Pengaruh Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi terhadap Efektivitas Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara

(1)

PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN

KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA

T E S I S

Oleh S U S A N T O 077035006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN

KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUSANTO 077035006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Proposal : PENGARUH KOORDINASI DALAM

PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Susanto Nomor Pokok : 077035006

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D Ketua

) (

Anggota

Suherman, S.K.M, M.Kes)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.S1) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 3 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes

2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si 3. Drs. Amru Nasution, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN

KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011


(6)

ABSTRAK

Sebagian besar wilayah Provinsi Sumatera Utara, merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana terutama bencana alam yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumatera Utara mengemban tugas sebagai sektor bantuan kesehatan pada bencana, selanjutnya mengkoordinasikan potensi sumberdaya kesehatan serta pihak masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan bencana terhadap efektivitas organisasi PPK Regional Sumatera Utara. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh unsur pimpinan manajemen siaga bencana PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi linear berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kerjasama dan komunikasi merupakan faktor koordinasi paling dominan pada seluruh aspek penyusunan rencana aksi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Koordinasi dalam merumuskan visi dan misi organisasi, koordinasi dalam identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi, koordinasi dalam program sarana dan koordinasi dalam program keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Variabel paling dominan memengaruhi efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara adalah koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi.

Disarankan: faktor kepemimpinan dalam koordinasi penyusunan rencana aksi masih perlu ditingkatkan, melalui pertemuan secara berkala antar para pimpinan unit kerja yang tergabung dalam PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Peningkatan faktor motivasi seluruh personil PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, khususnya dalam menyampaikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada unit kerjanya masing-masing, sehingga dapat disusun strategi yang lebih terpadu sebagai acuan bersama dalam penanggulangan bencana. Penyesuaian teknologi penanganan krisis kesehatan sehingga memenuhi nilai ideal peralatan sebagai salah satu kriteria efektivitas organisasi dalam penanggulangan bencana.


(7)

ABSTRACT

Most of the area of the North Sumatra Province is susceptible to especially a natural disaster that can result in a health problem. The North Sumatra Regional Health Crisis Management Center carries out the task as a sector for disaster health assistance and then to coordinate the potential of human resources and the communities in the whole area of the North Sumatra Province.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of coordination in composing the action plan on the organization effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The population of this study were all elements of disaster alert top management of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview then the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically cooperation and communication were the most dominant factors of coordination in all aspects of composing the action plan of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in formulating the vision and mission of organization, coordination in SWOT identification, coordination in operational development of organization, coordination in program infrastructure, and coordination in financial program had a positive and significant influence on the effectiveness of the organization of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in operational development of organization was the most dominant variable that influenced the effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center.

It is suggested that leadership in composing coordination the action plan still needs to be improved through periodical meetings among the heads of working units of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center, motivation of all personnel of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center especially in introducing the SWOT in their own working unit that a more integrated strategy to be used as a mutual guidance in preventing the disaster can be made, and the technology used for health crisis management should be adjusted that it meets the value of ideal equipment which is one of the criteria of the effectiveness of organization in disaster management.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Alhamdulillahi rabbil’alamin, atas segala rahmat, karunia, ijin dan ridho-Nya, akhirnya tesis yang berjudul: “Pengaruh Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi terhadap Efektivitas Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara ” dapat diselesaikan. Dalam menyusun tesis ini, peneliti mendapatkan berbagai masukan, saran, pendapat, kritik, bantuan, dorongan, bimbingan dari berbagai pihak dan keluarga.

Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan filosofis metode penelitian yang baik dan benar.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan filosofis kepemimpinan yang baik dan benar.

4. Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D, selaku Ketua Pembimbing dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing, memahamkan materi tesis dan mengarahkan ke arah pola pikir dan pola tindak dalam berproses sebagai peneliti yang baik dan benar.


(9)

5. Suherman, S.K.M, M.Kes, selaku Anggota Pembimbing, dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan materi tesis dari aspek aplikasi di lapangan yang baik dan benar.

6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si, selaku Pembanding, dan selaku guru sekaligus penguji yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan filosofi materi manajemen dan aplikasinya dalam metodologi penelitian yang baik dan benar.

7. Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku Pembanding, dan selaku guru sekaligus penguji yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan filosofi materi tesis dan metode penelitian yang baik dan benar.

8. Dr. Candra Syafei, Sp.OG, selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, yang telah secara tulus ikhlas memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan. 9. Dr. H. Azwan Hakmi Lubis, M.Kes, Sp.A, selaku Direktur Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik, yang telah secara tulus ikhlas memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya, dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan.

10. Kolonel CKM dr. Eddy Mahidin, Sp.THT, selaku Kepala Kesehatan Kodam I/BB, yang telah secara tulus ikhlas memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya, dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran


(10)

PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan

11. Kolonel CKM. dr. Dubel Meriyenes, Sp.B, selaku Kepala Rumah Sakit tk II Putri Hijau Kesdam I/BB, yang telah memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan.

12. Mayor Laut (K) dr. Haposan Samosir, Kepala Rumah Sakit Tk III dr. Komang Makes Lantamal I, yang telah memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan

13. Mayor Kes. drg. Setyo Harmoko, Kepala Rumah sakit Tk IV dr. Abdul Malik Lanud Medan, yang telah memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan. 14. Kombes Pol. dr. Didi Agus Mintadi, Sp.JP, DFM, selaku Kepala Bidang

Kedokteran dan Kesehatan Poldasu, yang telah memberikan kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya dan memberikan saran perbaikan dalam materi penelitian guna meningkatkan kerjasama inter dan antar organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan.


(11)

15. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Pendamping tidak formal, yang dengan penuh kesabaran memberikan masukan, kritik, saran dan pendapat demi penyempurnaan tesis.

16. Ayah, Ibunda dan adik- adik yang selalu memberikan dukungan moril dan do’a.

17. Isteri tercinta drg. Yumna Sari Siregar, beserta anak-anak tercinta Tommy, Dwiki, Aidina dan Agil yang sangat besar peranannya dalam memberikan motivasi dan selalu memberikan dukungan moril dan do’a.

18. Seluruh sejawat, rekan kerja di Rumkit Tk II Putri Hijau dan Kesdam I/BB yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dalam membantu kegiatan operasional penyusunan tesis.

19. Rekan-rekan mahasiswa S2 IKM minat studi Manajemen Kesehatan Bencana, yang selalu urun rembug dalam memberikan masukan dalam proses penyelesaian naskah tesis ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, kelemahan, keterbatasan dalam penelitian dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu mohon saran masukan demi perbaikan tesis ini.

Medan, Mei 2011 Peneliti,

Susanto


(12)

RIWAYAT HIDUP

Susanto, lahir di Kisaran, 14 September 1962, beragama Islam, bertempat tinggal di Kompleks Tata Alam Asri Jl. Bhakti III No. 229 Gaperta ujung Medan Helvetia-20125. Mempunyai seorang isteri drg. Yumna Sari Siregar dan telah dikaruniai 4 orang anak, yaitu Ahmad Tommy Tantowi, Dwiki Aulia Fitrah, Aidina Fitriana, dan Agil fadlan Mabruri.

Riwayat pendidikan umum : SD Latihan PGAN 6 tahun Medan (1974), SMP Al washliyah Medan (1977), SMAN 2 Medan (1981), Sarjana (S1) Kedokteran Gigi USU Medan (1988).

