Analisis Dampak Pestisida Terhadap Kadar Cholinesterase Penyemprot Pestisida Di PT.Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo Tahun 2009

(1)

ANALISIS DAMPAK PESTISIDA TERHADAP KADAR

CHOLINESTERASE PENYEMPROT PESTISIDA

DI PT.BIBIT BARU KECAMATAN DOLAT RAKYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

TESIS

Oleh

JOHANIS SITEPU

057010014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS DAMPAK PESTISIDA TERHADAP KADAR

CHOLINESTERASE PENYEMPROT PESTISIDA

DI PT.BIBIT BARU KECAMATAN DOLAT RAKYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOHANIS SITEPU

057010014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PESTISIDA TERHADAP KADAR CHOLINESTERASE PENYEMPROT PESTISIDA DI PT. BIBIT BARU KECAMATAN DOLAT RAKYAT KABUPATEN KARO

TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : Johanis Sitepu Nomor Induk Mahasiswa : 057010014

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Edison Purba) Ketua

(dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K) (Ir. Indra Chahaya, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S ) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Edison Purba

Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K 2. Ir. Indra Chahaya, M.Si

3. dr. Taufik Azhar, M.K.M 4. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS DAMPAK PESTISIDA TERHADAP KADAR

CHOLINESTERASE PENYEMPROT PESTISIDA

DI PT.BIBIT BARU KECAMATAN DOLAT RAKYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2010

(Johanis Sitepu)


(6)

ABSTRAK

Upaya pembangunan di bidang kesehatan meliputi pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, pengawasan dan pengendalian pestisida, dan lain-lain yang masih belum memenuhi syarat kesehatan. Indikator risiko pestisida pada petani ditandai dengan penurunan aktivitas enzim acetil cholinesterase. Risiko penurunan aktivitas enzim acetil cholinesterase semakin besar dengan berkembangnya pertanian rumah kaca, seperti di PT Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca, serta hubungan jeda waktu penyemprotan, lama penyemprotan dan metode penyemprotan dengan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo. Jenis penelitian ini deskriptif analitik, dengan metode cross sectional. Populasi penelitian sebanyak 60 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara dan pemeriksaan sampel darah, dianalisis dengan uji perbedaan rata-rata dan korelasi Pearson pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh tenaga penyemprot di PT Bibit Baru Desa Dolat Rakyat mempunyai aktivitas enzim acetil cholinesterase di bawah normal, dengan persentase aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar >25% - 50% dari normal lebih banyak (20 orang) pada tenaga penyemprot dalam rumah kaca, sedangkan aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar >50% - <75% dari normal pada tenaga penyemprot luar rumah kaca (22 orang). Ada perbedaan aktivitas enzim acetil cholieasterase antara tenaga penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca (p>0,05), dengan perbedaan rata-rata aktivitas enzim acetil cholinesterase aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar 7,610% lebih tinggi pada tenaga penyemprot di luar rumah kaca. Faktor lama penyemprotan, jeda waktu penyemprotan dan metode penyemprotan berhubungan signifikan dengan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase.

Disarankan PT.Bibit Baru mengatur jadwal kerja, menambah jeda waktu penyemprotan dan memperhatikan metode penyemprotan bagi tenaga penyemprot, sehingga mengurangi risiko keracunan pestisida.


(7)

ABSTRACT

Health sector development efforts include the eradication of contagious diseases, environmental health settlement, supervision and control of pesticides, and others that still do not meet health requirements. Pesticide risk indicators on the farmers marked by a decrease of Acetil Cholinesterase enzyme activity. Reduction of Acetil Cholinesterase of activity enzyme seem to be related to the increase the green house farm activities.

The purpose of this this analytical study with cross-sectional design was to analyze the differences in enzyme activity levels in the blood Acetil Cholinesterase spray inside and outside the greenhouse, and the spraying time interval relationships, while spraying and spraying method with enzyme activity levels in the blood Acetil Cholinesterase pesticide sprayers in PT. Bibit Baru Dolat Rakyat sub district in Karo District. The population of this study were 60 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and examination of blood samples, and the data obtained were analyzed through T-test and Pearson correlation at α = 5%.

The results of this study showed that the entire power sprayers in PT Bibit Baru in Dolat Rakyat sub district had Acetil Cholinesterase enzyme activity below normal, with percentage Acetil Cholinesterase enzyme activity of> 25% - 50% of normal over much of the entire power in greenhouse sprayers, whereas the enzyme activity Acetil Cholinesterase of> 50% - <75% of normal power outside greenhouse sprayers. There was a difference Acetil Cholinesterase enzyme activity between power spraying inside and outside the greenhouse (p> 0.05), with an average difference 7.610%. Long time spraying factor, spraying time lag and spraying method significantly associated with enzyme activity levels Acetil Cholinesterase.

PT. Bibit Baru is suggested to manage long time spraying, spraying time lag and spraying method of pesticides sprayers to reduce pesticide attack.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Analisis Dampak Pestisida terhadap Kadar Kholinesterase Penyemprot Pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo Tahun 2009".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Edison Purba, selaku ketua komisi pembimbing, dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K dan Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Taufik Azhar, M.K.M dan Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S, selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dr. Diana E. Ginting, M.Kes yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan pada


(9)

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Bidang P2PLP Dinas Kesehatan Kabupaten Karo drg. Irna Safrina Meliala, M.Kes yang telah meluangkan waktu untuk diskusi dan memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Bidang PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Mardin Purba, S.K.M, M.Kes yang telah meluangkan waktu untuk diskusi dan memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih Tim Laboratorium Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, yang telah bekerjasama dan membantu penulis dalam melakukan pemeriksaan sampel penelitian di lapangan.

Terima kasih kepada Pimpinan Klinik Harapan Bunda, dr. Menda br Meliala yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini dengan memberikan fasilitas/tempat pemeriksaan sampel.

Terima kasih kepada Manajemen PT. Bibit Baru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di perusahan tersebut. Serta kepada seluruh karyawan (petugas penyemprot) yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Istriku tercinta Lenta Leny Pinem, serta putra-putraku tersayang: Bryan, Stevin dan Alexander yang telah menjadi dukungan selama masa pendidikan.


(10)

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2005, khususnya Minat Studi Kesehatan Kerja yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan sumbangan ide-ide untuk penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Maret 2010 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Johanis Sitepu, lahir pada tanggal 23 Juli 1964 di Naman, anak pertama dari

empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Munce Sitepu dan Ibunda Demun Br Sembiring.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Naman selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri Tigaserangkai selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Atas Prayatna Medan selesai tahun 1983, Fakultas Kedokteran USU selesai tahun 1989.

Mulai bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil sebagai Dokter Fungsional di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 1991 s/d 1993, tahun 1993 pindah tugas ke Puskesmas Merek sampai tahun 1996, tahun 1996 sampai tahun 2005 bekerja di Puskesmas Tiganderket, tahun 2005 sampai sekarang bekerja pada Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

Pada tanggal 27 Juni 1993, penulis menikah dengan Lenta Leny Pinem, anak dari Sehate Pinem dan Ngamehi br Purba, dan penulis dikaruniai 3 orang putra.

Tahun 2005 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pestisida ... 10

2.1.1. Penggolongan Pestisida... 11

2.1.2. Penanganan Pestisida ... 15

2.1.3. Dampak Akuit dan Kronis Pestisida ... 16

2.1.4. Toksikologi Pestiaida ... 21

2.1.5. Pemeriksaan Acetil Cholinesterase Darah dengan Tintometer 23 2.2. Metode Penyemprotan ... 24

2.3. Jeda Waktu Penyemprotan ... 25

2.4. Lama Penyemprotan ... 26

2.5. Pertanian Rumah Kaca dan Keracunan Pestisida... 27

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi ... 30


(13)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1. Data Primer ... 31

3.4.2. Data Sekunder ... 31

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.6. Metode Pengukuran ... 34

3.6.1. Cara Pengukuran Aktivitas Enzim Acetil Cholinestrase... 34

3.7. Metode Analisis Data... 35

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 37

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

4.2 . Karakteristik Responden ... 39

4.3. Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Pada Penyemprot di PT Bibit Baru ... 41

4.4. Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase pada Penyemprot di PT Bibit Baru... 44

4.5. Distribusi Karakteristik Penyemprot berdasarkan Tingkat Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase pada di PT Bibit Baru ... 45

4.5.1. Tabel Silang Umur dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 45

4.5.2. Tabel Silang Jenis Kelamin dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 45

4.5.3. Tabel Silang Lama Kerja dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 46

4.5.4. Tabel Silang Pendidikan dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 47

4.6. Analisis Bivariat ... 47

4.6.1. Tabel Silang Lama Penyemprotan dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 48

4.6.1. Tabel Silang Jeda Waktu Penyemprotan dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 48

4.6.1. Tabel Silang Metode Penyemprotan dengan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 49

4.7. Perbedaan Tingkat Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase Darah Penyemprot di dalam dan di luar Rumah Kaca PT. Bibit Baru ... 50

