Wacana ideologi negara dalam buku sekolah elektronik (bse) sejarah sekolah menengah atas (SMA) indah

(1)

commit to user

i   

WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Oleh:

INDAH WAHYU PUJI UTAMI S861008018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012  


(2)

commit to user

ii   

WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

oleh:

Indah Wahyu Puji Utami S861008018

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Warto, M.Hum

NIP. 196109251986031001 ……… ………...

Pembimbing II Drs. Syaiful Bachri, M.Pd

NIP. 195206031985031001 ……… ………...

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP. 195603031986031001


(3)

commit to user

iii   

WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

oleh:

Indah Wahyu Puji Utami S861008018

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.

NIP. 195603031986031001 ……… ………... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.

NIP. 194403151987041001 ……… ………... Anggota Dr. Warto, M.Hum

NIP. 196109251986031001 ……… ………... Anggota Drs. Syaiful Bachri, M.Pd

NIP. 195206031985031001 ……… ………...

Mengetahui,

Direktur Ketua Program Studi

Program Pascasarjana UNS Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. NIP. 196107171986011001 NIP. 195603031986031001


(4)

commit to user

iv   

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini saya:

Nama : Indah Wahyu Puji Utami NIM : S861008018

Program Studi : Pendidikan Sejarah

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Wacana Ideologi dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah betul-betul karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi.

Sepanjang sepengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Maret 2012

yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v   

MOTTO

Proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan dan bukan yang menjinakkan.


(6)

commit to user

vi   

PERSEMBAHAN

untuk janin dalam kandunganku,


(7)

commit to user

vii   

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas pemberian nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penyelesaian tesis ini juga tidak lepas dari dorongan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan terima kasih setulus hati yang sangat mendalam kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd., selaku ketua Prodi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan, dorongan, dan masukan.

3. Dr. Warto, M.Hum., sebagai pembimbing I penulisan tesis, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan motivasi yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. 4. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd., sebagai pembimbing II penulisan tesis, yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Para Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membuka wawasan pengetahuan penulis menjadi lebih luas.


(8)

commit to user

viii   

6. Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. yang telah mendorong penulis untuk melanjutkan studi dan memberikan inspirasi topik penelitian tesis ini.

7. Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi yang bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini.

8. Suamiku, Purwanto Hadi Waluyo, A.Md., yang selalu sabar dan terus memberikan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini sebelum anak kami lahir. 9. Bapak, Ibu, Emak serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan

moral dan materi serta doa yang tiada henti selama ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan 2010, terutama Ulfatun Nafi’ah, Imaniar Purbasari, dan I Gede Wayan Wisnuwardana. Terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini.

Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk masalah-masalah yang sejenis.

Surakarta, Maret 2012


(9)

commit to user

ix   

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9


(10)

commit to user

x   

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori ... 10

1. Kepentingan Negara dalam Pendidikan Sejarah ... 10

2. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah ... 15

3. Analisis Wacana Kritis Teks Pendidikan ... 25

B. Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Pikir ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Sumber Data ... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Analisis Teks Model Fairclough ... 40

2. Wawancara ... 41

3. Studi Literatur/Dokumen ... 41

D. Validitas Data ... 44

E. Teknik Analisis ... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Latar ... 48

B. Sajian Data ... 51

1. Analisis Teks untuk Menemukan Tema-tema Ideologi dalam BSE Sejarah Kelas XII IPA ... 51

a. Analisis Teks 1 ... 51


(11)

commit to user

xi   

c. Analisis Teks 3 ... 67

d. Analisis Teks 4 ... 72

e. Analisis Teks 5 ... 74

f. Analisis Teks 6 ... 77

g. Analisis Teks 7 ... 85

h. Analisis Teks 8 ... 88

i. Analisis Teks 9 ... 89

j. Analisis Teks 10 ... 96

k. Analisis Teks 11 ... 99

l. Analisis Teks 12 ... 101

m. Analisis Teks 13 ... 106

n. Analisis Teks 14 ... 109

2. Praktik Wacana ... 113

a. Proses Produksi BSE Sejarah oleh Penulis dan Penerbit ... 113

b. Peran Negara dalam Produksi BSE Sejarah ... 120

c. Konsumsi BSE Sejarah ... 135

3. Praktik Politik Pendidikan ... 139

a. Reformasi dan Kebijakan tentang Pendidikan Sejarah di Indonesia ... 139

b. Pelarangan Buku-buku Pelajaran Sejarah ... 143

C. Pokok-pokok Temuan ... 147

1. Tema-tema Ideologi dalam BSE Sejarah ... 147


(12)

commit to user

xii   

3. Praktik Politik Pendidikan ... 149

D. Pembahasan ... 150

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 158

B. Implikasi ... 160

C. Saran ... 162


(13)

commit to user

xiii   

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah untuk SMA/MA ... 20 Tabel 2. Dimensi Analisis Wacana Kritis, Metode Pengumpulan Data dan

Unit Analisis dalam Penelitian Wacana Ideologi Negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 43 Tabel 3. Rincian isi BSE Sejarah Kelas XII IPA ... 48 Tabel 4. Tema-tema Ideologi Negara yang Muncul dalam BSE Sejarah


(14)

commit to user

xiv   

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Hubungan antara teks, interaksi, dan konteks menurut Fairclough ... 26

Bagan 2. Kerangka pikir penelitian ... 35

Bagan 3. Dimensi Analisis Wacana Kritis Menurut Fairclouh ... 38

Bagan 4. Tahapan Teknik Analisis Wacana Kritis Fairclough ... 47


(15)

commit to user

xv   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 167

Lampiran 2. Daftar Informan ... 170

Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 171

Lampiran 4. Permendiknas No. 7 Tahun 2005 ... 213

Lampiran 5. Permendiknas No. 11 Tahun 2005 ... 216

Lampiran 6. Permendiknas No. 48 Tahun 2007 ... 221

Lampiran 7. Instrumen 1 Penilaian Buku Teks Pelajaran Sejarah SMA/MA... 228

Lampiran 8. Instrumen 2 Penilaian Buku Teks Pelajaran Sejarah SMA/MA... 242

Lampiran 9. Lembar Kerja Penilaian Buku Teks Pelajaran Sejarah SMA/MA Kelas XII Progran IPA ... 253


(16)

commit to user

xvi   

ABSTRAK

Indah Wahyu Puji Utami. S861008018. 2012. Wacana Ideologi Negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA). Tesis, Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) kecenderungan tema-tema ideologi negara yang muncul dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sekolah Menengah Atas, (2) proses produksi wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sekolah Menengah Atas, dan (3) konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi BSE Sejarah Kelas XII IPA, dokumen kebijakan pemerintah mengenai buku teks sejarah, dokumen dari media massa, para penulis BSE Sejarah Kelas XII IPA, kepala redaksi dari penerbit, para tim penilai, dan guru yang menggunakan BSE Sejarah Kelas XII IPA dalam pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis teks model Fairclough, wawancara, dan studi literatur/dokumen. Validitas data menggunakan tiga kriteria validitas data dalam analisis wacana kritis menurut Ibnu Hamad yaitu holistic, historical situatedness, dan teori. Teknik analis data dilakukan melalui teknik analisis wacana kritis menurut Fairclough yaitu deskripsi, interpretasi dan eksplanasi.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) Tema-tema ideologi negara yang cenderung muncul dalam BSE Sejarah SMA Kelas XII IPA antara lain konstitusionalisme, anti komunisme/sosialis komunis, stabilitas, pembangunan/kemajuan, demokrasi/kemerdekaan/HAM, anti Orde Baru, dan globalisasi ekonomi/liberalis kapitalis, (2) Tema-tema ideologi negara yang muncul dalam teks tidak lepas dari praktik produksi dan konsumsi teks. Negara melakukan kontrol terhadap produksi teks melalui BSNP yang menilai kelayakan buku teks untuk digunakan dalam pembelajaran. Penulis maupun penerbit mengikuti rambu-rambu yang telah ditentukan oleh BSNP agar buku yang diajukan bisa lolos, dan (3) Konteks politik pendidikan turut mempengaruhi praktik wacana ideologi dalam BSE Sejarah, antara lain kurikulum sejarah yang mengalami beberapa kali pergantian selama masa reformasi dan adanya kebijakan pelarangan Kejaksaan Agung terhadap buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan kurikulum 2004 dengan alasan tidak menyebutkan pemberontakan PKI Madiun 1948 dan hanya menyebut peristiwa G30S tanpa menyebutkan PKI di belakangnya. Penulis buku terpaksa harus menuliskan versi negara mengenai G30S yaitu G30S/PKI agar buku yang ditulis bisa lulus penilaian di BSNP.


(17)

commit to user

xvii   

ABSTRACT

Indah Wahyu Puji Utami. S861008018. 2012. State Ideological Discourse in High School (SMA) History Electronic Textbook (BSE). Thesis, History Education Studies Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta. The purpose of this study was to describe: (1) the tendency of state ideological themes that appear in the History Electronic Textbook for High School, (2) the production process of state ideological discourse in the History Electronic Textbook for High School, and (3) education political contexts that influence in the practice of state ideological discourse in the History Electronic Textbook for HighSchool.

