commit to user
c. Konsumsi BSE Sejarah
Negara tidak hanya melakukan kontrol terhadap produksi teks, namun juga konsumsi teks. Hal ini dilakukan melalui regulasi mengenai buku teks pelajaran.
Pasal 1 dalam Permendiknas No. 11 Tahun 2005 menyebutkan bahwa: “Buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah
yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.”
Selain itu pasal 2 dalam peraturan tersebut menyebutkan 1
Buku teks pelajaran digunakan sebagai acuan wajib oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2 Selain buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 guru
menggunakan buku panduan pendidikan dan dapat menggunakan buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.
3 Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik, guru dapat
menganjurkan peserta didik untuk membaca buku pengayaan dan buku referensi.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, maka buku teks pelajaran seharusnya menjadi buku acuan wajib yang digunakan baik oleh guru maupun peserta didik dalam
pembelajaran di sekolah. Sementara buku pengayaan dan buku referensi hanya sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik.
Penggunaan buku pengayaan dan buku referensi hanya anjuran saja, sementara yang diwajibkan digunakan sebagai acuan tetap buku teks pelajaran.
Buku teks pelajaran yang dijadikan acuan wajib tersebut dipilih dari buku- buku yang telah ditetapkan oleh Mendiknas berdasarkan rekomendasi penilaian
kelayakan oleh BSNP seperti yang tertuang dalam pasal 3 Permendiknas No. 11 tahun 2005.
commit to user
Pasal 3 1
Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku teks
pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP.
Berdasarkan Permendiknas No. 48 tahun 2007 tentang penetapan buku teks pelajaran sejarah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran hanya ada satu buku teks pelajaran sejarah untuk kelas XII IPA yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran, yaitu
buku Sejarah XII IPA karya Sh. Mustofa, Suryandari, dan Tutik Mulyati yang hak ciptanya dibeli oleh Depdiknas dari penerbit CV Grahadi, Surakarta. Dengan
demikian maka buku ini seharusnya menjadi satu-satunya buku acuan wajib untuk pelajaran sejarah kelas XII IPA.
Namun, ternyata tidak semua guru sejarah yang mengajar kelas XII IPA mau menggunakan buku tersebut.
“Meskipun saya nulis buku, tapi teman-teman guru di Surakarta ini banyak yang ndak mau make buku yang saya tulis itu, bahkan teman yang
ngajar di sini juga. Malah lebih milih pakai buku yang lain. Ndak tau kenapa kok kayaknya mereka males make buku yang ditulis teman sendiri.
Tapi saya ndak apa-apa, toh buku saya dipakai sama guru-guru sejarah lain di seluruh Indonesia.” Wawancara dengan Sh. Mustofa tanggal 17
Februari 2012 “Saya pas MGMP itu ketemu sama teman-teman guru sejarah di
Surakarta, ternyata banyak yang ndak mau make buku saya, malah ada yang masih pakai buku yang kurikulum lama itu. Ya tapi ada juga yang
mau make buku saya, tapi memang ndak banyak. Kebanyakan itu ndak make buku saya. Padahal buku saya kan sudah lolos penilaian, sudah jadi
BSE, harganya juga murah, nyarinya gampang, di Gramedia juga ada, ndek mburine Sriwedari itu juga ada yang jual buku saya. Apa karena
buku saya itu murah ya jadi mereka gengsi kalau make buku saya. Mungkin mereka lebih seneng make bukunya Erlangga yang mahal itu. Ya
ndak tahu lah…” Wawancara dengan Suryandari tanggal 20 Februari 2012
commit to user
Ada pula guru yang menggunakan BSE Sejarah Kelas XII IPA karya Sh. Mustofa, Suryandari, Tutik Mulyati dalam pembelajaran, namun buku tersebut
bukan menjadi satu-satunya buku yang dipakai dalam pembelajaran. Hal itu terungkap dalam sebuah wawancara dengan Yuni Faridda, S.Pd. Guru Sejarah
SMAN 1 Cepu tanggal 11 Januari 2012. “Kalau saya memang pakai itu BSE Sejarah buat ngajar, termasuk yang
XII IPA. Tapi itu bukan satu-satunya. Saya juga masih pakai buku-buku pelajaran yang lain, yang bukan BSE. Saya juga tidak mewajibkan anak-
anak buat pakai BSE, mereka boleh pakai buku apa saja, yang penting sesuai sama kurikulum yang sekarang. Selain itu kan saya juga masih
pakai referensi-referensi yang lain, jadi nggak cuma berpatokan sama BSE itu.”
Selain itu M. Hari Efendi, S.Pd. Guru Sejarah SMAN 8 Malang juga mengungkapkan hal serupa.
“Aku ngajar kelas XI IPS sama XII IPA…Nek aku, BSE memang takjadikan pegangan, tapi bukan satu-satunya juga. Ya misale aku masih
make buku pelajaran dari Erlangga yang Wayan Badrika iku buat perbandingan. Nek arek-arek seh takbebaskan mau pakai buku apa, yang
penting sesuai karo kurikulum saiki. Iku ae untung-untungan kalau mereka punya buku sejarah. Aku juga sek make buku sumber yang lain.
Jadi nek misale ada yang beda gitu antara satu buku sama yang lain biasane aku bilang ke anak-anak kalau sejarah memang gitu, sumbernya
nggak cuma satu aja.” Wawancara tanggal 9 Februari 2012
Jadi, meskipun negara berusaha mengontrol konsumsi buku teks melalui regulasi namun hal itu tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Masih ada
juga guru yang tidak menggunakan BSE Sejarah Kelas XII IPA karya Sh. Mustofa, Suryandari, Tutik Mulyati meskipun kelayakan buku itu telah dinilai
oleh BSNP dan ditetapkan melalui Permendiknas. Meskipun demikian, masih ada pula guru yang memakainya namun buku itu bukan satu-satunya buku
yang dipakai.
commit to user
Kondisi konsumsi buku teks yang demikian ini berbeda jauh dengan masa Orde Baru. Murti Kusuma Wirasti 2002: 174 dalam penelitiannya
menemukan bahwa negara pada masa Orde Baru sangat menentukan konsumsi buku teks dengan mewajibkan penggunaan buku pelajaran pokok di sekolah
sehingga terbentuk persepsi yang sama di antara seluruh peserta didik. Buku- buku pelajaran pelengkap tetap boleh digunakan di sekolah, namun buku-buku
itu juga harus melalui penilaian terlebih dahulu oleh Depdiknas. Kepala sekolah maupun guru dilarang mewajibkan siswa untuk membeli buku
pejaran pelengkap tersebut. Pada bulan Mei 1997 bahkan keluar Surat Edaran Setjen Depdikbud yang melarang sekolah untuk mewajibkan siswanya
membeli buku pelajaran terbitan swasta. Negara juga melakukan pengawasan terhadap penggunaan buku-buku pokok pelajaran maupun buku pelengkap
yang digunakan di sekolah melalui Kepala Kantor Wilayah Depdiknas. Negara tidak lagi melakukan kontrol yang ketat terhadap konsumsi buku
teks. Kontrol yang dilakukan oleh negara dalam konsumsi buku teks hanya sebatas regulasi yang belum tentu ditaati oleh semua guru. Buku teks bukan
satu-satunya sumber pembelajaran. Guru masih menggunakan buku-buku atau sumber lainnya. Dengan demikian wacana ideologi dalam buku teks bukanlah
satu-satunya wacana dalam pembelajaran di sekolah.
commit to user
3. Praktik Politik Pendidikan a. Reformasi dan Kebijakan tentang Pendidikan Sejarah di Indonesia