan tidak dibebani hak serta tidak dicadangkan untuk pembangunan hutan tanaman (HTI / HTR). Sedangkan di luar kawasan hutan adalah pada lahan milik dan diarahkan pada kawasan lindung. b. Sasaran Areal RHL
Sasaran areal RHL ditentukan menurut kriteria:
1) Urutan prioritas penanganan DAS/ Sub DAS yang dapat ditentukan dari tingkat kekritisan DAS setempat (SK Menhut No. 284/ KPTS-I KPTS-I / 1999).
2) Sasaran indikatif rehabilitasi hutan dan lahan, diindikasikan dari penutupan lahan hasil interpretasi citra satelit dan data lahan kritis (data spatial lahan kritis) yang diverifikasi dengan pengecekan lapangan untuk akurasi sesuai kondisi aktualnya.
3) Kerawanan bencana yang diindikasikan dari frekuensi banjir, tanah longsor dan kekeringan di wilayah DAS pada 3 tahun terakhir, terjadinya tsunami/ abrasi air laut di daerah pantai yang nyata maupun potensial dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat. 4) Perlindungan bangunan vital di DAS untuk kehidupan masyarakat
seperti waduk, danau, sumber mata air dan sungai sebagai sumber air dan energi yang perlu dilestarikan fungsinya.
c. Pertimbangan Teknis dan Manajerial
Dalam perencanaan teknis RHL 5 tahun perlu memperhatikan Rencana Pembangunan Kehutanan jangka menengah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Master Plan (MP) RHL, Pola dan Rencana Teknik Lapangan (RTL) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), dan rencana pengelolaan DAS terpadu dan pertimbangan manajerial antara lain kesiapan kelembagaan daerah dan masyarakat, komitmen daerah, sumber dana lain yang tersedia (DAK-DR/ Bagi Hasil, APBD dll.), serta pertimbangan khusus untuk kondisi daerah kabupaten tertinggal.
d. Metoda, Teknik dan Mekanisme Perencanaan.
1) Metoda perencanaan dipergunakan paduan metoda pengindraan jauh, deskriptif dan terestris. Metoda pengindraan jauh dengan teknik analisis spatial (interpretasi citra satelit dan peta dasar, overlay peta-peta tematik dan administratif), sedangkan metoda deskriptif untuk analisis data kualitatif dan numerik (uraian, analisis, penjelasan, tabel, diagram dan lain-lain), dan terestris (survey lapangan) untuk memperoleh akurasi data lapang. Basis analisis rencana RHL adalah unit DAS dengan kedalaman analisis tingkat sub DAS dan wilayah adminitrasi pemerintahan (Provinsi/ Kab/ Kota). 2) Mekanisme Perencanaan dilakukan secara terpadu, yang melibatkan
(9)
lainnya. Rencana RHL 5 Tahun disusun oleh BP DAS, disetujui oleh Gubernur dan disahkan oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS).
e. Spesifikasi Rencana
Rencana disusun menurut fungsi kawasan hutan negara (kawasan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi,) dan di luar kawasan hutan negara (areal penggunaan lain/ APL) sesuai fungsi kawasannya (fungsi lindung dan budidaya) dan unit kelola arealnya. Rencana RHL 5 tahun dijabarkan secara runtut menurut :
1) Wilayah sasaran (DAS/ Sub DAS, Provinsi, Kabupaten/ Kota).
2) Sasaran indikatif luas RHL (total sasaran, sasaran 5 tahun dan proyeksi tahunan).
3) Rencana RHL 5 Tahun dipetakan dalam skala 1: 50.000 s/ d 1 : 100.000.
Rencana RHL 5 Tahun disajikan dalam bentuk buku naskah, data numerik dan peta rencana RHL 5 tahun.
3.
Rencana Teknik Tahunan (RTT)a. RTT merupakan rencana fisik semi detil dalam pembuatan tanaman (di dalam dan di luar kawasan hutan) dan bangunan konservasi tanah setiap tahun pada satu atau lebih DAS dalam wilayah Kabupaten/ Kota. b. RTT memuat tentang letak dalam wilayah Kabupaten/ Kota, DAS/ Sub
DAS, luas lahan kritis, lokasi dan volume kegiatan menurut fungsi kawasan hutan dan pola penyelenggaraannya (pola RHL insentif, pola RHL subsidi/ biaya penuh dan pola RHL model/ spesifik), jenis kegiatan, kondisi fisik lapangan, pola perlakuan, sarana prasarana, jenis tanaman dan jumlah bibit per kegiatan/ Ha.
c. RTT disusun oleh Dinas Kabupaten/ Kota setempat mengacu kepada Rencana Teknik RHL 5 Tahun dan memperhatikan acuan lain yang relevan, dengan pertimbangan Dinas terkait (PU, Kelautan dan Perikanan, Pertanian).
d. Kawasan konservasi (taman hutan raya, taman nasional dan kawasan konservasi lainnya) dan turus jalan nasional/ provinsi, RTT disusun oleh pemangku kawasan (Kepala Sub Dinas yang menangani perencanaan Kehutanan Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)/ Balai Taman Nasional (BTN).
e. RTT digambarkan dalam peta rencana dengan skala 1 : 25.000
f. RTT yang telah disusun dan disetujui/ ditandatangani oleh Kepala Dinas/ I nstansi penyusun, disampaikan kepada Kepala BP DAS, selanjutnya dilakukan pencermatan/ pemantapan bersama oleh BP DAS dan I nstansi Penyusun yang dikoordinir/ difasilitasi oleh BP DAS dengan kriteria yang disepakati bersama Dinas/ I nstansi terkait.
g. RTT Hasil pencermatan/ pemantapan yang disepakati tersebut direkap oleh BP DAS dan ditandatangani bersama Kepala Dinas/ I nstansi penyusun dan BP DAS.
(10)
h. RTT dimaksud selanjutnya dipadu-serasikan dengan RTT indikatif nasional melalui rapat konsultasi perencanaan regional, dan selanjutnya diusulkan kepada Direktur Jenderal RLPS sebagai bahan proses penyusunan satuan 3 Rencana Nasional RHL/ Gerhan.
Contoh format RTT Gerhan sebagaimana Tabel 3, 9, .. dst.
B. Mekanisme Penyusunan Rencana
Penyusunan rencana RHL/ Gerhan dilaksanakan secara terpadu dari atas dan dari bawah (top down and bottom up planning) dengan mekanisme sebagai berikut:
1.
Di Tingkat Pemerintah Pusata. Berdasarkan kondisi hutan dan lahan sasaran RHL pada DAS prioritas yang secara indikatif perlu direhabilitasi seluas 60,9 juta Ha (Baplan, 2003), disusun Rencana RHL DAS 5 Tahun (2003-2007) seluas 3 juta Ha sebagaimana sasaran yang tercantum dalam Kerangka Acuan Gerakan Nasional RHL terlampir pada Surat Keputusan Bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor : 09/ Kep/ Menko/ Kesra/ I I I / 2003, Nomor : Kep. 16 / M.Ekon / 03/ 2003, Nomor : Kep. 08 / Menko/ Polkam/ I I I / 2003, tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN), dan Lampiran Keputusan Menko Kesra/ Ketua TKPLRRN Nomor : 18/ Kep/ MENKO/ KESRA/ X/ 2003 yang menetapkan sasaran 5 tahun seperti pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Sasaran Rehabilitasi Hutan dan Lahan 5 tahun
Tahun Luas (Ha)
2003 300.000 2004 500.000 2005 600.000 2006 700.000 2007 900.000 JUMLAH 3.000.000
b. Rencana lokasi dan luas sasaran disusun berdasarkan kriteria fisik dengan sistim skor dan pertimbangan manajemen daerah yaitu:
1) Kriteria Fisik :
a) DAS Prioritas (SK Menhut no. 284 tahun 1999) b) I ndikasi Hutan dan Lahan yang perlu direhabilitasi
c) Daerah rawan bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan d) Bangunan vital (waduk/ danau) yang perlu dilindungi
e) Prioritas khusus adalah pada : (1) sempadan sungai, (2) daerah perlindungan mata air, (3) daerah pantai rawan bencana tsunami, intrusi air laut dan abrasi pantai.
2) Syarat : Masuk dalam RTT yang disusun oleh Dinas/ I nstansi Kehutanan Pusat/ Provinsi/ Kabupaten/ Kota di daerah.
(11)
3) Pertimbangan Manajemen: a) Kinerja RHL Daerah
b) Kelembagaan dan Komitmen Daerah c) Sumberdana RHL lainnya di daerah.
d) Volume alokasi sumber dana RHL lainnya (Dana Alokasi Khusus-DR/ Dana Bagi Hasil-SDA Kehutanan DR dan lain-lain).
4) Pertimbangan khusus bagi Daerah Kabupaten tertinggal
c. Rencana lokasi memperhatikan saran pertimbangan inter-departemen yaitu Departemen Pekerjaan Umum/ Kimpraswil, Kelautan dan Perikanan, Pertanian. Alokasi indikatif tahunan (pulau/ provinsi) secara nasional didasarkan atas proporsi luas areal indikatif hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi.