4.8. Analisis Hubungan Lama Penyemprotan, Jeda Waktu Penyemprotan dan Metode Penyemprotan dengan tingkat aktivitas enzim Acetil Cholinesterase pada penyemprot PT. Bibit Baru ... 51

BAB 5 PEMBAHASAN... 53

5.1. Perbedaan Tingkat Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase Darah Penyemprot di Dalam dan di Luar Rumah Kaca PT. Bibit Baru .... 53


(14)

5.2. Hubungan Lama Penyemprotan dengan Tingkat Aktivitas Enzim

Acetil Cholinesterase... 56

5.3. Hubungan Jeda Waktu Penyemprotan dengan Tingkat Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 60

5.4. Hubungan Metode Penyemprotan dengan Tingkat Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase... 62

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran... 70


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1. Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk ke

Dalam tubuh dan Daya Racunnya... 14 2.2. Beberapa Jenis Pestisida Gas Syaraf yang paling Berbahaya... 14 3.1. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Metode

Penyemprotan... 32 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 33 4.1. Distribusi Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja dan

Tingkat Pendidikan di PT. Bibit Baru Tahun 2010 ... 40 4.2. Distribusi Responden Menurut Lama Penyemprotan dan Jeda Waktu

Penyemprotan di PT. Bibit Baru Tahun 2010... 41 4.3. Distribusi Responden Menurut Metode Penyemprotan di PT. Bibit Baru

Tahun 2010 ... 42 4.4. Distribusi Responden Menurut Kategori Metode Penyemprotan di PT.

Bibit Baru Tahun 2010... 43 4.5. Distribusi Responden Menurut Tingkat Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase di PT. Bibit Baru Tahun 2010 ... 44 4.6. Distribusi Responden Menurut Umur dan Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 45 4.7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dan Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 46 4.8. Distribusi Responden Menurut Lama Kerja dan Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 46 4.9. Distribusi Responden Menurut Pendidikan dan Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 47 4.10. Distribusi Responden Menurut Lama Penyemprotan dan Aktivitas Enzim

Acetil Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 48 4.11. Distribusi Responden Menurut Jeda Waktu Penyemprotan dan Aktivitas


(16)

4.12. Distribusi Responden Metode Penyemprotan dan Aktivitas Enzim Acetil

Cholinesterase Penyemprot di PT. Bibit Baru ... 50 4.13. Perbedaan Aktivitas Enzim Acetil Cholinesterase Darah Penyemprot di

dalam dan di luar Rumah Kaca ... 50 4.14. Nilai Signifikansi dan Koefisien Korelasi Hasil Analisis Hubungan Lama

Penyemprotan, Jeda Waktu Penyemprotan dan Metode Penyemprotan dengan tingkat aktivitas enzim Acetil Cholinesterase pada penyemprot


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian... 29


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 77

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 79

3. Tabel Frekuensi... 80

4. Hasil Uji Perbedaan ... 84

5. Hasil Uji Korelasi Pearson ... 85

6. Foto Dokumentasi Penelitian ... 86


(19)

ABSTRAK

Upaya pembangunan di bidang kesehatan meliputi pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, pengawasan dan pengendalian pestisida, dan lain-lain yang masih belum memenuhi syarat kesehatan. Indikator risiko pestisida pada petani ditandai dengan penurunan aktivitas enzim acetil cholinesterase. Risiko penurunan aktivitas enzim acetil cholinesterase semakin besar dengan berkembangnya pertanian rumah kaca, seperti di PT Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca, serta hubungan jeda waktu penyemprotan, lama penyemprotan dan metode penyemprotan dengan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo. Jenis penelitian ini deskriptif analitik, dengan metode cross sectional. Populasi penelitian sebanyak 60 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara dan pemeriksaan sampel darah, dianalisis dengan uji perbedaan rata-rata dan korelasi Pearson pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh tenaga penyemprot di PT Bibit Baru Desa Dolat Rakyat mempunyai aktivitas enzim acetil cholinesterase di bawah normal, dengan persentase aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar >25% - 50% dari normal lebih banyak (20 orang) pada tenaga penyemprot dalam rumah kaca, sedangkan aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar >50% - <75% dari normal pada tenaga penyemprot luar rumah kaca (22 orang). Ada perbedaan aktivitas enzim acetil cholieasterase antara tenaga penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca (p>0,05), dengan perbedaan rata-rata aktivitas enzim acetil cholinesterase aktivitas enzim acetil cholinesterase sebesar 7,610% lebih tinggi pada tenaga penyemprot di luar rumah kaca. Faktor lama penyemprotan, jeda waktu penyemprotan dan metode penyemprotan berhubungan signifikan dengan tingkat aktivitas enzim acetil cholinesterase.

Disarankan PT.Bibit Baru mengatur jadwal kerja, menambah jeda waktu penyemprotan dan memperhatikan metode penyemprotan bagi tenaga penyemprot, sehingga mengurangi risiko keracunan pestisida.


(20)

ABSTRACT

Health sector development efforts include the eradication of contagious diseases, environmental health settlement, supervision and control of pesticides, and others that still do not meet health requirements. Pesticide risk indicators on the farmers marked by a decrease of Acetil Cholinesterase enzyme activity. Reduction of Acetil Cholinesterase of activity enzyme seem to be related to the increase the green house farm activities.

The purpose of this this analytical study with cross-sectional design was to analyze the differences in enzyme activity levels in the blood Acetil Cholinesterase spray inside and outside the greenhouse, and the spraying time interval relationships, while spraying and spraying method with enzyme activity levels in the blood Acetil Cholinesterase pesticide sprayers in PT. Bibit Baru Dolat Rakyat sub district in Karo District. The population of this study were 60 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and examination of blood samples, and the data obtained were analyzed through T-test and Pearson correlation at α = 5%.

The results of this study showed that the entire power sprayers in PT Bibit Baru in Dolat Rakyat sub district had Acetil Cholinesterase enzyme activity below normal, with percentage Acetil Cholinesterase enzyme activity of> 25% - 50% of normal over much of the entire power in greenhouse sprayers, whereas the enzyme activity Acetil Cholinesterase of> 50% - <75% of normal power outside greenhouse sprayers. There was a difference Acetil Cholinesterase enzyme activity between power spraying inside and outside the greenhouse (p> 0.05), with an average difference 7.610%. Long time spraying factor, spraying time lag and spraying method significantly associated with enzyme activity levels Acetil Cholinesterase.

PT. Bibit Baru is suggested to manage long time spraying, spraying time lag and spraying method of pesticides sprayers to reduce pesticide attack.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menurut data WHO, penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin, tetapi negara-negara berkembang ini hanya menggunakan 25% dari total penggunaan pestisida di seluruh dunia. Walaupun negara-negara berkembang ini hanya menggunakan 25%, tetapi dalam hal kematian akibat pestisida, 99% dialami oleh negara-negara di wilayah tersebut. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat edukasi petani-petani di negara-negara tersebut sehingga cara penggunaannya sangat tidak aman. Data dari Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004).

Konsep pembangunan nasional dibidang kesehatan telah dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). SKN merupakan tatanan yang mencerminkan upaya Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Tujuan pembangunan nasional dapat tercapai jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan setiap orang berkewajiban turut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan. Pembangunan


(22)

kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik, mental dan sosial ekonomi. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan maupun sumber dayanya, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal (Depkes RI, 1992).

Upaya pembangunan dibidang kesehatan meliputi pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, pengawasan dan pengendalian pestisida, dan lain-lain yang masih belum memenuhi syarat kesehatan (Profil Kesehatan Indonesia, 1996).

Pada tanggal 9 Desember 1996, para pekerja yang menggunakan pestisida di Malita (Filipina) merasa mual, muntah-muntah, pusing dan pandangan menjadi kabur dan beberapa orang lagi kehilangan kesadaran karena keracunan pestisida (Suwondo, 2005).

Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang dampak negatif pamakaian pestisida di Indonesia. Sementara itu hasil penelitian yang ada kurang disosialisasikan, sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak pestisida masih rendah. Masih sering terlihat petani menyemprotkan pestisida tanpa memakai pelindung, pemakaian yang sering tidak bijaksana, seperti dosis dan konsentrasi yang dipakai ditingkatkan sehingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah sudah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain. Selain itu, wadah bekas pestisida sering dibuang di sembarang tempat, sehingga sisa-sisa pestisida yang tinggal bisa merembes jika hujan datang (Depkes RI, 2003).


(23)

Hasil uji darah (acetil kolinesterase) oleh Dinas Kesehatan Brebes bekerjasama dengan Asosiasi Industri Perlindungan Tanaman di Indonesia (AIPTI) diketahui bahwa terjadi 50 kasus keracunan pada petani di Brebes, yang menggunakan pestisida pemberantas hama tanaman.

Gambaran acetil kolinesterase darah penjamah pestisida di Kabupaten Karo berdasarkan hasil laporan kajian Faktor Risiko Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Kesehatan di Pertanian Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara tahun 2006 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan acetil cholinestrase darah petani laki-laki dan perempuan penyemprot dari 60 orang responden yang diambil darahnya, jumlah yang tidak keracunan sebanyak 25 orang (41,67%), keracunan ringan sebanyak 21 orang (35,0%), sedangkan jumlah yang keracunan sedang sebanyak 14 orang (23,30%).