Riwayat pendidikan militer : Sekolah Perwira Militer wajib ABRI (Magelang, 1990), Sekolah Orientasi Perwira Kesehatan (Jakarta, 1990), Sekolah Peralihan Perwira Kesehatan (Jakarta, 1996), Suspajemen Rumkit Pratama (Jakarta, 2001), Sekolah Lanjutan Perwira (Jakarta, 2002), Suspajemen Rumkit madya (Jakarta, 2006),

Riwayat pekerjaan/jabatan : Asisten staf pengajar Prosthodontia FKG USU (1988-1990), Pama Kesdam I/BB (1990), Kaur minkes Denkesyah P.Siantar (1990-1994), Kadiagob Rumkit tk IV P.Siantar (1994-1996), Pelaksana tugas Kaur Minlog Denkesyah P.Siantar (1996-1997) Waka Rumkit tk IV P.Siantar (1997-1999), Waka Rumkit tk III Banda Aceh (2000-2002), Kasi kesmil Kesdam I.M (2002), Kasi keskureh Kesdam I/BB (2002-2008), Kasi kesmil Kesdam I/BB (2004-2008), Pelaksana Tugas Karumkit tk IV Bukittinggi (2007), Kainstal Jang Diag Rumkit tk II


(13)

01.05.01 Putri hijau Kesdam I/BB (2008-2010), Kepala Departemen Gigi dan mulut Rumkit tk II 01.05.01 Putri hijau Kesdam I/BB (2010), Anggota seksi pendidikan Pengurus wilayah (Pengwil) PDGI Sumatera Utara (2009-2011),

Riwayat Kepangkatan/Golongan : Lettu Corps Kesehatan Militer (1990), Kapten Corps Kesehatan Militer (1996), Mayor Corps Kesehatan Militer (2003), dan Letkol Corps Kesehatan Militer (2009).

Tugas Operasi, rotasi Direktorat Kesehatan angkatan Darat ke Timor-Timur (1990-1991), tugas Operasi pemulihan keamanan Daerah Istimewa Aceh (2000-2002), operasi terpadu kemanusiaan pengungsi Nunukan Kalimantan Timur (2002)

Pelatihan dan Pengalaman penanggulangan bencana : Bencana Banjir Banda Aceh (2000), Bencana kemanusiaan TKI dideportasi di Nunukan (2002), Bencana banjir Bandang Bahorok (2003), Gempa bumi dan Tsunami Aceh (2004), Gempa bumi dan Tsunami Nias (2005), Banjir Langkat (2006), Pelatihan Manajemen Bencana (Jawa Barat, 2006), Pelatihan Bencana terpadu (Sibolangit, 2008)

Tanda penghargaan : Satya Lencana Seroja Timor Timur (1991), Satya Lencana Kesetiaan VIII tahun (Kasad, 1998), Satya Lencana Kesetiaan XVI tahun (Kasad, 2006), Piagam Penghargaan Operasi Pemulihan Keamanan Aceh (Kapolda Aceh, 2002)


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Hipotesis ... 14

1.5 Manfaat penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Bencana ... 15

2.1.1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ... 15

2.1.2 Pusat penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sumut ... 16

2.1.3 Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Sumatera Utara ... 19

2.2 Koordinasi ... 24

2.2.1 Masalah-Masalah dalam Koordinasi ... 26

2.2.2 Tipe-Tipe Koordinasi ... 27

2.2.3 Sifat-Sifat Koordinasi ... 27

2.2.4 Syarat-syarat Koordinasi ... 28

2.2.5 Ciri-Ciri Koordinasi ... 28

2.2.6 Tujuan Koordinasi ... 32

2.2.7 Standar Operating Prosedur (SOP) dalam Koordinasi ... 33

2.3 Penyusunan Rencana Aksi ... 34

2.4 Efektivitas Organisasi ... 36

2.4.1 Pengertian Efektivitas Organisasi ... 36

2.4.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efektivitas ... 40

2.4.3 Kriteria Pengukuran Efektivitas Organisasi ... 42

2.5 Landasan Teori ... 43

2.6 Kerangka Konsepsional ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48


(15)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2 Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel ... 49

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 54

3.5.1 Variabel ... 54

3.5.2 Definisi Operasional ... 54

3.6 Metode Pengukuran ... 58

3.7 Metode Analisis Data ... 59

3.7.1 Uji Prasyarat Regresi Linear Berganda ... 60

3.7.2 Uji t ... 61

3.7.3 Uji F ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.1.1 Akses Kerja Organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 64

4.1.2 Rantai Organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara . 67 4.2 Identitas Responden ... 72

4.3 Keterlibatan Responden dalam Penanggulangan Bencana ... 73

4.4 Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi ... 74

4.4.1 Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi ... 74

4.4.2 Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Organisasi ... 75

4.4.3 Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan Operasional Organisasi ... 77

4.4.4 Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana ... 79

4.4.5 Koordinasi dalam Program Keuangan ... 81

4.5 Efektivitas Organisasi ... 83

4.6 Tabel Silang Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi dengan Efektivitas Organisasi ... 87

4.7 Uji Prasyarat Regresi Berganda ... 90

4.7.1 Uji Multikolinearitas ... 90

4.7.2 Uji Heteroskedastisitas ... 90

4.8 Analisis Uji Regresi Berganda ... 92

4.8.1 Uji F ... 92

4.8.2 Uji t ... 93

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi... 96

5.2 Pengaruh Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi 99


(16)

5.3 Pengaruh Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan

Operasional Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi ... 101

5.4 Pengaruh Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana terhadap Efektivitas Organisasi... 103

5.5 Pengaruh Koordinasi dalam Program Keuangan terhadap Efektivitas Organisasi ... 105

5.6 Pengaruh Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi terhadap Efektivitas Organisasi ... 106

5.7 Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 109

6.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Responden Unsur Pimpinan Manajemen Siaga Bencana PPK Kesehatan Regional Sumut ... 49 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 53 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 59 4.1 Unsur Pimpinan Manajemen PPK Kesehatan Regional Sumut Tahun

2010 ... 67 4.2 Petugas Terlatih Siaga Bencana pada Penanggulangan Krisis Kesehatan

Bencana di Provinsi Sumut Tahun 2010 ... 68 4.3 Petugas Terlatih Siaga Bencana yang Dapat Dikerahkan di Provinsi

Sumut tahun 2010 ... 69 4.4 Jumlah Petugas Kesehatan Terlatih Siaga Bencana di Provinsi Sumut

Berdasarkan Jenis Pelatihan Tahun 2010 ... 70 4.5 Distribusi Identitas Responden PPK Kesehatan Regional Sumut ... 72 4.6 Distribusi Responden Keterlibatan dalam Penanggulangan Bencana di

Regional Sumut ... 73 4.7 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi dalam Perumusan Visi dan

Misi Organisasi ... 74 4.8 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan,

Kelemahan, Peluang dan Tantangan Organisasi ... 76 4.9 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Mengembangkan Kebijakan

Operasional Organisasi ... 77 4.10 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Program Sarana dan Prasarana 79 4.11 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Program Keuangan ... 81 4.12 Distribusi Frekuensi Indikator Efektivitas Organisasi ... 83 4.13 Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi dengan


(18)

4.14 Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan

Tantangan Organisasi dengan Efektivitas Organisasi ... 87

4.15 Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan Operasional Organisasi dengan Efektivitas Organisasi ... 88

4.16 Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana dengan Efektivitas Organisasi ... 88

4.17 Koordinasi dalam Program Keuangan dengan Efektivitas Organisasi ... 89

4.18 Hasil Uji Multikolinearitas ... 90

4.19 Hasil Analisis Koefisien Determinasi ... 92

4.20 Hasil Analisis Anova ... 92


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara ... 3 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 47 4.1 Struktur Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional

Sumatera Utara ... 64 4.2 Rantai Komando dan Rantai koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis

Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 71 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 92


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 119

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 127

3. Uji Asumsi Klasik ... 129

4. Tabel Frekuensi Penelitian ... 130

5. Tabel Silang Penelitian ... 141

6 Hasil Uji Regresi ... 146

7. Surat Izin Penelitian dari S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU ... 147

8. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 150


(21)

ABSTRAK

Sebagian besar wilayah Provinsi Sumatera Utara, merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana terutama bencana alam yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumatera Utara mengemban tugas sebagai sektor bantuan kesehatan pada bencana, selanjutnya mengkoordinasikan potensi sumberdaya kesehatan serta pihak masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan bencana terhadap efektivitas organisasi PPK Regional Sumatera Utara. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh unsur pimpinan manajemen siaga bencana PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi linear berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kerjasama dan komunikasi merupakan faktor koordinasi paling dominan pada seluruh aspek penyusunan rencana aksi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Koordinasi dalam merumuskan visi dan misi organisasi, koordinasi dalam identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi, koordinasi dalam program sarana dan koordinasi dalam program keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Variabel paling dominan memengaruhi efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara adalah koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi.

