commit to user 51
Ekonomi di Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Orde Baru. Analisis dilakukan pada tiap subbab untuk menemukan tema-tema ideologi dalam teks.
B. Sajian Data
1. Analisis Teks untuk Menemukan Tema-tema Ideologi dalam BSE Sejarah Kelas XII IPA
a. Analisis Teks 1
Bab : I. Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Orde Baru
Subbab : A. Pemerintahan Orde Baru
Tema Ideologi : konstitusionalisme, anti-komunisme, dan stabilitas
Deskripsi : Subbab ini dibuka dengan pengertian Orde Baru sebagai berikut.
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada
kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret Supersemar sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Kosa kata yang dipakai menonjolkan Orde Baru sebagai pelaksana Pancasila dan UUD 1945 yang murni dan konsekuen. Secara tidak langsung teks
ini juga memberi kesan bahwa rezim sebelumnya tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hal ini tentu saja memojokkan rezim
commit to user 52
sebelumnya, yaitu Demokrasi Terpimpin atau yang dalam terminologi Orde Baru disebut sebagai Orde Lama. Padahal, baik Orde baru maupun Demokrasi
terpimpin sebenarnya sama-sama mengklaim mendasarkan diri pada Pancasila dan UUD 1945.
Teks ini juga menggunakan jargon khas Orde Baru, yaitu “mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa
Pancasila dan UUD 1945”. Penggunaan jargon ini hendak menunjukkan bahwa Orde Baru memang mengabdi demi kepentingan rakyat dan kepentingan nasional,
bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Konstitusionalisme secara tersirat ditampilkan dalam teks ini dengan
penggunaan kata-kata “Pancasila” dan “UUD 1945”, serta “Supersemar”. Representasi yang berusaha dibangun adalah bahwa kelahiran Orde Baru melalui
proses yang konstitusional dan bertujuan untuk menegakkan kembali dasar negara dan konstitusi Indonesia.
Proses lahirnya Supersemar dilukiskan secara damai, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Inisiatif mengenai Supersemar digambarkan datang dari Mayjen
Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Machmud, sementara Letjen Soeharto digambarkan tidak mengambil peran aktif dalam peristiwa ini. Ia hanya
menerima ketiga perwira tinggi tersebut yang hendak memita izin untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor seperti yang nampak dalam teks berikut.
Tiga orang perwira tinggi yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud
menghadap Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan
commit to user 53
Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Pangkopkamtib untuk minta izin akan menghadap presiden. Pada hari itu
juga, tiga orang perwira tinggi sepakat untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan tujuan untuk meyakinkan kepada Presiden Soekarno
bahwa ABRI khususnya AD tetap siap siaga mengatasi keadaan. Di Istana Bogor Presiden Soekarno didampingi Dr Subandrio, Dr J. Laimena, dan
Chaerul Saleh serta ketiga perwira tinggi tersebut melaporkan situasi di ibukota Jakarta. Mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil
tindakan untuk mengatasi keadaan. Kemudian presiden mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri
Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa
dan negara Republik Indonesia. Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut adalah ketiga perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki
Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bersama Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal
Presiden Cakrabirawa. Surat itulah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
Pada teks tersebut nampak bahwa ABRI, khususnya AD siap siaga untuk mengatasi keadaan atau secara tidak langsung mengembalikan stabilitas negara.
Tiga perwira tinggi yang menghadap Presiden Soekarno, selain “meyakinkan” bahwa ABRI siap mengatasi keadaan, juga “memohon” pada Presiden Soekarno
untuk mengambil tindakan. Keluarnya Supersemar juga “demi keutuhan bangsa dan negara”, sebuah jargon yang diwacanakan sejak masa Orde Baru. Jargon ini
merepresentasikan bahwa keluarnya Supersemar adalah untuk menyelamatkan negara, dan tugas meyelamatkan negara itu diberikan pada Letnan Jendral
Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Pangkopkamtib.
Teks mengenai lahirnya Supersemar ini masih kental dengan pengaruh wacana yang dikembangkan dalam sejarah resmi Orde Baru, yaitu bahwa
commit to user 54
Supersemar lahir melalui proses yang damai dan dilakukan demi menyelamatkan bangsa dan negara. Padahal, sejak reformasi bergulir, wacana mengenai
Supersemar kembali dipertanyakan, mulai dari keberadaan dokumen Supersemar yang sampai saat ini tidak jelas, hingga adanya dugaan bahwa Soekarno
menandatangani Supersemar di bawah todongan senjata. Bagian selanjutnya dalam subbab ini juga kental dengan wacana yang
dikembangkan dalam sejarah resmi Orde Baru seperti yang nampak dalam teks berikut.
Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil
tindakan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
a. Tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah surat keputusan yang berisi
pembubaran dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya, beraktivitas dan hidup di
seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan PresidenPangti ABRIMandataris MPRS No.131966
tangal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran PKI beserta ormas- ormasnya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat karena
merupakan salah satu realisasi dari Tritura.
b. Tanggal 18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15
orang menteri yang dinilai tersangkut dalam G 30 SPKI dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5
Tanggal 18 Maret 1966.
c. Tanggal 27 Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet
Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk di dalam kabinet ini adalah mereka yang jelas
tidak terlibat dalam G 30 SPKI.
d. Membersihkan lembaga legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan
MPRS dan DPRGR yang diduga terlibat G 30 SPKI. Sebagai tindak lanjut kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan MPRS yang baru.
Pimpinan DPRGR baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
e. Memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif
sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai
commit to user 55
menteri. MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G 30 SPKI. Seperti halnya dengan DPRGR, keanggotaan PKI dalam MPRS dinyatakan
gugur. Sesuai dengan UUD 1945, MPRS mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada lembaga kepresidenan.
Pada teks itu Letjen Soeharto dikonstruksikan sebagai “pengemban Supersemar” yang menyelamatkan bangsa dan negara. Tindakan-tindakan yang
diambilnya dalam rangka menyelamatkan bangsa dan negara adalah tindakan yang konstitusional, tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan
bahkan hendak mengembalikan kehidupan berbagsa dan bernegara agar sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Tindakan yang diambil terutama adalah “pembersihan” terhadap unsur- unsur yang dianggap terlibat dalam G30SPKI melalui pembubaran dan
larangan terhadap PKI dan ormas-ormasnya, serta “pembersihan” di tubuh eksekutif maupun legislatif. Penggunaan kata “pembersihan” memberikan
kesan bahwa kehidupan politik telah tercemar atau dikotori oleh PKI melalui G30SPKI. Beberapa menteri pun turut “dibersihkan” dari kabinet.
“Pengemban Supersemar” melakukan “pengamanan” terhadap 15 orang menteri karena mereka diduga terlibat dalam G30SPKI dan diragukan etika
baiknya. Penggunaan kata “pengamanan” sebenarnya untuk memperhalus kata “penangkapan” sehingga kesan yang ditampilkan tetap baik. Teks ini tidak
menampilkan sejauh mana keterlibatan menteri-menteri itu dan mengapa etika baik mereka diragukan. Dalam hal ini nampak adanya ideologi anti-komunisme
commit to user 56
dalam teks yang dibalut dengan alasan konstitusional dan penyelamatan filosofi negara yang sakral.
Bagian terakhir dari subbab ini menegaskan konstitusionalisme dan juga memuat sedikit mengenai stabilitas seperti yang nampak dalam teks berikut.
Tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS No. IXMPRS1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar….
Dengan berakhirnya Sidang Umum IV MPRS, berarti landasan awal Orde Baru berhasil ditegakkan. Demikian pula dua dari tiga tuntutan rakyat
Tritura telah dipenuhi, yaitu pembubaran PKI dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI. Sementara itu, tuntutan ketiga, yaitu penurunan harga
yang berarti perbaikan bidang ekonomi belum diwujudkan. Hal itu terjadi karena syarat mewujudkannya perlu dilakukan dengan pembangunan secara
terus-menerus dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pelaksanaan pembangunan agar lancar dan mencapai hasil maksimal memerlukan
stabilitas nasional.
Dalam teks tersebut dikonstruksikan bahwa Orde Baru ditegakkan secara konstitusional karena landasan awalnya disahkan oleh MPRS melalui sidang
umum. Teks ini tidak menggambarkan bagaimana komposisi anggota MPRS dan kondisi politik saat itu secara jelas padahal sebenarnya hal itu turut mempengaruhi
hasil-hasil dari sidang MPRS. Yang ditekankan dalam teks adalah landasan Orde Baru yang konstitusional.
Teks ini selanjutnya menyebutkan bahwa Orde Baru telah berhasil memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat yang dikenal sebagai Tritura, yakni
pembubaran PKI dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI. Hal ini merupakan justifikasi bahwa sejak awal berdirinya, Orde Baru mendengarkan dan
telah berhasil memenuhi tuntutan rakyat meskipun belum semuanya. Tuntutan
commit to user 57
yang belum terpenuhi adalah yaitu penurunan harga yang berarti perbaikan bidang ekonomi karena stabilitas nasional yang merupakan prasyarat pembangunan
belum sepenuhnya tercapai.
b. Analisis Teks 2