This research was qualitative research by using method of critical discourse analysis. Source of data used in this research include History BSE Class XII Science, government policy documents on the history textbooks, documents from the mass media, the authors History BSE Class XII Science, chief editor of the publisher, the assessment team, and teachers who use the History BSE Class XII Science. The data was collected through a model of Fairclough’s text analysis, interviews, and literature/documents studies. The validity of the data in this research using three criteria validity in critical discourse analysis according to Ibnu Hamad which are holistic, historical situatedness, and theory. Techniques of data analysis performed through the technique of critical discourse analysis according to Fairclough: description, interpretation and explanation. This research concluded that: (1) the themes of state ideology that tend to appear in History Electronic Textbook for High School Class XII Science include constitutionalism, anti-communism/socialist communist, stability, development/progress, democracy/freedom/human rights, anti-New Order, and the globalization of the economy/liberal capitalist, (2) the state ideological themes that appear in the text can not be separated from production and consumption practices of the text. The state control the production of a text through the textbooks assessment that use in learning by BSNP. Authors and publishers follow the guidelines set by BSNP in order to pass the textbook assessment, and (3) the education political context has influenced the practice of ideological discourse in the History Electronic Textbook for High School, including the history curriculum that has experienced several changes during the period of Reform and the policy of Attorney General's prohibition against the history books that are arranged by curriculum 2004 which not mention the rebellion of PKI in Madiun in 1948 and without mentioning PKI behind G30S. The author was forced to write down the state version of the G30S in textbook in order to pass the assessment on BSNP.


(18)

commit to user

1  

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buku teks merupakan buku yang digunakan sebagai sarana belajar dalam proses belajar (learning) dan pengajaran (teaching) yang digunakan oleh siswa dan disusun atau ditulis oleh guru atau pakar yang menguasai displinnya dengan tujuan untuk mempermudah proses pembelajaran bagi siswa. Dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam buku teks yang berbeda dengan buku lainnya yaitu pertama aspek isi yang mengacu pada disiplin ilmu dan kedua memiliki tujuan pedagogis.

Buku teks seringkali membebani siswa karena harganya mahal dan hanya dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. Menanggapi hal itu, Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mengeluarkan kebijakan mengenai buku teks yang termuat dalam Peraturan Menteri Pedidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan ini pemerintah membeli hak cipta buku teks yang telah lolos seleksi dan dinilai layak oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Buku ini selanjutnya dikenal sebagai Buku Sekolah Elektronik (BSE) karena diedarkan oleh pemerintah dalam bentuk buku elektorik atau e-book. BSE dapat diunduh, diperbanyak atau dicetak oleh siapa saja tanpa harus meminta ijin pada pemegang


(19)

commit to user

hak cipta. Penerbit diberi kesempatan untuk menerbitkan buku ini dan mengedarkannya, namun harga eceran tertinggi BSE ditetapkan oleh pemerintah.

BSE Sejarah sebagai buku teks menyajikan materi yang merupakan pengembangan dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam kurikulum. Dalam pengembangan materi ini penulis buku teks sebenarnya melakukan interpretasi terhadap SK dan KD untuk mencapai tujuan pembelajaran sejarah yang terdapat dalam kurikulum. Tujuan mata pelajaran sejarah pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) menurut Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) adalah:

1. membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan,

2. melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan,

3. menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau,

4. menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, dan 5. menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian

dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. (Depdiknas, 2006:524)

Materi yang disajikan dalam buku teks sejarah merupakan hasil interpretasi dan konstruksi pemikiran penulis terhadap fakta-fakta sejarah. Saat membangun konstruksi ini, penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya latar belakang pendidikan, kurikulum yang berlaku, institusi, ideologi, kekuasaan, dan sebagainya, sehingga buku teks sejarah bersifat subyektif bahkan kadang bias.


(20)

commit to user

Materi yang ditulis dalam buku teks sejarah haruslah berpijak pada kurikulum. Kurikulum secara teoritis merupakan kebijakan politik, sehingga materi pelajaran sejarah tidak bisa lepas dari kepentingan politis pemerintah. Kondisi politik negara sangat berpengaruh terhadap kurikulum dan materi dalam buku teks sejarah. Hal ini terjadi karena buku-buku teks sejarah di sekolah merupakan dasar untuk mengembangkan kesadaran sejarah dan kesadaran nasional menurut versi negara (Nordholt, 2005:15).

Perkembangan politik pasca reformasi melahirkan tulisan-tulisan sejarah yang menjadi historiografi tandingan bagi sejarah versi negara, terutama berkaitan dengan sejarah-sejarah kontroversial. Intervensi masyarakat dalam pengajaran sejarah di sekolah pun terjadi. Masyarakat mulai mempertanyakan kebenaran dan keabsahan materi sejarah yang terdapat dalam buku teks sejarah di sekolah yang disusun berdasarkan “sejarah resmi” pada masa Orde Baru. Menteri Pendidikan Yuwono Sudarsono (1998-1999) memerintahkan agar diadakan penyelidikan mengenai persoalan ini untuk memperbaiki isi buku resmi pelajaran sekolah. Namun, hasilnya kurang memuaskan karena masalah kudeta 1965 dan peranan militer tidak diubah (Nordholt, 2005:18).

Buku teks sejarah mengalami perubahan lagi pada tahun 2004, terutama mengenai kudeta Gerakan 30 September 1965 yang sering dianggap kontroversial. Kurikulum 2004 tidak mencantumkan PKI di belakang G30S sehingga buku teks sejarah pun mencantumkan berbagai versi mengenai peristiwa G30S. Jika dilihat dari perspektif ilmu sejarah perubahan ini tidak salah. Pencantuman berbagai versi mengenai G30S sebenarnya juga memancing siswa untuk berpikir kritis mengenai


(21)

commit to user

sejarah yang kontroversial. Namun, perubahan ini ternyata sangat sensitif dari segi politik, sehingga dalam kurikulum berikutnya yang berlaku mulai tahun 2006 penyebutannya kembali menjadi G30S/PKI.

Perubahan ini sebenarnya merupakan hasil intervensi kelompok masyarakat tertentu dan negara. Pada tahun 2005 beberapa tokoh Islam seperti Jusuf Hasyim, Taufiq Ismail, dan Fadli Zon mendatangi DPR dan mempertanyakan kenapa dalam kurikulum 2004 tidak dicantumkan tentang pemberontakan PKI 1948 dan 1965. Setelah melakukan hearing dengan DPR, Menteri Pendidikan Nasional membentuk tim khusus untuk menangani masalah ini. Hasil rekomendasi dari tim tersebut adalah peristiwa PKI Madiun 1948 perlu dimasukkan kembali dalam pendidikan sejarah, selain itu perlunya pencantuman kata PKI setelah Peristiwa G30S sehingga menjadi G30S/PKI (Asvi Warman Adam, 2006:xvii).

Topik-topik sejarah yang kontroversial sebenarnya tidak hanya berkisar pada masalah G30S, Supersemar, ataupun Serangan Umum Satu Maret. Masih banyak topik yang debatable dan menuntut sikap kritis dalam menyikapinya. Taufik Abdullah misalnya mempermasalahkan mitologisasi peristiwa Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak dalam perjalanan sejarah nation-formation. Menurutnya, Sumpah Pemuda hanya berhenti pada penyatuan tekad akan bangsa yang satu dan tanah air yang satu, serta menjunjung bahasa persatuan, sedangkan Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia (PI) tahun 1923 telah melampaui ke semua tingkat itu dan menjadikan “Indonesia Merdeka, sekarang” sebagai tujuan perjuangan (Taufik Abdullah, 2005:xiii).


(22)

commit to user

Konstruksi penulis buku teks mengenai berbagai peristiwa sejarah yang ditulis dalam buku teks menarik untuk dikaji. Hal ini perlu dilakukan untuk menangkap makna di balik wacana-wacana yang disajikan dalam buku teks sejarah.

Sejarah sesungguhnya dapat dianggap sebagai suatu sistem wacana, discourse, yang ingin mengatakan “sesuatu tentang sesuatu” (Taufik Abdullah, 2005:xviii). Wacana sejarah terikat oleh konteksnya, terutama konteks waktu yang merupakan salah satu ciri khas dari studi sejarah.

Pengungkapan makna wacana sejarah ini penting karena praktik wacana dalam sejarah, seperti praktik wacana pada umumnya, sebenarnya merupakan praktik sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan ataupun ideologi. Untuk menguasai seseorang atau kelompok tertentu maka negara/penguasa harus bisa mempengaruhi pemikiran mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui praktik wacana (Teun A. van Dijk, 1998:10). Pengungkapan makna di balik wacana yang tersaji dalam buku teks sejarah dapat dilakukan dengan menggunakan analisis wacana kritis.

Analisis wacana kritis adalah salah satu cabang studi bahasa dengan pendekatan yang multidisipliner. Analisis wacana kritis tidak memahami wacana atau teks semata-mata sebagai obyek studi bahasa, namun teks harus dipahami dalam konteksnya. Wacana dipandang sebagai teks yang selalu terikat pada konteks. Kita dapat memahami makna teks jika membacanya dalam konteks tertentu. Teks dalam hal ini tidak selalu berupa tulisan, namun juga ujaran. Ilmu sosial yang meminjam analisis wacana kritis dalam studinya bahkan melihat


(23)

commit to user

tindakan atau fenomena sosial sebagai teks yang harus dipahami maknanya dalam konteks sosial tertentu.

Teks juga merupakan alat untuk mencapai tujuan atau praktik sosial tertentu, termasuk praktik ideologi. Teun A. van Dijk (1998:1) mengungkapkan,

Critical discourse analysis primarily studies the way social power abuse, dominance and inequality are enacted, reproduced and resisted by text and talk in the social and political context.…critical discourse analysis take explicit position, and thus want to understand, expose and ultimately to resist social inequality.

Analisis wacana kritis perlu dilakukan dalam bidang pendidikan, terutama pendidikan formal, karena pembelajaran selalu bersinggungan dengan teks atau wacana. Negara dan/atau penguasa berusaha menggunakan wacana dalam pendidikan, terutama pendidikan sejarah, untuk maksud-maksud tertentu, termasuk untuk praktik ideologi. Mata pelajaran sejarah memiliki arti penting dalam membangun kesadaran sejarah dan terutama membangun kesadaran nasional suatu bangsa. Kesadaran sejarah merupakan sumber aspirasi dan inspirasi yang potensial untuk membangkitkan sense of pride (kebanggaan) dan sense of obligation (tanggung jawab dan kewajiban) (Sartono Kartodirjo, 2005:121). Oleh karenanya negara sangat berkepentingan dalam praktik wacana sejarah dalam buku teks yang digunakan di sekolah.