Menurut penelitian Milala (2005) di Kabupaten Karo bahwa sebesar 54,4 % para petani melakukan penyemprotan pestisida selama 3 – 4 jam sehari dan 51,9 % menyemprotkan pestisida secara teratur yaitu 2 – 3 kali seminggu.

Paparan pestisida yang dialami para petani pengguna pestisida dapat terjadi mulai dari kegiatan pencampuran pestisida dengan air, waktu pengadukan, sampai kepada kegiatan penyemprotan (Rini, 1992).

Pada waktu melaksanakan pencampuran pestisida, petani tidak menggunakan alat pelindung, malahan ada yang melakukannya sambil merokok. Dari cara petani melakukan penyemprotan pestisida, terlihat bahwa petani kurang peduli terhadap bahaya yang dapat mengancam kesehatan bahkan nyawa mereka. Hasil survei yang


(24)

dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Karo (2005) di Kabupaten Karo pada para petani pengguna pestisida, menunjukkan bahwa 75,2 % dari responden yang diteliti tidak begitu tahu tentang bahaya yang dapat ditimbulkan pestisida dan tidak peduli karena tidak pernah ada keluhan mengancam yang dialami.

Bardasarkan hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa perilaku petani dalam menggunakan pestisida masih banyak yang tidak sesuai dengan pedoman penggunaan pestisida, misalnya masih ada petani yang mengaduk pestisida dengan memakai tangan atau sambil merokok, menyemprot sambil merokok, dan tidak menggunakan alat pelindung sehingga keterpaparan petani di Kabupaten Karo terhadap pestisida masih tinggi.

Salah satu dampak negatif pestisida adalah penyakit kulit, ini dapat dilihat dari data yang ada di Puskesmas dimana pada tahun 2002 dan 2003 penyakit kulit di urutan ke 9 dan 10 penyakit terbesar di puskesmas, dan ada kecenderungan meningkat pada tahun 2004 menjadi urutan ke 7 (Dinkes Kabupaten Karo, 2005).

Penggunaan pestisida pada ruang tertutup, seperti menggunakan rumah kaca dalam budidaya tanaman akan meningkatkan derajat atau tingkat keracunan. Potensi keracunan pestisida pada pertanian rumah kaca diakibatkan suhu tanah dan suhu udara lebih tinggi dalam rumah kaca.

Menurut Bessin and Townsend (1997), penyemprotan pestisida dalam ruang tertutup dapat meningkatkan risiko pajanan pekerja. Di area yang berventilasi buruk, bahaya pestisida eksposur oleh inhalasi sangat meningkat. Selanjutnya Waldron (1996), menyatakan absorpsi atau terikatnya pestisida dengan partikel-partikel


(25)

bergantung pada jenis pestisida, kelembaban. Tingkat keterikatan pestisida saat penyemprotan dipengaruhi oleh kecepatan angin, jarak antara lubang penyemprot dengan tanaman target.

Salah satu perusahaan di Kabupaten Karo yang menggunakan pestisida dalam rangka pengendalian hama dan penyakit tanaman adalah P.T. Bibit Baru merupakan Perusahaan Milik Asing (PMA) yaitu milik Belanda, didirikan pada tanggal 2 April 1971 dengan mitra asing Koninklijke Zaadteelt en Zaadhandel Sluis en Groot B.V – Holland. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pembibitan bunga, dengan lokasi di Desa Dolat Rakyat, Berastagi provinsi Sumatera Utara. Perusahaan ini menghasilkan pasokan kebutuhan biji bunga non anggrek ke Jepang serta Amerika Serikat. Alasan Perusahaan ini memilih tempat di Brastagi dengan pertimbangan kesesuaian agroklimat, tenaga kerja dan transportasi.

PT. Bibit Baru dalam proses penanaman menggunakan teknologi terapan plastikultur. Jenis tanaman yang diproduksi adalah tanaman hias sekitar 10 jenis dan sayuran berupa tomat, paprika dan lain-lain. Sebagian besar tenaga kerja adalah wanita dengan jumlah tenaga kerja seluruhnya sebanyak 900 orang dimana 60 orang diantaranya sebagai tenaga penyemprot pestisida. Realisasi ekspor PT. Bibit Baru berupa bibit bunga pada tahun 2002 yaitu 450 kilogram dengan nilai jual Rp 9 milliar. Untuk pengendalian hama penyakit tanaman, PT.Bibit Baru menggunakan pestisida yang jenisnya sama dengan yang digunakan masyarakat di Kabupaten Karo.

Desa Dolat Rakyat memiliki luas wilayah 3,85 Km2. Jumlah penduduknya sebanyak 1.376 jiwa dengan 362 kepala keluarga, dengan mayoritas mata


(26)

pencaharian penduduknya adalah bertani. Hasil pertanian di desa tersebut adalah tanaman holtikultura seperti sayur-mayur (kol, kentang, buncis, dan lain-lain), bunga dan buah-buahan seperti jeruk, markisa, terong belanda, dan lain-lain. Keberadaan PT. Bibit Baru mengembangkan hasil pertanian yang ada, seperti bunga-bunga sangat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat di desa tersebut. Untuk mendapatkan hasil pertanian yang memuaskan, maka sejak dulu dalam mengendalikan hama tanaman, masyarakat telah terbiasa menggunakan racun hama (pestisida). Penggunaan pestisida pada tanaman dilaksanakan secara reguler dengan interval waktu tertentu tergantung dari jenis tanamannya. Penyemprotan pestisida dilaksanakan setiap tiga hari sekali pada tanaman kentang dan kol. Pada tanaman tomat, jarak penyemprotan lebih singkat, umumnya setiap dua hari sekali dan pada tanaman jeruk umumnya penyemprotannya dilaksanakan setiap sepuluh hari sekali. Sedangkan untuk tanaman bunga, penyemprotan pestisida dilaksanakan setiap tiga kali sebulan.

Berdasarkan data di atas, serta dikaitkan dengan keberadaan penyemprot pestisida dalam rumah kaca, memungkinkan tingkat keracunan yang lebih tinggi, karena radiasi surya, kelembaban udara dan kelembaban tanah di dalam rumah kaca lebih rendah dibandingkan di luar rumah kaca, sedangkan suhu udara dan suhu tanah di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan di luar rumah kaca (Rihatin, 2008).

Praktek penggunaan pestisida oleh petani sehari-hari masih belum menggunakan cara dan alat pelindung sebagai upaya proteksi diri dari resiko toksik pestisida yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan mereka. Oleh karena itu perlu


(27)

diketahui sejauh mana dampak keterpaparan pestisida terhadap masyarakat yang kegiatannya sehari-hari menggunakan pestisida.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan penelitian adalah bagaimana dampak pestisida terhadap kesehatan penyemprot pestisida di PT. . Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009. Dampak pestisida dilihat dari perbedaan tingkat keracunan pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca, serta faktor yang berhubungan dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot pestisida.

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis perbedaan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

2. Untuk menganalisis hubungan jeda waktu penyemprotan dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

3. Untuk menganalisis hubungan metode penyemprotan pestisida dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.


(28)

4. Untuk menganalisis hubungan lama penyemprotan pestisida dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

1.4.Hipotesis

1. Ada perbedaan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase dalam darah penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

2. Ada hubungan jeda waktu penyemprotan dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

3. Ada hubungan metode penyemprotan pestisida dengan tingkat aktifitas enzim acetil cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009. 4. Ada hubungan lama penyemprotan pestisida dengan tingkat aktifitas enzim acetil

cholinesterase pada penyemprot yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca pada PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo tahun 2009.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan penyemprot pestisida tentang dampak yang terjadi bila metode penyemprotan pestisida tidak dilakukan dengan benar.


(29)

2. Sebagai bahan masukan /informasi bagi pihak-pihak terkait dalam hal penelitian lanjutan dan kelengkapan penelitian lainnya.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program perlindungan penyemprot pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

Istilah pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang bila diterjemahkan secara bebas berarti racun untuk mengendalikan jasad pengganggu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti serangga, tikus, fungi dan gulma, memberantas rerumputan, mencegah hama-hama, binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman.

Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman (1993), pestisida adalah semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas hama penyakit nematode dan lain-lain, sedangkan The United State Federal Enviromental Pesticide Control Atc (Green, 1979) mendefenisikan pestisida sebagai semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas, mencegah atau menangkis dari gangguan serangga, binatang pengerat nematode, cendawan, gulma yang dianggap hama kecuali virus, bakteri.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983), pestisida mempunyai tiga macam nama yang terdiri dari nama umum (common name) adalah nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization, nama kimia (chemical name) yaitu nama unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang


(31)

terdaftar pada International Union for Pure and Applied Chemistry dan nama dagang (trade name) yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar dan sudah mendapatkan semacam hak paten dari masing-masing negara.

