BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian bencana umumnya mempunyai dampak yang merugikan seperti kerusakan sarana dan prasarana fisik maupun pemukiman, terhambatnya aktifitas
perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta menyebabkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih
aman PPK Depkes RI, 2007. Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih
dari 5000 sungai besar dan kecil dimana 30 diantaranya melewati kawasan padat penduduk, termasuk wilayah Sumatera Utara terbagi atas wilayah Pantai Timur dan
Pantai Barat dimana Pantai Timur. Daerah pantai merupakan dataran rendah seluas 26.360 km
2
Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1-4 atau 36,8 luas dari seluruh Provinsi Sumatera Utara dengan
kelembaban tinggi dan curah hujan yang relatif tinggi merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana banjir. Disamping bencana banjir wilayah Sumatera Utara juga
rawan terhadap bencana alam lain seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung, gunung meletus, kebakaran hutan dan tsunami BMG, 2007
LU dan 98 -100
BT merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di kawasan Palung Pasifik Barat. Luas
wilayah ± 181.680, 68 km2, 60,5 adalah lautan dan 39,5 adalah daratan, terdiri dari Pulau Sumatera dan Pulau Nias, memiliki musim panas dan musim penghujan.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Kabupaten kota : 19 kabupaten dan 7 kota, 361 kecamatan, 5. 626 desa kelurahan. Jumlah penduduk : 12.643.494 jiwa, kepadatan penduduk 176 jiwa per
km2 dimana 54,15 tinggal di pedesaan dan 45,85 di kota dengan tingkat
kemiskinan : 15,66 atau 1.979.702 jiwa Pemprovsu, Desember 2006. Peristiwa gempa bumi di Nias 28032005 dengan kekuatan 8,7 SR, telah
menimbulkan dampak yang merugikan seperti timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis bagi masyarakat
Nias dan menimbulkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih aman.
Bencana yang terjadi di Wilayah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2008 selain banjir adalah tanah longsor, angin
puting beliung, gempa bumi dan gelombang pasang. Bencana banjir terjadi di daerah Asahan, Labuhan Batu, Nias, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, dan Langkat.
Sampai dengan bulan Maret tahun 2008 bencana yang terjadi Sumatera Utara adalah gempa bumi di Kabupaten Nias 23 Januari 2008, tanah longsor di Sibolga 4 Maret
2008, angin puting beliung di Kab Batubara 12 Maret 2008 , banjir dan tanah longsor di Kab Madina 13 Maret 2008, banjir di Kab Serdang Bedagei 27 Maret
2008. Kejadian bencana ini mengakibatkan korban meninggal 2 orang, korban luka 10 orang dan kerusakan bangunan fisik rumah 112 unit dan gedung Sekolah Dasar
1 unit juga mengakibatkan pengungsian sebanyak 4.532 KK PBR I Sumut, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kejadian bencana tersebut, ternyata Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya bencana jika dinilai dari aspek
geografis, iklim, geologis, faktor keragaman sosial, budaya dan politik.
PETA DAERAH RAW AN BENCANA ALAM DI SUMATERA UTARA
Gambar 1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang RI nomor 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana
merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah yang harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu pada setiap tahapan melalui Badan Penanggulangan Bencana
baik yang berada di Pusat BNPB maupun yang berada di daerah BPBD. Sumber: Balai besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I 2007
Universitas Sumatera Utara
Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana pada fase tanggap darurat secara komprehensif menyeluruh adalah pemenuhan kebutuhan darurat
berupa pangan, penampungan darurat dan krisis kesehatan dengan tujuan menekan tingkat kerugian, kerusakan dan segera dengan cepat memulihkan keadaan dengan
melibatkan multi sektor dalam bentuk satuan tugas Satgas. Satuan tugas yang diperlukan dalam penanganan bencana umumnya adalah Satgas Sosial, Satgas
kesehatan, Satgas Search and Rescue SAR, Satgas Pekerjaan Umum dan Satgas Bantuan logistik namun satgas yang dibentuk dan yang diterjunkan ke lokasi bencana
tergantung kepada tingkat keparahan daerah yang dilanda bencana dan prioritas kebutuhan Bakornas PB, 2006.
Kompleksitas masalah bencana yang dihadapi memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam mengambil tindakan terutama pada fase tanggap darurat. Tahapan
penanggulangan bencana pada fase ini dimulai dari tahap kesiagaan awareness stage, tahap respons awal initial action stage, tahap perencanaan planning stage,
tahap operasional operational stage dan tahap pengakhiran tugas mission conclutsion stage Carter, 1992.