Praktik wacana ideologi dalam buku teks merupakan salah satu cara untuk legitimasi kekuasaan dan melestarikan nilai-nilai yang dianggap penting oleh negara atau penguasa pada masanya. Pada masa revolusi buku-buku teks sejarah dipenuhi dengan tema-tema ideologi nasionalisme, patriotisme, anti feodalisme dan anti kolonialisme. Pada masa demokrasi terpimpin tema-tema ideologi


(24)

commit to user

NASAKOM dan MANIPOL-USDEK Presiden Soekarno muncul dalam buku-buku teks sejarah. Sementara itu pada masa Orde Baru, tema-tema ideologi pembangunan, anti-komunisme, nasionalisme/persatuan dan kesatuan, dan stabilitas/keamanan nasional muncul dalam buku teks sejarah. Pasca reformasi 1998, tema-tema wacana ideologi masa Orde Baru masih muncul dalam buku teks. Anti-komunisme sempat mendapatkan tantangan dengan munculnya berbagai historiografi alternatif yang sebelumnya dibungkam. Buku-buku teks sejarah mencantumkan berbagai versi tentang G30S. Namun, hal ini tidak berlangsung lama, karena pada 2006 tema ideologi anti-komunisme kembali muncul dalam buku teks sejarah. Buku teks sejarah yang tidak mencantumkan PKI di belakang G30S dilarang beredar di pasaran. Tafsiran sejarah resmi (official history) saat ini masih dibayang-bayangi oleh tafsiran masa Orde Baru padahal era dan jiwa jaman telah berubah.

Anti komunisme hanyalah salah satu tema ideologi yang muncul dalam buku teks. Pelbagai tema ideologi diduga muncul dalam praktik wacana ideologi pada buku teks sejarah, terutama BSE Sejarah SMA. Hal ini menarik untuk diteliti, terutama bagaimana tema-tema ideologi dimunculkan dalam praktik wacana, proses produksi wacana ideologi, dan konteks politik pendidikan yang melingkupinya.


(25)

commit to user

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kecenderungan tema-tema ideologi yang muncul dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas?

2. Bagaimanakah proses produksi wacana ideologi dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas?

3. Bagaimanakah konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik wacana ideologi dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan kecenderungan tema-tema ideologi negara yang muncul dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas. 2. Mendeskripsikan proses produksi wacana ideologi negara dalam Buku

Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.

3. Mendeskripsikan konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.


(26)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis memberikan suatu kajian ilmiah tentang analisis wacana kritis Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA). Kajian mengenai analisis wacana kritis dalam buku teks Sejarah masih jarang dilakukan sehingga hasil penelitian ini nantinya akan dapat digunakan sebagai acuan dan perbandingan dalam penelitian selanjutnya mengenai analisis wacana kritis dalam buku teks sejarah.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan akan memperkaya dan memberi wacana baru dalam kajian praktik pendidikan di Indonesia dengan penggunaan metode analisis wacana kritis terhadap BSE Sejarah SMA.

b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana baru guru dan siswa sebagai pengguna atau konsumen BSE Sejarah SMA sehingga dapat menjadi lebih kritis.


(27)

commit to user

10 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Kepentingan Negara dalam Pendidikan Sejarah

Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting, baik bagi siswa yang merupakan generasi penerus bangsa, maupun bagi negara dan/atau penguasa. Pendidikan sejarah juga merupakan salah satu cara untuk melestarikan memori kolektif. Menurut S. Hamid Hasan (2008:404-406) ingatan bersama terbentuk dengan dua cara. Pertama adalah apabila orang-orang tersebut mengalami peristiwa yang sama. Kedua adalah dengan mempelajari peristiwa-peristiwa tersebut melalui cerita sejarah. Cerita sejarah untuk kepentingan pendidikan adalah medium utama pendidikan sejarah dalam membangun dan mengembangkan memori kolektif bangsa.

Ingatan atau memori kolektif bangsa yang dibangun, dikembangkan dan dilestarikan melalui pendidikan sejarah tentu saja tak lepas dari kepentingan negara. Secara universal, pendidikan sejarah di jenjang pendidikan dasar dan menengah selalu ditentukan dan didasarkan pada tafsiran resmi pemerintah (official history). Dalam sejarah resmi itu negara tidak saja menentukan visi dan tafsiran tentang suatu peristiwa sejarah tetapi juga menentukan peristiwa apa saja yang harus masuk dalam kurikulum (S. Hamid Hasan, 2008:413).


(28)

commit to user

 

History lesson is a lesson associated to the nation’s character development. This results in the goal of history lesson to be associated to the state political ideology. The state mostly viewed that the nation’s character formation of its citizen is the stare’s responsibility. This obligation is done through education, including the history lesson. This means, the goal of history lesson is ideological.

Implikasi dari kuatnya kepentingan negara dalam pendidikan sejarah adalah pelajaran sejarah yang bersifat dogmatis daripada memberikan nalar kritis memperoleh kearifan masa lalu. Pelajaran sejarah diberikan sebagai indoktrinasi ideologi dan kepentingan negara.

Noam Chompsky (dalam H.A.R. Tilaar, 2003:61) mengungkapkan: The indoctrination is necessary because schools are, by and large, designed to support the interest of the dominant segment of society, theose people who have wealth and power. Early on in your education you are socialized to understand the need to support the power structure, primarly corporation— the business class

Ideologi negara memasuki relung-relung dunia pendidikan bukan hanya dalam strukturnya, tapi juga dalam isi atau kurikulumnya. Pengalaman selama Orde Baru menunjukkan betapa ideologi telah dijadikan sumber indoktrinasi yang telah mematikan kreativitas peserta didik. Ideologi yang seharusnya menjadi pembimbing telah berubah menjadi alat penekan dari penguasa dalam mengendalikan sistem dan isi pendidikan nasional (H.A.R. Tilaar, 2003:67). Kondisi ini masih berlanjut hingga saat ini, meskipun intensitasnya tak sekuat pada masa Orde Baru.

Sejarah resmi (official history) yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia menurut S. Hamid Hasan (2008:415) memiliki beberapa karakteristik tertentu. Pertama, peristiwa-peristiwa dalam


(29)

commit to user

 

sejarah ditandai antara proses konflik antara dua atau lebih pihak. Sayangnya tafsiran terhadap konflik seringkali bersifat hitam putih dan penuh dengan rasa dendam. Pemerintahan penjajahan (Belanda, Inggris, Jepang) selalu digambarkan dalam sisi buruknya sebagai penyebab kesengsaraan rakyat. Tidak ada kebaikan yang pernah dilakukan oleh pemerintah penjajahan terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa Tanam Paksa digambarkan sebagai penderitaan rakyat Indonesia yang sangat dahsyat, sementara keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam posisi ekonomi sekarang dengan adanya tanaman kina, teh, kopi, dan sebagainya tidak pernah dikemukakan. Demikian pula dengan keuntungan adanya pengenalan terhadap kegiatan bisnis bersifat perusahaan besar yang diperkenalkan melalui perkebunan swasta seperti perkebunan teh. Keuntungan penjajahan dalam melahirkan semangat persatuan dan kesatuan sehingga menimbulkan keinginan untuk bersatu sebagai bangsa tidak juga dikemukakan dengan baik.

Di masa kemerdekaan, ketika terjadi konflik antara daerah dengan pusat maka tafsiran semacam itu dilanjutkan. Daerah adalah bagian yang serba salah sedangkan pusat adalah yang serba benar sehingga pusat memiliki segala legalitas untuk menegakkan kekuasaannya terhadap daerah, termasuk menggunakan segala cara. Pembenaran terhadap apa yang dilakukan pemerintah pusat menyebabkan sisi-sisi positif dan kebenaran dari gerakan daerah dalam penentangan terhadap pemerintah pusat tidak ditonjolkan atau bahkan ada kecenderungan untuk diabaikan seperti halnya dengan sisi-sisi


(30)

commit to user

 

negatif dari pemerintah pusat dalam setiap tindakannya terhadap pemerintah daerah yang tidak pernah diungkapkan

Kedua, narasi sejarah nasional dalam tafsiran resmi selalu pula diwarnai oleh gambaran hitam putih dan penuh kebencian terhadap masa lalu. Pemerintah penjajahan adalah pemerintah yang penuh dengan segala kesalahan dan pemerintahan Republik Indonesia penuh dengan kebenaran. Ketika sejarah Republik Indonesia berkembang dan muncul Republik Indonesia Serikat (RIS) umurnya sangat singkat dan buku teks belum sempat ditulis kembali dengan visi pemerintah yang baru sehingga tidak diketahui bagaimana pandangan pemerintah RIS terhadap pemerintahan RI yang lahir sebelumnya. Setelah RIS bubar dan pemerintahan kembali ke negara kesatuan RI, keberadaan pemerintahan RIS merupakan suatu masa gelap. Pemerintah RI dengan sistem pemerintahan parlementer menjadi suatu gambaran keberhasilan dalam kehidupan ketatanegaraan republik yang masih muda tersebut. Ketika keluar dekrit dan Indonesia kembali ke Undang-undang Dasar 1945 dan terlebih ketika pemerintahan masa demokrasi terpimpin, pemerintahan liberal dianggap sebagai suatu kesalahan dan penyimpangan dari keinginan bangsa Indonesia.