2.
Perencanaan di Daeraha. Berdasarkan kerusakan hutan dan lahan (penutupan lahan dan spatial lahan kritis) DAS di wilayah kerja BP DAS, disusun Rencana RHL 5 Tahun, yang secara indikatif prioritas untuk direhabilitasi selama 5 tahun (2003-2007), dengan mempertimbangkan kriteria rencana lokasi pusat (butir 1 b) dan data terkini lahan kritis DAS.
b. Mengacu kepada Rencana RHL 5 Tahun tersebut, sasaran kegiatan RTT Kabupaten/ Kota disusun berdasarkan pada nilai skor kriteria fisik yang disepakati Dinas/ I nstansi Kehutanan terkait di daerah terhadap sasaran tahunan DAS/ Provinsi dengan memperhatikan sasaran Gerhan nasional tahun yang bersangkutan.
c. Dalam penentuan alokasi sasaran (jenis kegiatan dan volume), mempertimbangkan:
1) Kinerja pelaksanaan Gerhan tahun sebelumnya. 2) Kelembagaan dan komitmen daerah.
3) Sumber dana lainnya (Bagi Hasil/ DAK-DR, APBD) dan
4) Pertimbangan khusus daerah kabupaten/ kota tertinggal yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. d. Syarat : Masuk dalam RTT yang disusun daerah dan disepakati bersama
dinas/ instansi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan (Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota, Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS, BKSDA/ BTN)
e. Pertimbangan manajemen:
1) Kinerja Kabupaten, semakin baik semakin kuat dipertimbangkan
2) Komitmen Daerah (Propinsi/ Kabupaten/ Kota), semakin ada perhatian/ kepedulian, semakin kuat dipertimbangkan.
3) Kegiatan RHL yang dibiayai dengan dana lainnya (DAK-DR/ Bagi hasil, APBD, BLN, dan lain-lain)
4) Pertimbangan khusus (daerah tertinggal, hasil chek lapangan, dan lain-lain)
Untuk skor penetapan lokasi prioritas di Wilayah Kabupaten agar disusun oleh BPDAS berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Propinsi/ Kabupaten/ Kota.
(12)
Contoh skoring prioritas penetapan alokasi sasaran kegiatan oleh BPDAS dengan mempertimbangkan plafon sasaran dan rencana alokasi pusat dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Skor Kriteria Penetapan/ Pemantapan Sasaran GN-RHL/ Gerhan BP DAS bersama Dinas/ I nstansi Kehutanan Terkait
Skor Kriteria Sasaran No. Kab/
Kota DAS Prioritas
Lahan Kritis
Kerawanan Bencana
Perlin-dungan Bangunan
vital
Jumlah Skor
Keterangan/ Skoring Sub Kriteria
1. A 30 25 25 20 100
2. B 25 25 20 20 90
3. c 25 20 10 15 70
Das Prioritas Priortas I : 30 Prioritas I I : 25 Prioritas I I I : 10 Lahan Kritis/ Lahan I ndikatif RHL > 5000 Ha : 25 1001-5000 : 20 501 – 1000 : 15 100 – 500 : 10 < 100 : 5 Kerawanan Bencana Frekuensi
kejadian/ tahun > 4 kali/ th : 25 4 kali/ th : 20 3 kali/ th : 15 2 kali/ th : 10 tidak terjadi : 5 Perlindungan bangunan vital Besar : 20 Sedang : 15 Kecil : 10
Jumlah 80 70 55 55 260
I ndikatif sasaran RHL Pusat : 26.000 Ha Alokasi pada :
Kab. A = 100 X 26.000 = 10.000 Ha 260
Kab. B = 90 X 26.000 = 9.000 Ha .. dst. 260
(13)
3. Padu-Serasi Alokasi Gerhan
a. Alokasi indikatif oleh Pemerintah dipadu-serasikan dengan RTT yang diusulkan daerah melalui BP DAS dibahas dalam Rapat Konsultasi Teknis Perencanaan Gerhan baik regional maupun terpusat untuk memperoleh akurasi areal dan komitmen daerah terhadap rencana alokasi sasaran Gerhan.
b. Hasil konsultasi teknis menjadi bahan usulan satuan 3 Gerhan di tingkat Pemerintah Pusat yang akan diajukan kepada DPR untuk mendapat komitmen politik dan persetujuan anggaran.
c. Hasil pembahasan dan persetujuan DPR menjadi bahan penyusunan dokumen pelaksanaan yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan.
4. Penyusunan Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan disusun sebelum pelaksanaan kegiatan di lapangan (T-0 atau T-1) disesuaikan dengan situasi.
Secara umum rancangan kegiatan Gerhan memuat :
a. Risalah Umum Lokasi, luas dan letak pembuatan tanaman hutan kota (kabupaten/ kota, Kecamatan, Kelurahan/ Desa)
b. Rancangan kegiatan pembuatan tanaman (persiapan lapangan, penyediaan bibit, bahan dan alat, tenaga kerja).
c. Rincian kegiatan dan biaya untuk kegiatan persiapan, pembuatan tanaman, dan pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan I I ).
d. Rancangan biaya (bahan, alat dan tenaga kerja dll.) e. Jadwal pelaksanaan kegiatan
f. Peta rancangan dan peta lokasi/ situasi
Format rancangan diatur sesuai kondisi lapangan. Sebagai contoh format dan daftar isi sebagai berikut :
a. Rancangan disusun dalam bentuk buku ukuran A4/ Folio memanjang (Land scape), sampul warna kuning, kertas Buffalo.
b. Out line rancangan adalah sebagai berikut :
a) Judul : RANCANGAN KEGI ATAN …. (TANAMAN/ BANGUNAN KONSERVASI TANAH) ……….. GERAKAN NASI ONAL REHABI LI TASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2007.
Lokasi : ………... Luas : ………... Register/ KPH : ... Desa/ Kelurahan : ………... Kecamatan : ………... Kabupaten/ Kota : ………... Popinsi : ………... DAS : ……….
(14)
b) Kerangka I si :
LEMBAR PENGESAHAN PENGANTAR
DAFTAR I SI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPI RAN I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan I I . RI SALAH UMUM A. Biofisik
1. Letak dan Luas
2. Penggunaan dan Status Lahan 3. Jenis dan Kesuburan Tanah 4. Tipe I klim dan Curah Hujan 5. Ketinggian Tempat dan Topografi 6. Vegetasi
B. Sosial Ekonomi 1. Demografi
2. Mata Pencaharian 3. Tenaga Kerja
4. Kelembagaan Masyarakat
5. Sosial Budaya (teknologi lokal, dll) I I I . RANCANGAN KEGI ATAN
A. Penggunaan Lahan B. Pola Tanam
C. Sarana dan Prasarana D. Kebutuhan dan Jenis Bibit E. Kebutuhan Bahan dan Peralatan F. Kebutuhan Tenaga Kerja
I V. Rancangan Biaya
Kebutuhan biaya bahan, alat, bibit, pupuk, obat, upah dll. V. Jadwal Pelaksanaan
LAMPI RAN-LAMPI RAN
−
Peta rancangan (skala disesuaikan masing-masing kegiatan)−
Gambar (pola tanam, tata tanam, bangunan gubuk kerja, bangunan konservasi tanah, papan nama dll.)Mekanisme/ prosedur penyusunan rancangan kegiatan Gerhan diatur dalam ketentuan masing-masing kegiatannya.
(15)
Tabel 3 s/ d 9. Contoh Format RTT Kabupaten/ Kota Tahun 2007
Tabel 3. Lokasi dan Sasaran RHL Kabupaten/ Kota X1X1
Luas Lahan Kritis (Ha)* Luas Sasaran RHL (Ha)* * Kawasan Hutan Negara Luar
Kawasan Ht Negara
Kawasan Hutan Negara No Kab./ Kota/
Kec.
DAS/ SUB DAS
Luas (Ha)
HK HL HP JML HK HL HP Jml.
Luar
Kws Ht Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. Kec./ KPH Alit
1. Desa … 2. Desa …
Misal 1 340.000 20.000 30.000 40.000 90.000 250.000 - 10.000 15.000 25.000 140.000 165.000
2. Kec./ KPH Gede 1. Desa … 2. Desa …
Misal 2 420.000 30.000 20.000 70.000 120.000 300.000 10.000 - 30.000 40.000 60.000 100.000
3. Kec. Lainya …
Misal 3 200.000 30.000 10.000 10.000 50.000 150.000 10.000 5.000 15.000 30.000 20.000 50.000
4. …
Jumlah Contoh 1 960.000 80.000 60.000 120.000 260.000 700.000 20.000 15.000 50.000 85.000 160.000 245.000
Catatan: * Termasuk kawasan pantai (hutan mangrove dan hutan pantai) seluas : … Ha * * Didasarkan pada luas lahan kritis/ kondisi penutupan lahan
* * * Kepanjangan singkatan : HK (Hutan Konservasi); HL (Hutan Lindung); HP (Hutan Produksi); JML (Jumlah); Ha (Hektar)
(16)
Tabel 4. RTT Kegiatan Penanaman GN-RHL/ Gerhan Kabupaten/ Kota X1X1
Realisasi Luas RHL s.d. Tahun 2004 (Ha) Sisa Luas Sasaran RHL Tahun 2007(Ha) Kawasan Hutan Negara (Reboisasi) Luar
Kawasan Ht Negara
Kawasan Hutan Negara No Kab./ Kota/
Kec.
