52
10. Tape recorder
Tape recorder mempunyai fungsi yang sangat vital bagi membangun kecerdasan anak tunanetra ini. Melalui suara yang mereka perdengarkan dari. Tape recorder ini
mereka di uji dan dilatih daya tangkapnya, daya pendengarannya, serta daya ingatnya. Kemampuan mereka dalam menagkap isi dalam cerita yang mereka dengar
di uji melalui apa yang mereka tuliskan dalam huruf braille. Mereka juga harus dapat menceritakan kembali atau menjawab pertanyaan dari guru pembimbing mereka
seputar apa yang mereka dengar tadi. Tentunya di bantu dengan apa yang mereka tuliskan ketika tape recorder tadi diperdengarkan sesuai denagn sistem belajar yang
diterapkan di sekolah ini. Dengan cara inilah mereka dilatih untuk mampu mempelajari dan memahami banyak bidang studi yang di ajarkan kepada mereka.
11. Musik
Salah satu dari keterampilan yang paling di sukai oleh para anak didik yang ada di SLB-A adalah bermain musik. Walaupun mereka tidak dapat melihat mereka bisa
mengatur sendiri suara gitar, melodi ataupun bassnya, mereka bisa untuk menyetelnya sehingga menghasilkan paduan bunyi yang indah di telinga. Dengan
datangnya seorang guru maka mereka telah di berdayakan dalam hal vokal. Paduan suara mereka sudah telah mulai berkibar dan diperhitungkan. Semua ini juga berkat
program dan penjadwalan yang ketat dalam berlatih di sekolah ini.
12. Keterampilan
Memasak adalah pekerjaan yang harus diketahui oleh seorang wanita. Di sekolah ini keterampilan ini juga di ajarkan setiap hari sabtu sebagai pengembangan diri
mereka. Mereka semua harus di bekali keterampilan ini sebelum mereka meninggalkan Karya Murni untuk dapat hidup mandiri. Membuat tempe, ini juga
Universitas Sumatera Utara
53 dapat menjadi bekal pengetahuan mereka setelah mandiri kelak.Berkebun yaitu para
anak tunanetra di ajarkan untuk berkebun sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam dengan anjuran para guru, suster dan para pegawai.Kerajinan tangan yaitu
kerajinan tangan rajutan, rosario dan salib. Tujuan dari sekolah membuat hal ini adalah agar dapat di pakai oleh para tunanetra untuk masa depan mereka.
13. Kerohanian
Mata mereka boleh buta tetapi hati mereka harus dapat melihat sinar ilahi. Kegiatan kerohanian Karya Murni mendapat perhatian. Anak-anak tunanetra punya
jadwal bertugas melayani misa dan pada waktu-waktu tertentu di adakan retret atau rekoreksi bagi mereka untuk perbaikan yang telah mereka lakukan pada hari-hari
yang lalu.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB V ANALISA DATA
Pada bab ini akan di sajikan analisa data. Data tersebut diperoleh peneliti dari lapangan. Hasil penelitian ini juga akan disajikan dengan metode-metode
pengumpulan data yaitu Observasi dan Wawancara. Demikian juga halnya dengan permasalahan yang utama yang akan dibahas dalam bab ini adalah permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu “Perkembangan Kemandirian Anak Tunanetra di Yayasan Karya Murni Studi Kasus di Sekolah Luar Biasa Bagian A,
Medan Johor” Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan beberapa
tahapan yang utama. Pertama, penelitian dilakukan atau diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen Yayasan Karya Murni seperti dokumen buku induk,
raport dan dokumen yang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan atau yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa Bagian A Medan Johor.