Disarankan: faktor kepemimpinan dalam koordinasi penyusunan rencana aksi masih perlu ditingkatkan, melalui pertemuan secara berkala antar para pimpinan unit kerja yang tergabung dalam PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Peningkatan faktor motivasi seluruh personil PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, khususnya dalam menyampaikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada unit kerjanya masing-masing, sehingga dapat disusun strategi yang lebih terpadu sebagai acuan bersama dalam penanggulangan bencana. Penyesuaian teknologi penanganan krisis kesehatan sehingga memenuhi nilai ideal peralatan sebagai salah satu kriteria efektivitas organisasi dalam penanggulangan bencana.


(22)

ABSTRACT

Most of the area of the North Sumatra Province is susceptible to especially a natural disaster that can result in a health problem. The North Sumatra Regional Health Crisis Management Center carries out the task as a sector for disaster health assistance and then to coordinate the potential of human resources and the communities in the whole area of the North Sumatra Province.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of coordination in composing the action plan on the organization effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The population of this study were all elements of disaster alert top management of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview then the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically cooperation and communication were the most dominant factors of coordination in all aspects of composing the action plan of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in formulating the vision and mission of organization, coordination in SWOT identification, coordination in operational development of organization, coordination in program infrastructure, and coordination in financial program had a positive and significant influence on the effectiveness of the organization of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in operational development of organization was the most dominant variable that influenced the effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center.

It is suggested that leadership in composing coordination the action plan still needs to be improved through periodical meetings among the heads of working units of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center, motivation of all personnel of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center especially in introducing the SWOT in their own working unit that a more integrated strategy to be used as a mutual guidance in preventing the disaster can be made, and the technology used for health crisis management should be adjusted that it meets the value of ideal equipment which is one of the criteria of the effectiveness of organization in disaster management.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian bencana umumnya mempunyai dampak yang merugikan seperti kerusakan sarana dan prasarana fisik maupun pemukiman, terhambatnya aktifitas perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta menyebabkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih aman (PPK Depkes RI, 2007).

Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih dari 5000 sungai besar dan kecil dimana 30 % diantaranya melewati kawasan padat penduduk, termasuk wilayah Sumatera Utara terbagi atas wilayah Pantai Timur dan Pantai Barat dimana Pantai Timur. Daerah pantai merupakan dataran rendah seluas 26.360 km2

Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1-4

atau 36,8% luas dari seluruh Provinsi Sumatera Utara dengan kelembaban tinggi dan curah hujan yang relatif tinggi merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana banjir. Disamping bencana banjir wilayah Sumatera Utara juga rawan terhadap bencana alam lain seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung, gunung meletus, kebakaran hutan dan tsunami (BMG, 2007)

0

LU dan 980-1000 BT merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di kawasan Palung Pasifik Barat. Luas wilayah ± 181.680, 68 km2, 60,5 % adalah lautan dan 39,5 % adalah daratan, terdiri dari Pulau Sumatera dan Pulau Nias, memiliki musim panas dan musim penghujan.


(24)

Jumlah Kabupaten / kota : 19 kabupaten dan 7 kota, 361 kecamatan, 5. 626 desa / kelurahan. Jumlah penduduk : 12.643.494 jiwa, kepadatan penduduk 176 jiwa per km2 dimana 54,15 % tinggal di pedesaan dan 45,85 % di kota dengan tingkat kemiskinan : 15,66 % atau 1.979.702 jiwa (Pemprovsu, Desember 2006).

Peristiwa gempa bumi di Nias (28/03/2005) dengan kekuatan 8,7 SR, telah menimbulkan dampak yang merugikan seperti timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis bagi masyarakat Nias dan menimbulkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih aman.

Bencana yang terjadi di Wilayah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2008 selain banjir adalah tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi dan gelombang pasang. Bencana banjir terjadi di daerah Asahan, Labuhan Batu, Nias, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, dan Langkat. Sampai dengan bulan Maret tahun 2008 bencana yang terjadi Sumatera Utara adalah gempa bumi di Kabupaten Nias (23 Januari 2008), tanah longsor di Sibolga (4 Maret 2008), angin puting beliung di Kab Batubara (12 Maret 2008 ), banjir dan tanah longsor di Kab Madina (13 Maret 2008), banjir di Kab Serdang Bedagei (27 Maret 2008). Kejadian bencana ini mengakibatkan korban meninggal 2 orang, korban luka 10 orang dan kerusakan bangunan fisik rumah 112 unit dan gedung Sekolah Dasar 1 unit juga mengakibatkan pengungsian sebanyak 4.532 KK (PBR I Sumut, 2008).


(25)

Berdasarkan kejadian bencana tersebut, ternyata Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya bencana jika dinilai dari aspek geografis, iklim, geologis, faktor keragaman sosial, budaya dan politik.

PETA DAERAH RAW AN BENCANA ALAM DI SUMATERA UTARA

Gambar 1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara

Menurut Undang-Undang RI nomor 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah yang harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu pada setiap tahapan melalui Badan Penanggulangan Bencana baik yang berada di Pusat (BNPB) maupun yang berada di daerah (BPBD).


(26)

Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana pada fase tanggap darurat secara komprehensif (menyeluruh) adalah pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan, penampungan darurat dan krisis kesehatan dengan tujuan menekan tingkat kerugian, kerusakan dan segera dengan cepat memulihkan keadaan dengan melibatkan multi sektor dalam bentuk satuan tugas (Satgas). Satuan tugas yang diperlukan dalam penanganan bencana umumnya adalah Satgas Sosial, Satgas kesehatan, Satgas Search and Rescue (SAR), Satgas Pekerjaan Umum dan Satgas Bantuan logistik namun satgas yang dibentuk dan yang diterjunkan ke lokasi bencana tergantung kepada tingkat keparahan daerah yang dilanda bencana dan prioritas kebutuhan (Bakornas PB, 2006).

Kompleksitas masalah bencana yang dihadapi memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam mengambil tindakan terutama pada fase tanggap darurat. Tahapan penanggulangan bencana pada fase ini dimulai dari tahap kesiagaan (awareness stage), tahap respons awal (initial action stage), tahap perencanaan (planning stage), tahap operasional (operational stage) dan tahap pengakhiran tugas (mission conclutsion stage) (Carter, 1992).

Resiko gangguan kesehatan pada bencana merupakan fungsi perkalian dari hazard dan vulnerability. Hazard diartikan sebagai besarnya kerusakan yang ditimbulkan sedangkan Vulnerability adalah kerentanan suatu populasi atau penduduk di suatu tempat. Oleh sebab itu secara umum penduduk miskin akan lebih rentan karena kapasitas cadangan yang dimiliki lebih sedikit dibanding penduduk mampu,


(27)

dengan kata lain dengan hazard yang sama penduduk miskin akan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang lebih besar (Carter, 1991)

Setiap bencana yang besar selalu menimbulkan krisis kesehatan karena pelayanan kesehatan setempat mengalami gangguan fungsi akibat; (1) Fasilitas sarana pelayanan kesehatan rusak; (2) Terbatasnya tenaga kesehatan setempat untuk menanggulangi korban karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian. Gangguan kesehatan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (a) kematian atau kecacatan, (b) hilangnya infrastruktur dan pasokan dan (c) terganggunya pelayanan kesehatan baik preventif maupun kuratif.

Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat

bencana antara lain; (1) Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik, (2) Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik, (3) Mobilisasi bantuan dari

luar lokasi bencana masih terhambat akibat masalah transportasi, (4) Sistem pembiayaan belum mendukung, (5) Sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan baik, (6) Keterbatasan logistik (Depkes RI, 2007)

Bantuan pelayanan kesehatan di daerah bencana yang dinilai adanya keterlambatan menurut Departemen Kesehatan (2006), disebabkan karena faktor jarak, faktor geografis, dan faktor mobilisasi sumber daya manusia.

Mobilisasi merupakan pengerahan sumberdaya secara cepat, tepat, terpadu dan menyeluruh guna mengantisipasi krisis kesehatan akibat bencana (UU Nomor 24/2007; PP Nomor 21/2008). Untuk itu perlu adanya upaya menyiapkan mobilisasi


(28)

sumber daya melalui pembentukan regionalisasi pusat bantuan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dalam 9 regional dan 2 sub regional(Kepmenkes No. 145/ Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang kesehatan).

Departemen Kesehatan menetapkan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (di Medan) sebagai salah satu dari sembilan Pusat Penanggulangan Krisis Regional di Indonesia. PPK Regional Sumut dengan cakupan wilayah kerja Prov. NAD, Sumut, Sumbar (Sub Regional), Riau dan Kepri. Regional Sumatera Selatan (di Palembang) mencakup Provinsi Jambi, Sumsel, Babel dan Bengkulu. Regional Jakarta (di DKI Jakarta) mencakup Provinsi Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jabar dan Kalbar. Regional Jawa Tengah (di Semarang) mencakup Provinsi Jateng dan DIY. Regional Jawa Timur (di Surabaya) mencakup Provinsi Jatim. Regional Kalimantan Selatan (di Banjarmasin) mencakup Provinsi Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Regional Bali (di Denpasar) mencakup Provinsi Bali, NTB dan NTT. Regional Sulawesi Utara (di Manado) mencakup Provinsi Gorontalo, Sulut dan Malut. Regional Sulawesi Selatan (di Makassar) mencakup Provinsi Sulbar, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku, Papua Barat dan Papua (Sub Regional).

Regionalisasi bantuan pelayanan krisis kesehatan, didasarkan kepada pertimbangan (1) adanya rumah sakit rujukan/pendidikan (teaching hospital), (2) daerah tersebut memiliki akses transportasi ke beberapa wilayah, (3) daerah tersebut memiliki sumberdaya manusia kesehatan yang sangat memadai, dan (4) daerah tersebut memiliki sarana penunjang yang baik (Depkes, 2006).


(29)

Organisasi PPK Regional Sumatera Utara, dengan Visi: “Terwujudnya penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain secara cepat, tepat dan

terpadu menuju masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”. Dan Misi, yaitu (1) menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih

bernuansa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan rehabilitasi; (2) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau secara profesional; (3) meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (4) menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lainnya; dan (5) menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan krisis dan masalah kesehatan lain. (Depkes RI, 2007)

Tujuan regionalisasi, adalah untuk (1) kesiapsiagaan penanggulangan krisis kesehatan secara efektif dan efisien guna pengerahan sumber daya yang cepat, tepat dan terpadu pada tanggap darurat; (2) pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan akibat bencana dan pemecahan permasalahan krisis kesehatan. Pengorganisasian tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, Kesehatan Kodam I/BB, Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik (Keputusan menteri Kesehatan RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007).

PPK Regional Sumatera Utara merupakan organisasi fungsional yang menanggulangi masalah krisis kesehatan akibat bencana. Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat bencana dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten /kota,


(30)

provinsi, regional dan pusat. Bila instansi kesehatan kabupaten/kota tidak mampu menanggulangi krisis yang timbul akibat bencana maka instansi kesehatan yang lebih tinggi dan instansi kesehatan yang terdekat dengan daerah bencana akan memberikan bantuan demikian seterusnya sampai ke tingkat yang lebih tinggi (Pusat).

Dinas Kesehatan kabupaten/kota diberi kewenangan sebagai perpanjangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut untuk meneruskan koordinasi penanggulangan krisis kesehatan bila terjadi bencana di daerah. Kewenangan ataupun tanggung jawab tersebut meliputi pengerahan dan pengkoordinasian unsur-unsur sumberdaya kesehatan baik SDM kesehatan, sarana dan prasasarana kesehatan, depot logistik kesehatan, peralatan dan Standar Operating Prosedur (SOP) pada instalasi kesehatan milik pemerintah, BUMN ataupun swasta lainnya. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota masing-masing diberikan tanggung jawab melakukan inventarisasi potensi sumber daya, melaksanakan pelatihan terpadu dan melakukan sosialisasi rencana aksi yang diperlukan untuk senantiasa siap sedia menghadapi bencana.

Penyelenggaraan penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Propinsi Sumatera Utara memerlukan koordinasi secara terpadu semua instansi kesehatan yang terkait. Pertemuan koordinasi dapat dilakukan internal kelompok kesehatan (cluster meeting) maupun pertemuan eksternal yang melibatkan lintas sektor yang terkait dengan bencana (Depkes RI, 2007).

Pengorganisasian siaga bencana sektoral, terdiri dari (1) Health Emergency Information and Operational Support Unit (HEIOU) dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut; (2) Brigade Siaga Bencana dari Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik;


(31)

(3) Detasemen Kesehatan Lapangan Siaga Bencana dari Kesehatan Kodam I/BB, Tim siaga bencana kesla Lantamal I Belawan, Tim siaga bencana dirgantara Kesehatan Kosek Hanudnas III dan (4) Disaster Victim Identification (DVI) dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut. Tugas pokok, fungsi dan perannya meliputi

(1) tim penilaian cepat (Rapid Health Assessment); (2) tim reaksi cepat (TRC); (3) tim bantuan kesehatan dan (4) siaga bencana rumah sakit; (5) tim identifikasi

korban bencana (Depkes RI, 2006; dan Depkes RI, 2007).

Koordinasi dalam penyusunan rencana aksi dilakukan untuk mencapai efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) Kualitas SDM (2) kepemimpinan dan komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.

Organisasi bencana terdiri dari berbagai sektor yang memiliki sumber daya yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik demi tercapainya tujuan organisasi yaitu tugas kemanusiaan memberikan pertolongan untuk meringankan beban masyarakat yang tertimpa bencana. Sumber daya manusia merupakan unsur organisasi yang paling dinamis dan kompleks meskipun menurut Claman (1998) bahwa sumber daya manusia tidak lagi dipandang sebagai komponen yang dapat dengan begitu saja diganti dengan komponen lain. Unsur organisasi lain seperti bahan-bahan, peralatan/mesin, metoda kerja dan pembiayaan merupakan aset yang juga harus dikelola dengan baik untuk tujuan organisasi.


(32)

Organisasi bencana termasuk organisasi publik di mana pengelolaan administrasinya ditandai dengan isu yang mengemuka yaitu tuntutan akan pengelolaan administrasi yang mengarah kepada penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) (LAN, 2003).