DAS/ SUB DAS
Luas (Ha)
HK HL HP JML HK HL HP Jml.
Luar
Kws Ht Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. Kec. / KPH Alit
1. Desa … 2. Desa …
Misal 1 340.000 - - 10.000 15.000 25.000 140.000 165.000
2. Kec./ KPH Gede 1. Desa … 2. Desa …
Misal 2 420.000 - 10.000 - 30.000 40.000 60.000 100.000
3. Kec. / KPH Lainya …
Misal 3 200.000 - 10.000 5.000 15.000 30.000 20.000 50.000
4. … -
(17)
Tabel 5. Rencana Teknik Tahunan GN-RHL/ Gerhan RHL Kabupaten/ Kota X1X1 Tahun 2007
Kegiatan No Kab./ Kota/
Kec. DAS/ Su b DAS Fungsi Hutan/ Lahan pola penyeleng garaan Kondisi Fisik
Lap. Jenis Keg. Luas (Ha) Jenis Tan Jml bibit Keterangan
sisa lahan sasaran
(Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
HK Subsidi/ biaya penuh - hutan primer, baik - - - - - - kosong, alang2
- kosong, alang Reboisasi RH Mangrove 1000 200 Kayu-2 an: nyatoh, mahoni MPTS: durian, melinjo .. mangrove 850.000 360.000 1.100.000 termasuk sulaman 10% 7.000
HL sda
- hutan rawang. Pengkayaan engkayaan mangrove 1500 300 kayu-2 an: nyatoh, mahoni MPTS: durian, melinjo .. mangrove
1.155.000 600.000
660.000
HP sda - kosong,
alang2 - hutan rawang Reboisasi Pengkayaan 2000 2000 nyatoh, mahoni, sengon nyatoh, mahoni, sungkai 2.420.000 880.000 insentif - kosong,
alang 2 - Kritis, masyarakat partisipatif Hutan Rakyat Mangrove Pengkayaan HR Mangrove 1000 200 2000 200 sengon, mahoni mangrove sengon, mahoni mangrove 440.000 1.100.000 880.000 440.000 subsidi/ bia ya penuh
- KPL I Hutan rakyat 500 kayu-2 an: mahoni, sono MPTS: durian, melinjo
132.000 88.000
CA Waduk Besar 1. Kec. / KPH
Alit
Misal 1
Luar K
(18)
Tabel 5. (lanjutan)
Kegiatan No Kab./ Kota/
Kec.
DAS/ Su b DAS
Fungsi Hutan/ Lahan
pola penyeleng
garaan
Kondisi Fisik
Lap. Jenis Keg. Luas (Ha) Jenis Tan Jml bibit Keterangan
sisa lahan sasaran
(Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2. Kec. / KPH Gede
Misal 2 APL - - ……….. - ……….. - ………..
……… 30.000 ……… ………
……… ………
……… ……..
3. Kec./ KPH Lainya
Misal 3 - - ………..
- ……….. - ………..
……… 30.000 ……… ………
……… ………
……… ……..
Jumlah Contoh ………… …………
……….., September 2007
Kepala Dinas ………..,
……….. Keterangan pengisian kolom :
Kolom 1 : Nomor urut
Kolom 2 : Wilayah administratif
Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/ Sub Daerah Aliran Sungai Kolom 4 : Jenis fungsi kawasan hutan atau APL
Kolom 5 : Pola penyelenggaraan kegiatan (insentif, subsidi/ biaya penuh, model) . Kolom 6 : Kondisi areal RHL (penutupan lahan, tingkat kekritisan, topografi). Kolom 7 : Jenis kegiatan (reboisasi, Hutan Rakyat, penghijauan kota, dsb) Kolom 8 : Luas kegiatan penanaman
Kolom 9 : Jenis tanaman (kayu-kayuan, MPTS, TUL, endemik) Kolom 10 : Jumlah bibit yang diperlukan
Kolom 11 : Keterangan, cantumkan hal-hal yang diperlukan Kolom 12: Sisa lahan sasaran RHL (Ha)
(19)
Tabel 6. RTT Kegiatan Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah GN-RHL/ Gerhan
Bangunan Konservasi Tanah Jenis Bang.
No. Kab/ Kota/ Kec DAS/ Sub DAS Fungsi Hutan/ Lahan Kondisi Fisik Lap
Dpi Dpn Gully plug sumur resp Embung air Jumlah Unit Kapasitas, catment area (m3, Ha) Keterangan
1 2 3 4 5 6 12 8 9 10 11 13
1 - 11
1 Kec. Alit Misal 1 Kawasan Lindung
kritis …… 2 25 Ha/ unit ………
….
Kawasan
budidaya
- sangat kritis
1 - 1000 m3 ………
…. Kec. Gede Misal 2 Kawasan
Lindung
- kritis - - 2 - … ………
…. Kec. Lainya Misal 3 Kawasan
budidaya - ……….. - ……….. ………… … ……… ……… ……… … ……….. ……….. ……… ….
………., September 2007
Kepala Dinas ………..,
………. Keterangan pengisian kolom :
Kolom 1 : Nomor urut
Kolom 2 : Wilayah administratif
Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/ Sub Daerah Aliran Sungai
Kolom 4 : Jenis fungsi kawasan APL berdasarkan RTRW lokasi rencana dilaksanakannya kegiatan. Kolom 5 : Penutupan lahan (kosong, alang-alang dll), tingkat kekritisan, topografi.
Kolom 6 - 10: Jumlah unit per jenis bangunan konservasi tanah (Dam Penahan/ DPn, Dam Pengendali/ DPi, Gully plug, dsb) Kolom 11 : Jumlah unit (6+ 7 .. + 10)
Kolom 12: Kapasitas (luas genangan, volume bangunan, daya tampung sumur, dsb) Kolom 13 : Cantumkan hal-hal yang diperlukan a.l. pola penyelenggaraannya
(20)
Tabel 7. Format RTT Kabupaten/ Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)
Luas Lahan Kritis (Ha) Luas Sasaran RHL (Ha) Sisa lahan Kritis (Ha) Keterang an Kawasan Hutan Negara Luar
Kawasan Hutan Negara
Kawasan Hutan Luar Kawasa n Hutan
Negara
Kawasan Hutan Negara
Luar Kawasan
Hutan Negara No Prov/ Kab./
Kota.
DAS/ SUB DAS
Luas (Ha)
HK HL HP Jml HK HL HP Jml
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
A. X1
1. X1X1 Misal .. .. .. … … .. … … … … .. … …
2. X1X2 .. … … .. … … … .. … … … … .. … …
3. X1X3 .. … … .. … … … .. … … … … .. … …
.. … … .. … … … .. … … … … .. … …
B. X2 Misal … … .. … … … .. … … … … .. … …
X2Y1 .. … … .. … … … .. … … … … .. … …
X2Y2 .. … … .. … … … .. … … … … .. … …
…. .. … … .. … … … .. … … … … .. … …
(21)
Tabel 8: Format RTT Pembuatan Tanaman Prov/ Kabupaten Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)
Dalam Kawasan Hutan Negara (Ha)
No Prov/ Kab./ Kota. DAS/ SUB DAS
Pola Penyelengga
raan
Jenis dan standar
teknis kegiatan HK HL HP Jumlah (6+ 7+ 8)
Luar Kawasan Hutan Negara
(Ha)
Jumlah (Ha) (9+ 10)
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A. Prov. X1
HR std penuh - - - - … …. Dalam/ luar
kawasan hutan negara (mangrove = ... Ha, Pantai = ...Ha)
RHL I nsentif
HR Pengkayaan … ….
Reboisasi std penuh
… * ) .. … … … * ) Bina habitat
RHL Subsidi/
Biaya penuh Reboisasi pengkayaan
- .. … … …
Block grant … …
1. Kab. X1X1 Y1/ Z1
Model
Konservasi Jenis Tan. Langka
…. … …. … …
Jumlah X1X1 ... … … …
2. Kab. X1X2 Y1/ Z2 … … … .. … … … …
Jumlah Prov X1 .. … … … .. … … … …
B. Prov.X2 Y2 … … … .. … … … …
1. Kab.X2X1 Y2/ Z1 … … … .. … … … …
2. … … … … … .. … … … …
Jumlah Prov. X2 … .. … … … …
Jumlah Prov X1, X2 … .. … … … …
………, September 2007 Kepala Dinas Kehutanan Kab/ Kota ... Kepala Dinas Kehutanan Provinsi ... Kepala BP DAS ...
(22)
Tabel 9: Format RTT Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah Prov/ Kabupaten Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)
Bangunan Konservasi Tanah (Unit) No Prov/ Kab./
Kota.
