11
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Anak cacat adalah anak yang berkebutuhan khusus karena mereka adalah anak yang memiliki kekurangan. Anak cacat atau berkelainan juga memiliki klasifikasi. Di
Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang tunanetra atau penyandang cacat mata di golongkan atau dikelompokkan kedalam
bagian A atau dalam pendidikannya di golongkan kedalam Sekolah Luar Biasa Bagian A. Sekolah ini hanya di khususkan bagi penyandang cacat tunanetra saja baik
itu yang total ataupun bagi yang low vision atau anak yang memiliki penglihatan yang kurang jelas. Sedangkan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang lainnya
akan dibagi ke dalam sekolah atau pengelompokan yang lain dan tidak disamakan. Banyak lembaga yang menampung anak-anak yang bermasalah sosial, khususnya
anak yang mengalami gangguan penglihatan atau penyandang cacat tunanetra. Lembaga yang ada bukan hanya didirikan atau ditangani oleh pihak pemerintah
tetapi banyak juga lembaga yang didirikan oleh pihak swasta. Lembaga-lembaga ini juga kebanyakan yang bersifat seri amal. Lembaga-lembaga ini juga bertujuan untuk
membantu dan memberdayakan para tunanetra untuk hidup mandiri dan ikut serta berpartisipasi dalam segala kegiatan seperti anak-anak awas. Anak awas adalah anak
yang normal yang tidak memiliki kekurangan cacat netra. Lembaga-lembaga ini diharapkan mengajar dan memberikan pendidikan yang
benar dan yang tepat sesuai dengan masalah yang dihadapi yaitu tunanetra, karena mereka adalah suatu individu yang tidak dapat mudah untuk mengenaldan
Universitas Sumatera Utara
12 memahami keadaan karena kekurangan mereka tersebut. Lembaga ini juga
merupakan kunci dan suatu subjek yang memahami apa saja yang diperlukan oleh para tunanetra yang ada dilembaga itu dan lembaga ini jugalah yang berkewajiban
untuk dapat mengembangkan kemampuan mereka. Oleh sebab itulah lembaga sangat diperlukan keahliannya bagi anak-anak cacat netra tersebut yaitu untuk mengajarkan
keberanian dan kedisiplinan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan dapat menghilangkan sikap negatif masyrakat tentang ketunaan mereka serta dapat
membawa mereka kepada pikiran atau sikap yang positif. Pelayanan yang ada pada suatu lembaga hendaknya dapat memberikan rasa atau
rasa yang dapat menciptakan suasana sejahtera pada para tunanetra, karena mereka adalah individu yang bermasalah social sehingga dengan pelayanan yang diberikan
dengan benar dan sesuai dengan apa yang mereka perlukan seperti halnya dapat memanfaatkan indera yang lainnya agar dapat di pakai dan tidak semua indera yang
ada pada mereka tidak cacat dan mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik yang dapat mereka tunjukkan kepada masyarakat yang memiliki pikiran atau
sikap negatif yang salah tentang tunanetra, sehingga mereka tidak hanya dianggap sebagai penyakit masyarakat saja melainkan sebagai masyarakat yang dapat
berpartisipasi. Suatu lembaga yang menangani anak tunanetra juga diharapkan dapat melatih
kemampuan indera yang lain yang dapat menutupi dari indera penglihatan yang tidak dapat dipakai, sehingga fungsi anggota yang lain dapat digunakan seperti halnya
fungsi perabaan, fungsi penciuman, fungsi pendengaran, sehingga tidak semua fungsi anggota tubuhnya rusak
Universitas Sumatera Utara
13 Adapun jumlah lembaga dan Sekolah Luar Biasa Bagian A yang menangani anak
cacat netra tidak semuanya terdata, tetapi menurut data yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 250 unit dan yang ada di Sumatera Utara sebanyak 94 unit
Subijanto,1991. Lembaga dan sekolah ini juga merupakan alat yang sangat diperlukan oleh pemerintah, keluarga dan masyarakat untuk dapat mengajarkan
mereka lebih mandiri dan terampil serta dapat mewujudkan cita-citanya seperti halnya anak-anak awas lainnya.
Jumlah penyandang cacat netra menurut data yang dikeluarkan oleh DepdiknasDepartemen Pendidikan Nasional pada tahun 1986 mencapai 41.057
orang atau 16,16 tetapi menurut mereka setiap data yang dikeluarkan oleh pihak yang lain pasti selalu berubah-ubah dan berlainan. Sedangkan data pada tahun 1996
yang dikeluarkan oleh pihak departemen sosial mencapai 1.613.898 atau 28,94 dari jumlah penduduk dan jumlah ini akan selalu bertambah tiap tahunnya baik itu yang
disebabkan oleh faktor keturunan, penyakit dan kecelakaan ataupun karena kekurangan gizi.