Pada masa Orde Baru maka pemerintahan lama yang diberi label Orde Lama berada pada sisi hitam dari penafsiran dan pemerintah yang menggantikannya (Orde Baru) berada pada sisi putih. Segala kesalahan pemerintah Orde Lama dijadikan tema sajian utama dan rasa kebencian pada pemerintah Orde Lama dengan komunis menjadikan kebencian itu menjadi


(31)

commit to user

 

lebih besar dan warna hitamnya semakin kental. Pada masa kini di mana reformasi bergulir dan menjadi warna kuat dan dominan dalam gerakan masyarakat dan pemerintah, suasana kebencian terhadap Orde Baru muncul dan bukan tidak mungkin akan menjadi tema utama dalam cerita sejarah yang disajikan.

Niels Mulder (2000:45) melihat adanya gejala proyeksi masa kini ke masa lalu dalam buku teks. Misalnya, ide tentang persatuan dan kesatuan diproyeksikan ke dalam konsep Sriwijaya sebagai negara kesatuan pertama, sementara Majapahit sebagai negara kesatuan kedua, dan puncaknya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kesatuan ketiga yang sempurna. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan zeitgeist atau jiwa jamannya. Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi sebuah kerajaan besar dengan kekuasaan yang luas di Nusantara adalah sebuah fakta historis, namun usaha mereka bukanlah demi persatuan dan kesatuan seperti konsep saat ini, tetapi perluasan wilayah dan pengaruh. Dengan demikian pelajaran sejarah menjadi anakronis dan tidak memberikan pemahaman yang baik tentang masa lalu.

Karakteristik sejarah resmi yang demikian itu berimplikasi pada penulisan buku teks yang belum mampu mengembangkan sikap bahwa semua peristiwa yang terjadi di masa lalu adalah bagian dari perjalanan kehidupan bangsa ini dan menjadi bagian dari kehidupan kita sekarang. Penulisan buku teks sejarah secara hitam dan putih dan tidak menumbuhkan sikap kritis akan membuat siswa terjebak dalam kungkungan wacana ideologi negara, padahal


(32)

commit to user

 

tujuan pendidikan sebenanrnya adalah membebaskan manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses untuk menemukan identitas seseorang atau suatu kelompok.

Proses pendidikan yang sebenarnya adalah proses pembebasan dengan jalan memberikan kepada peserta didik suatu kesadaran akan kemampuan kemandirian atau memberikan kekuasaan padanya untuk menjadi individu. Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan atau empowering, atau penyadaran akan kemampuan atau identitas seseorang atau kelompok (H.A.R. Tilaar, 2003:60).

2. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah

Buku teks merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Buku teks merupakan salah satu bagian dari sumber belajar sehingga buku teks juga merupakan bagian penting dari pelaksanaan kurikulum.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004:3) menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya.

Pusat Perbukuan (2006:1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media


(33)

commit to user

 

pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya. Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Menurut Masnur Muslich (2010:52) buku teks memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan buku pendidikan lainnya baik dari segi isi, tata letak, maupun fungsinya. Masnur Muslisch menguraikan bahwa,

Dilihat dari segi isinya, buku teks merupakan buku yang berisi uraian bahan ajar bidang tertentu, untuk jenjang pendidikan tertentu, dan pada tahun ajaran tertentu pula. Dilihat dari segi tata letaknya, buku teks merupakan sajian bahan ajar yang mempertimbangkan faktor (1) tujuan pembelajaran; (2) kurikulum dan struktur program pendidikan; (3) tingkat perkembangan siswa sasaran; (4) kondisi dan fasilitas sekolah; dan (5) kondisi guru pemakai. Dilihat dari segi fungsinya, selain mempunyai fungsi umum sebagai sosok buku, buku teks juga mempunyai fungsi sebagai (1) sarana pengembang bahan dan program dalam kurikulum pendidikan; (2) sarana pemelancar tugas akademik guru; (3) sarana pemelancar ketercapaian tujuan pembelajaran; dan (4) sarana pemelancar efisiensi dan efektifitas kegitan pembelajaran.

Menurut Helius Sjamsuddin (1998:103) kedudukan, fungsi dan peranan buku teks sejarah amat strategis karena menyangkut pembentukan aspek-aspek kognitif (intelektual) dan afektif (apresiasi, nilai-nilai) semua peserta didik dari setiap jenjang pendidikan. Sejarah nasional khususnya dianggap mempunyai nilai didaktif-edukatif bagi pembentukan jati diri bangsa dan pemersatu berdasarkan atas pengalaman kolektif bernegara dan berbangsa.

Helius Sjamsudin (1998:104-105) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun buku teks sejarah, yaitu (1) substansi


(34)

commit to user

 

faktualnya harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan sedapat mungkin menggunakan sumber primer; (2) penafsiran atau penjelasannya harus logis, sistematis, serta memperhatikan visi atau kebijakan pendidikan dan atau politik yang berlaku secara nasional; (3) penyajian dan retorikanya harus sesuai jenjang usia siswa menurut teori psikologi perkembangan yang umum dikenal; (4) pengenalan konsep-konsep sejarah perlu menggunakan pendekatan “spiral”, dimulai dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih kompleks; (5) secara teknis konseptual buku teks harus mengikuti Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menurut kurikulum yang berlaku; dan (6) ada kelengkapan ilustrasi, gambar, foto, peta-peta sejarah dalam setting dan lay out yang inovatif dan atraktif.

S.K. Kochhar (2008:164-167) berpendapat bahwa buku teks yang baik sangat penting untuk belajar dan mengajar sejarah karena beberapa alasan: (1) Membantu guru. Buku teks memberikan petunjuk untuk membantu guru

dalam merencanakan pelajarannya; buku ini berfungsi sebagai buku referensi pada saat mengajar di kelas; memberikan saran tentang tugas-tugasnya; menyarankan aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas.

(2) Membantu siswa. Buku teks adalah pembimbing bagi siswa. Siswa menggunakan buku teks untuk mempersiapkan diri guna menghadapi pelajaran di kelas.

(3) Memberikan pengatahuan dasar. Buku teks memberikan pengetahuan dasar yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran.


(35)

commit to user

 

(4) Membantu dalam belajar mandiri. Efektivitas buku teks terletak pada fungsinya yang memungkinkan siswa untuk belajar mandiri.

(5) Memberikan materi yang logis dan menyeluruh. Buku teks yang baik menyajikan materi dalam susunan yang sistematis dan teratur.

(6) Memastikan keseragaman standar yang baik.

(7) Menyediakan landasan di mana baik guru maupun siswa dapat memulai dan melanjutkan proses belajar dan mengajar. Buku teks berisi pengetahuan dasar minimum dan karenanya memberikan titik awal menuju jalur yang lebih luas. Buku ini menyediakan arena tempat siswa dan guru bisa bersama-sama melakukan eksplorasi. Buku ini juga bisa membuat perhatian siswa dan guru terfokus pada hal yang sama dan berfungsi dengan baik sebagai titik pusat perhatian.

(8) Memberikan konfirmasi dan pengayaan. Buku teks diharapkan berisi fakta-fakta yang telah disaring dan diuji dengan teliti. Oleh karena itu buku teks bisa mengonfirmasikan pengetahuan yang diperoleh dari tempat-tempat lain.

(9) Memastikan persesuaian intelektual masyarakat. Buku teks dapat mengoordinasikan aktivitas-aktivitas yang memunculkan persesuaian intrlrktual masyarakat dan dapat berfungsi sebagai bagian dari koordinasi nasional.

Menurut Wawan Darmawan (2010:100) “the history lesson text book as a historiography work for educational purpose does not ignore the historiographycal rules of history science”. Idealnya, harus ada sinkronisasi


(36)

commit to user

 

antara sejarah akademis dengan sejarah untuk kepentingan pendidikan di dalam buku teks. Namun, hal ini tidak mudah karena adanya perbedaan tujuan dalam penulisan historiografinya. Sejarah akademis terutama bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah melalui metode sejarah, sementara itu sejarah untuk kepentingan pendidikan diarahkan untuk penanaman nilai dan pelestarian memori kolektif.

Agus Mulyana (2011:10) mengungkapkan bahwa kepentingan penanaman nilai atau ideologi dan kepentingan kajian kritis dalam buku teks seharusnya dapat dipadukan. Ideologi atau nilai-nilai dapat tertanam dalam diri siswa ketika membaca buku teks pelajaran sejarah secara kritis, bukan penanaman ideologi atau nilai-nilai yang bersifat indoktrinasi. Membaca buku teks pelajaran secara kritis lebih mengembangkan kebenaran yang berangkat dari daya nalar siswa ketika membaca perjalanan sejarah bangsanya.

Kurikulum yang menjadi patokan penulisan buku teks merupakan produk politik pendidikan pemerintah pada masanya (Agus Mulyana, 2011:5). Oleh karenanya penyusunan buku teks sejarah selalu berkaitan dengan kebijakan politik pemerintah yang sedang berkuasa. Pemerintah sebagai penentu kebijakan melakukan rekonstruksi dan seleksi terhadap peristiwa-peristiwa apa saja yang harus ditulis dalam buku teks dan bagaimana interpretasinya.