DAS/ SUB DAS
Fungsi
Lahan Kondisi Fisik Lap Dpi Dpn Gully plug
Sumur resapan
Embung air
Jumlah
Kapasitas/ Catchment area (m3,
Ha)
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A. Prov. X1
Kawasan Lindung
Kritis - 2 - - … 50 Ha
1. Kab. X1X1 Y1/ Z1
Kawasan budidaya
kritis 2 20 200 Ha
Jumlah X1X1
… … … .. … … … …
2. Kab. X1X2 Y1/ Z2 … … … .. … … … …
3. …. .. … … … .. … … … …
Jumlah Prov. X1
.. … … … .. …
…
… … …
B. Prov.X2 Y2
1. Kab.X2X1 Y2/ Z1 … … … .. … … … …
2. Kab.X2X2 Y2/ Z2 … … … .. … … … …
Jumlah Prov. X2
… … … .. …
…
… … …
Jumlah Prov X1,
X2
… … … .. … … … …
………, September 2007 Kepala Dinas Kehutanan Kab/ Kota ... Kepala Dinas Kehutanan Provinsi ... Kepala BP DAS ...
(23)
BAB I I I
PENYEDI AAN BI BI T
Dalam rangka pembuatan tanaman Gerhan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan memerlukan bibit yang berkualitas, yang berasal dari benih bermutu. Kriteria dan standar bibit berkualitas dan benih bermutu adalah sebagaimana berikut ini.
A. Kriteria dan Standar Mutu Bibit
.Kriteria dan standar mutu bibit yang digunakan sebagaimana Tabel 10 berikut:
Tabel 10. Kriteria dan Standar Mutu Bibit
Kelompok Jenis Kriteria Standar
1. Kayu, Tanaman Unggulan Lokal, Endemik
1. Pertumbuhan 2. Media Tanaman 3. Tinggi minimal
1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)
2. Kompak
3. 30 cm (Kecuali jenis Pinus merkusii , tinggi minimal 15 cm dan sudah ada ekor bajing) 2. Tanaman turus
jalan, hutan kota
1. Pertumbuhan 2. Media Tanaman 3. Tinggi
1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)
2. Kompak 3. > 1 m 3. Mangrove 1. Pertumbuhan
2. Media
3. Tinggi non propagul
1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)
2. Kompak 3. minimal 20 cm 4. Pantai 1. Pertumbuhan
2. Media 3. Tinggi
1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)
2. Kompak 3. > 1 m 5. MPTS 1. Pertumbuhan
2. Media : Kompak 3. Tinggi disesuaikan
dengan kebutuhan pola penyelenggaraan
Untuk bibit tempelan/ okulasi, tinggi dihitung dari kedudukan tempelan/ sambungan
B. Kriteria dan Standar Mutu Benih
Peningkatan produktivitas dan kuantitas tanaman Gerhan diupayakan melalui penggunaan bibit yang berkualitas. Bibit yang berkualitas memerlukan benih yang bermutu, benih harus memenuhi kriteria dan standar mutu benih sebagaimana pada Tabel 11 di bawah ini:
(24)
Tabel 11. Kriteria dan Standar Mutu Benih
Standar Mutu Kriteria Standar
1. Fisik 1. Kesehatan benih 2. Aroma
3. Berat 1.000 butir
1. Bernas (tidak kusut) 2. Segar (tidak apek, tidak
busuk)
3. Sesuai standar masing-masing jenis terlampir
2. Fisiologis 1. Daya kecambah 2. Kadar Air 3. Kemurnian
Terlampir
3. Genetis Kategori sumber benih 1. Tidak diketahui asal usulnya
2. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) 3. Tegakan Benih Terseleksi
(TBS)
4. Areal Produksi Benih (APB) 5. Kebun Benih
C. Kriteria dan Standar Persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara
Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan mengurangi resiko kerusakan bibit ke lokasi penanaman, diperlukan persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara yang sesuai kriteria dan standar mutu.
Berdasar sifat lokasinya, persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu persemaian lahan kering dan persemaian mangrove. Mutu persemaian dan titik bagi menggunakan kriteria dan standar seperti pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12. Kriteria dan Standar Mutu Persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara
Kelompok
Jenis Kriteria dan Standar Keterangan
1. Persemaian lahan kering
1. Dekat dengan lokasi penanaman 2. Dekat dengan sumber air 3. Bebas banjir dan angin keras
4. Memiliki areal terbuka dan areal naungan 5. Memiliki sarana penyiraman
6. Memiliki peralatan penanganan benih 2. Persemaian
mangrove
1. Dekat dengan lokasi penanaman 2. Terkena pasang surut air laut
3. Bebas banjir, angin keras dan ombak besar 4. Memiliki areal terbuka dan areal naungan
(25)
BAB I V
PEMBUATAN TANAMAN
A. REBOI SASI
Pembuatan tanaman reboisasi harus dilaksanakan secara berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu baik penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaannya sehingga secara teknis tanaman dapat tumbuh sehat dan kuat serta mampu beradaptasi dengan alam sekitarnya.
Dengan dasar tersebut maka kegiatan reboisasi RHL/ Gerhan direncanakan akan dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan sistem kontrak tahun jamak (multi years) selama 3 (tiga) tahun. Untuk kegiatan pembuatan tanaman reboisasi tahun 2007 telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan melalui surat Nomor S-140/ MK.02/ 2007 tanggal 29 Maret 2007 tentang Persetujuan Sistem Kontrak Multiyears pada Pelaksanaan Gerhan Tahun 2007. Pelaksanaan kontrak tahun jamak tersebut diperkenankan selama tiga tahun sepanjang dananya tersedia dalam APBN tahun berjalan.
Tahapan pembuatan tanaman reboisasi secara berurutan adalah penyusunan rancangan, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan yang diatur sebagai berikut ini.
1. Penyusunan Rancangan
Rancangan Teknis Reboisasi disusun pada lokasi yang sesuai dengan RTT yang telah ditetapkan.
a. Penetapan dan Pemantapan Lokasi
1) Sasaran lokasi kegiatan reboisasi adalah kawasan Hutan Lindung (HL), kawasan Hutan Konservasi (HK, kecuali cagar alam dan zona inti Taman Nasional) dan kawasan Hutan produksi (HP) pada areal hutan dan lahan yang tanahnya miskin/ kritis yang tidak dibebani hak dan atau tidak dalam proses perijinan/ pencadangan areal untuk hutan tanaman (HTI / HTR). 2) Pemantapan lokasi dilakukan melalui konfirmasi (administratif dan
lapangan) antara BPDAS dengan pelaksana reboisasi/ instansi terkait sebagaimana tercantum dalam RTT untuk memperoleh kepastian lokasi (Kabupaten, Kecamatan, Desa, Register Kawasan), luasan brutto, fungsi dan status kawasan hutan, situasi lapangan. Lokasi yang definitif adalah lokasi yang tidak dalam sengketa, tidak dibebani hak dan atau tidak dalam proses perijinan/ pencadangan areal untuk hutan tanaman (HTI / HTR).
3) Hasil konfirmasi lokasi dimaksud didokumentasikan dan dibuat peta rancangan dalam bentuk sket dan dituangkan dalam bentuk Berita Acara yang ditandatangani bersama antara Kepala BPDAS dengan Kepala Dinas. Satu unit rancangan teknis disusun dalam satuan unit blok dengan luas efektif ± 300 Ha, yang terbagi dalam petak-petak dengan luas + 25 Ha.
(26)
I nformasi pendahuluan yang diperlukan pada saat pemantapan lokasi adalah:
a) Letak sasaran dalam adimistrasi pemerintahan dan kehutanan, b) Kondisi lapangan baik fisik penutupan vegetasi
c) Luasan efektif blok (± 300 Ha), dalam satu hamparan atau berpencar. d) Gangguan masyarakat terhadap calon lokasi reboisasi (perambahan,
penggembalaan liar, dan lain-lain). b. Pengumpulan Data dan I nformasi
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, baik berupa data biofisik maupun data sosial ekonomi.
1) Data Biofisik, antara lain topografi, iklim, curah hujan, jenis tanah, vegetasi penutupan lahan dan sarana prasarana.
2) Data Sosial – Ekonomi – Budaya
Data sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berada di desa / kampung di dalam dan di sekitar lokasi kegiatan yang perlu dikumpulkan antara lain :
a) Demografi
(1) Karakteristik kependudukan meliputi jumlah penduduk, jenis kelamin, kelas umur dan kepadatan penduduk.
(2) Adat istiadat
(3) Tingkat pendidikan (4) Mata pencaharian b) Sosial Budaya
Data sosial budaya yang dikumpulkan meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, antara lain :
(1) Struktur organisasi sosial, keluarga/ kekerabatan, desa dll. (2) Lembaga yang ada dan praktek kepemimpinan.
(3) Kelembagaan sosial yang mengatur hubungan masyarakat dengan lahan dan hasil hutan.
c. Penataan Areal
Pekerjaan ini ditujukan untuk menentukan batas areal, batas blok, batas petak, luas efektif, pola tanaman, jalan inspeksi.
1) Pengukuran Lokasi, dilakukan terhadap : a) Batas blok (poligon tertutup).