Resiko gangguan kesehatan pada bencana merupakan fungsi perkalian dari hazard dan vulnerability. Hazard diartikan sebagai besarnya kerusakan yang
ditimbulkan sedangkan Vulnerability adalah kerentanan suatu populasi atau penduduk di suatu tempat. Oleh sebab itu secara umum penduduk miskin akan lebih rentan
karena kapasitas cadangan yang dimiliki lebih sedikit dibanding penduduk mampu,
Universitas Sumatera Utara
dengan kata lain dengan hazard yang sama penduduk miskin akan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang lebih besar Carter, 1991
Setiap bencana yang besar selalu menimbulkan krisis kesehatan karena
pelayanan kesehatan setempat mengalami gangguan fungsi akibat; 1 Fasilitas sarana pelayanan kesehatan rusak; 2 Terbatasnya tenaga kesehatan setempat untuk
menanggulangi korban karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian. Gangguan kesehatan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana
secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a kematian atau kecacatan, b hilangnya infrastruktur dan pasokan dan c terganggunya pelayanan kesehatan
baik preventif maupun kuratif. Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat
bencana antara lain; 1 Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik, 2 Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik, 3 Mobilisasi bantuan dari
luar lokasi bencana masih terhambat akibat masalah transportasi, 4 Sistem pembiayaan belum mendukung, 5 Sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan
baik, 6 Keterbatasan logistik Depkes RI, 2007 Bantuan pelayanan kesehatan di daerah bencana yang dinilai adanya
keterlambatan menurut Departemen Kesehatan 2006, disebabkan karena faktor jarak, faktor geografis, dan faktor mobilisasi sumber daya manusia.
Mobilisasi merupakan pengerahan sumberdaya secara cepat, tepat, terpadu dan menyeluruh guna mengantisipasi krisis kesehatan akibat bencana UU Nomor
242007; PP Nomor 212008. Untuk itu perlu adanya upaya menyiapkan mobilisasi
Universitas Sumatera Utara
sumber daya melalui pembentukan regionalisasi pusat bantuan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dalam 9 regional dan 2 sub regional Kepmenkes No. 145
MenkesSKI2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Regional Sumatera Utara di Medan sebagai salah satu dari sembilan Pusat Penanggulangan Krisis Regional di Indonesia. PPK Regional Sumut dengan cakupan
wilayah kerja Prov. NAD, Sumut, Sumbar Sub Regional, Riau dan Kepri. Regional
Sumatera Selatan di Palembang mencakup Provinsi Jambi, Sumsel, Babel dan Bengkulu. Regional Jakarta di DKI Jakarta mencakup Provinsi Lampung, Banten,
DKI Jakarta, Jabar dan Kalbar. Regional Jawa Tengah di Semarang mencakup Provinsi Jateng dan DIY. Regional Jawa Timur di Surabaya mencakup Provinsi
Jatim. Regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin mencakup Provinsi Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Regional Bali di Denpasar mencakup Provinsi Bali, NTB dan
NTT. Regional Sulawesi Utara di Manado mencakup Provinsi Gorontalo, Sulut dan Malut. Regional Sulawesi Selatan di Makassar mencakup Provinsi Sulbar, Sulteng,
Sulsel, Sultra, Maluku, Papua Barat dan Papua Sub Regional. Regionalisasi bantuan pelayanan krisis kesehatan, didasarkan kepada
pertimbangan 1 adanya rumah sakit rujukanpendidikan teaching hospital, 2 daerah tersebut memiliki akses transportasi ke beberapa wilayah, 3 daerah
tersebut memiliki sumberdaya manusia kesehatan yang sangat memadai, dan 4 daerah tersebut memiliki sarana penunjang yang baik Depkes, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Organisasi PPK Regional Sumatera Utara, dengan Visi: “Terwujudnya penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain secara cepat, tepat dan
terpadu menuju masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”. Dan Misi, yaitu 1 menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih
bernuansa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan rehabilitasi; 2 memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau secara profesional; 3 meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; 4 menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lainnya; dan 5 menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan
krisis dan masalah kesehatan lain. Depkes RI, 2007 Tujuan regionalisasi, adalah untuk 1 kesiapsiagaan penanggulangan krisis
kesehatan secara efektif dan efisien guna pengerahan sumber daya yang cepat, tepat dan terpadu pada tanggap darurat; 2 pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
akibat bencana dan pemecahan permasalahan krisis kesehatan. Pengorganisasian tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut,
Kesehatan Kodam IBB, Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Keputusan
menteri Kesehatan RI No. 679MenkesSKVI2007.