Menurut sejumlah pakar seperti Hudges (1994), Osborne dan Gaebler (1992), dan Hood (1995), organisasi publik dituntut untuk : (1) lebih sebagai milik publik

sehingga publik dapat lebih diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi, (2) memiliki semangat kewirausahaan sehingga bisa memberikan pelayanan publik

yang berkualitas, (3) berorientasi pada hasil atau prestasi sehingga lebih produktif dan berkinerja tinggi, (4) lebih mengutamakan pelayanan kepada publik, dan (5) lebih antisipatif sehingga lebih akurat dalam melakukan prediksi-prediksi.

Organisasi bencana merupakan organisasi yang kurang terkoordinasi terutama pada fase tanggap darurat dan tidak mampu merespon secara akurat kebutuhan masyarakat dari segi ketepatan maupun kecepatan. Faozan (2001), Dwiyanto et al (2006) dan Iriani (2007) mengidentifikasi berbagai penyebab ketidakmampuan organisasi bencana memenuhi tuntutan masyarakat antara lain adalah karena peralatan dan teknik yang tidak memadai, keterampilan dan motivasi pelaku organisasi yang sangat rendah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

Pengalaman terdahulu oleh peneliti pada kejadian Bencana dan laporan berbagai kasus penanggulangan bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia seperti ; bencana Banjir Banda Aceh (2000), Bencana kemanusiaan TKI dideportasi di Nunukan Kalimantan Timur (2002), Bencana banjir Bandang Bahorok- Langkat


(33)

(2003), Gempa bumi dan Tsunami Aceh (2004), Gempa bumi dan Tsunami Nias (2005), Banjir Langkat (2006) dapat diambil berbagai pelajaran (lesson learned). Salah satu lesson learn yang dapat dipetik adalah bahwa koordinasi adalah kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk diwujudkan dalam arti yang sesungguhnya terutama pada fase tanggap darurat (Depkes RI, 2007).

Organisasi yang berorientasi non profit seperti organisasi bencana senantiasa mengalami perubahan yang dinamis dan terus berkembang sejalan dengan besarnya pengaruh bencana terhadap kehidupan manusia dan besarnya tuntutan masyarakat terhadap rasa aman akibat bencana. Oleh sebab itu diperlukan kepiawaian pelaku organisasi untuk melakukan terobosan-terobosan agar organisasi tetap eksis dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Keban (2004), organisasi harus cepat tanggap terhadap berbagai perubahan yang cepat yang dihadapinya dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang tepat.

Sudah banyak kajian dan penelitian mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, produktifitas kerja, disiplin kerja, iklim organisasi, komitmen organisasi namun belum ada penelitian sebelumnya yang mengambil topik “Pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan krisis regional Sumatera Utara.” Kajian dan penelitian yang ada relevansinya dengan topik diatas adalah “Pengaruh kepemimpinan dan komitmen organisasional terhadap efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Tangerang“ yang dilakukan Sanapiah (2009) dan “Pengaruh Kompetensi kepemimpinan dalam pengorganisasian kesiapsiagaan dan penggerakan ketanggapdaruratan bencana terhadap kinerja petugas


(34)

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara” yang dilakukan Rahardja (2009).

Koordinasi lintas sektoral adalah proses perpaduan kegiatan sektor pemerintahan ataupun stake holders lainnya supaya dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Koordinasi dilaksanakan oleh anggota organisasi yang tergabung dalam PPK Regional Sumut dalam merencanakan dan melaksanakan aksi penanggulangan bencana pada tahap prabencana, saat bencana dan pasca bencana.

Koordinasi dipengaruhi oleh faktor berikut : (a) Kepemimpinan; (b) Motivasi; (c) Pengendalian; (d) Kerjasama; (e) Komunikasi dan ; (f) Tanggung jawab (Depkes

RI, 2007)

Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan secara cepat, tepat dan terpadu. Koordinasi didasarkan kepada sikap saling menghormati terhadap kompetensi dan tanggung jawab yang disetujui dari masing-masing pihak dengan kemauan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya dalam menanganani dan menyelesaikan masalah-masalah dalam pencapaian tujuan bersama.

Rencana aksi disusun dengan koordinasi oleh semua stake holder dalam organisasi PPK regional Sumatera Utara. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang berisi antara lain: (1) Latar belakang; (2) Gambaran resiko bencana yang berpotensi terjadi di suatu daerah; (3) Prinsip, visi, misi dan kebijakan-strategi yang disesuaikan

dengan kasus bencana; (4) Kelembagaan, peranan dan potensi stake holder dan (5) Perkiraan sumber dana disesuaikan dengan kondisi realistis bencana. Selanjutnya


(35)

naskah kerja rencana aksi disosisalisasikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan instansi terkait lainnya (Depkes RI, 2007).

Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) kinerja dari anggota organisasi dan diukur dari tingkat sejauh mana berhasil mencapai tujuan. (2) kepemimpinan dan komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.

1.2 Permasalahan

Pada pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana perlu ada upaya koordinasi Pemerintah dan masyarakat secara maksimal dengan memberdayakan potensi dan sumber daya kesehatan yang dimotori oleh Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sumut. Penanganan krisis kesehatan akibat bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumut serta sumber-sumber daya kesehatan lain. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan organisasi secara cepat, tepat, efektif, efisien dan terpadu bila terjadi bencana. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara?.


(36)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh positif dan signifikan koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di S.2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya yang terkait dengan manajemen penanganan krisis kesehatan akibat bencana.

1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi ilmu manajemen kesehatan khususnya manajemen kesehatan bencana, sehingga program penanganan yang dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah dalam menyusun rencana aksi.

1.5.3 Sebagai bahan masukan bagi organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja melalui koordinasi yang baik sehingga dalam pelaksanan kegiatan dapat berjalan dengan efektif.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Bencana

2.1.1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melaksanakan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Permendagri No. 46 tahun 2008).

BPBD Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari atas unsur pengarah dan unsur pelaksana berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Kepala Badan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah (Permendagri No. 46 tahun 2008)

BPBD Propinsi mempunyai fungsi : (1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; serta (2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

.

BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota mempunyai tugas: (1) menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara, (2) menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan, (3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana, (4) menyusun dan


(38)

menetapkan prosedur tetap penanganan bencana, (5) melaporkan penyelenggaraan penanggulangn bencana kepada Kepala Daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana, (6) mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang, (7) Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, (8) mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD, (9) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Unsur pengarah BPBD mempunyai fungsi: (1) menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana daerah, (2) memantau mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

Unsur pelaksana BPBD mempunyai fungsi : (1) koordinasi, (2) komando, dan (3) pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya

2.1.2 Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional Sumatera Utara Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional adalah unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan pada kejadian bencana (Depkes RI, 2007). PPK Regional Sumatera Utara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007 diharapkan mampu mengantisipasi krisis kesehatan secara efektif-efisien, terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh serta mempunyai kemampuan merespons dengan segera melalui pengerahan sumber daya kesehatan yang ada di wilayah


(39)

kerjanya. Pengorganisasian tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, Kesehatan Kodam I/BB, Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan (Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 679/Menkes/SK/VI/2007).

Penanggulangan krisis kesehatan akibat wabah dan bencana diawali tahun 1991, dengan pembentukan kelompok kerja, berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor 360/Menkes/SK/VI/1991, tanggal 24/6/1991. Tahun 1995, dibentuk unit fungsional Pusat Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor 594/Menkes/VI/1995, tanggal 7/6/1995. Tiga tahun kemudian, tahun 1998 berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor 942/Menkes/IX/1998, tanggal 2/9/1998, dibentuk Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (Crisis Center) di Lingkungan Departemen Kesehatan. Tahun 2000, berdasar Surat Keputusan Menkes RI Nomor 726/Menkes/SK/IV/2000, tanggal 24/4/2000, dibentuk unit struktural Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK). Tahun 2001, berdasarkan keputusan bersama Menkes dan Mensos, dibentuk Direktorat Jenderal Penanggulangan Masalah Sosial dan Kesehatan.