Luas tiap blok ± 300 ha, dibagi kedalam petak-petak seluas ± 25 ha. Luasan ± 300 Ha merupakan luas efektif (netto), tidak termasuk jalan pemeriksaan, yang dapat difungsikan sebagai batas blok/ petak. Untuk luasan yang kurang dari 300 Ha tetap dijadikan satu blok. Sedangkan untuk lokasi dengan luasan yang relatif kecil (
≤
50 Ha) digabung dengan lokasi yang terdekat sehingga menjadi blok.b) Batas petak
Luas efektif setiap petak ± 25 ha. Batas antar petak dimungkinkan berupa batas alam. Apabila batas antar petak berupa batas buatan, sekaligus difungsikan untuk jalur rintisan.
(27)
c) Kelerengan lokasi
Pengukuran kelerengan lahan dilakukan bersamaan dengan pengukuran batas areal/ lokasi. Data kelerengan ini dipergunakan untuk penentuan perlakuan tata tanaman (jalur larikan dan jarak tanam/ kerapatan tanaman sesuai kaidah konservasi.
d) Batas Jenis Perlakuan (Penanaman Murni / Pengkayaan)
Apabila dalam suatu lokasi akan dilaksanakan 2 (dua) jenis perlakuan (penanaman murni dan pengkayaan), maka batas jenis perlakuan tersebut perlu diukur dan digambar dalam peta, agar mempermudah dalam pelaksanaan kegiatan fisik penanamannya.
e) Jalan inspeksi
Letak jalan akses dan inspeksi perlu dicantumkan dan ditentukan untuk mempermudah dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. 2) Pemasangan Patok Batas
Patok batas luar blok dipasang pada setiap 500 m untuk jalur lurus, sedangkan pada jalur berbelok dipasang pada setiap sudut belokan yang ada di lapangan. Batas blok dapat berupa batas alam, yaitu sungai, pohon, dan lain-lain. Apabila batas alam berupa pohon, pada bagian batang pohon tersebut (setinggi dada) dicat warna terang (merah) melingkar ± 30 cm. Patok batas blok dibuat dari kayu atau bambu, pada bagian atas ± 30 cm dicat warna terang (merah).
Patok batas petak dipasang pada setiap sudut petak. Patok batas petak dibuat dari kayu / bambu / bahan lain yang tersedia di lapangan dengan ukuran relatif lebih kecil dari patok batas blok. Pada bagian atas ± 25 cm dicat warna terang (kuning).
3) Pemetaan
Dari hasil pengukuran dimaksud diatas (1) dibuat peta rancangan skala 1 : 10.000 dengan muatan :
a) Batas blok (poligon) b) Batas petak
c) Kelas lereng lokasi/ topografi.
d) Batas jenis perlakuan (penanaman murni / pengkayaan) e) Jalan inspeksi.
f) Letak gubuk kerja.
g) Lokasi pembibitan dan/ atau lokasi pengumpulan bibit sementara (titik bagi bibit di lokasi tanam). Kriteria dan standar lokasi pembibitan dan tempat pengumpulan sementara (titik bagi) sebagaimana diatur dalam Bab I I I . antara lain mudah dijangkau, dekat lokasi penanaman, ketersediaan air cukup dan mudah diawasi.
Apabila bibit disediakan melalui pengadaan maka yang perlu diuraikan adalah jenis dan jumlah bibit yang dibutuhkan serta lokasi tempat pengumpulan sementara (titik bagi di lapangan).
(28)
d. Analisis Data
Hasil survey/ pengumpulan data dan informasi yang diperoleh dilakukan tabulasi, sortasi, validasi. Hasil analisis data dan informasi dituangkan dalam risalah umum dan rancangan kegiatan. Risalah umum memuat informasi lokasi (administratif pemerintahan dan kehutanan), letak dan luas blok dan petak, biofisik dan sosial ekonomi. Rancangan kegiatan memuat rancangan pembibitan, penanaman, pemeliharaan tahun I dan I I , organisasi pelaksana. e. Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan reboisasi mencakup 4 (empat) jenis rancangan yaitu: 1) Pembibitan/ Pengadaan Bibit,
Rancangan pembibitan memuat antara lain lokasi pembibitan, metode pembuatan bibit, jenis dan jumlah bibit yang dibuat dan dibutuhkan, kebutuhan biaya, tenaga, bahan dan alat serta tata waktu pelaksanaan pembibitan.
2) Penanaman
Rancangan penanaman memuat antara lain :
a) Komponen pekerjaan penanaman, meliputi pembersihan lahan, pembuatan jalur tanaman, pembuatan dan pemasangan ajir, pembuatan lubang tanaman, penanaman dan pemupukan. Sedangkan untuk pemeliharaan tahun berjalan meliputi penyiangan, pendangiran dan penyulaman. Jumlah bibit untuk penyulaman tahun berjalan sebesar 10% .
b) Pola tanam dapat diatur dalam pola tanaman sela (interplanting), campuran (mixed planting) atau penyangga (buffer zone) melingkar batas petak tanaman. Sedangkan tata tanam dapat digunakan jalur kontur dan dengan tata letak zig-zag atau lurus (grid).
c) Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap komponen pekerjaan pada setiap petak. Dalam rancangan ini, penanaman dilakukan dengan sistem jalur dengan lebar tiap jalur + 1 meter mengikuti kontur.
d) Tata waktu pelaksanaan kegiatan
3) Komposisi vegetasi pada setiap kawasan adalah :
a) Hutan Produksi : Minimum 90 % kayu-kayuan, maksimum 10 % MPTS (penghasil kayu/ getah/ buah/ kulit). Jenis tanaman kayu-kayuan disesuaikan dengan kebutuhan jenis kayu di sekitar lokasi.
b) Hutan Lindung : Minimum 60 % kayu-kayuan, Maksimum 40 % MPTS (penghasil kayu / getah / buah / kulit). Jenis tanaman kayu-kayuan untuk reboisasi hutan lindung adalah jenis kayu yang berdaur panjang.
c) Hutan Konservasi : Minimum 90 % kayu-kayuan (jenis endemik/ asli/ setempat), maksimum 10 % MPTS (jenis asli yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat).
Jumlah tanaman per hektar 1.100 batang. Sedangkan tanaman untuk pengkayaan dan tanaman pada hutan konservasi berjumlah 400 batang per hektar. Tata tanam setiap lokasi dijelaskan dalam gambar.
(29)
4) Pemeliharaan
Rancangan pemeliharaan memuat antara lain :
a) Komponen pekerjaan pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.
b) Jumlah bibit penyulaman untuk pemeliharaan tahun I sebanyak 20 % , sedangkan pada pemeliharaan tahun I I tanpa sulaman.
c) Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap komponen pekerjaan pada setiap petak (pemeliharaan I dan I I ).
d) Tata waktu pelaksanaan kegiatan (pemeliharaan I dan I I ). 5) Organisasi Pelaksana di Lapangan
Organisasi pelaksana kegiatan di tingkat lapangan terdiri dari manajer lapangan (1 manajer lapangan 1 blok tanaman) dan mandor (1 petak 1 mandor).
Dalam organisasi pelaksana tersebut diuraikan tentang tugas, tanggung jawab dan wewenang serta tata hubungan kerja masing-masing komponen organisasi pelaksana kegiatan di lapangan.
6) Pembuatan Gambar
Gambar yang harus dibuat sebagai kelengkapan rancangan adalah : a) Gubuk kerja
b) Tata tanaman c) Papan nama d) Patok batas e) dan lain-lain.
f. Naskah Rancangan
Naskah rancangan disusun dengan out line sebagaimana diatur dalam BAB I I . B.4.
g. Mekanisme dan Prosedur
1) Rancangan reboisasi pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi disusun oleh pihak I I I (Konsultan Perencanaan) yang ditunjuk oleh KPA/ PPK pada Satker BPDAS, hasil penyusunan diperiksa dan dinilai oleh Kepala BPDAS, dan disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten Kota.
2) Rancangan reboisasi pada kawasan konservasi disusun oleh pihak I I I (Konsultan Perencanaan) yang ditunjuk oleh KPA/ PPK pada Satker BPDAS, diperiksa dan dinilai oleh Kepala BPDAS, dan disahkan oleh Kepala UPT Ditjen PHKA dan untuk Tahura oleh Kepala Dinas Provinsi.
h. Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan adalah buku rancangan teknis reboisasi yang memuat rancangan kegiatan, rancangan biaya dan tata waktu sesuai sasaran yang ditetapkan.
(30)
2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Reboisasi
a. Penyediaan bibit
Bibit yang disediakan harus sesuai dengan rancangan, sedangkan standar dan kriteria mutu bibit sebagaimana diuraikan pada BAB I I I , Tabel 10. Penilaian bibit (volume dan jenis serta kesehatan bibit) dilakukan di tempat pengumpulan sementara (sebelum penanaman) yang disepakati bersama pihak terkait.
b. Penanaman
1) Persiapan Lapangan
a) Penyiapan Kelembagaan
Kegiatan ini meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk penyiapan lokasi, luas areal, bibit dan tenaga kerja yang melakukan penanaman.
b) Penyiapan Sarana dan Prasarana.
