112
hewan. Namun, semenjak pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III peraturan tersebut dihapuskan. Tidak ada lagi strata dalam
masyarakat dan bebas dalam menggunakan motif. Hal ini terlihat jelas pada saat Sultan Muhammad Kaharuddin IV Sultan Sumbawa menggunakan
kere’ alang dengan motif cepa’. Dimana motif cepa’ merupakan motif yang paling sederhana namun memiliki makna simbol yang kuat didalamnya. Hal
ini membuktikan bahwa saat ini Sultan dan rakyat tidak memiliki batasan dalam penggunaan
kere’ alang.
Gambar LXXXIX : Sultan Sumbawa Menggunakan Kere’ Alang
sebagai ciri status sosial Sumber : Hasanuddin, 2015
3. Upacara daur hidup
Tak hanya berfungsi sebagai media pengobatan dan sebagai ciri status sosial,
kere’ alang juga berfungsi sebagai benda pelengkap dalam setiap prosesi upacara daur hidup yang berlaku di Dusun Senampar dan
seluruh daerah lainnya di Sumbawa. Beberapa kegiatan tersebut adalah
113
upacara biso tian cuci perut, nyorong, dan barodak. Upacara biso tian merupakan upacara selamatan bayi yang sedang dalam kandungan agar
kelak lahir dengan selamat dan menjadi anak yang berguna serta berbakti pada orang tua. Biasanya pada upacara ini, sang calon ibu memakai
kere’ alang sebagai penutup tubuhnya yang kemudian diberikan doa-doa oleh
sandro. Upacara nyorong dan barodak, merupakan salah satu kegiatan menuju pernikahan. Pada upacara nyorong atau seserahan, biasanya
kere’ alang dijadikan sebagai benda yang dipersembahkan kepada calon
pengantin. Sedangkan pada upacara barodak yang merupakan upacara membersihkan diri sebelum menikah,
kere’ alang digunakan sebagai pakaian pelengkap yang wajib digunakan bersama
lamung pene’. Tradisi seperti ini masih terus terjaga dan tetap digunakan oleh masyarakat
Sumbawa khususnya agar kelak kere’ alang beserta adat istiadat yang ada
tidak hilang begitu saja.
Gambar LC : Prosesi Upacara Barodak Sumber : Maharini, 2015
114
Dari beberapa penjelasan diatas, kere’ alang yang diyakini sebagai media
pengobatan saat ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat Dusun Senampar. Zaman yang serba modern ini, masyarakat beralih pada dokter dan
mengkonsumsi obat-obatan ketika mereka sakit. Meskipun demikian, ada pula sebagian masyarakat yang masih memayikini hal tersebut. Saat ini tidak ada
batasan dalam penggunaan kere’ alang baik dilihat dari penggunaan motif
hingga warnanya. Namun dewasa ini k ere’ alang berkembang selain berfungsi
sebagai busana upacara adat, kere’ alang juga berfungsi sebagai bahan sandang
yang dapat digunakan sebagai pakaian pesta formal maupun informal yang tentunya dapat dikombinasikan dengan berbagai jenis pakaian. Jika ditinjau dari
fungsinya, kere’ alang yang diciptakan sebagai wujud kreativitas penenun
masuk dalam salah satu contoh fungsi personal. Dalam penggunaannya kere’
alang digunakan sebagai salah satu kelengkapan dalam upacara adat. Hal ini termasuk dalam contoh fungsi sosial. Kemudian,
kere’ alang saat ini berkembang dan digunakan tidak hanya untuk kelengkapan pakaian adat
semata. Saat ini sudah mulai digunakan untuk busana formal maupun non formal. Hal ini merupakan contoh perwujudan dari fungsi fisiknya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kere’ alang memiliki ketiga fungsi yang mana satu sama
lain saling terkait dan berhubungan.