Pestisida dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung kepada kepentingannya antara lain menurut fisiknya, cara kerjanya, sasaran penggunaanya, tujuan penggunaannya, pengaruh terhadap toksokologinya dan sifat/susunannya. Adapun manfaat dari pengklasifikasian pestisida berdasarkan sifat/susunan kimianya dalam hubungan dengan hama sasaran.

2.1.1. Penggolongan Pestisida

Menurut Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman (1993), penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Berdasarkan susunan kimianya pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan antara lain sebagai berikut

a. Golongan Organo Fosfat

Bahan aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia, misalnya Diazinon, Fenitol, Fenitration, Klorpirifas, Kulnafas dan Malation. Sedangkan bahan aktif lainnya dari golongan ini cukup banyak digunakan untuk beberapa jenis pestisida. Contoh nama formulasi yang menggunakan bahan aktif golongan Organofosfat adalah Herbisida : Scout 180/22 AS, Roundup 75 WSG, Fungisida : Kasumiron 25/1 WP, Afigon 300 EC, Rizolex 50 WP, Insektisida : Curacon 500 EC, Voltage 560 EC, Takuthion 500 E. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya


(32)

gerakan otot-otot tertentu, penglihatan mata terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan.

b. Golongan Organochlorin

Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin. Ketentuan ini sesuai dengan Keputusan Bersama Tiga Menteri Pertanian Republik Indonesia. Residu organochlorin ini dapat bertahan lama, berakumulasi dalam tanah dan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak manusia. Golongan ini mempunyai tiga sifat utama yaitu : merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat dan larut dalam lemak. Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini merupakan yang paling banyak menimbulkan masalah. Di negara-negara maju penggunaan pestisida ini telah dibatasi. Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini adalah : sakit kepala, pusing, mual, muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar dan kesadaran hilang.

c. Golongan Carbamat

Sifat pestisida ini mirip dengan golongan organofosfat, tidak terakumulasi dalam system kehidupan, tetapi cepat diturunkan dan dieliminasi. Penggunaannya cukup luas, baik pada kesehatan masyarakat maupun bidang pertanian. Pestisida ini merupakan pestisida yang aman untuk hewan. Bahan aktif yang termasuk dalam


(33)

golongan ini adalah : Karbaril dan Methanil yang telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif golongan Carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, Insektisida, misalnya Curater 3 G, Dicarzonil 25 Sp. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian akan menghambat enzim kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat.

d. Golongan Senyawa bipridilium

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklarida yang terkandung dalam Herbisida gramoxone. Gejala keracunan adalah sakit perut, mual, muntah, diare, 2-3 hari terjadi kerusakan ginjal, peningkatan kreatinin lever dan kerusakan paru-paru.

e. Golongan Arsen

Bahan aktif yang termasuk golongan ini adalah Arsen Pentoksida, Kemirin dan Arsen Pentoksida Dihidrat, yang digunakan untuk insektisida rayap kayu dan rayap tanah, masuk kedalam tubuh melalui mulut dan pernafasan.

Berdasarkan bentuk fisik, jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dan daya racunnya bila terhirup atau terkontaminasi, pestisida dibagi menjadi 4 (empat) kelas seperti diuraikan pada Tabel 2.1. di bawah ini


(34)

Tabel 2.1. Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk ke Dalam tubuh dan Daya Racunnya

LD50 untuk tikus (mg/kg)

Oral Dermal Klasifikasi

Padat Cair Padat Cair I. a. Sangat berbahaya sekali < 5 < 20 < 10 < 40 b. Sangat berbahaya 5 – 50 20 – 200 10 – 100 40 - 400 II. Berbahaya 50 – 500 200 – 2000 100 – 1000 400 – 4000 III. Cukup berbahaya > 500 >2000 > 1000 > 4000

Sumber : Depkes RI, 2003

Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar acetil cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan gejala-gejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain (Suwondo, 2005).

Tabel 2.2. Beberapa jenis pestisida gas syaraf yang paling berbahaya ORGANOPOSPAT METILCARBAMAT

1. Azinophosmethyl 2. Demeton methyl 3. Dichlorvos / DDVP 4. Disulfoton

5. Ethion

6. Ethyl parathion / Parathion 7. Fenamiphos

8. Fensulfothin 9. Methamidophos 10.Methidathion 11.Methyl parathion 12.Mevinphos 13.Phorate 14.Sulfotepp 15.Terbufos 1. Aldicarb 2. Carbofuran 3. Fomentanate 4. Methomyl 5. Oxamyl 6. Propoxur


(35)

2.1.2. Penanganan Pestisida

Telah diketahui bahwa pestisida, karena sifat dan racunnya (fisik dan kimia) adalah bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam penanganan pestisida, diperlukan fasilitas perlengkapan keselamatan kerja (APD) yang lengkap dan pengetahuan yang cukup bagi orang-orang yang terlibat dengan pestisida (Depkes RI, 2003).

Pemerintah telah mengeluarkan PP No 7 tahun 1973 sebagai dasar hukum yang mengatur penanganan tentang peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida. Pengawasan dalam hal penanganan pestisida dimaksudkan untuk mencegah terjadinya keracunan bagi para pekerja yang menangani pestisida. Setiap pekerja yang menangani pestisida diharuskan menggunakan pakaian kerja dan alat pelindung kerja berupa pakaian pelindung badan, topi sebagai pelindung kepala, googles sebagai pelindung mata, masker sebagai pelindung pernafasan dan mulut, serta sepatu boot dan sarung tangan.

Penanganan keracunan yang pertama dan paling penting adalah berhenti bekerja dengan pestisida secepatnya (tinggalkan tempat kerja). Jika keracunan karena terkena pestisida melalui kulit, maka sebaiknya mengganti baju dan mencuci bahan-bahan kimia tersebut dengan sabun dan air. Jika menderita keracunan akut, maka kita membutuhkan perawatan kesehatan darurat. Bahkan jika tidak yakin tentang penyebab gejala-gejala tersebut, sebaiknya mencari cara aman dan kunjungi petugas kesehatan.


(36)

2.1.3. Dampak Akut dan Kronis Pestisida

Acetil cholinesterase adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada hidrolisa asetilkolin menjadi kolin dan asetat (Extoxnet, 1993). Menurut Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan (1989), acetil cholinesterase adalah suatu enzim, suatu bentuk dari katalis biologi yang di dalam jaringan tubuh berperan agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktifitas acetil cholinesterase turun atau berkurang karena adanya pestisida dalam darah yang akan membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase, sehingga enzim tersebut tidak dapat berfungsi lagi. Akibatnya kadar yang aktif dari enzim Asetilkolinesterase akan berkurang. Oleh karena itu pengukuran enzim tersebut di dalam darah dapat digunakan untuk mendiagnosa kemungkinan kasus keracunan pestisida.

Aktivitas acetil cholinesterase dalam darah seseorang yang diuji dinyatakan sebagai persentase dari aktivitas enzim acetil cholinesterase dalam darah normal. Berdasarkan hasil pada pembacaan yang didapat, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut :

1. 75% - 100% dari normal

Kelompok ini masuk dalam kategori normal. Tidak ada tindakan, tetapi perlu diuji ulang dalam waktu dekat.

2. >50% - <75% dari normal

Pada kelompok ini telah terjadi keracunan. Jika penderita lemah agar dianjurkan istirahat (tidak kontak) dengan pestisida selama 2 (dua) minggu,


(37)

kemudian diuji ulang sampai aktivitas acetil cholinesterase kembali normal. Kelompok ini termasuk kategori keracunan ringan.

3. >25% - 50% dari normal

Kelompok ini sangat serius dan perlu dilakukan pengujian ulang. Jika hasilnya tetap sama maka orang tersebut perlu diistirahatkan dari semua pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida. Kelompok ini termasuk kategori keracunan sedang.

4. 0% - 25% dari normal

Tingkat pemaparan yang sangat berbahaya, perlu diuji ulang dan yang bersangkutan harus diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu dirujuk kepada pemeriksaan medis. Kelompok ini termasuk dalam kategori keracunan berat (Depkes RI, 1992).

Masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda khususnya dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala klinis baru akan timbul bila aktivitas acetil cholinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa. Pemulihan kembali aktifitas enzim acetil cholinesterase pada keadaan normal memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1-2 bulan (Depkes RI, 1984).


(38)

Batas normal acetil cholinesterase dalam serum darah manusia berkisar antara 11,4-3,5µ/I. batasan ini tidak memberikan dampak negatif berupa gejala keracunan yang lebih fatal akibat pemaparan pestisida. Walaupun gejala keracunan akut dapat dilihat setelah 12 jam pemakaian pestisida yang tidak aman (Knedel, 1998).

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu. Efek akut dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek akut lokal yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida, biasnya berupa iritasi, seperti mata kering, kemerahan dan gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mata berair dan batuk. Efek yang kedua yaitu efek akut sistemik. Efek ini muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan mempengaruhi mata, jantung, paru-paru, hati, lambung, otot, usus, otak dan syaraf (Knedel, 2000).