(1) Penyiapan rancangan pembuatan tanaman untuk dipedomani dalam pembuatan tanaman a.l. kesesuaian lokasi/ blok/ petak sasaran pembuatan tanaman reboisasi.
(2) Penyiapan dokumen-dokumen pekerjaan yang diperlukan untuk pembuatan tanaman.
(3) Penyiapan bahan dan alat (gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir, GPS/ alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) dan perlengkapan kerja. Pembuatan gubuk kerja dan pemacangan papan nama sesuai tempat yang strategis.
(4) Penyiapan bibit tanaman. c) Penataan Kembali Areal Tanaman
Berpedoman pada rancangan penanaman, dilakukan penyiapan areal dan penataan batas-batas areal tanaman kembali. Penyiapan areal reboisasi agar bebas dari konflik sehingga penanaman dapat berjalan lancar antara lain dilakukan:
(1) Pengukuran ulang batas-batas lokasi dan pemancangan patok (batas luar blok dan batas petak), jalan pemeriksaan.
(2) Penataan lahan penanaman di petak tanam sesuai rancangan pola pertanamannya, baik jenis, jarak tanam dan tata tanamnya.
(3) Pembuatan jalan pemeriksaan hutan yang layak/ memenuhi syarat. Jalan pemeriksaan harus berhubungan dengan jalan angkutan. (4) Pemasangan ajir dan arah/ tata letak tanaman sesuai dengan
rancangan.
Dari hasil pengukuran ulang ditetapkan luas setiap blok dan petak, dan masing-masing di beri nomor/ kode blok/ petak. Luas blok tidak selalu merupakan luas definitif yang dapat ditanami di dalam blok, karena dimungkinkan terdapat bagian areal yang tidak dapat ditanami. Luas petak merupakan luas definitif yang dapat ditanami. Batas areal yang tidak bisa ditanami seperti jurang, tepi sungai, dan lain-lain diberi tanda khusus yang tidak masuk kedalam luas petak.
(31)
2) Teknik Penanaman
Aspek-aspek dalam teknik penanaman meliputi pola tanam, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan.
a) Pola Tanam
Pola tanam diatur sesuai rancangan baik komposisi jenis maupun tata tanamnya (tata letak dan jarak tanam).
b) Penanaman
(1) Penanaman menggunakan sistem jalur, dengan lebar jalur + 1 meter.
(2) Penyiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanaman dan penyiapan pupuk dasar.
(3) Distribusi bibit dari persemaian dan atau titik bagi/ tempat pengumpulan sementara dilakukan setelah pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam terselesaikan disesuaikan target luasnya.
(4) Tata tanam dan komposisi tanaman sesuai dengan rancangannya. (5) Pemasangan ajir mengikuti arah jalur tanaman. Pemasangan ajir
dilakukan setelah pembersihan lahan atau dilakukan secara bersama-sama, diikuti pembuatan lobang tanaman.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman adalah : (1) Media bibit kompak dan mudah dilepas dari polybag. (2) Kondisi lubang tanaman baik dan tidak tergenang air.
(3) Kondisi bibit dalam keadaan sehat dan memenuhi standar/ kriteria yang telah ditetapkan untuk ditanam.
(4) Waktu penanaman harus disesuaikan dengan musim tanam yang tepat.
Cara penanaman adalah sebagai berikut :
(1) Polybag dilepas dari media tanaman dengan tidak merusak sistem perakaran tanaman kemudian polybagnya diletakkan di atas ajir. (2) Bibit dan media diletakkan pada lobang tanaman dengan posisi
tegak.
(3) Lubang tanaman ditimbun dengan tanah yang telah dicampur pupuk dasar sampai lebih tinggi dari permukaan tanah
(4) Di samping itu perlu juga dibuat piringan tanaman yang bersih dari tonggak dan tanaman pengganggu.
c) Pemeliharaan
(1) Pemeliharaan Tahun Berjalan
Pemelihataan tahun berjalan (T-0) dilakukan dengan penyulaman tanaman yang mati sejumlah 10% .
(2) Pemeliharaan Tahun I
Pemeliharaan tahun I meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penyulaman sebesar 20% .
Pemeliharaan tanaman tahun I dapat dilakukan dan dibiayai dengan dana Pemerintah apabila persentase tumbuh pada tahun I minimal mencapai 70% per petak tanam sesuai hasil penilaian oleh LPI penanaman.
(32)
(3) Pemeliharaan Tahun I I
Pemeliharaan tahun I I meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.
3) Organisasi Pelaksanaan
Agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, maka disusun organisasi pelaksana di lapangan sebagai berikut: a) Penanggung jawab pelaksanaan reboisasi hutan lindung dan hutan
produksi adalah Satker pada Dinas Kabupaten/ Kota. Sedangkan pada hutan konservasi Satkernya adalah BKSDA/ BTN dan pada TAHURA Satkernya adalah Dinas Propinsi/ Kabupaten/ Kota.
b) Kontraktor Pembuatan Tanaman adalah penyedia jasa pembuatan tanaman yang meliputi penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan yang bertanggung jawab kepada Satker Pelaksana Pembuatan tanaman.
c) Lembaga Penilai I ndependen (konsultan penilai) adalah lembaga penilai yang ditunjuk oleh Satker Pelaksana untuk melakukan panilaian bibit dan tanaman sesuai prosedur yang berlaku.
4) Hasil Kegiatan
Terwujudnya tanaman reboisasi pada hutan lindung, hutan produksi dan TAHURA sebanyak 1.100 batang/ ha sedangkan hutan konservasi dan tanaman pengkayaan sejumlah 400 batang/ ha sesuai dengan rancangan yang telah disahkan.
Hasil kegiatan setelah pemeliharaan I I , diserahkan kepada Kepala I nstansi Satker Pelaksana dan selanjutnya diserahterimakan kepada Bupati/ Walikota/ Gubernur/ Dirjen PHKA untuk dipelihara lebih lanjut.
B. PEMBUATAN HUTAN RAKYAT
Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan (lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif (lahan kosong/ kritis) di DAS prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan berusaha meningkatkan pendapatan masyarakat, kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan kayu hutan.
Tahapan pembuatan Hutan Rakyat Gerhan adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Rancangan
a. Penetapan Calon Lokasi
Penetapan lokasi kegiatan Hutan Rakyat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
(33)
1) Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat.
2) Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu sungai 3) Tanah desa, tanah marga/ adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya
yang terlantar dan bukan kawasan hutan negara.
4) Tanah milik rakyat/ tanah desa/ tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.
b. Pengumpulan Data dan I nformasi
Data dan I nformasi ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian lahan-tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata norma kehidupan masyarakat sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan sistem pelaksanaan yang sesuai. Data dan informasi dimaksud adalah : 1) Biofisik, yaitu situasi lokasi lahan sasaran, jenis tanah, kesesuaian lahan,
curah hujan, tipe iklim, ketinggian dan topografi, vegetasi, dan lain-lain. 2) Sosial Ekonomi, meliputi :
a) Jumlah dan kepadatan penduduk b) Pemilikan lahan
c) Kelembagaan/ organisasi masyarakat
d) Sarana prasarana usaha hutan rakyat dan penyuluhan di bidang kehutanan/ pertanian
e) Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian lainnya (industri, pasar, bank, dan lain-lain).
c. Penataan Areal
Penataan areal dimaksudkan untuk menentukan batas areal, luas, dan petak.
Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan :
1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, dan petak yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup.
2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan teknis konservasi dan tegakan yang ada di lapangan.
3) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan skala 1: 5.000 s/ d 1: 10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.
4) Penataan areal hutan rakyat setiap 1 (satu) unit rancangan minimal satu kelompok tani hutan rakyat dengan luas hamparan minimal 25 ha efektif.
d. Pengolahan dan Analisa Data
Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan.
e. Rancangan Kegiatan
Dari hasil pengolahan data, maka disusun rancangan kegiatan fisik lapangan, baik luas, pola tanam, tata letak, kebutuhan bibit menurut jenis
(34)
dan jumlah batang, dan sarana prasarana. Rancangan disusun sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknis konservasi tanah.
1) Pola Tanam
Pola tanam dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan sebagai berikut :
a) Pola tanam di lahan terbuka
(1) Baris dan larikan tanaman lurus
Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat kelerengan datar tetapi tanah peka terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur dan jumlah tanaman 400 Batang/ Ha.
Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 1. berikut ini :
ι ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι ι
Keterangan: ι = tanaman kayu-kayuan dan MPTS
Gambar 1. : Baris dan Larikan Tanaman Lurus
(2) Tanam jalur dengan pola tumpangsari.
Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat kelerengan datar s/ d landai dan tanah tidak peka terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur.