Sedangkan pada Tahun 2007,WHO memperkirakan jumlah penyandang cacat netra diseluh dunia mencapai 40-45 juta jiwa. Dan organisasi kesehatan dunia ini
juga memperkirakan ada sekitar 12 orang yang menjadi buta setiap menitnya di dunia dan diantara 12 orang tersebut 4 orang adalah berada di Asia
Tenggara.sedangkan di Indonesia diperkirakan ada orang yang menjadi buta tiap harinya dengan berbagai penyebab yang kebanyakan dari daerah miskin
Redempta,2007. Sedangkan berdasarkan survey kesehatan tentang penyandang cacat netra
menunjukkan bahwa agka kebutaan di Indonesia adalah sebesar 1,5 dengan
Universitas Sumatera Utara
14 penyebab terbesarnya adalah katarak atau kekeruhan pada lensa mata yaitu 0,78
dan pada tingkat kedua glaukoma adalah tingginya tekanan pada bola mata yaitu sebesar 0,20 dan sebagian lagi akibat refraksi dan lanjut usia. Ypha,2006
Menurut persatuan penyandang cacat Indonesia PPCI mengatakan hingga pada tahun 2005 jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 6 juta jiwa atau 3,11
dari jumlah populasi dan diperkirakan yang mengalami cacat netra sebanyak kurang lebih 3 juta jiwa, diantara jumlah tersebut hanya 10 saja yang mengecam
pendidikan atau yang menduduki bangku sekolah. Hal ini juga diakibatkan karena banyaknya keluarga yang masih malu akan kekurangan dari anaknya tersebut,
sehingga mereka menyembunyikan anak mereka dan sebagian dikarenakan oleh kurangnya informasi mengenai sekolah bagi para tunanetra, apalagi sekolah yang
berbentuk seperti ini masih jarang ditemui di pedesaan dan kebanyakan terdapat didaerah perkotaan sedangkan masyarakat yang mengalami tunanetra kebanyakan
berasal dari pedesaan tempo,2005. Jumlah ini selalu berubah dan menurut badan yang menangani anak tunanetra mengatakan bahwa jumlah anak tunanetra pada saat
sekarang ini sebanyak 15 juta jiwa Jimly,2006 oleh karena itulah dikatakan bahwa jumlah ini selalu berubah-ubah dan tidak jelas berapa yang sebenarnya.
Sedangkan jumlah dari data tersebut menyatakan bahwa anak yang tunanetra lebih banyak yang tidak bersekolah dari pada bersekolah, padahal upaya yang
dilakukan pemerintah adalah untuk memberantas buta huruf, tetapi upaya ini belum kepada semua kalangan diterapkan sehingga masih banyak dari para tunanetra yang
belum mengenal sama sekali tentang pendidikan. Padahal pendidikan merupakan modal utama yang dapat melatih keterampilan dan mengembangkan kemandirian
mereka.
Universitas Sumatera Utara
15 Oleh sebab itu Sekolah Luar Biasa-A Yayasan Karya Murni merupakan salah
satu dari 250 SLB-A yang terdaftar sebagai Sekolah yang menampung anak yang tunanetra, sekolah ini juga memiliki Panti Asuhan yang mengasuh anak-anak
tersebut yang kebanyakan dari antara mereka berasal dari ekonomi lemah. Sekolah dan Panti Asuhan ini bersifat seri amal yang banyak menampung anak yang tidak
lagi memiliki orang tua atau keluarga yang kebanyakan dari antara mereka berasal dari daerah Nias.
Dari jumlah penyandang tunanetra bersekolah di Indonesia atau yang berpendidikan diantaranya adalah anak-anak tunanetra yang bersekolah di Sekolah
Luar Biasa Bagian A Yayasan Karya Murni yaitu dari TKLB,SDLB dan SMPLB yang berjumlah 54 orang dan masih ada sebagian lagi yang bersekolah inklusi atau
intergrasi di tingkat SMA dan Kuliah. Oleh sebab itu yayasan Karya Murni merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak tunanetra yang mampu
untuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan dapat melatih kemampuan dan memberi keterampilan dan pendidikan untuk mencapai cita-cita dan masa depan
mereka. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti kemandirian mereka. Dan
dari latar belakang masalah tersebut diatas maka peneliti ingin meneliti “bagaimana Perkembangan Kemandirian Anak Tunanetra Studi Kasus di SLB-A Yayasan Karya
Murni”.
Universitas Sumatera Utara
16
2.Perumusan Masalah
Masalah merupakan bagian yang sangat penting atau bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana perkembangan kemandirian anak tunanetra di Sekolah Luar Biasa A studi kasus
di SLBA Yayasan Karya Murni Medan Johor”.
3. Tujuan dan Manfaat penelitian 3.1 Tujuan penelitian