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah terpapar pestisida. Dampak terhadap organ tubuh, diantaranya dapat merusak, antara lain :

a. Sistem syaraf

Banyak pestisida yang digunakan dibidang pertanian sangat berbahaya bagi otak dan syaraf. Bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi sistem syaraf disebut neurotoksin. Beberapa gejala dari penyakit pada otak yang disebabkan oleh


(39)

pestisida adalah masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma.

b. Hati atau lever

Hati adalah organ yang berfungsi menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali rusak untuk pestisida. Hal ini dapat menyebabkan penyakit hati seperti hepatitis.

c. Bagian perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang yang bekerja dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami nafsu makan yang turun.

d. Sistem kekebalan

Reaksi alergi adalah gangguan sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini adalah reaksi yang diberikan tubuh terhadap bahan-bahan asing. Pestisida bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi.

e. Keseimbangan hormon

Beberapa pestisida dapat mempengaruhi horman reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria dan pertumbuhan sel telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menimbulkan pelebaran tiroid yang akhirnya menjadi kanker tiroid.

Kegiatan pertanian yang menggunakan pestisida memiliki kekuatiran yang utama yaitu bagaimanan pestisida ini dapat mempengaruhi kesehatan. Bukan hanya orang yang menyemprot pestisida saja yang perlu diperhatikan, tapi juga orang-orang


(40)

yang tinggal dekat mereka juga perlu diperhatikan, khususnya Ibu-ibu hamil serta anak dalam kandungannya, beserta dengan ternak, ikan dan burung. Pestisida dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup dan mencemari tanah dan air, karena pestisida umumnya ramah pada lingkungan (Suwondo, 2005).

Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya, misalnya pusing dan kudis. Ini disebabkan karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti gangguan sisitem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Suwondo, 2005)

2.1.4. Toksikologi Pestisida

Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh jaringan terutama sistem saraf pusat. Beberapa diantaranya mengalami biotransformasi, dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir (Lu, 1995). Semuanya mengalami degradasi hydrolysis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain, biasanya dalam waktu hitungan jam setelah absorbsi. Waktu paruh organofosfat berkisar antara 1-2 hari. Produk degradasinya mempunyai toksisitas yang rendah dan dikeluarkan/diekskresikan dalam bentuk urin dan faeces.

Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan potensi pestisida tersebut untuk membunuh secara langsung pada hewan atau manusia. Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlah


(41)

pestisida yang menyebabkan kematian 50% dari binatang percobaan yang umumnya digunakan adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada perbedaan antara LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral adalah dosis yang menyebabkan kematian pada binatang percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui makanan, sedangkan LD50 dermal ialah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes RI, 2003).

Pestisida meracuni manusia melalui berbagai proses seperti : 1. Kulit

Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit ketika petani memegang tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit.

2. Pernafasan

Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau.

3. Mulut

Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika


(42)

makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

2.1.5. Pemeriksaan Acetil Cholinesterase Darah dengan Tintometer

Pemeriksaan acetil cholinesterase darah petani dilakukan dengan empat langkah yaitu :

A. Uji Reagensia

1. Reagensia dicampur dengan aquades bebas CO2 dengan cara menggoyangkan labu elemeyer yang ditutup rapat.

2. Satu test tube di dalamnya 0,5 cc larutan indicator, segera tutup kembali tabung tersebut.

3. Selanjutnya ambil 0,001 cc darah dari kontrol (orang yang diperkirakan normal).

4. Campuran tersebut ditambah dengan 0,5 cc larutan substrat.

5. Pindahkan larutan tersebut pada kurvet dan tempelkan pada sebelah kanan komperator.

6. Komperator diputar sampai didapatkan warna yang sama antara warna sebelah kanan dan sebelah kiri pada kaca komperator tersebut dan bacalah persentasenya.


(43)

b. Pengembalian sampel darah

1. Kurvet 2,5 mm dibersihkan dan dimasukkan ke dalam sample darah dan buatlah blanko darah dengan menambahkan 0,01 cc darah pada 1 cc aquadest dalam kurvet dan tempatkan kurvet ini di ruang kiri komperator.

2. Satu tabung reaksi lengkap dengan sumbat karet disiapkan untuk setiap orang yang akan diuji cholinnya dan ditempatkan dalam rak.

3. Setiap tabung dimasukkan 0,5 cc larutan indicator dan segera tutup

4. Dari tiap orang yang akan diperiksa, sample darahnya diambil sebanyak 0,05 cc dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bulat miliknya.

5. Catat temperature ruangan. c. Penambahan Larutan Substrat

Supaya diperhatikan waktu nol dan secepatnya ditambah 0,05 cc larutan substrat kedalam tabung yang akan diuji, segera sumbat dengan tutup karetnya, diamkan tiap-tiap tabung untuk jangka waktu yang diperlukan.

d. Pembandingan Warna

1. Segera setelah waktu yang diperlukan tersebut, pindahkan isi tabung ke dalam kurvet yang 2,5 mm

2. Kurvet tersebut ditempatkan pada ruang sebelah kanan komperator dan cari warna yang sama dengan yang di disk secepatnya.


(44)

2.2. Metode Penyemprotan Pestisida

Saat pemakaian pestisida, umumnya perhatian para petani lebih tertuju pada masalah pengendalian hama yang menyerang tanaman sehingga keselamatan petani jadi kurang diperhatikan. Pemakaian pestisida menjadi hal yang rutin sehingga dianggap tidak berbahaya. Metode atau cara yang dilakukan sewaktu penyemprotan pestisida akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pemaparan terhadap petani.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani terhindar dari pemaparan sewaktu menyemprotkan pestisida yaitu :

a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida, menyangkut pemakaian konsentrasi dan dosis yang tepat, aturan keselamatan, serta pertolongan bagi penderita keracunan.

b. Tidak diperkenankan merokok, makan, dan minum selama menyemprotkan pestisida. Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin makan, minum dan merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan pestisida. Jika terjadi, pakaian atau bagian tubuh yang terkena harus dicuci dengan air dan sabun.

c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan pestisida akan tersembur keluar dan mengenai muka.

d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat semprot sebelum menyemprotkan pestisida.


(45)

e. Gunakan selalu alat-alat pelindung pada saat menyemprotkan pestisida. Pelindung yang dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kaca mata, dan topi.

f. Jangan menyemprotkan pestisida melawan arah angin. Pada saat menyemprot berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak tertiup ke arah badan.

g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakanlah jarum yang halus untuk membersihkan nozel (Djojosumarto, 2000).

2.3. Jeda Waktu Penyemprotan

Pemaparan pestisida pada tubuh manusia dengan frekuensi yang sering dan dengan interval waktu yang pendek menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi lebih tinggi (Sa’id 1994). Secara tidak langsung kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot dapat mengurangi terpaparnya petani tersebut oleh pestisida. Menurut Mariani dkk, (2001) istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%).

Penelitian Sumekar, dkk (2006), menyebutkan bahwa kejadian paparan pestisida disebabkan oleh beberapa faktor determinan, yaitu selang waktu antara kontak terakhir dengan pengukuran kadar kolinesterase, disamping faktor lain seperti perilaku petani dalam menyemprot, frekuensi penyemprotan, pemakaian alat


(46)

perlindungan diri, dosis pestisida dan lama penyemprotan. Hasil analisis regresi logistik pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan bahwa ada pengaruh selang waktu pengukuran terhadap resiko paparan pestisida.

Hasil penelitian Praptini, dkk (2002) tentang Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Teknis Pestisida Perusahaan Pemberantasan Hama (Pest Control) di Kota Semarang Tahun 2002, menyimpulkan bahwa rata-rata angka kejadian keracunan pestisida sebesar 69,91%, sehingga disarankan bagi tenaga kerja teknis pestisida, untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida, melakukan penyemprotan tidak lebih dari 2 kali setiap minggu dan tidak melakukan penyemprotan secara berturut-turut lebih dari 12 jam dalam waktu 3 bulan.

2.4. Lama Penyemprotan Pestisida

Lamanya penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot sejalan dengan lamanya penyemrpto tersebut terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama – lama untuk pertanian dapat menyebabkan kanker seperti non Hodgkin’s lymphoma (Weisenburger, 1990)


(47)

2.5. Pertanian Rumah Kaca dan Keracunan Pestisida

Rumah kaca cukup banyak ditemukan di Indonesia, dataran tinggi di kepulauan Indonesia yang dapat digunakan untuk produksi holtikultura bernilai tinggi dan budidaya perkebunan. Namun karena elevasi yang sangat tinggi cukup jarang di Indonesia, pendinginan adiabatik kurang efisien, serta tingkat kelembaban cukup tinggi di sebagian besar daerah, dan populasi hama juga membatasi produktivitas.

Menurut Richardson (2007), tanaman rumah kaca biasanya ditemui di daerah curah hujan tinggi tuntuk mengendalikan hama dan penyakit. Selain itu, plastik yang digunakan untuk menutup rumah kaca di Indonesia memiliki keterbatasan lokal dan perbedaan yang harus diatasi: dampak panas dan kelembaban dari penggunaan plastik melalui pertumbuhan lumut, yang mengurangi kualitas sinar secara cepat.