PPK Regional Sumatera Utara merupakan organisasi fungsional yang menanggulangi masalah krisis kesehatan akibat bencana. Penanggulangan Krisis
Kesehatan akibat bencana dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten kota,
Universitas Sumatera Utara
provinsi, regional dan pusat. Bila instansi kesehatan kabupatenkota tidak mampu menanggulangi krisis yang timbul akibat bencana maka instansi kesehatan yang lebih
tinggi dan instansi kesehatan yang terdekat dengan daerah bencana akan memberikan bantuan demikian seterusnya sampai ke tingkat yang lebih tinggi Pusat.
Dinas Kesehatan kabupatenkota diberi kewenangan sebagai perpanjangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut untuk meneruskan koordinasi penanggulangan
krisis kesehatan bila terjadi bencana di daerah. Kewenangan ataupun tanggung jawab tersebut meliputi pengerahan dan pengkoordinasian unsur-unsur sumberdaya
kesehatan baik SDM kesehatan, sarana dan prasasarana kesehatan, depot logistik kesehatan, peralatan dan Standar Operating Prosedur SOP pada instalasi kesehatan
milik pemerintah, BUMN ataupun swasta lainnya. Kepala Dinas Kesehatan kabupatenkota masing-masing diberikan tanggung jawab melakukan inventarisasi
potensi sumber daya, melaksanakan pelatihan terpadu dan melakukan sosialisasi rencana aksi yang diperlukan untuk senantiasa siap sedia menghadapi bencana.
Penyelenggaraan penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Propinsi Sumatera Utara memerlukan koordinasi secara terpadu semua instansi kesehatan yang
terkait. Pertemuan koordinasi dapat dilakukan internal kelompok kesehatan cluster meeting maupun pertemuan eksternal yang melibatkan lintas sektor yang terkait
dengan bencana Depkes RI, 2007.
Pengorganisasian siaga bencana sektoral, terdiri dari 1 Health Emergency
Information and Operational Support Unit HEIOU dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut; 2 Brigade Siaga Bencana dari Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik;
Universitas Sumatera Utara
3 Detasemen Kesehatan Lapangan Siaga Bencana dari Kesehatan Kodam IBB, Tim siaga bencana kesla Lantamal I Belawan, Tim siaga bencana dirgantara Kesehatan
Kosek Hanudnas III dan 4 Disaster Victim Identification DVI dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut. Tugas pokok, fungsi dan perannya meliputi
1 tim penilaian cepat Rapid Health Assessment; 2 tim reaksi cepat TRC; 3 tim bantuan kesehatan dan 4 siaga bencana rumah sakit; 5 tim identifikasi
korban bencana Depkes RI, 2006; dan Depkes RI, 2007. Koordinasi dalam penyusunan rencana aksi dilakukan untuk mencapai
efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi berkaitan dengan 1 Kualitas SDM 2 kepemimpinan dan komitmen organisasional serta 3 fasilitas. Suatu organisasi
dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas
dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas. Organisasi bencana terdiri dari berbagai sektor yang memiliki sumber daya
yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik demi tercapainya tujuan organisasi yaitu tugas kemanusiaan memberikan pertolongan untuk meringankan
beban masyarakat yang tertimpa bencana. Sumber daya manusia merupakan unsur organisasi yang paling dinamis dan kompleks meskipun menurut Claman 1998
bahwa sumber daya manusia tidak lagi dipandang sebagai komponen yang dapat dengan begitu saja diganti dengan komponen lain. Unsur organisasi lain seperti
bahan-bahan, peralatanmesin, metoda kerja dan pembiayaan merupakan aset yang juga harus dikelola dengan baik untuk tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Organisasi bencana termasuk organisasi publik di mana pengelolaan administrasinya ditandai dengan isu yang mengemuka yaitu tuntutan akan
pengelolaan administrasi yang mengarah kepada penyelenggaraan kepemerintahan yang baik good governance LAN, 2003.