Peristiwa gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004 dan gempabumi Nias tahun 2005, telah merenggut korban jiwa dalam jumlah besar dan menimbulkan krisis kesehatan. Peristiwa ini menjadi inspirasi proses pembelajaran bahwa petugas kesehatan dituntut siap siaga setiap saat dan perlu adanya upaya untuk mendekatkan dan mempercepat dukungan bantuan kesehatan secara terkoordinasi. Dengan dasar ini kemudian ditetapkan oleh Menteri Kesehatan


(40)

Nomor 783/Menkes/SK/II/2006, tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, yang berjumlah 9 regional, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Daerah Ibukota Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, diperbaharui kembali guna optimalisasi kinerjanya dengan dikembangkan subregional Sumatera Barat dan subregional Papua, berdasarkan Surat Keputusan Menkes Nomor 679/Menkes/SK/VI/2007, tentang Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional. Tugas dan wewenang Departemen Kesehatan adalah merumuskan kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lainnya dalam tahap prabencana, saat bencana dan pascabencana.

Fungsi PPK Kesehatan Regional, adalah sebagai: (1) pusat dukungan operasional kesehatan, (2) pusat pengendalian bantuan kesehatan, (3) pusat rujukan kesehatan, dan (4) pusat informasi kesehatan atau media senter, bekerja 24 jam yang mempunyai link dengan Departemen Kesehatan RI (Pusat). Provinsi Sumatera Utara ditunjuk sebagai PPK Kesehatan Regional, karena (1) ada rumah sakit rujukan/pendidikan, yaitu RSUP H. Adam Malik, (2) memiliki akses transportasi ke beberapa wilayah (darat, laut dan udara), (3) memiliki sumber daya manusia yang sangat memadai, dan (4) memiliki sarana penunjang yang baik.

Wilayah kerja organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera


(41)

Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Riau Kepulauan dalam penyelenggaraan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Depkes RI, 2007).

2.1.3 Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Sumatera Utara

a. Visi

Visi organisasi Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional Sumatera Utara, yaitu “Terwujudnya Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan lain secara Cepat, Tepat dan Terpadu Menuju Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.

b. Misi

Misi organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, meliputi (1) menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih bernuasa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan rehabilitasi; (2) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau secara profesional; (3) meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (4) menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; dan (5) menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan krisis dan masalah kesehatan lain.


(42)

Kebijakan organisasi PPK Kesehatan, meliputi (1) penanganan krisis dan masalah kesehatan lain lebih menitik beratkan kepada upaya sebelum terjadi; (2) pengorganisasian penanganan krisis dan masalah kesehatan lain tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, dilaksanakan dengan semangat desentralisasi dan otonomi; (3) penanganan krisis dan masalah kesehatan lain diselenggarakan dengan memperkuat koordinasi dan kemitraan baik di tingkat Pusat maupun Daerah; (4) pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektor dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (5) pemantapan sistem informasi dan komunikasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (6) peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat guna menunjang kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis kesehatan dan masalah lain; (7) pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain di atur secara berjenjang; (8) setiap korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain mendapatkan pelayanan kesehatan sesegera mungkin secara optimal dan manusiawi dan responsif gender; (9) pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuaikan dengan kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemerintah Daerah; dan (10) pemantapan regionalisasi penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain untuk mempercepat respons.

d. Strategi


(43)

Strategi organisasi PPK Kesehatan, meliputi (1) meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (2) mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis dan kesehatan lain di daerah; (3) mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain di daerah; (4) setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu, berkoordinasi dengan Satkorlak PB dan Satlak PB; (5) mengembangkan sistem informasi dan komunikasi penanganan masalah krisis dan kesehatan lain; (6) memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non pemerintah, masyarakat dan mitra kerja internasional secara berkala; (7) menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi; (8) meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan pelatihan; (9) meningkatkan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya; (10) mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain, melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.

Kinerja organisasi PPK Kesehatan Regional Sumut antara lain dipengaruhi oleh; (1) faktor kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana dan otonomi daerah; (2) faktor risiko bencana, yang meliputi kerawanan bencana, kerentanan dan


(44)

kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, (3) kesiapan unsur-unsur siaga bencana pada institusi/lembaga kesehatan sektoral dan (4) faktor koordinasi dalam penyusunan rencana aksi kesehatan dalam penanggulangan bencana (Menneg Ristek, 2007; PP No. 41/2007; UU No. 24/2007; dan PP No. 21/2008).

Pengerahan sumber daya kesehatan, diperlukan adanya standar manajemen krisis kesehatan bencana, meliputi (1) kebijakan dalam penanganan krisis, bahwa setiap korban perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kedaruratan dan identifikasi korban meninggal; (2) pengorganisasian dilaksanakan oleh PPK Kesehatan yang terpadu dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, (3) mekanisme pengelolaan

bantuan, terutama sumber daya manusia, obat dan perbekalan kesehatan; dan (4) pengelolaan data dan informasi penanganan krisis kesehatan (Depkes RI, 2007).

Pelayanan kesehatan menurut Proyek Sphere (PS) dalam Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, merupakan satu unsur penentu yang kritis mempertahankan hidup pada tahap awal bencana. Sistem pelayanan secara lengkap kemudian meliputi usaha pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi dari akibat trauma fisik, psikologis maupun akibat penyakit menular atau tidak menular yang berpotensi terjadi pada suatu daerah bencana (Pujiono, 2006).

Sistem/infrastruktur kesehatan menurut Proyek Sphere berturut-turut memuat (1) dukungan terhadap pelayanan kesehatan; (2) dukungan terhadap sistem kesehatan

nasional atau tempatan (lokal); (3) memiliki kejelasan koordinasi; (4) standar pelayanan kesehatan dasar; (5) pelayanan klinis terhadap kasus; (6) sistem informasi kesehatan (Pujiono, 2006).


(45)

Penentuan prioritas pelayanan kesehatan mensyaratkan pemahaman tentang (1) status kesehatan, (2) kebutuhan dan risiko kesehatan, (3) sumber daya dan kemampuan masyarakat yang terkena dampak sebelum bencana terjadi. Kebutuhan informasi tentang persyaratan diatas, akan dapat menyulitkan koordinasi jika terjadi bencana di daerah yang menjadi areal service dan tanggung jawab Dinas kesehatan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengkajian yang melibatkan semua stake holder pada tahap pra bencana. Informasi ini penting untuk menyusun rencana contingency yang segera dapat direvisi dan ditindaklanjuti dengan aksi penangggulangan yang harmonis (Pujiono, 2006).

Secara umum menurut Proyek Sphere bahwa intervensi kesehatan masyarakat dirancang untuk menjamin terciptanya manfaat kesehatan dalam hal pertolongan darurat dan pertolongan klinis pada orang cedera atau sakit. Upaya pencegahan pada saat bencana yang dapat dilakukan bekerja sama dengan sektor terkait lainnya adalah masalah ketersediaan air bersih, gizi (pangan), sarana penampungan dan pelayanan klinis mencegah penyebaran wabah penyakit akibat bencana (Pujiono, 2006).

Koordinasi lintas sektor berarti bahwa satgas kesehatan tidak pernah dapat berdiri sendiri untuk menangani segala masalah kesehatan akibat dari bencana. Organisasi PPK di dalam berkoordinasi tidak hanya kepada sumber daya yang berada dibawah pengawasannya tetapi juga terhadap sumber daya sektor-sektor lain di bawah koordinasi BPBD (BNPB, 2007).


(46)

Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Di samping itu unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh komando atasan.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks.

Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Pengertian lain tentang koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007).