Tanaman yang biasanya tumbuh di rumah kaca adalah tomat anggur, tomat selada, bunga, paprika, dan jenis lain seperti kentang untuk bibit dan pohon buah untuk batang tunas. Metode produksi yang dipelajari dari pengalaman atau dari sumber pasar juga diragukan, karena tampaknya lebih sesuai untuk daerah gurun dengan ketersediaan sinar yang tinggi, kelembaban rendah, dan dingin untuk suhu dingin. Situasi sebenarnya adalah kebalikannya: ketersediaan sinar yang rendah dan panas, lembab dengan kesenjangan suhu yang kecil. Oleh karena itu, kredibilitas sistem produksi dipertanyakan; sedikit usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan sistem produksi rumah kaca yang mempertimbangkan lingkungan setempat, mengurangi kelemahan dan meningkatkan kekuatannya (Richardson, 2007).


(48)

Menurut Bessin and Townsend (1997), penyemprotan pestisida pada rumah kaca memberi bahaya yang besar dan mengorbankan pekerja. Sebagian besar dari pestisida terdaftar untuk outdoor digunakan pada tanaman tertentu tidak dapat digunakan pada tanaman yang sama di rumah kaca. Banyak bidang pestisida diberi label untuk penggunaan dilarang untuk penggunaan rumah kaca karena kekhawatiran tentang keselamatan pekerja. Agar pestisida yang akan direkomendasikan untuk digunakan di rumah kaca, label pestisida harus menyatakan bahwa produk ini untuk digunakan pada tanaman khusus dewasa dalam rumah kaca.

Beberapa pestisida rumah kaca sangat beracun, untuk keamanan, terutama di daerah tertutup (seperti rumah kaca) beberapa penyemprotan melarang pekerja dan lain orang dari seluruh tertutup memasuki daerah sampai entri yang dibatasi interval berakhir, bahkan jika hanya sebagian dari rumah kaca diperlakukan pembatasan entri dapat bervariasi interval 12-48 jam tergantung pada pestisida. Sementara pekerja diizinkan masuk ke daerah diperlakukan dengan peralatan pelindung selama periode ini, hanya operasi tertentu tenaga kerja tangan diperbolehkan dan dilarang. Pestisida harus digunakan secara aman, yaitu dengan cara selalu meminimalkan pemaparan selama pencampuran, penyemprotan, serta menggunakan peralatan pelindung yang terdaftar di label dan latihan akal sehat (Bessin and Townsend, 1997).

Menurut Sammons et al (2005), solusi untuk menanggulangi bahaya kesehatan manusia saat ini yang terlibat dalam penyemprotan bahan kimia yang berbahaya dalam konteks ruang yang panas dan beruap rumah kaca. Hal ini dicapai dengan desain dan konstruksi mobile yang otonom robot untuk digunakan dalam


(49)

pengendalian hama dan pencegahan penyakit penyemprotan dalam rumah kaca komersial.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan variabel-variabel penelitian, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Penyemprot Pestisida di dalam Rumah Kaca 1. Lama penyemprotan 2. Jeda waktu penyemprotan 3. Metode penyemprotan

Penyemprot Pestisida di luar Rumah Kaca 1. Lama penyemprotan 2. Jeda waktu penyemprotan 3. Metode penyemprotan

Dampak Pestisida Tingkat Keracunan Pestisida - 0-25% (keracunan berat) - >25-50% (keracunan sedang) - >50%-<75% (keracunan ringan) - 75-100% (normal)

Pemeriksaan Acetil Cholinesterase

dalam darah


(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan metode cross sectional untuk melihat perbedaan tingkat aktifitas enzim Acetil Cholinesterase dalam darah penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca, serta menjelaskan faktor yang berhubungan dengan aktifitas enzim Acetil Cholinesterase dalam darah penyemprot.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat, dengan pertimbangan atau alasan perusahaan tersebut memiliki tenaga penyemprot pestisida yang bekerja di dalam dan di luar rumah kaca.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 – Pebruari 2010, yang dimulai dengan persiapan usulan penelitian dan seminar, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan seminar hasil.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja penyemprot pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat yang berjumlah 60 orang.


(51)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yang kemudian dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: kelompok I : penyemprot pestisida yang bekerja di dalam rumah kaca berjumlah 30 orang dan kelompok II : penyemprot pestisida yang bekerja di luar rumah kaca berjumlah 30 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara menggunakan instrumen penelitian yaitu kuesioner yang terdiri dari daftar pertanyaan untuk mengetahui jeda waktu penyemprotan, metode penyemprotan dan lama penyemprotan pestisida, dan uji Acetil Cholinesterase di laboratorium untuk mengetahui tingkat aktifitas enzim Acetil Cholinesterase pada penyemprot PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan melalui data dari puskesmas maupun instansi yang terkait, dan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

3.4.3. Uji validitas dan reliabilitas a. Di dalam Rumah Kaca

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji dilakukan kepada 20 responden di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rakyat, dengan alasan memiliki tenaga penyemprot pestisida yang relatif sama dengan lokasi penelitian. Hasil uji validitas menunjukkan


(52)

nilai Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), >0,3 dan nilai alpha cronbach > 0,6 seluruh pertanyaan tentang metode penyemprotan adalah valid dan reliable (Pratiknya, 2005).

Uji validitas kuesioner, khusus dilakukan untuk pertayaan variabel metode penyemprotan di dalam rumah kaca, dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil. Nilai r tabel dengan menggunakan tingkat kemaknaan 5% maka didapat angka r tabel = 0,444. Nilai r hasil dari masing-masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliabel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 . Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Metode Penyemprotan di dalam Rumah Kaca

Variabel r tabel r hasil Alpha Keterangan

MP1 0.444 .4512 Valid dan Reliabel

MP2 0.444 .6076 Valid dan Reliabel

MP3 0.444 .8039 Valid dan reliabel

MP4 0.444 .7142 Valid dan Reliabel

MP5 0.444 .5380 Valid dan Reliabel

MP6 0.444 .6623 Valid dan Reliabel

MP7 0.444 .4088 Valid dan Reliabel

MP8 0.444 .4578 Valid dan Reliabel

MP9 0.444 .4976 Valid dan Reliabel

MP10 0.444 .4976 Valid dan Reliabel

MP11 0.444 .5041

.8582

Valid dan Reliabel

Dari Tabel 3.1. diatas terlihat bahwa semua pertanyaan nilai r hasil > r tabel demikian juga r alpha > r tabel, dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian valid dan reliabel.


(53)

b. Di luar Rumah Kaca

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji dilakukan kepada 20 responden di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rakyat, dengan alasan memiliki tenaga penyemprot pestisida yang relatif sama dengan lokasi penelitian. Hasil uji validitas menunjukkan nilai Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), >0,3 dan nilai alpha cronbach > 0,6 seluruh pertanyaan tentang metode penyemprotan adalah valid dan reliable (Pratiknya, 2005).

Uji validitas kuesioner, khusus dilakukan untuk pertayaan variabel metode penyemprotan di luar rumah kaca, dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil. Nilai r tabel dengan menggunakan tingkat kemaknaan 5% maka didapat angka r tabel = 0,444. Nilai r hasil dari masing-masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliabel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.2 . Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Metode

Penyemprotan di luar Rumah Kaca

Variabel r tabel r hasil Alpha Keterangan

MP1 0.444 .7156 Valid dan Reliabel

MP2 0.444 .5645 Valid dan Reliabel

MP3 0.444 .5594 Valid dan reliabel

MP4 0.444 .6107 Valid dan Reliabel

MP5 0.444 .7528 Valid dan Reliabel

MP6 0.444 .7254 Valid dan Reliabel

MP7 0.444 .5927 Valid dan Reliabel

MP8 0.444 .4979 Valid dan Reliabel

MP9 0.444 .6095 Valid dan Reliabel

MP10 0.444 .4607 Valid dan Reliabel

MP11 0.444 .6095

.8873


(54)

Dari Tabel 3.2. diatas terlihat bahwa semua pertanyaan nilai r hasil > r tabel demikian juga r alpha > r tabel, dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

1. Jeda waktu penyemprotan pestisida adalah jarak atau rentang waktu melakukan penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot dan dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu : (a) 6 hari, (b) 5 hari, (c) 4 hari, (d) 3 hari, dan (e) 2 hari.

2. Metode penyemprotan adalah cara yang dipakai petani dalam menggunakan pestisida terhadap tanaman. Penentuan metode penyemprotan dibagi 2 yaitu: memenuhi syarat apabila skor = ≥ 13 (≥ 60% atau lebih dari 11 kegiatan dari kuisioner dilakukan oleh responden), dan tidak memenuhi syarat apabila skor < 13 (< 60% atau kurang 10 kegiatan dari kuisioner dilakukan oleh responden). 3. Lama penyemprotan adalah waktu yang digunakan petani dalam penyemprotan

pestisida atau lamanya petani kontak dengan pestisida dalam satu hari. Penentuan lama penyemprotan pestisida dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu : (a) 4 jam/hari, (b) 3 jam/hari, (c) 2 jam/hari, dan (d) 1 jam/hari.