Menurut sejumlah pakar seperti Hudges 1994, Osborne dan Gaebler 1992, dan Hood 1995, organisasi publik dituntut untuk : 1 lebih sebagai milik publik
sehingga publik dapat lebih diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi, 2 memiliki semangat kewirausahaan sehingga bisa memberikan pelayanan publik
yang berkualitas, 3 berorientasi pada hasil atau prestasi sehingga lebih produktif dan berkinerja tinggi, 4 lebih mengutamakan pelayanan kepada publik, dan 5 lebih
antisipatif sehingga lebih akurat dalam melakukan prediksi-prediksi. Organisasi bencana merupakan organisasi yang kurang terkoordinasi terutama
pada fase tanggap darurat dan tidak mampu merespon secara akurat kebutuhan masyarakat dari segi ketepatan maupun kecepatan. Faozan 2001, Dwiyanto et al
2006 dan Iriani 2007 mengidentifikasi berbagai penyebab ketidakmampuan organisasi bencana memenuhi tuntutan masyarakat antara lain adalah karena
peralatan dan teknik yang tidak memadai, keterampilan dan motivasi pelaku organisasi yang sangat rendah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Pengalaman terdahulu oleh peneliti pada kejadian Bencana dan laporan berbagai kasus penanggulangan bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia
seperti ; bencana Banjir Banda Aceh 2000, Bencana kemanusiaan TKI dideportasi di Nunukan Kalimantan Timur 2002, Bencana banjir Bandang Bahorok- Langkat
Universitas Sumatera Utara
2003, Gempa bumi dan Tsunami Aceh 2004, Gempa bumi dan Tsunami Nias
2005, Banjir Langkat 2006 dapat diambil berbagai pelajaran lesson learned. Salah satu lesson learn yang dapat dipetik adalah bahwa koordinasi adalah kata yang
mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk diwujudkan dalam arti yang sesungguhnya terutama pada fase tanggap darurat Depkes RI, 2007.
Organisasi yang berorientasi non profit seperti organisasi bencana senantiasa mengalami perubahan yang dinamis dan terus berkembang sejalan dengan besarnya
pengaruh bencana terhadap kehidupan manusia dan besarnya tuntutan masyarakat terhadap rasa aman akibat bencana. Oleh sebab itu diperlukan kepiawaian pelaku
organisasi untuk melakukan terobosan-terobosan agar organisasi tetap eksis dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Keban 2004, organisasi harus cepat
tanggap terhadap berbagai perubahan yang cepat yang dihadapinya dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang tepat.
Sudah banyak kajian dan penelitian mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, produktifitas kerja, disiplin kerja, iklim organisasi, komitmen organisasi namun
belum ada penelitian sebelumnya yang mengambil topik “Pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan krisis
regional Sumatera Utara.” Kajian dan penelitian yang ada relevansinya dengan topik diatas adalah “Pengaruh kepemimpinan dan komitmen organisasional terhadap
efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Tangerang“ yang dilakukan Sanapiah 2009 dan “Pengaruh Kompetensi kepemimpinan dalam pengorganisasian
kesiapsiagaan dan penggerakan ketanggapdaruratan bencana terhadap kinerja petugas
Universitas Sumatera Utara
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara” yang dilakukan Rahardja 2009.
Koordinasi lintas sektoral adalah proses perpaduan kegiatan sektor pemerintahan ataupun stake holders lainnya supaya dapat mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien. Koordinasi dilaksanakan oleh anggota organisasi yang tergabung dalam PPK Regional Sumut dalam merencanakan dan melaksanakan aksi
penanggulangan bencana pada tahap prabencana, saat bencana dan pasca bencana. Koordinasi dipengaruhi oleh faktor berikut : a Kepemimpinan; b Motivasi;
c Pengendalian; d Kerjasama; e Komunikasi dan ; f Tanggung jawab Depkes RI, 2007
Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan
secara cepat, tepat dan terpadu. Koordinasi didasarkan kepada sikap saling menghormati terhadap kompetensi dan tanggung jawab yang disetujui dari masing-
masing pihak dengan kemauan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya dalam menanganani dan menyelesaikan masalah-masalah dalam pencapaian tujuan bersama.
Rencana aksi disusun dengan koordinasi oleh semua stake holder dalam organisasi PPK regional Sumatera Utara. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang
berisi antara lain: 1 Latar belakang; 2 Gambaran resiko bencana yang berpotensi terjadi di suatu daerah; 3 Prinsip, visi, misi dan kebijakan-strategi yang disesuaikan
dengan kasus bencana; 4 Kelembagaan, peranan dan potensi stake holder dan 5 Perkiraan sumber dana disesuaikan dengan kondisi realistis bencana. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
naskah kerja rencana aksi disosisalisasikan kepada dinas kesehatan kabupatenkota dan instansi terkait lainnya Depkes RI, 2007.
Efektivitas organisasi berkaitan dengan 1 kinerja dari anggota organisasi dan diukur dari tingkat sejauh mana berhasil mencapai tujuan. 2 kepemimpinan dan
komitmen organisasional serta 3 fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana
dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.
1.2 Permasalahan
Pada pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana perlu ada upaya koordinasi Pemerintah dan masyarakat secara maksimal dengan
memberdayakan potensi dan sumber daya kesehatan yang dimotori oleh Pusat Penanggulangan Krisis PPK Regional Sumut. Penanganan krisis kesehatan akibat
bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan PPK Regional
Sumut serta sumber-sumber daya kesehatan lain. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan organisasi secara cepat,
tepat, efektif, efisien dan terpadu bila terjadi bencana. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh koordinasi
dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara?.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian