Kebijakan organisasi PPK Kesehatan, meliputi 1 penanganan krisis dan masalah kesehatan lain lebih menitik beratkan kepada upaya sebelum terjadi;
2 pengorganisasian penanganan krisis dan masalah kesehatan lain tingkat Provinsi dan KabupatenKota, dilaksanakan dengan semangat desentralisasi dan otonomi;
3 penanganan krisis dan masalah kesehatan lain diselenggarakan dengan memperkuat koordinasi dan kemitraan baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
4 pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektor dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; 5 pemantapan sistem informasi dan komunikasi
penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; 6 peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat guna menunjang kemandirian masyarakat dalam
penanganan krisis kesehatan dan masalah lain; 7 pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain di atur secara berjenjang; 8 setiap korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain mendapatkan
pelayanan kesehatan sesegera mungkin secara optimal dan manusiawi dan responsif gender; 9 pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuaikan dengan kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemerintah Daerah; dan
10 pemantapan regionalisasi penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain untuk mempercepat respons.
d. Strategi
Universitas Sumatera Utara
Strategi organisasi PPK Kesehatan, meliputi 1 meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain; 2 mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis dan kesehatan lain di daerah; 3 mengembangkan sistem manajemen penanganan
masalah krisis dan masalah kesehatan lain di daerah; 4 setiap Provinsi dan KabupatenKota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki
kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu, berkoordinasi dengan Satkorlak PB dan Satlak PB; 5 mengembangkan
sistem informasi dan komunikasi penanganan masalah krisis dan kesehatan lain; 6 memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas
pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas programlintas sektor, organisasi non pemerintah, masyarakat dan mitra kerja internasional secara berkala; 7 menyiapkan
sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi;
8 meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan pelatihan; 9 meningkatkan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal,
mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya; 10 mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain, melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.
Kinerja organisasi PPK Kesehatan Regional Sumut antara lain dipengaruhi oleh; 1 faktor kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana dan otonomi
daerah; 2 faktor risiko bencana, yang meliputi kerawanan bencana, kerentanan dan
Universitas Sumatera Utara
kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, 3 kesiapan unsur-unsur siaga bencana pada institusilembaga kesehatan sektoral dan 4 faktor koordinasi dalam
penyusunan rencana aksi kesehatan dalam penanggulangan bencana Menneg Ristek, 2007; PP No. 412007; UU No. 242007; dan PP No. 212008.
Pengerahan sumber daya kesehatan, diperlukan adanya standar manajemen krisis kesehatan bencana, meliputi 1 kebijakan dalam penanganan krisis, bahwa
setiap korban perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kedaruratan dan identifikasi korban meninggal; 2 pengorganisasian dilaksanakan oleh PPK Kesehatan yang
terpadu dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 3 mekanisme pengelolaan bantuan, terutama sumber daya manusia, obat dan perbekalan kesehatan; dan
4 pengelolaan data dan informasi penanganan krisis kesehatan Depkes RI, 2007. Pelayanan kesehatan menurut Proyek Sphere PS dalam Piagam
Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, merupakan satu unsur penentu yang kritis mempertahankan hidup pada tahap awal bencana. Sistem
pelayanan secara lengkap kemudian meliputi usaha pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi dari akibat trauma fisik, psikologis maupun akibat penyakit menular atau
tidak menular yang berpotensi terjadi pada suatu daerah bencana Pujiono, 2006. Sisteminfrastruktur kesehatan menurut Proyek Sphere berturut-turut memuat
1 dukungan terhadap pelayanan kesehatan; 2 dukungan terhadap sistem kesehatan nasional atau tempatan lokal; 3 memiliki kejelasan koordinasi; 4 standar
pelayanan kesehatan dasar; 5 pelayanan klinis terhadap kasus; 6 sistem informasi kesehatan Pujiono, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Penentuan prioritas pelayanan kesehatan mensyaratkan pemahaman tentang 1 status kesehatan, 2 kebutuhan dan risiko kesehatan, 3 sumber daya dan
kemampuan masyarakat yang terkena dampak sebelum bencana terjadi. Kebutuhan informasi tentang persyaratan diatas, akan dapat menyulitkan koordinasi jika terjadi
bencana di daerah yang menjadi areal service dan tanggung jawab Dinas kesehatan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengkajian yang melibatkan semua stake holder
pada tahap pra bencana. Informasi ini penting untuk menyusun rencana contingency yang segera dapat direvisi dan ditindaklanjuti dengan aksi penangggulangan yang
harmonis Pujiono, 2006. Secara umum menurut Proyek Sphere bahwa intervensi kesehatan masyarakat
dirancang untuk menjamin terciptanya manfaat kesehatan dalam hal pertolongan darurat dan pertolongan klinis pada orang cedera atau sakit. Upaya pencegahan pada
saat bencana yang dapat dilakukan bekerja sama dengan sektor terkait lainnya adalah masalah ketersediaan air bersih, gizi pangan, sarana penampungan dan pelayanan
klinis mencegah penyebaran wabah penyakit akibat bencana Pujiono, 2006. Koordinasi lintas sektor berarti bahwa satgas kesehatan tidak pernah dapat