(47)

Tunggal (2002), mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian sasaran-sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah (departemen atau area fungsional) agar dapat merealisasikan sasaran organisasi secara effektif. Kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya.

Griffin (1998), memberikan suatu definisi yang lebih singkat tentang koodinasi yaitu suatu proses menghubungkan (linking) semua kegiatan dari berbagai-bagai bagian kerja (departement) pada lingkup organisasi. Linking diperlukan karena bermakna mengaitkan semua departemen untuk selalu saling membantu dalam koordinasi yang efektif.

Terdapat 3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan organisasi seperti diungkapkan oleh Thompson (Handoko, 2003), yaitu:

a. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.

b. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), di mana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.

c. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.


(48)

Lebih lanjut Handoko (2003), menyebutkan bahwa derajat koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.

2.2.1 Masalah-Masalah dalam Koordinasi

Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Lawrence dan Lorch (Handoko, 2003) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:

a. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Bagian penjualan misalnya menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualitas produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi.

b. Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.


(49)

c. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi. Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.

d. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.

2.2.2 Tipe-Tipe Koordinasi

Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:

a. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya.

b. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

2.2.3 Sifat-Sifat Koordinasi

Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu: a. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.

b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran.


(50)

c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya.

2.2.4 Syarat-Syarat Koordinasi

Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu:

a. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.

b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.

c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai.

d. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.

2.2.5 Ciri-Ciri Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1985), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(51)

a. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu, koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering dicampur-adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Sekalipun demikian pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila mereka tidak melakukan kerjasama. Oleh kaerna itu, maka kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi.

b. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.

c. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang bekerjasama, di mana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi.

d. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil.


(52)

e. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok di mana mereka bekerja

Dalam operasionalnya koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan yang letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, supaya dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 1984). Kutipan yang dapat disarikan sebagai berikut :

(1) Koordinasi dari usaha meliputi penyesuaian dari kegiatan-kegiatan untuk memperoleh suatu atau sekelompok tujuan. Bila semua pekerja diberikan kebebasan melakukan pekerjaan menurut cara sendiri-sendiri, masing-masing akan dipandu oleh ide masing-masing tentang apa yang harus dilakukan. Walaupun semua memiliki keinginan untuk kooperatif, hasil akhir dapat menghasilkan pemborosan waktu, daya upaya, dan sumber daya uang karena tidak ada petunjuk yang jelas memandu usaha tersebut. Secara konsekuen koordinasi dibutuhkan dan menjadi suatu tanggung jawab utama dari pemimpin-pemimpin (manejer-manejer).

(2) Koordinasi adalah berbeda sikap kooperatif. Kooperatif boleh terjadi secara spontan di lingkungan kelompok pekerja namun koordinasi terjadi hanya bila di sana ada kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Di dalam arti praktis koordinasi berarti konsentrasi dan penggunaan usaha yang kooperatif diseluruh anggota tim untuk menyelesaikan suatu tugas secara ekonomis dan efektif.


(53)

(3) Untuk dapat memperoleh kualitas koordinasi yang ideal seharusnya manajemen telah memulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dn pengendalian yang baik.

Koordinasi (Coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan dalam “manajemen bencana” yang dikenal dengan empat C yaitu Command (komando), Control (Pengendalian); Coordination (Koordinasi) dan Communication (Komunikasi). Keempat hal ini kerap dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. Komando adalah fungsi perintah didasarkan atas sistem hirarki suatu organisasi yang dilakukan secara vertikal. Pengendalian adalah fungsi mengarahkan dan dilakukan pada suatu situasi yang menyangkut lintas organisasi. Koordinasi adalah fungsi keduanya yang diarahkan pada penggunaan sumber daya secara sistematis dan efektif (Rowland, 1984).

Dalam melaksanakan tugas penanganan bencana terutama pada saat tanggap darurat harus ada satu kesatuan perintah (unity of command) dari seseorang kepada orang lain yang bertanggung jawab kepadanya, sehingga apa yang mesti dilaksanakan jelas dan tidak membingungkan (Rowland, 1984).

Koordinasi adalah proses perpaduan kegiatan lintas sektoral baik dalam pemerintahan maupun stake holders lainnya dalam upaya penanganan bencana agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Fungsi koordinasi dilakukan secara terintegrasi dengan sektor terkait pada (1) tahap pra dan (2) pasca bencana sedangkan pada tanggap darurat fungsi yang dilaksanakan adalah dominan


(54)

fungsi komando karena fungsi koordinasi telah lebih dahulu dilaksanakan pada tahap pra bencana (Depkes RI, 2002).

2.2.6 Tujuan Koordinasi

Koordinasi adalah upaya menyatu padukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi menjadi suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif serta harmonis (Depkes RI, 2002).

Koordinasi yang baik akan menghasilkan upaya yang terpadu dan terarah dalam memberdayakan semua potensi yang ada, dengan tujuan :

1. Mencegah duplikasi program. Masing-masing unit pelaksana terkait memiliki program penanggulangan bencana sesuai dengan tugas dan fungsi dan kemampuan yang sebelumnya telah dinventarisasi dan dilaporkan pada bagian pengurusan database di dinas kesehatan.

2. Menjawab pertanyaan “siapa mengerjakan? Apa? Bagaimana? dan di mana?” Dalam situasi darurat bencana selalu terjadi kebingungan dalam siapa yang mengerjakan, apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

3. Jaminan skala prioritas. Dengan koordinasi yang baik akan diperoleh skala prioritas tindakan yang dijamin dapat dilaksanakan oleh semua pihak.


(55)

4. Adanya pelayanan sesuai “standar”. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar minimal pelayanan kesehatan. Untuk kepastian standar diperlukan SOP (Standard Operating Procedure)

5. Tingkat Efektivitas yang tinggi. Tingkat efektivitas adalah terutama dalam kegiatan penanggulangan bencana. Aspek efisiensi adalah aspek yang berikutnya karena dalam kasus bencana selalu harus ditanggulangi dengan biaya tak terduga. Namun demikian setiap pelaksana penanggulangan bencana, perlu mengurangi pemborosan tenaga dan waktu dalam melaksanakan kegiatan.

2.2.7 Standard Operating Procedure (SOP) dalam Koordinasi

Ada beberapa pendapat tentang Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi antara lain : Menurut Pusat Penanggulangan masalah kesehatan Depkes RI (2002), Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi adalah : (1) adanya media untuk berkoordinasi, (2) adanya tempat dan waktu untuk melaksanakan koordinasi, (3) adanya unit atau pihak yang dikoordinasikan. Unit yang dimasud di sini adalah organisasi kesehatan baik instansi maupun tim kesehatan lapangan, (4) pertemuan reguler. Pertemuan reguler dapat dilaksanakan secara periodik dalam waktu perbulan, pertriwulan, persemester atau bersifat insidentil apabila diperlukan, (5) tugas pokok dan tanggung jawab organisasi sektor kesehatan yang jelas, (6) informasi dan laporan, (7) kerjasama pelayanan dan sarana, dan (8) aturan (Code of conduct) organisasi kesehatan yang jelas


(56)

Menurut Rapat koordinasi Satkorlak PB, Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi adalah sebagai berikut : (1) Tentukan pola koordinasinya (berbagi informasi?, kegiatan bersama?, program terpadu?), (2) Tunjuk penanggungjawabnya, (3) Jadwalkan titik pertemuan koordinasi dan (4) Tentukan mekanisme pertanggungjawaban.

2.3 Penyusunan Rencana Aksi

Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan-tujuan organisasi dan kemudian mengartikulasikan/menyajikan dengan jelas strategi-strategi, taktik-taktik dan operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Tunggal, 2002).