Penulisan BSE Sejarah mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penulis buku teks melakukan interpretasi terhadap


(37)

 

 

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam KTSP untuk mata pelajaran Sejarah, yaitu: Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah untuk SMA/MA

No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Kelas X/Semester 1

1. Memahami prinsip dasar ilmu sejarah

1.1 Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah

1.2 Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa pra-aksara

1.3 Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah 2. Kelas X/Semester

1

2. Menganalisis peradaban Indonesia dan dunia

2.1 Menganalisis kehidupan awal masyarakat Indonesia 2.2 Mengidentifikasi peradaban awal masyarakat di dunia yang

berpengaruh terhadap peradaban Indonesia

2.3 Menganalisis asal-usul dan persebaran manusia di kepulauan Indonesia

3. Kelas XI IPS/ Semester 1

1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional

1.1 Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia

1.2 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

1.3 Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia

1.4 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara, kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

1.5 Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia


(38)

 

 

No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

4. Kelas XI IPS/ Semester 2

2. Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang

2.1 Menganalisis perkembangan pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat di Indonesia pada masa kolonial

2.2 Menganalisis hubungan antara perkembangan paham-paham baru dan transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan 2.3 Menganalisis proses interaksi Indonesia-Jepang dan dampak

pendudukan militer Jepang terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia

3. Menganalisis sejarah dunia yang mempengaruhi sejarah Bangsa Indonesia dari abad ke-18 sampai dengan abad ke-20

3.1 Membedakan pengaruh Revolusi Prancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Rusia terhadap perkembangan pergerakan nasional Indonesia 3.2 Menganalisis pengaruh revolusi industri di Eropa terhadap perubahan

sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia 5. Kelas XII IPS/

Semseter 1

1. Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

1.1 Menganalisis peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia

1.2 Menganalisis perkembangan ekonomi-keuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950

1.3 Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI)

1.4 Menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan 2. Menganalisis perjuangan sejak

Orde Baru sampai dengan masa reformasi

2.1 Menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru

2.2 Menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya reformasi

2.3 Menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia pada masa reformasi


(39)

 

 

No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6. Kelas XII IPS/ Semester 2

3. Menganalisis perkembangan sejarah dunia sejak Perang Dunia II sampai dengan perkembangan mutakhir

3.1 Menganalisis perkembangan sejarah dunia dan posisi Indonesia di tengah perubahan politik dan ekonomi internasional setelah Perang Dunia II sampai dengan berakhirnya Perang Dingin

3.2 Menganalisis perkembangan mutakhir sejarah dunia 7. Kelas XI IPA/

Semester 1

1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

1.1 Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia

1.2 Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang

1.3 Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia

1.4 Menganalisis terbentuknya negara Kebangsaan Indonesia 8. Kelas XI IPA/

Semester 2

2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

2.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin

2.2 Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru

9. Kelas XII IPA/ Semester 1

1. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi sampai masa Reformasi

1. 1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru

1.2 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Reformasi

10. Kelas XII IPA/ Semester 2

2. Menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-20

2.1 Menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan hubungannya dengan Perang Dunia II dan Perang Dingin

2.2 Menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia


(40)

 

 

No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

11. Kelas XI Bahasa/ Semester 1

1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional

Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia

1.2 Menganalisis perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam di Nusantara terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra

12. Kelas XI Bahasa/ Semester 2

2. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa kolonial dan tumbuhnya pergerakan

kebangsaan Indonesia

2.1 Menganalisis perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang

2.2 Menganalisis perkembangan kebudayaan masyarakat Nusantara di bawah penjajahan asing terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra

2.3 Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia

13. Kelas XII Bahasa/ Semester 1

1. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak

proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

1.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin

1.2 Menganalisis pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru

1.3 Menganalisis perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra

14. Kelas XII Bahasa/ Semester 2

2. Merekonstruksi perjuangan bangsa sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi

2.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru sampai dengan masa Reformasi

2.2 Menganalisis perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra


(41)

commit to user

 

Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah merupakan suatu produk kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan buku yang berkualitas, murah dan mudah untuk diakses. Kebijakan ini bertolak dari kondisi sebelumnya yaitu banyak siswa maupun guru yang kesulitan untuk mendapatkan buku teks yang berkualitas, murah dan mudah untuk diakses.

Depdiknas mengeluarkan aturan mengenai Buku Sekolah Elektronik (BSE) dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Permendiknas No. 11 tahun 2005. Depdiknas membeli hak cipta dari buku pemiliknya untuk menfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik dengan harga yang terjangkau.

Buku-buku yang dibeli hak ciptanya dan diedarkan dalam bentuk Buku Sekolah Elektronik (BSE) dinilai kelayakan pakainya terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebelum digunakan oleh pendidik dan/atau peserta didik sebagai sumber belajar di satuan pendidikan. Kelayakan buku teks yang tersebut kemudian ditetapkan oleh Mendiknas.

BSNP menetapkan beberapa kriteria dalam penilaian buku teks Sejarah SMA yang akan dibeli hak ciptanya dan diedarkan dalam bentuk BSE. Kriteria itu meliputi komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, dan komponen penyajian.

Komponen kelayakan isi terdiri dari cakupan materi, akurasi/kebenaran materi, kemutakhiran, mengandung wawasan produktifitas melalui kesadaran sejarah, merangsang keingintahuan, mengembangkan kecakapan hidup, mengembangkan wawasan kebhinekaan, mengandung wawasan kontekstual,


(42)

commit to user

 

mengandung fakta-fakta sejarah yang intersubjektif, dan mengandung wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa. Komponen kebahasaan meliputi kesesuaian bahasa dengan perkembangan peserta didik, komunikatif, dialogis dan interaktif, lugas, keruntutan alur pikir, koherensi, kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar, dan penggunaan istilah dan simbol/lambang. Komponen penyajian meliputi teknik penyajian, pendukung penyajian materi, dan penyajian pembelajaran.

BSE yang hak ciptanya dibeli oleh pemerintah dapat diunduh, dicetak, diperbanyak dan diperdagangkan oleh siapapun. Harga Eceran Tertinggi (HET) BSE ditetapkan oleh pemerintah. HET tersebut adalah setinggi-tingginya sebesar taksiran biaya wajar untuk mencetak dan mendistribusikan buku sampai di tangan konsumen akhir ditambah keuntungan sebelum pajak penghasilan setinggi-tingginya 15% dari taksiran biaya wajar.

3. Analisis Wacana Kritis Teks Pendidikan

Analisis wacana kritis berangkat dari pendekatan kritis yang melihat adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam komunikasi. Penekanan pendekatan kritis dalam komunikasi ini proses produksi dan reproduksi makna, yang mana makna yang berasal dari bahasa yang digunakan oleh individu merupakan representasi yang membentuk subyek tertentu. Paradigma kritis melihat masyarakat sebagai sistem dominasi yang terdiri dari berbagai macam kelas, di mana kelas yang dominan memiliki kekuasaan


(43)

commit to user

 

untuk mengatur segala segi kehidupan, termasuk mengatur wacana dan makna dalam mayarakat. Oleh karenanya makna bukan suatu hal yang netral.

Analisis wacana kritis memandang wacana sebagai praktik sosial. Rebecca Rogers (2005:370) mengungkapkan

Within a CDA tradition, discourse has been defined as language use as social practice. That is, discourse moves back and forth between reflecting and constructing the social world. Seen in this way, language can not be considered neutral, because it is caught up in political, social, racial, economic, religious, and cultural formations.

Implikasi dari pandangan bahwa wacana sebagai praktik sosial adalah dalam memahami teks harus memahami pula konteks sosialnya. Norman Fairclough (1998:25) mengungkapkan,

Discourse involves social conditions, which can be specified as social conditions of production, and social conditions of interpretation. These conditions, moreover, relate to three different ‘level’ of social organization: the level of the social situation, or the immediate social environment in which discourse ocuurs; the level of social institution which constitutes a wider matrix for the discourse; and the level of the society as a whole.

Bagan 1. Hubungan antara teks, interaksi, dan konteks menurut Fairclough Social conditions of production

Social conditions of interpretation Context

Process of production

Process of interpretation Interaction


(44)

commit to user

 

Fairclough (1998:26) mengungkapkan bahwa karena wacana adalah praktik sosial, maka dalam analisis wacana kritis tidak hanya mengalisis teks semata, juga bukan hanya menganalisis proses produksi dan interpretasi, tapi juga menganalisis hubungan antara teks, proses, dan kondisi sosialnya atau jika mengacu pada gambar di atas, hubungan antara teks, interaksi dan konteks.

Eriyanto (2001: 8-14) mengungkapkan beberapa karakteristik analisis wacana kritis, yaitu:

(1) Tindakan. Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi, bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Konsekuensinya, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, mebujuk, menyanggah, bereaksi dan sebagainya. Konsekuensi lain dari pandangan di atas adalah wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

(2) Konteks. Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, dan kondisi. Wacana dalam hal ini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana, yaitu partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana, dan setting sosial.


(45)

commit to user

 

(3) Historis. Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu sehingga perlu untuk memahami mengapa wacana yang berkembang dan dikembangkan sedemikian rupa.

(4) Kekuasaan. Setiap wacana yang muncul dalam teks tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaaan. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol, baik kontrol atas teks maupun konteks.

(5) Ideologi. Teks adalah bentuk praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi makna. Wacana dipandang sebagai medium kelompok dominan mempersuasi dan mengomunikasikan produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki sehingga tampak absah dan benar.

Wacana sebagai praktik sosial tak jarang muncul dalam bentuk praktik ideologi. Yoce Aliah Darma (2009:56) membatasi ideologi dalam kaitannya dengan analisis wacana kritis sebagai sebuah sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, termasuk proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.


(46)

commit to user

 

Wacana sebagai praktik ideologi memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antar kelas sosial di mana ketidakseimbangan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Eriyanto (2001:74-75) menyebutkan bahwa,

Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda dalam batas-batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, pernyataan kemudian disesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. … Objek bisa jadi tidak berubah, tetapi struktur diskusrif yang yang dibuat membuat objek menjadi berubah. … Contoh yang paling dramatis barangkali adalah bagaimana struktur diskursif yang dibangun tentang PKI sebagai partai terlarang. Pada masa Orde Lama, partai ini adalah partai resmi bahkan masuk dalam lima besar partai yang memperoleh suara terbanyak. Di masa Orde Baru, PKI justru menjadi partai terlarang dengan segala keburukannya. Tidak ada yang berubah dalam PKI ini (sebagai objek), tetapi yang membuat ia terlarang adalah struktur diskursif yang sengaja dibangun oleh Orde Baru bahwa PKI ini partai yang suka memberontak dan anti-Tuhan. Wacana semacam ini membatasi lapangan pandangan sehingga ketika PKI dibicarakan yang muncul adalah kategori PKI sebagai partai pemberontak dan anti-Tuhan, bukan yang lain.