4. Dampak pestisida adalah dilihat berdasarkan tingkat aktifitas enzim Acetil Cholinesterase dalam darah penyemprot dibandingkan dengan standar Depkes RI (1992) sebagai acuan menentukan tingkat keracunan, yaitu:


(55)

- >25-50% (keracunan sedang) - >50-<75% (keracunan ringan) - 75-100% (normal)

5. Rumah Kaca adalah konstruk plastik yang digunakan untuk menanggulangi dampak panas, kelembaban, dan pertumbuhan lumut pada tanaman tertentu.

3.6. Metode Pengukuran a. Pengukuran Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas dan variabel terikat menggunakan jenis skala nominal dan ordinal, disesuaikan dengan jenis variabel yang diteliti.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Cara Ukur Alat Ukur

Skala

Data Kategori

Variabel Dependen Tingkat aktifitas

enzim Acetil

Cholinesterase Pemeriksaan sampel darah di Laboratorium Tintometer

Kit Interval

0: 0-25% (keracunan berat) 1: >25-50% (keracunan sedang) 2: >50-<75% (keracunan ringan) 3: 75-100% (normal)

Variabel Independen

0= 1 hr; 2= 3 hr ; 4= 5 hr 1. Jeda Waktu

Penyemprotan Wawancara Kuesioner Nominal 1= 2 hr ;3= 4 hr ; 5= 6 hr

0. skor ≥ 13 atau ≥ 60%

(Memenuhi Syarat) 2. Metode

Penyemprotan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. skor < 13 atau < 60%

(tidak memenuhi syarat) 0= 1 jam ; 2= 3 jam 3. Lama

Penyemprotan Wawancara Kuesioner

Ordinal

1= 2 jam ; 3=4 jam

b. Cara Pengukuran Aktivitas Enzim Acetil Cholinestrase

Tingkat aktivitas enzim cholinestrase darah, diawali dengan adanya uji reagen untuk mengontrol reagen dan menentukan waktu tunggu dengan cara mencampurkan 0,5 ml indikator BTB dan 0,01 ml substrat di dalam curvet berukuran 2,5 mm,


(56)

diletakkan dalam comparator sebelah kanan sedangkan sebelah kiri berisi 0,01 ml darah dan 1 ml aquadest, kemudian langsung dilakukan pembacaan pada comparator disc. Setelah dilakukan test reagen, disediakan deretan tabung reaksi yang jumlahnya sesuai dengan jumlah sampel. Tiap tabung diisi 0,5 ml indikator, 0,01 ml darah orang normal, 0,5 ml substrat acethylcholine, kemudian ditutup dengan karet, dicampur pelan-pelan dan ditunggu selama 18,5 menit. Setelah 18,5 menit, masukkan campuran dalam curvet dan dibaca dalam comparator disc, biasanya 87,5 % - 100 %. Hasil yang diperoleh kemudian dicatat dalam blanko yang sudah disediakan dan data yang sudah tercatat dalam blanko akan dinterpretasikan. Penetapan katagori aktivitas enzim cholinestrase darah berdasarkan Depkes (1992).

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata pada sampel yang tidak berpasangan (independen t-test). untuk mengetahui perbedaan tingkat aktifitas enzim Acetil Cholinesterase dalam darah penyemprot di dalam dan di luar rumah kaca, dengan formula sebagai berikut:

Sb = ( 1) 2 −

n n

d

Sb = Standar error dua rata-rata yang tidak berpasangan

2

d =

BB− =

B2 -

2

) (

B

n B = Beda antara pengamatan tiap pasang B = rata-rata dari beda pengamatan


(57)

( B - 0 ) B t = = Sb Sb

Kriteria Pengujian adalah :

Terima H0 jika – t.Tab ≤ t.Hit ≤ t.Tab

Tolak H0 jika t.Hit > t.Tab atau t.Hit < - t.Tab

Selanjutnya untuk menganalisis hubungan jeda waktu penyemprotan, metode penyemprotan dan lama penyemprotan dengan tingkat aktifitas enzim Acetil Cholinesterase dalam darah penyemprot dilakukan uji korelasi Pearson pada α=5%.


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat merupakan, Brastagi, Sumatera Utara merupakan perusahaan PMA (Belanda) yang bergerak di unit usaha pembibitan bunga hasilnya berupa biji untuk memasok kebutuhan benih bunga dilakukan dalam rumah kaca, sedangkan budidaya tanaman kentang dilakukan di luar rumah kaca.

PT. Bibit Baru yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing tanggal 2 April 1971 . Mitra asing Koninklijke Zaadteelt en Zaadhandel Sluis en Groot B.V – Holland. Proses penanaman dengan teknologi terapan plastikultur. Jumlah tenaga kerja 900, sebagian besar adalah wanita. Realisasi ekspor PT. Bibit Baru berupa bibit bunga pada tahun 2002 yaitu 450 kilogram dengan nilai jual Rp 9 milliar. Tujuan ekspor terutamanya adalah Singapura.

Perusahaan ini memilih tempat di Brastagi dengan pertimbangan agroklimat, tenaga kerja dan transportasi. Wilayah Brastagi yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan ini merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Utara yang potensial sebagai daerah pertanian dan pariwisata.Udaranya dingin sehingga dijuluki dengan Tanah Karo Simalem yang artinya Tanah Karo yang dingin dan sejuk.

Kota Brastagi terletak pada ketinggian berkisar antara 1000-1500 meter diatas permukaan laut pada 02o50′- 03o19′ Lintang Utara dan 97o55′-98o38′ Bujur Timur.


(59)

Suhunya berkisar antara 12,7o C-25o C dengan kelembaban udara rata-rata 88 %. Curah hujan sebanyak 146 hari hujan per tahun dengan rata-rata kecepatan angin 0,10 m/det membuat wilayah ini sangat strategis sebagai lahan pertanian.

Dengan kondisi alam demikian sebagian besar penduduk masih mengandalkan sektor pertanian sebagai komiditi utama. Hal ini dibuktikan dengan jumlah PDRB per kapita sebesar Rp. 10.471.676 atau sekitar 59.67% di antaranya berasal dari sektor pertanian. Bila dilihat dari lapangan usaha maka 74,34% penduduk Kabupaten Karo bekerja di sektor pertanian.

Bangunan rumah kaca yang digunakan pada PT Bibit Baru dalam pengembangan tanaman melalui sistem pertanian rumah kaca mempunyai ukuran: panjang 40 meter, lebar 5 meter, dan tinggi 3 meter. Dinding bangunan terbuat dari plastik serta di tengah dinding terdapat jaring halus dengan ukuran 1 meter.

Proses penanaman yang dilakukan PT Bibit Baru dalam rumah kaca dilakukan dengan menyusun di atas rak-rak yang diatur sedemikian rupa secara bertingkat, sehingga ruang rumah kaca dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tanaman dalam rumah kaca yang diatur secara bertingkat tersebut memberi dampak terhadap tenaga penyemprot, yaitu pada saat melakukan penyemprotan tanaman yang berada pada posisi rak bagian atas yang sejajar dengan wajah, maka posisi nozle alat penyemprot sangat dekat jarak hirup tenaga penyemprot, dengan mempunyai risiko yang lebih besar mengalami keracunan pestisida.

Sedangkan penanaman di luar rumah kaca dilakukan tanpa menggunakan rak-rak, karena lokasi penamaman yang luas dan tidak dibatasi oleh ruangan seperti di


(60)

dalam rumah kaca. Jenis tanaman yang dikembangkan di luar rumah kaca juga berbeda dengan yang didalam rumah kaca, karena kegiatan penanaman dalam rumah kaca lebih diutamakan untuk pengadaan dan menghasilkan biji bunga.

Jenis pestisida yang digunakan tenaga penyemprot berdasarkan pengamatan dan selama pemeriksaan adalah jenis organofosfat yaitu parathion. Pada saat melakukan penyemprotan, tenaga penyemprot tidak menggunakan masker dan kacamata, namun menggunakan baju lengan panjang dan dicuci setiap 2 kali penyemprotan.

4.2 Karakteristik Responden

Subyek penelitian ini adalah tenaga penyemprot pestisida pada PT. Bibit Baru, yang dikelompokkan berdasarkan lokasi tempat bekerja yaitu di dalam rumah kaca dan di luar rumah kaca. Gambaran karakteristik responden secara umum menurut kelompok umur, lama kerja dan tingkat pendidikan.

Gambaran karakteristik responden berdasarkan umur dikelompokkan berdasarkan umur paling muda dan paling tua yang dibagi dalam 3 kelompok umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden di luar rumah kaca sebagian besar pada kelompok umur 24-32 tahun yaitu 16 orang (53,3%) sedangkan pada responden di dalam rumah kaca sebagian besar pada kelompok umur 24–32 tahun dan 33-41 tahun, yaitu masing-masing 11 orang (36,7%).

Jenis kelamin responden di luar rumah kaca lebih banyak laki-laki yaitu yaitu 17 orang (56,7%). Demikian juga dengan responden di dalam rumah kaca lebih banyak jenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (53,3%).