Perencanaan adalah pemikiran yang logis dan rasional berdasarkan data/informasi atau perkiraan-perkiraan sebagai dasar kegiatan atau aktivitas organisasi, manajemen maupun individu dalam upaya mencapai tujuan.

Menurut Handoko (1984), Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang dimana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang yaitu saat rencana dibuat.

Perencanaan memiliki hierarki mulai dari penetapan misi, rencana strategik, rencana taktis dan rencana operasional yang dibagi menurut kurun waktu tertentu. Stoner dan Kootz dalam Handoko (2003), membagi hierarki rencana organisasi menjadi; (1) maksud atau misi, (2) sasaran, (3) strategi, (4) prosedur dan aturan


(57)

(5) kebijakan utama dan penunjang, (6) program besar atau kecil dan program pendukung dan (7) anggaran.

Rencana aksi sangat diperlukan bagi semua pelaku organisasi untuk beroperasi secara efektif. Dalam skala kecil dapat berupa aktivitas atau tindakan yang biasa dilakukan, tetapi skala yang besar dibutuhkan suatu rencana yang tertulis untuk setiap tahapan operasi agar pengendalian dan pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif. Dalam manajemen bencana perencanaan aksi merupakan rencana operasi secara umum (sumber daya, pengorganisasian, peran dan fungsi) yang mencakup pra, saat dan pasca bencana, berlaku untuk semua jenis ancaman yang ada dan disusun pada jangka waktu tertentu sebelum terjadi bencana (PP No 21 tahun 2008).

Rencana aksi penanggulangan bencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang dapat dibagi menjadi :

a. Rencana aksi nasional pengurangan bencana. b. Rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana.

Dalam PP No 21 tahun 2008, disebutkan bahwa rencana aksi untuk pengurangan risiko bencana disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari pemerintah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang dikoordinasikan oleh BPBD.


(58)

2.4 Efektivitas Organisasi

2.4.1 Pengertian Efektivitas Organisasi

Konsep efektivitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi. Konsep efektivitas ini oleh para ahli belum ada keseragaman pandangan, dan hal tersebut dikarenakan sudut pandang yang dilakukan dengan pendekatan disiplin ilmu yang berbeda, sehingga melahirkan konsep yang berbeda pula di dalam pengukurannya. Namun demikian, banyak juga ahli dan peneliti yang telah mengungkapkan apa dan bagaimana mengukur efektivitas itu (Simamora, 2004).

Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu (Simamora, 2004). Sedangkan menurut pendapat Gibson (1985), bahwa “efektivitas adalah konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan.”

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktifitas-aktifitas yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.


(1)

Crosstabs

merumuskan visi dan misi organisasi * efektifitas organisasi

Crosstab

0 0 1 0

.0 .1 .2 .5

.0% .0% 1.7% .0%

0 1 4 1

.1 .3 .9 2.9

.0% 1.7% 6.7% 1.7%

1 2 3 10

.3 .8 2.4 7.7

1.7% 3.3% 5.0% 16.7%

0 0 1 17

.4 1.3 3.8 12.1

.0% .0% 1.7% 28.3%

0 0 0 1

.2 .6 1.8 5.8

.0% .0% .0% 1.7%

1 3 9 29

1.0 3.0 9.0 29.0

1.7% 5.0% 15.0% 48.3% Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Sangat tidak baik

Tidak baik

Kurang baik

Baik

Sangat baik merumuskan

visi dan misi organisasi

Total

Sangat tidak

efektif Tidak efektif Kurang efektif Efektif efektifitas organisasi

Chi-Square Tests

58.054a 16 .000

57.850 16 .000

28.972 1 .000

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

21 cells (84.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.

a.

mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan

tantangan organisasi * efektifitas organisasi


(2)

1 1 0

.0 .1 .3

1.7% 1.7% .0%

0 1 3

.1 .2 .6

.0% 1.7% 5.0%

0 1 6

.2 .6 1.8

.0% 1.7% 10.0%

0 0 0

.5 1.6 4.7

.0% .0% .0% 38.

0 0 0

.2 .5 1.7

.0% .0% .0%

1 3 9

1.0 3.0 9.0

1.7% 5.0% 15.0% 48.

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Sangat tidak baik

Tidak baik

Kurang baik

Baik

Sangat baik mengidentifikasi

kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan organisasi

Total

Sangat tidak

efektif Tidak efektif Kurang efektif Efe

Chi-Square Tests

98.656a 16 .000

74.404 16 .000

42.680 1 .000

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

21 cells (84.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03.

a.

mengembangkan kebijakan operasional organisasi *

efektifitas organisasi


(3)

0 1 0

.0 .1 .2

.0% 1.7% .0%

1 2 1

.1 .2 .6

1.7% 3.3% 1.7%

0 0 7

.2 .7 2.0

.0% .0% 11.7% 10.

0 0 1

.5 1.6 4.7

.0% .0% 1.7% 36.

0 0 0

.2 .5 1.7

.0% .0% .0% 1.

1 3 9

1.0 3.0 9.0

1.7% 5.0% 15.0% 48. Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Sangat tidak baik

Tidak baik

Kurang baik

Baik

Sangat baik mengembangkan

kebijakan operasional organisasi

Total

Sangat tidak

efektif Tidak efektif Kurang efektif Efe

Chi-Square Tests

97.415a 16 .000

69.228 16 .000

40.481 1 .000

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

21 cells (84.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.

a.


(4)

1 1 1 0

.1 .2 .5 1.5

1.7% 1.7% 1.7% .0%

0 1 4 0

.1 .3 .8 2.4

.0% 1.7% 6.7% .0%

0 1 2 8

.2 .5 1.7 5.3

.0% 1.7% 3.3% 13.3%

0 0 2 21

.6 1.9 5.7 18.4

.0% .0% 3.3% 35.0%

0 0 0 0

.1 .2 .5 1.5

.0% .0% .0% .0%

1 3 9 29

1.0 3.0 9.0 29.0

1.7% 5.0% 15.0% 48.3%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Sangat tidak baik

Tidak baik

Kurang baik

Baik

Sangat baik program

sarana dan prasarana

Total

Sangat tidak

efektif Tidak efektif Kurang efektif Efektif

Chi-Square Tests

64.952a 16 .000

52.945 16 .000

34.447 1 .000

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

21 cells (84.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .05.

a.


(5)

0 2 0 0

.0 .1 .3 1.0

.0% 3.3% .0% .0%

1 0 7 8

.3 .8 2.4 7.7

1.7% .0% 11.7% 13.3%

0 1 2 21

.6 1.9 5.6 17.9 11.

.0% 1.7% 3.3% 35.0% 21.

0 0 0 0

.1 .3 .8 2.4

.0% .0% .0% .0% 8.

1 3 9 29

1.0 3.0 9.0 29.0 18.

1.7% 5.0% 15.0% 48.3% 30.

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Tidak baik

Kurang baik

Baik

Sangat baik program

keuangan

Total

Sangat tidak

efektif Tidak efektif Kurang efektif Efektif Sangat ef

Chi-Square Tests

70.256a 12 .000

47.737 12 .000

25.752 1 .000

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

16 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03.


(6)

Regression

Variables Entered/Removedb

X5, X2, X1,

X4, X3a . Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y b.

Model Summary

.930a .866 .853 4.183

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X5, X2, X1, X4, X3

a.

ANOVAb

6091.513 5 1218.303 69.612 .000a

945.070 54 17.501

7036.583 59

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X5, X2, X1, X4, X3 a.

Dependent Variable: Y b.

Coefficientsa

-2.865 3.571 -.802 .426

.480 .200 .203 2.394 .020

.452 .218 .179 2.077 .043

.672 .269 .273 2.500 .016

.599 .261 .240 2.292 .026

.611 .303 .148 2.017 .049

(Constant) X1 X2 X3 X4 X5 Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y a.