Ideologi dalam praktik wacana seringkali tidak menampakkan diri secara eksplisit, namun secara implisit berupa hidden transcript dalam teks. Ideologi menerobos dalam relung-relung konteks sosial sehingga dalam produksi dan interpretasi teks yang telah dipenuhi oleh berbagai hidden transcript tersebut pandangan yang sesuai dengan ideologi dianggap sebagai suatu kewajaran meskipun ideologi itu memproduksi hubungan yang tidak seimbang antar kelompok dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ideologi tidak hanya menguasai atau mengontrol teks, tapi juga konteks sosialnya.


(47)

commit to user

 

Wacana dalam buku teks dapat dipandang sebagai sebuah praktik ideologi yang memproduksi hubungan yang tidak seimbang antar kelompok dalam masyarakat. Negara menggunakan wacana dalam buku teks untuk mengukuhkan kedudukannya dan melakukan subordinasi terhadap kelompok yang menentangnya. Pembaca buku teks diajak untuk mengikuti dan menerima wacana tersebut sebagai suatu kewajaran.

Negara melakukan hegemoni melalui wacana dalam buku teks. Menurut Michael Apple (dalam Tilaar, 2003:31) “The concept of hegemony refers to a process in which dominant group in society come together to form a block and sustain leadership over subordinate groups” Sementara itu menurut Gramsci (dalam Tilaar, 2003:77-78) hegemoni adalah adalah kondisi sosial dalam semua aspek kenyataan sosial yang didominasi atau disokong oleh kelas tertentu. Dalam pandangan Gramsci, hegemoni kekuasaan yang dijalankan oleh alat-alat negara dengan jitu dan jeli bisa membuat rakyat yang ada di dalam kuasanya menjadi tenteram, dan aman dalam penindasannya. Menurut Dedy Kristanto (1997:31) “hegemoni tidak tampil dalam wajah seram, namun halus memikat siapa saja yang ada di sekitarnya, namun akhirnya mereka takluk mutlak dalam tangan kekuasaan”. Dasar konstruksi hegemoni negara di Indonesia menurut Michael van Langenberg (1996:225) adalah ketertiban; stabilitas dan keamanan nasional; bahaya laten di dalam tubuh politik dan masyarakat madani; kemajuan material dan modernisasi; konstitusionalisme dan fetishisme hukum; serta kesakralan filosofi nasional; dan korporasi nasionalisme.


(48)

commit to user

 

Keberhasilan hegemoni ditentukan oleh terciptanya kesepakatan. Jelaslah kiranya kesepakatan itu dibentuk melalui proses belajar (H.A.R. Tilaar, 2009:138). Dengan demikian hegemoni adalah hubungan edukasional (educational relationship). Hubungan edukasional inilah yang membentuk civil society yang di dalamnya terletak dasar dari kekuasaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak netral, tetapi merupakan perekat hegemoni dalam masyarakat, atau dengan kata lain secara intern terikat kepada intens dari kelompok yang berkuasa.

Negara dan sistem politik cenderung menempatkan pendidikan sebagai agen dalam pembentukan realitas masyarakat, salah satunya melaui buku-buku teks yang telah ditentukan produksi, distribusi dan konsumsinya oleh pemerintah melalui kebijakan pendidikan. Konstruksi yang dibangun negara terhadap ideologi yang dipahaminya merupakan upaya yang komprehensif dan menyeluruh melalui praktik wacana baik dalam aspek teks maupun dalam aspek pengajarannya. Murti Kusuma Wirasti (2002:31) menyebutkan bahwa sebagai wacana resmi negara, teks-teks pendidikan berisi representasi-representasi sosial di mana makna dapat dianggap tidak netral karena dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai Buku Sekolah Elektornik (BSE) Sejarah secara khusus sampai saat ini masih belum dilakukan. Penelitian mengenai buku teks


(49)

commit to user

 

sejarah juga masih jarang dilakukan. Niels Mulder (1997) melakukan kajian kritis terhadap buku-buku pelajaran sekolah di Indonesia yang kemudian ditulisnya dalam sebuah buku “Individual, Society and History According to Indonesian School Text”. Permasalahan yang dikaji oleh Niels Mulder adalah bagaimana anak-anak sekolah di Indonesia diajar, dan apa yang diajarkan pada mereka mengenai masyarakat luas. Di sekolah, citra tertentu mengenai individu, sejarah, dan masyarakat ditanamkan dalam pikiran siswa melalui proses pedagogis yang kadang-kadang disebut kekerasan simbolis yang sah. Guna mewujudkan citra tertentu mengenai individu, masyarakat dan sejarah sesuai versi pemerintah yang sedang berkuasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan kontrol ketat terhadap buku teks. Akibatnya, buku teks terlalu banyak dijejali oleh pesan-pesan moral dan ideologis, proyeksi masa kini ke masa lalu dan sebagainya. Kondisi demikian ini menjadikan sekolah sebagai penjara, dengan ideologi negara sebagai jerujinya.

Penelitian mengenai buku teks sejarah pernah dilakukan oleh Murti Kusuma Wirasti (2001) dengan judul “Wacana Ideologi Negara dalam Pendidikan: Analisis Wacana Kritis pada Buku-buku Teks Pendidikan untuk SD dan SLTP Tahun 1975-2001”. Hasil dari penelitian ini antara lain tema-tema ideologi negara yang cenderung muncul dalam buku teks periode 1975-2001 adalah stabilitas/keamanan nasional, kemajuan materiil/pembangunan, anti-komunisme, dan nasionalisme/persatuan dan kesatuan. Selain itu pendidikan di Indonesia merupakan hasil hegemoni negara pada masyarakat, yang dibangun atas dasar kesepakatan bersama dengan meneguhkan cara-cara


(50)

commit to user

 

lama yang mendorong kembali pada dasar negara (Pancasila dan UUD 1945) sebagai orientasi kolektif masa lalu. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses hegemoni yang dijalankan berdampingan dengan tindakan-tindakan represif, misalnya dengan tindakan hukum, pelarangan, dan sensor.

Penelitian tentang buku teks sejarah SMA di Indonesia juga pernah dilakukan oleh Darmiasti (2002) dengan judul “Penulisan Buku Pelajaran Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas tahun 1964 – 1984: Sejarah Demi Kekuasan”. Hasil dari penelitian ini antara lain buku-buku yang dipakai pada Kurikulum 1964 masih diwarnai dengan Nerlandosentris karena rujukannya masih banyak menggunakan buku-buku yang ditulis oleh orang-orang Belanda. Buku yang dipakai pada Kurikulum 1968 sudah mulai Indonesiasentris yang menempatkan orang Indonesia sebagai aktor utama dan menyebutkan bahwa bangsa Indonesia sudah ada sejak jaman Hindu-Budha. Selain itu buku-buku yang ditulis pada masa ini menyebutkan bahwa konsepsi Indonesia secara geopolitik sudah ada sejak masa Sriwijaya dan Majapahit. Nuansa ideologis juga sudah mulai nampak dalam buku-buku sejarah pada Kurikulum 1975, 1984 dan PSPB. Ada standarisasi nilai yang bersifat subyektif dalam menilai peristiwa sejarah yang ditulis dalam buku-buku ini, seperti standar “Nilai-nilai 45”, contohnya masa Demokrasi Liberal dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai 45.

Penelitian tentang buku teks juga pernah dilakukan oleh Nurdin Hussin (2008) yang berjudul “A Critical Review on the Early History Textbooks in Malaysian Secondary School”. Hasil penelitian ini adalah buku teks sejarah


(51)

commit to user

 

pada sekolah menengah di Malaya Inggris dan Malaysia pada topik sejarah Malaysia setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis hanya berisi sejarah aktivitas orang-orang Eropa di semenanjung Malaya, Sabah dan Sewarak. Penulis buku teks tersebut kebanyakan adalah orang-orang Inggris. Selain itu silabus dan kurikulum sejarah di Malaysia mengadopsi silabus dan kurikulum kolonial Inggris.

Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “A ‘Necessary’ Dictatorship: The ‘Age of Rosas’ in Argentine History Textbooks Published between 1956 and 1983 and the Defence of Authoritarianism” oleh Gonzalo

de Amézola (2007). Hasil penelitiannya adalah semua buku teks sejarah yang terbit antara 1956 sampai 1983 di Argentina selalu memuat konsep tentang tanah air, otoritas, keteraturan, dan tingkatan. Kediktatoran digambarkan sebagai suatu hal yang tak terhindarkan dan wajar dalam pemerintahan Argentina.

Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “Old Wounds, New Narratives: Joint History Textbook Writing and Peacebuilding in East Asia” oleh Zheng Wang (2009). Hasil penelitiannya adalah buku teks sejarah telah menjadi sumber kontroversi di beberapa negara di Asia Timur. Guna mengatasi hal tersebut dilakukan penulisan buku teks secara bersama oleh sejarawan dari Cina, Jepang, dan Korea Selatan yang mampu membangun wacana perdamaian di kawasan Asia Timur.

Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “Stigmatized by History or by Historians? The Peoples of Russia in School History Textbooks” oleh


(52)

commit to user

 

Victor Shnirelman (2009). Hasil penelitiannya adalah bahwa wacana sejarah dalam buku pelajaran sejarah di Rusia sangat tersentralisasi dan dikuasai oleh negara. Wacana alternatif di luar wacana resmi negara tidak diperkenankan untuk muncul dalam buku teks. Implikasi dari sentralisasi dan penyeragaman wacana ini adalah adanya beberapa kelompok etnis tertentu di Rusia yang termarjinalkan dan memori kolektifnya tidak diakui oleh negara.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini bertujuan sebagai arahan dalam penelitian, terutama untuk memahami alur berpikir, sehingga analisis bisa sistematis dan sesuai dengan tujuan penelitian. Kerangka berpikir ini sifatnya lentur dan terbuka. Kerangka pikir dalam penelitian ini secara sederhana adalah sebagai berikut.


(53)

commit to user

 

Negara memerlukan pendidikan sejarah untuk menanamkan dan melestarikan ideologi pada peserta didik. Hal ini dilakukan salah satunya melalui praktik wacana dalam buku teks sejarah, karena jika ingin menguasai seseorang maka harus bisa menguasai pemikirannya. Penguasaan pikiran ini dapat dilakukan melalu wacana.

Negara melakukan produksi sekaligus kontrol wacana. Produksi wacana itu melalui kurikulum dan buku teks (BSE Sejarah SMA) yang ditulis berdasarkan kurikulum tersebut. Wacana dalam buku teks tersebut kemudian dikonsumsi oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada saat yang sama, negara juga melakukan kontrol terhadap kurikulum dan BSE Sejarah SMA melalui BSNP. Dalam proses ini negara melakukan hegemoni terhadap masyarakat melalui BSE Sejarah SMA. Namun, hegemoni ini juga berhadapan dengan counter hegemoni karenanya buku dan sumber belajar alternatif yang berbeda dengan official history dalam BSE Sejarah SMA banyak tersedia sehingga guru atau siswa yang kritis tidak akan menelan begitu saja wacana negara dalam BSE Sejarah SMA.

Praktik wacana yang berujung pada hegemoni maupun counter hegemoni dipengaruhi oleh konteks praktik politik pendidikan negara. Negara menerapkan berbagai kebijakan untuk mengontrol teks sekaligus konteks wacana.


(54)

commit to user

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian terhadap BSE Sejarah SMA merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis yang akan menghubungkan teks dan konteks untuk melihat tujuan dan praktik bahasa. Dalam analisis wacana kritis, wacana dipahami sebagai praktik sosial yang dapat menampilkan efek ideologi: dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial di mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan.

Penelitian ini akan mengalanisis wacana ideologi negara dalam BSE Sejarah SMA, proses produksi wacana tersebut dan konteks sosial politik yang melingkupi praktik wacana tersebut. Guna mengungkap semua itu digunakan analisis wacana kritis yang tidak hanya mengungkap makna sebuah wacana, tapi juga konteks wacana sehingga dapat diperoleh pemahaman yang holistik mengenai wacana yang dianalisis. Oleh karenanya model analisis wacana kritis yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis model Fairclough.

Fairclough (1997:208-210) membagi analisis wacana kritis dalam tiga dimensi, yaitu:


(55)

commit to user

1. Teks. Teks bukan hanya menunjukkan bagaimana suatu obyek digambarkan, tapi juga bagaimana hubungan antar obyek didefinisikan.

2. Praktik Wacana, merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks pada dasarnya dihasilkan dari sebuah proses produksi, seperti pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas menghasilkan teks. Demikian pula konsumsi teks dapat berbeda pada konteks yang berbeda. Konsumsi teks dapat dilakukan secara personal atau kolektif. 3. Praktik Sosial Budaya, yaitu melihat bangunan wacana yang berkembang

dalam masyarakat, di mana dimensi ini melihat konteks luar dari teks. Konteks ini misalnya konteks situasi, hubungan pembuat teks dengan institusi atau ideologi tertentu, konteks sosial politik yang berkembang dalam masyarakat, dan sebagainya

Secara sederhana analisis wacana kritis menurut Fairclough dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 3. Dimensi analisis wacana kritis menurut Fairclogh Praktik Sosial Budaya

Praktik Wacana Teks


(56)

commit to user

B. Sumber Data

1. BSE Sejarah SMA Kelas XII IPA karya Sh. Mustofa, Suryandari dan Tutik Mulyati. Pemilihan buku teks ini karena pada kelas XII IPA terdapat Standar Kompetensi (SK) merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi sampai masa Reformasi, yang terdiri dari dua Kompetensi Dasar (KD), yaitu merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru dan merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Reformasi. Selain itu juga terdapat SK menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-20, yang terdiri dari dua KD, yaitu menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan hubungannya dengan Perang Dunia II dan Perang Dingin, dan menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Penjabaran SK dan KD tersebut dalam buku teks sarat dengan ideologi. Selain itu konstruksi mengenai sejarah Orde Baru dan Reformasi serta Perang Dingin oleh penulis buku teks di masa Reformasi juga menarik untuk dicermati. Hal ini terutama karena adanya kecenderungan dalam penulisan sejarah resmi untuk kepentingan pendidikan yang diwarnai oleh gambaran hitam putih dan kebencian terhadap masa lalu seperti yang diungkapkan oleh S. Hamid Hasan (2008:415).

2. Dokumen mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai buku teks sejarah misalnya Permendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang buku teks pelajaran, dan Permendiknas No. 48 Tahun 2007 tentang penetapan buku teks


(57)

commit to user

sejarah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Dokumen dari media massa terutama yang memberitakan atau mengulas mengenai buku teks sejarah.

4. Pihak yang terlibat dalam produksi teks yang dijadikan informan dalam penelitian ini antara lain para penulis BSE Sejarah SMA, kepala redaksi dari pihak penerbit serta penilai kelayakan BSE Sejarah SMA.

5. Pihak yang terlibat dalam konsumsi teks yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah guru yang menggunakan BSE Sejarah SMA dalam pembelajaran sejarah.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Analisis Teks Model Fairclough

Pengumpulan data pada dimensi teks dilakukan melalui analisis teks Fairclough. Ada tiga elemen dasar dalam model analisis teks Fairclough, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Elemen representasi melihat bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dalam teks. Elemen relasi melihat bagaimana hubungan antara penulis, khalayak dan partisipan ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Elemen identitas melihat bagaimana identitas penulis, khalayak dan partisipan ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Dalam penelitian ini, analisis teks


(58)

commit to user

dilakukan pada level subbab dalam BSE Sejarah Kelas XII IPA karena lebih efektif dalam mengungkap ideologi yang ada dalam teks.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengungkap praktik wacana. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada beberapa pihak. Guna mengungkap proses produksi teks dilakukan wawancara dengan penulis BSE Sejarah kelas XII IPA, kepala redaksi dari penerbit. Negara melakukan kontrol terhadap wacana melalui penilaian di BSNP sehingga tim penilai kelayakan BSE Sejarah SMA yang terdiri dari para akademisi juga diwawawancarai dalam penelitian ini. Sementara untuk mengungkap proses konsumsi teks dilakukan wawancara dengan guru yang menggunakan BSE Sejarah SMA dalam pembelajaran sejarah.

3. Studi Literatur/Dokumen

Studi literatur/dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data guna mengungkap praktik wacana dan praktik sosial budaya. Paraktik wacana terdiri dari proses produksi dan konsumsi teks yang ditelusuri melalui studi literatur/dokumen. Beberapa literatur/dokumen yang digunakan untuk mengungkap proses produksi teks antara lain Permendiknas No. 11 tahun 2005 tentang buku teks pelajaran, instrumen penilaian buku teks pelajaran sejarah, artikel “Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar


(59)

commit to user

dan Menengah” yang disarikan dari ”Naskah Akademik Penilaian Buku Teks Pelajaran” oleh Pudji Mulyono (Staf Profesional BSNP untuk Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran), laporan BSNP, dan sebagainya.

Pengumpulan data guna mengungkap konteks politik pendidikan dilakukan melalui studi literatur/dokumen. Beberapa literatur/dokumen yang digunakan antara lain Permendiknas No. 7 Tahun 2005 tentang penghentian uji coba “Kurikulum 2004” untuk mata pelajaran sejarah dan larangan penggunaan buku teks mata pelajaran sejarah yang disusun berdasarkan kompetensi “Kurikulum 2004”, dokumen standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sejarah untuk SMA/MA kurikulum 2004 dan KTSP, siaran pers Kejaksaan Agung tentang Pengawasan Media Massa tahun 2006, buku yang ditulis oleh Iwan Awaludin Yusuf (2010) yang berjudul Pelarangan Buku di Indonesia: Sebuah Paradoks Kebebasan Berekspresi, dan sebagainya.


(60)

 

Tabel 2. Dimensi Analisis Wacana Kritis, Metode Pengumpulan Data dan Unit Analisis dalam Penelitian Wacana Ideologi Negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA)

DIMENSI

ANALISIS WACANA KRITIS

METODE

PENGUMPULAN DATA UNIT ANALISIS

Teks

bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu, serta bagaimana kecenderungan tema-tema ideologi yang muncul dalam teks

• Analisis teks Fairclough Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII IPA

Praktik Wacana

bagaimana proses produksi dan konsumsi teks

• Wawancara

• Studi literatur/dokumen

1. Proses Produksi Teks

a. Penulisan teks (penentuan penulis dan penentuan kriteria penulisan)

b. Hubungan antara penulis dengan struktur organisasi media (bentuk organisasi dan proses pengambilan keputusan) c. Praktik kerja/rutinitas kerja produksi teks (pola dan

rutinitas pembentukan teks, serta pertimbangan menyangkut bagaimana teks dipublikasikan) 2. Proses Konsumsi Teks

a. Pola-pola konsumsi teks bagi siswa

b. Sistem kontrol atas proses konsumsi oleh negara Praktik Sosial Budaya

bagaimana praktik politik pendidikan yang dilakukan oleh Negara yang

mempengaruhi produksi dan konsumsi teks baik secara langsung maupun tidak langsung

• Studi literatur/dokumen

1. Situasional

Kondisi pendidikan yang terjadi pada masa teks berlaku 2. Institusional

Limitasi, kontrol dan pengendalian yang akan menentukan apa yang tampil dan tidak dalam sebuah teks

3. Sosial


(1)

commit to user

157   

 

selama ini telah menjadi lembaga penyeragaman. Keseragaman ini berfungsi untuk mewariskan nilai-nilai masa lalu yang seragam, yang kemudian melahirkan sikap mental konfirmistik dan peniruan berpikir klise, bahkan mendorong timbulnya selera yang seragam. Buku teks merupakan salah satu alat penyeragaman tersebut.

Penyeragaman wacana yang berusaha dilakukan oleh negara sebenarnya sudah tidak relevan dengan perkembangan akademik dan perkembangan teknologi. Suasana keterbukaan sejak reformasi telah melahirkan beragam tafsir atas peristiwa sejarah yang berbeda dengan versi resmi negara. Tafsir ini dengan mudah bisa didapatkan melalui berbagai buku maupun artikel. Perkembangan teknologi informasi, khususnya internet, juga mempermudah akses terhadap sumber ataupun tulisan sejarah alternatif yang berbeda dengan versi resmi negara. Jadi, meskipun negara berusaha melakukan penyeragaman wacana melalui buku teks pelajaran sejarah namun usaha itu berhadapan dengan adanya wacana alternatif yang mudah untuk diakses.


(2)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

1. Tema-tema ideologi negara yang cenderung muncul dalam BSE Sejarah SMA

Kelas XII IPA antara lain konstitusionalisme, anti komunisme/sosialis komunis, stabilitas, pembangunan/kemajuan, demokrasi/kemerdekaan/HAM, anti Orde Baru, dan globalisasi ekonomi/liberalis kapitalis. Meskipun muncul tema anti Orde Baru namun secara umum representasi yang dibangun dalam teks mengenai Soeharto dan Orde Baru masih lebih baik jika dibandingkan dengan representasi yang dibangun mengenai Soekarno dan masa Demokrasi terpimpin. Representasi masa reformasi dalam teks juga tidak terlalu baik. Sementara itu komunisme tetap dikonstruksikan secara negatif dalam teks seperti halnya dalam teks pendidikan masa Orde Baru. Stabilitas dan konstitusionalisme merupakan tema ideologi yang paling sering muncul dalam teks. Stabilitas dikonstruksikan sebagai landasan untuk mencapai kesejahteraan. Peralihan kekuasaan yang mengawali Orde Baru dan Reformasi dikonstruksikan sebagai tindakan konstitusional. Kebijakan atau tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin negeri ini juga diklasifikasikan ke dalam kategori konstitusional atau inkonstitusional, sesuai atau tidak sesuai dengan UUD 1945.


(3)

commit to user

159  

2. Tema-tema ideologi negara yang muncul dalam teks tidak lepas dari praktik

produksi dan konsumsi teks. Negara melakukan kontrol terhadap produksi teks melalui BSNP yang menilai kelayakan buku teks untuk digunakan dalam pembelajaran. Penulis maupun penerbit mengikuti rambu-rambu yang telah ditentukan oleh BSNP agar buku yang diajukan bisa lolos, termasuk diantaranya menuliskan peristiwa G30S sebagai G30S/PKI. Selain mengenai G30S, kontrol produksi buku teks yang dilakukan tidak seberapa ketat jika dibandingkan dengan pada masa Orde Baru. Begitu pula dengan kontrol terhadap konsumsi buku teks. Meskipun negara telah mengeluarkan regulasi mengenai buku teks pelajaran, namun belum tentu buku teks yang telah ditetapkan oleh pemerintah digunakan sebagai buku acuan wajib dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan melemahnya kontrol negara dalam produksi maupun konsumsi buku teks.

3. Konteks politik pendidikan turut mempengaruhi praktik wacana ideologi

negara dalam BSE Sejarah. Reformasi yang mengusung semangat kebebasan dan demokratisasi telah membawa banyak perubahan termasuk dalam hal kebijakan mengenai pendidikan sejarah di Indonesia. Narasi resmi versi Orde Baru mulai dipertanyakan sehingga lahirlah Suplemen Kurikulum 1999 yang berisi revisi materi-materi yang bersifat sensitif. Suplemen kurikulum ini kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Kurikulum 2004. Namun kurikulum ini kemudian dianggap “kurang selaras dengan fakta sejarah” sehingga dihentikan dan kembali ke kurikulum 1994. Kurikulum terbaru yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan BSE Sejarah adalah kurikulum


(4)

2006. Selain perubahan kurikulum, konteks yang turut mempengaruhi praktik wacana ideologi dalam BSE Sejarah adalah pelarangan Kejaksaan Agung terhadap buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan kurikulum 2004 dengan alasan tidak menyebutkan pemberontakan PKI Madiun 1948 dan hanya menyebut peristiwa G30S tanpa menyebutkan PKI di belakangnya. Penulis buku terpaksa harus menuliskan versi negara mengenai G30S yaitu G30S/PKI agar buku yang ditulis bisa lulus penilaian di BSNP.

B. Implikasi

1. Tema-tema ideologi negara yang muncul dalam BSE Sejarah tidak jauh

berbeda dengan tema-tema ideologi negara yang muncul dalam teks pendidikan di masa Orde Baru. Hal ini menunjukkan bahwa wacana Orde Baru telah mengakar kuat dan sulit untuk dihilangkan ataupun diganti meskipun rezim telah berganti. Soeharto dan Orde Baru masih direpresentasikan secara positif dalam teks, namun kebijakan politiknya yang terlalu represif dan praktik KKN yang terjadi semasa Orde Baru juga dimunculkan dalam teks. Representasi negatif terhadap Soekarno dan Demokrasi Terpimpin masih dilanjutkan. Sementara itu Reformasi juga tidak selalu direpresentasikan secara positif. Hal ini berbeda dengan pendapat S. Hamid Hasan yang mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik sejarah resmi yang diajarkan di sekolah adalah diwarnai dengan kebencian pada masa lalu sehingga rezim atau pemerintahan sebelumnya cenderung


(5)

commit to user

161  

dikonstruksikan secara negatif, penuh kesalahan, dan ditempatkan pada sisi hitam sementara rezim yang sedang berkuasa dikonstrusikan sebaliknya.

2. Negara memang masih melakukan kontrol terhadap produksi dan konsumsi

wacana dalam buku teks melalui berbagai regulasi dan BSNP serta Kejaksaan Agung, namun kontrol itu sifatnya lemah. Kontrol yang agak kuat hanya dilakukan pada pelanggengan wacana ideologi anti komunisme yang merupakan warisan wacana Orde Baru. Hal ini menunjukkan bahwa anti komunisme ternyata mampu bertahan lebih lama dari Orde Baru. Komunisme masih dianggap sebagai ancaman, mengandung bahaya laten, dapat bangkit kembali sehingga penyeragaman wacana mengenai komunisme dianggap masih diperlukan. Penyeragaman wacana anti komunisme ini mendapatkan tantangan dari berbagai pihak, termasuk dari guru sejarah sendiri. Beberapa guru sejarah tidak hanya menyajikan versi negara mengenai G30S tapi juga menyajikan versi lainnya. Selain itu buku-buku atau artikel yang memuat historiografi alternatif mengenai G30S juga tidak sulit untuk didapatkan. Dengan demikian sebenarnya usaha penyeragaman wacana ideologi anti komunisme melalui buku teks tidak terlalu efektif.

3. Kebijakan perubahan kurikulum sejarah yang selalu dipengaruhi oleh kondisi

sosial politik terkadang lebih didasari oleh kepentingan politis dan mengesampingkan kepentingan akademis. Kebijakan mengenai buku teks pelajaran sejarah pun terkadang lebih didasari kepentingan politis daripada akademis. Hal ini nampak dalam pelarangan buku-buku pelajaran sejarah pada tahun 2007 oleh Kejaksaan Agung. Pasca pelarangan itu terjadi


(6)

pemusnahan terhadap buku-buku pelajaran sejarah yang dilarang. Hal ini tentu saja menimbulkan efek negatif dalam perkembangan penulisan buku teks sejarah. Penulis buku teks pelajaran sejarah akan cenderung “cari aman” agar bukunya tidak dilarang, meskipun usaha “cari aman” itu sebenarnya bertentangan dengan kepentingan akademis

. C. Saran

1. Penulis sebaiknya tidak sekedar “cari aman” dalam menulis buku teks

pelajaran sejarah dan mengesampingkan aspek akademis dan pedagogis hanya agar lolos sebagai BSE. Banyak buku pelajaran sejarah yang tidak lolos sebagai BSE tetap bisa beredar di pasaran. Konsumen tetap bebas memilih buku pelajaran sejarah yang beredar di pasaran. Buku yang memiliki kualitas yang baik akan tetap laku di pasaran meskipun bukan sebagai BSE. Jadi, jika yakin bahwa kualitas buku yang ditulisnya baik, maka penulis tidak perlu khawatir bukunya tidak akan laku di pasaran.

2. Pemerintah sebaiknya tidak mengorbankan aspek akademis demi kepentingan

politis dalam menyikapi masalah buku teks pelajaran sejarah. Praktik pelarangan buku yang tidak sesuai dengan semangat keterbukaan dan demokratisasi di era reformasi sebaiknya dihapuskan.

3. Guru dan siswa sebaiknya bersikap kritis dalam menggunakan berbagai

sumber pembelajaran, termasuk BSE Sejarah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjebak dalam kungkungan wacana ideologi tertentu.