(61)

Lama kerja responden sebagai tenaga penyemprot pada PT Bibit Baru, pada responden di luar rumah kaca sebagian besar antara 2 - 6 tahun yaitu 26 orang (86,7%), sedangkan pada responden di dalam rumah kaca sebagian besar antara 7–10 tahun yaitu 19 orang (63,3%).

Jumlah responden dengan tingkat pendidikan tamat SD merupakan paling dominan pada kelompok responden dalam dan di luar rumah kaca, yaitu 14 orang (46,7%) untuk responden di luar rumah kaca dan 21 orang (70,0%) pada kelompok responden di dalam rumah kaca. Berikut ini diuraikan tentang karakteristik responden di PT. Bibit Baru dapat dilihat pada Tabel 4.1.berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja dan Tingkat Pendidikan di PT. Bibit Baru Tahun 2010

Luar Rumah Kaca Dalam Rumah Kaca Karakteristik

n (%) n (%)

Umur (tahun)

24 – 32 16 53,3 11 36,7

33 – 41 13 43,3 11 36,7

42 – 48 1 3,4 8 26,6

Jenis Kelamin

Laki-laki 17 56,7 16 53,3

Perempuan 13 43,3 14 46,7

Lama Kerja (tahun)

2 - 6 26 86,7 5 16,7

7 - 10 4 13,3 19 63,3

11 - 14 0 0,0 6 20,0

Tingkat Pendidikan

S D 14 46,7 21 70,0

S L T P 10 33,3 6 20,0

S L T A 6 20,0 3 10,0


(62)

4.3 Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Pada Penyemprot di PT Bibit Baru

Gambaran faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada tenaga penyemprot di PT Bibit Baru, meliputi: lama, jeda waktu dan metode penyemprotan. Berikut ini diuraikan tentang hasil penelitian tentang lama penyemprotan dan jeda waktu penyemprotan di PT. Bibit Baru dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Gambaran tentang hasil penelitian menunjukkan responden di luar rumah kaca sebagian besar melakukan penyemprotan pestisida selama 2 jam/hari yaitu 12 orang (40,0%) sedangkan pada responden di dalam rumah kaca sebagian besar melakukan penyemprotan selama 3 jam/ yaitu 16 orang (53,3%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Lama Penyemprotan dan Jeda Waktu Penyemprotan di PT. Bibit Baru Tahun 2010

Luar Rumah Kaca Dalam Rumah Kaca Faktor

n (%) n (%)

Lama Penyemprotan

1 jam/hr 2 6,7 2 6,7

2 jam/hr 12 40,0 16 53,3

3 jam/hr 10 33,3 10 33,3

4 jam/hr 6 20,0 2 6,7

Jeda Waktu Penyemprotan

2 hari 3 10,0 2 6,7

3 hari 1 3,4 6 20,0

4 hari 12 40,0 5 16,6

5 hari 7 23,3 9 30,0

6 hari 7 23,3 8 26,7

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Selanjutnya faktor metode penyemprotan di PT Bibit Baru meliputi petunjuk dan tata cara penyemprotan, seperti diuraikan pada Tabel 4.3.


(63)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Metode Penyemprotan di PT. Bibit Baru Tahun 2010

Luar Rumah Kaca Dalam Rumah Kaca Metode Penyemprotan

Ya % Tidak % Ya % Tidak % 1. Selalu membaca instruksi dan

arahan yang ada pada label

pestisida 12 (40,0) 18 (60,0) 14 (46,7) 16 (53,3) 2. Label pestisida memberi

pengetahuan dosis yang tepat

dalam penggunaannya 10 (33,3) 20 (66,7) 7 (23,3) 23 (76,7) 3. Keterangan pada label pestisida

memberi pengetahuan bahaya

pestisida 15 (50,0) 15 (50,0) 15 (50,0) 15 (50,0) 4. Keterangan pada label pestisida

memberi pengetahuan metode penyemprotan yang tepat dalam menggunakan pestisida

8 (26,7) 22 (73,3) 1 (3,3) 29 (96,7) 5. Mengikuti instruksi dan arahan

yang ada pada label pestisida 12 (40,0) 18 (60,0) 8 (26,7) 22 (73,3) 6. Membuka pestisida dengan benar,

tanpa terkena atau tersembur

pestisida 11 (36,7) 19 (63,3) 10 (33,3) 20 (66,7) 7. Menggunakan dosis pestisida yang

tepat dalam penyemprotan 26 (86,7) 4 (13,3) 19 (63,3) 11 (36,7) 8. Selalu memeriksa kondisi alat

penyemprotan yang digunakan untuk menghindari bocornya pestisida sehingga bisa membahayakan

17 (56,7) 13 (43,3) 16 (53,3) 14 (46,7)

9. Meniup nozel penyemprot jika

terjadi penyumbatan 9 (30,0) 21 (70,0) 5 (16,7) 25 (83,3) 10.Menghindari terkena cairan

pestisida pada tangan, wajah atau

bagian tubuh yang lain 26 (86,7) 4 (13,3) 20 (66,7) 10 (33,3) 11.Menggunakan alat pelindung

tubuh seperti masker, kaca mata, pakaian yang menutupi tubuh dan topi dari bahaya pestisida

7 (23,3) 23 (76,7) 4 (13,3) 26 (86,7) No


(1)

Frequency Table (Luar Rumah Kaca)

Umur

16 53.3 53.3 53.3

13 43.3 43.3 96.7

1 3.3 3.3 100.0

30 100.0 100.0

24-32 tahun 33-41 tahun 42-48 tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Lama Kerja

26 86.7 86.7 86.7

4 13.3 13.3 100.0

30 100.0 100.0

2-6 tahun 7-10 tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jenis kelamin

16 53.3 53.3 53.3

14 46.7 46.7 100.0

30 100.0 100.0

Laki-laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pendidikan

14 46.7 46.7 46.7

10 33.3 33.3 80.0

6 20.0 20.0 100.0

30 100.0 100.0

SD SMP SMA Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Lama Penyemprotan

2 6.7 6.7 6.7

12 40.0 40.0 46.7

10 33.3 33.3 80.0

6 20.0 20.0 100.0

30 100.0 100.0

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Jeda Penyemprotan

7 23.3 23.3 23.3

7 23.3 23.3 46.7

12 40.0 40.0 86.7

3 10.0 10.0 96.7

1 3.3 3.3 100.0

30 100.0 100.0

6 hr 5 hr 4 hr 3 hr 2 hr Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Metode Penyemprotan

1 3.3 3.3 3.3

29 96.7 96.7 100.0

30 100.0 100.0

Tidak memenuhi syarat Memenuhi Syarat Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Aktifitas Enzim Acetil Cholineasterase

8 26.7 26.7 26.7

22 73.3 73.3 100.0

30 100.0 100.0

Keracunan Sedang Keracunan Ringan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Lampiran 4: Hasil Uji Perbedaan

T-Test

Group Statistics

30 58.483 6.8336 1.2476

30 50.873 8.4846 1.5491

kode

Luar Rumah Kaca Dalam Rumah Kaca Aktifitas Enzim Acetil

Cholineasterase

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

.095 .759 3.826 58 .000 7.6100 1.9890 3.6285 11.5915

3.826 55.481 .000 7.6100 1.9890 3.6247 11.5953 Equal varianc

assumed Equal varianc not assumed Aktifitas Enzim A

Cholineasterase

F Sig. Levene's Test for quality of Variance

t df Sig. (2-tailed Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means


(4)

Correlations

1.000 -.587** .769** .834**

. .001 .000 .000

30 30 30 30

-.587** 1.000 -.335 -.385*

.001 . .070 .036

30 30 30 30

.769** -.335 1.000 .723**

.000 .070 . .000

30 30 30 30

.834** -.385* .723** 1.000

.000 .036 .000 .

30 30 30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Aktifitas Enzim Acetil Cholineasterase Lama Penyemprotan Jeda Penyemprotan Metode Penyemprotan Aktifitas Enzim Acetil Cholineaster ase Lama Penyemp rotan Jeda Penyemp rotan Metode Penyemp rotan

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Correlations Di luar Rumah Kaca

Correlations

1.000 -.794** .849** .772**

. .000 .000 .000

30 30 30 30

-.794** 1.000 -.775** -.577**

.000 . .000 .001

30 30 30 30

.849** -.775** 1.000 .654**

.000 .000 . .000

30 30 30 30

.772** -.577** .654** 1.000

.000 .001 .000 .

30 30 30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Aktifitas Enzim Acetil Cholineasterase Lama Penyemprotan Jeda Penyemprotan Metode Penyemprotan Aktifitas Enzim Acetil Cholineaster ase Lama Penyemp rotan Jeda Penyemp rotan Metode Penyemp rotan

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(5)

(6)

Foto 3: Petugas Laboratorium Dinkes Karo sedang Mengambil Sampel Darah

Penyemprot Luar Rumah Kaca PT Bibit Baru

Foto 4: Petugas Laboratorium Dinkes Karo sedang Mengambil Sampel Darah

Penyemprot Dalam Rumah Kaca PT Bibit Baru