Karena menggunakan pola tanam tumpangsari, maka jarak tanaman antar jalur perlu lebih lebar dengan jumlah tanaman 400 batang/ Ha. Diantara tanaman pokok dapat dimanfaatkan untuk tumpangsari tanaman semusim, dan atau tanaman sela. Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 2. berikut ini :
ι ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι ι
Keterangan :
- : Jalur tanaman pangan (tanaman tumpangsari) - ι : Tanaman Kayu-kayuan / MPTS
(35)
(3) Penanaman searah garis kontur.
Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan agak curam s/ d curam.
Penanaman dilakukan dengan sistim cemplongan dengan jumlah tanaman 400 Batang/ Ha.
Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 3. berikut ini :
Keterangan: ι = tanaman kayu-kayuan/ MPTS
Gambar 3. : Penanaman Searah Garis Kontur
b) Pola tanam di lahan tegalan
Pada umumnya di lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan maupun tanaman MPTS. Dalam rangka pengembangan hutan rakyat, pada lahan tegalan yang jumlah pohon dan anakannya kurang dari 200 batang/ Ha dapat dilakukan pengkayaan tanaman.
Pola penanaman di lahan tegalan meliputi :
(1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan lahan
Pada umumnya pada lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan/ MPTS, maka tanaman baru sebagai tanaman pembatas maksimal 200 Batang/ ha.
Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 4. berikut ini :
ι ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι
ι η η η η η ι
ι η η η η η η η ι
ι η η η η η η η ι
ι η η η η η η ι
ι η η η η η ι
ι ι ι ι ι ι
ι ι ι ι ι ι ι
Keterangan :
- η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada.
- ι : Tanaman kayu kayuan pada batas pemilikan lahan (tanaman baru).
Gambar 4. Pola Penanaman Pengkayaan Batas Pemilikan di Lahan Tegalan
ι
ι
ι ι ι ι
ι ι
ι ι ι
ι ι
ι
(36)
(2) Penanaman pengkayaan/ sisipan
Pada umumnya pada lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan dan MPTS, maka tanaman baru sebagai tanaman pengkayaan sisipan sejumlah 200 Batang/ ha.
Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 5.
η
η
ι
ι
η
ι
η
ι
ι
η
ι
η
η
ι
η
ι
η
η
ι
η
ι
ι
ι
η
ι
ι
ι
η
ι
η
η
η
ι
η
ι
η
ι
ι
η
ι
η
ι
η
ι
ι
ι
η
ι
η
ι
Keterangan :
- η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada
- ι : Tanaman pengkayaan kayu kayuan (tanaman baru)
Gambar 5. Pola Penanaman Pengkayaan/ Sisipan di Lahan Tegalan
f. Pemilihan Jenis Tanaman
Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan usulan dari masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan, serta menguntungkan yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok.
Komposisi jenis tanaman terdiri dari kayu-kayuan termasuk jenis tanaman unggulan lokal minimal 60 % , dan MPTS (multi purpose trees species)
penghasil kayu, getah, buah dll. maksimal 40 % .
g. Rencana Anggaran Biaya
1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/ komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan.
2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.
3) Berdasarkan point 1 dan 2 tersebut diatas, dibuat analisa dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.
h. Pembuatan Gambar dan Peta
Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta.
(37)
1) Peta situasi skala 1: 50.000 s/ d 1: 100.000 yang menunjukan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/ Kota.
2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat batas-batas pemilikan, rencana tanaman, dengan skala 1: 5.000 s/ d 1: 10.000
3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.
4) Gambar bestek yang perlu dibuat adalah : a) Gubuk kerja
b) Papan Nama
c) Pola tanam (Tata ruang/ tata letak tanaman)
i. Perancangan Kelembagaan
1) Organisasi Penyusun rancangan
Dirancang organisasi yang bertujuan untuk peningkatan kelembagaan, pengelolaan, baik organisasi pengelola, sumberdaya manusia maupun peraturannya.
2) Penyusunan rancangan
Rancangan teknis disusun oleh Dinas Propinsi/ Kabupaten/ Kota, dinilai oleh BPDAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan
Arahan non teknis dalam penyusunan rancangan kelembagaan antara lain : sosialisasi kepada petani/ masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani dan kelembagaan usaha sesuai pola kegiatan yang dilaksanakan.
j. Tata Waktu
1) Penyusunan rancangan dilaksanakan pada T-1, namun dalam kondisi tertentu dimungkinkan dilaksanakan pada tahun berjalan T-0.
2) Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan kegiatan baik kegiatan fisik, keuangan maupun kegiatan pelaksanaan pengembangan kelembagaan.
Penyusunan rancangan hutan rakyat disusun oleh Kepala Sub Dinas Kabupaten/ Kota, dinilai oleh Kepala BPDAS setempat disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.
k. Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan hutan rakyat Gerhan.
l. Format Rancangan
Format rancangan disusun dengan out line sebagaimana diatur dalam BAB I I . B.4.
(38)
2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
Pembuatan tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Persiapan Lapangan
1) Penyiapan kelembagaan
Kelompok tani diarahkan untuk melaksanakan persiapan pembuatan tanaman hutan rakyat antara lain :
a) Mengikuti sosialisasi penyuluhan dan pelatihan
b) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama PLG Pendamping
c) Menyiapkan lahan miliknya untuk lokasi kegiatan pembuatan tanaman
d) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok tani e) Menyiapkan administrasi kelompok tani
f) Menyusun perangkat aturan/ kesepakatan internal kelompok tani 2) Pembuatan Sarana dan Prasarana
a) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan yang memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun pembuatan tanaman hutan rakyat.
b) Pembuatan jalan inspeksi/ setapak dan atau jembatan di dalam lokasi tanaman hutan rakyat, jika diperlukan.
3) Penataan Kembali Areal Tanaman
Penataan kembali areal tanaman dimaksudkan untuk pengaturan tempat dan waktu. Sesuai dengan rancangan yang disahkan, areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Satu blok tanaman hutan rakyat adalah seluas 25 Ha, merupakan luas efektif yang akan ditanami oleh satu kelompok tani. Kegiatan penataan kembali areal tanaman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.
b) Pembersihan lapangan dan pengolahan tanah. c) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir d) Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir
e) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan untuk masing-masing jenis tanaman yang tertuang dalam rancangan.
b. Teknik Penanaman
Aspek-aspek dalam teknik penanaman meliputi pola tanam, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan.
(39)
1) Pola Tanam
Pola tanam dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan mengacu pada rancangan yang telah disusun. Adapun pola tersebut adalah sebagai berikut :
a) Pola penanaman di lahan terbuka meliputi : (1) Baris dan larikan tanaman lurus
(2) Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari (3) Penanaman searah garis kontur
b) Pola penanaman di lahan tegalan dan pekarangan meliputi : (1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan
(2) Pengkayaan penanaman/ sisipan
2) Pemilihan Jenis Tanaman
Pemilihan jenis sesuai dengan rancangan yang telah disusun yang didasarkan pada minat masyarakat, kesesuaian agroklimat serta permintaan pasar.
3) Penanaman
Penanaman diupayakan dilakukan pada awal musim hujan yang meliputi kegiatan-kegiatan :
a) Pembersihan lapangan sesuai dengan pola tanam b) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan rancangan
c) Pemberian pupuk dasar (pupuk kandang/ bokasi) sesuai dengan rancangan
d) Pemancangan ajir e) Penanaman bibit
f) Khusus untuk sistem pot, tinggi bibit minimal 50 cm dan pada ajir tanaman dipasang botol irigasi tetes.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman hutan rakyat, yaitu: a) Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dilepas kantong plastiknya
agar tidak menggangu pertumbuhan selanjutnya
b) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman) sedalam leher akar c) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus
d) Tanah sekitar batang harus dipadatkan
e) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung supaya tidak tergenang air.
Penanaman hutan rakyat dapat dilakukan dengan 2 pola sebagai berikut :
a) Pola Tumpangsari
Pola tumpangsari (interplanting, mixed planting) adalah suatu pola penanaman yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim sebagai tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu/ MPTS). Pola ini biasanya dilaksanakan di daerah yang pemilikan tanahnya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya
(40)
masih cukup subur dan topografi datar atau landai. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.
b) Pola Tanaman Tunggal (monoculture)
Pola tanam ini merupakan pola tanaman sejenis, yang mengutamakan produk tertentu, baik kayu maupun non kayu.
Teknik penanaman dapat dilakukan melalui 3 sistem, yaitu: a) Sistim Cemplongan.
Sistim cemplongan adalah teknik penanaman yang dilaksanakan dengan pembuatan lobang tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lobang tanaman. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.
b) Sistim Jalur.
Teknik ini dilaksanakan dengan pembuatan lobang tanam dalam jalur larikan, dengan pembersihan lapangan sepanjang jalur tanaman. Teknik ini dapat dipergunakan di lereng bukit dengan tanaman sabuk gunung (countur planting)
c) Sistim tugal (zero tillage)
Teknik ini dilaksanakan dengan tanpa olah tanah (zero tillage). Lubang tanaman dibuat dengan tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman dengan benih langsung terutama pada areal dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi, namun tanahnya subur dan peka erosi.
c. Pemeliharaan Tanaman
Untuk tahun pertama disediakan bibit sebanyak 10 % dengan ukuran bibit bibit yang digunakan minimal sama atau lebih tinggi dari bibit standar (
≥
30 cm). Untuk tahun kedua tidak disediakan bibit dari pemerintah, namun diharapkan diadakan melalui anggaran pemerintah kabupaten/ kota.Tahapan kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tahun berjalan, tahun ke I dan I I yang meliputi : penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit.
1) Penyiangan : Pembersihan tanaman pengganggu
2) Penyulaman : Penanaman kembali pada tanaman yang mati/ tumbuhnya tidak normal (hanya disediakan bibit sulaman di pemeliharaan tahun I )
3) Pemupukan : Dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang/ buatan sesuai takaran
4) Penyiraman : Dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman dari kematian, hal ini terutama pada pembuatan tanaman sistem pot.
5) Perlindungan dan Pengamanan Tanaman
Perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengamanan dilakukan untuk mencegah kerusakan hutan dari ganggu
(41)
Tanaman yang dapat dipelihara dengan biaya Gerhan adalah sebagai berikut :
1) Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar sebulan setelah penanaman selesai. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan dengan penyulaman (bibit 10 % yang telah disediakan)
2) Pemeliharaan tahun pertama dilakukan jika keberhasilan persentasi tumbuh tanaman setelah sulaman tahun berjalan
≥
60 % , dan pemeliharaan tahun kedua bila persentasi tumbuh tanaman pemeliharaan tahun pertama≥
80 % . pemeliharaan tanaman dilakukan pada awal musim hujan.Tanaman yang pada tahun pertama dan kedua persentasi tumbuhnya kurang dari yang ditentukan tersebut diminta dipelihara dengan dana pemerintah daerah atau secara swadaya masyarakat. Pada tahun kedua, pemerintah tidak menyediakan bibit untuk sulaman, tetapi menyediakan dana untuk kegiatan pemeliharaan lainnya (penyiangan, pemupukan)
d. Organisasi Pelaksana
1) Pengadaan bibit untuk hutan rakyat diaksanakan oleh pihak ke I I I dengan satuan kerja di BPDAS.
2) Penyelenggara pembuatan tanaman hutan rakyat Pola RHL Subsidi, I nsentif adalah Dinas Kabupaten/ Kota .
3) Pendampingan kelembagaan dilakukan oleh PLG yang dapat berasal dari PKL, LSM, tenaga kerja sarjana terdidik (TKST), tenaga kerja sarjana kehutanan dan pertanian dalam arti luas yang telah memperoleh pendidikan pemberdayaan masyarakat.
4) Untuk pemberdayaan PLG dan masyarakat, satker pelaksana dapat dibantu oleh LSM advisor pemberdayaan
e. Hasil Kegiatan
Terdapat tanaman hutan rakyat yang sehat pada suatu luasan tertentu dengan jumlah tanaman hutan rakyat 400 batang/ ha, pengkayaan hutan rakyat 200 batang/ ha sesuai dengan rancangan yang dikelola oleh kelompok tani.
Hasil kegiatan pembuatan tanaman tersebut setelah pemeliharaan tahun ke-2 diserah terimakan dari Kepala Satker kepada Kepala I nstansi Satker Pelaksana yang selanjutnya diserahkan kepada Bupati untuk pemeliharaan tanaman berikutnya, yang kemudian diserahkan kepada masyarakat dan diketahui oleh Kepala Desa/ Lurah setempat.
(42)
C. HUTAN KOTA
Pembangunan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan.
Tahapan dalam pembuatan hutan kota adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Rancangan
a. Penetapan Calon Lokasi 1) Penetapan Lokasi
a) Lokasi yang direncanakan untuk pembuatan hutan kota :
(1) Merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/ Kota.
(2) Luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu), agar tanaman dapat menciptakan iklim mikro.
(3) Berada pada tanah negara atau tanah hak, sesuai persyaratan dalam PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
b) Penentuan lokasi dan luas didasarkan pada : (1) Luas wilayah
(2) Jumlah penduduk (3) Tingkat polusi (4) Kondisi fisik kota (5) Ketersediaan lokasi
2) Aspek-aspek yang dikaji meliputi :
a) Aspek teknis, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, dan teknologi.
b) Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota.
c) Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan.
d) Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan norma sosial serta budaya setempat.
3) Tipe hutan kota disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam RTRW Kabupaten/ Kota, yaitu :
a) Tipe kawasan pemukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. Komposisi tanaman berupa jenis pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.
(1)
e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan lahan pertanian/ perkebunan dengan daya tampung air 500 M3 2) Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi
secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.
b. Penyusunan rancangan teknis
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air sama dengan pembuatan dam pengendali/ dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang.
Gambar skematis tentang bangunan embung air dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 20. Embung Air
2. Pembuatan Embung Air a. Persiapan
(2)
2) Pembuatan sarana dan prasarana
Pengadaan peralatan/ sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang antara lain :
a) Pembuatan jalan masuk
b) Pembuatan gubuk kerja/ gubuk material 3) Penataan areal kerja
a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok / profil
d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat, maka tidak ada ganti rugi.
b. Pembuatan
1) Penggalian tanah (kemiringan galian 100% , kedalaman 2,5 - 3 m). 2) Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air
3) Pemadatan/ pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur, plastik atau dengan pasangan batu
4) Pemasangan gebalan rumput c. Pemeliharaan
1) Pemeliharaan gebalan rumput
2) Perbaikan/ pemadatan dinding embung air 3) Pengerukan lumpur
d. Organisasi Pelaksana
Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/ Kota yang mengurusi kehutanan.
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa/ kelompok tani.
(3)
E. SUMUR RESAPAN AI R ( SRA)
1. Pembuatan Rancangan Sumur Resapan Air (SRA) a. Persiapan
1) Pemilihan calon lokasi
Pemilihan calon lokasi sesuai yang telah ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan kriteria sebagai berikut :
a) Daerah pemukiman padat penduduk dengan curah hujan tinggi b) Neraca air defisit (kebutuhan > persediaan)
c) Aliran permukaan (run off) tinggi d) Vegetasi penutup tanah < 30 % e) Rawan longsor
f) Tanah porous
2) Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.
b. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan sumur resapan air yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang.
Gambar skematis tentang bangunan sumur resapan air dapat dilihat pada Gambar 21 berikut ini.
(4)
2. Pembuatan Sumur Resapan Air (SRA) a. Persiapan
1) Penyiapan kelembagaan
a) Pertemuan dengan masyarakat/ kelompok dalam rangka sosialisasi b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja
2) Pembuatan sarana dan prasarana
Pengadaan peralataan/ sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai.
3) Penataan areal kerja a) Pembersihan lokasi sumur b) Penentuan letak sumur c) Pemasangan patok
d) Pembuatan bangunan sumur resapan air di tanah milik masyarakat, tidak ada ganti rugi.
b. Pembuatan
1) Penggalian tanah
2) Pemasangan dinding sumur 3) Pembuatan saluran air 4) Pembuatan bak control 5) Pemasangan talang air
6) Pembuatan saluran pelimpasan c. Pemeliharaan
Pemeliharaan bangunan sumur resapan air meliputi :
1) Pembersihan pipa saluran air/ talang air bak control dan sal pelimpas 2) Pengerukan lumpur
d. Organisasi pelaksana
Sebagai pelaksana pembuatan sumur resapan air adalah kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/ Kota yang membidangi kehutanan.
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan berupa bangunan sumur resapan yang dibuat dengan jumlah dan ukuran sesuai dengan rancangan, dan untuk pemeliharaannya diserahkan kepada masyarakat/ penduduk desa.
(5)
BAB VI I
PEMBI NAAN DAN PENGENDALI AN
A. Pembinaan
Pembinaan meliputi pemberian pedoman/ juklak/ juknis, bimbingan teknis, pelatihan, arahan dan supervisi. Bimbingan teknis juga meliputi arahan administrasi. Bimbingan teknis menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan, sedangkan bimbingan administrasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan.
B. Pengendalian
Pengendalian meliputi pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan. Pengendalian tersebut diarahkan untuk pengendalian perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Pengendalian dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan
a. Menteri Kehutanan c.q. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dibantu oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat, Kepala BKSDA/ Kepala BTN melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
b. Gubernur dibantu Kepala Dinas Propinsi, melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
c. Bupati/ Walikota dibantu Kepala Dinas Kabupaten/ Kota melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Tata cara evaluasi kinerja penyelenggaraan kegiatan Gerhan dan tata cara pelaporan Gerhan diatur tersendiri.
2. Pengawasan
Pengawasan dilakukan baik oleh I nstansi Pengawasan Fungsional Departemen Kehutanan dan instansi pengawas lainnya, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
(6)
PENUTUP
Pedoman teknis ini merupakan acuan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan khususnya dalam hal pembuatan tanaman dan pembuatan bangunan konservasi tanah. Hal-hal yang belum cukup diatur secara teknis agar diatur lebih lanjut oleh Satker pelaksana di daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dan tidak bertentangan dengan pedoman ini.
MENTERI KEHUTANAN
ttd
H. M.S. KABAN
Salinan sesuai dengan aslinya