Kedua, melakukan sejumlah wawancara terbuka kepada suster kepala sekolah dan panti asuhan serta pegawai dan guru untuk mengetahui kegiatan yang ada di Yayasan
Karya Murni dalam mencapai suatu perkembangan baik itu perkembangan sosial, pendidikan, mental maupun fisik anak tunanetra tersebut. Ketiga, melakukan
pengamatan atau observasi, dalam hal ini peneliti membuat catatan dilapang tentang suatu kegiatan yang dilakukan anak-anak tersebut dan untuk mengetahui informasi
yan lebih mendalam, maka peneliti juga mengadakan kunjungan ke Panti Asuhan Yayasan Karya Murni untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan untuk
memperjelas mengenai perkembangan kemandirian anak tunanetra dan melihat langsung kegiatan apa saja yang dilakukan anak-anak di Panti Asuhan yang dijadikan
Universitas Sumatera Utara
55 sebagai rumah mereka. Kesadaran memiliki suatu kekurangan adalah merupakan
suatu tanda mereka dapat mengatasi atau menutupi kekurangan mereka itu. Sama halnya dengan masalah yang ada pada diri kita sendiri, jika kita memahami atau
menyadari masalah itu, kemungkinan besar dapat kita selesaikan. Sama halnya dengan ketunaan mereka itu, dengan kesadaran akan kekurangan yang mereka miliki
berarti mereka dapat menutupinya baik itu dengan adanya pendidikan dan keterampilan yang mereka peroleh dari sekolah ataupun dari Panti Asuhan.
Contohnya saja pada penuturan Shinta anak tunanetra yang duduk di kelas 2SD, ia sering mengucapkan :
“Kenapa sih aku tunet, maunya aku anak awas yang bisa melihat supaya bisa aku melihat semuanya, karena kalau tunet ini nggak enak gak ada yang bisa
dilihat baru gelap kali lagi seperti mati lampu baru aku pengen kali belajar huruf awas karena bisa tanpa di rabapun bisa di baca baru akau pengen sekali
lomba dengan orang awas itu lho”.
Penuturan Shinta di atas, memang dia sudah menyadari bahwa dia adalah
seorang tunanetra, tetapi di sepertinya belum menerima keadaannya itu dan ada keinginan untuk melihat dan ingin sekali bersaing dengan anak awas. Dan hal ini
juga menunjukkan bahwa dalam dirinya memiliki jiwa yang ingin maju dan jiwa bersaing yang dari sini juga akan memunculkan sikap yang ingin mandiri.
Pada penuturan Erna anak tunanetra yang duduk di kelas VI SD, mengatakan : “Penyebab aku menjadi tunanetra pertama di sebabkan karena aku sakit cacar
dan masih kecil, kata mamaku waktu aku masih bayi aku masih bisa melihat makanya karena cacar itu aku jadi gini nggak bisa melihat terang walaupun aku
masih bisa melihat sedikit dan gak terang atau nggak jelas apa yang kulihat itu, sesudah orang tuaku tahu aku begini baru mereka mengantarkan akau ke Karya
Murni ini untuk sekolah disini mulai TKLB, dulu aku malu kalau jumpa dengan orang yang baru pertama aku jumpa tetapi sesudah lama aku kayak gini,
sekarang aku jadi gak malu lagi, memang aku dah kayak gini apa lagi yang bisa ku bilang hanya bisa sekarang belajar ajalah untuk bisa nanti dapat kerja dan
kerja yang ku senangi nanti masage dan keterampilan sebagai kerja tambahan ku nanti” .
Universitas Sumatera Utara
56 Penuturan Erna ini menyatakan bahwa ia sudah menyadari dan menerima
kenyataan dan kekurangan yang ada pada dirinya, dan ia jga menyatakan tidak malu lagi bila jumpa dengan orang yang baru di jumpa dan ini juga menandakan bahwa ia
sudah menerima dan menyadari kekurangann yaitu. Dan ia sudah mampu untuk mengenal masalahnya dan berusaha untuk menetupinya dengan belajar dan melatih
kemampuan keterampilannya karena menurutnya itu adalah sebagai masa depannya. Pada penuturan Desi anak tunanetra yang duduk di kelas V SD, mengatakan
bahwa : “Pertama sekali aku menjadi tunanetra karena ulah orang lain, yang menurut
orang katanya karena ulah orang tuaku, jadinya aku yang kena. Aku sudah pernah melihat makanya aku kesal kali sekarang apalagi sesudah mengetahui
hal ini, tapi semenjak itu aku udah pernah di operasi dan aku bisa lagi melihat, tetapi semakin lama penglihatan ku itu semakin kabur baru aku bilang sama
mama untuk di operasi lagi tapi katanya nggak ada uang lagi, akhirnya aku di antar mama ke sini untuk bersekolah disini dan aku juga sekarang pengen
sekali untuk dapat melihat lagi seperti dulu. Nanti kalau aku dah kerja dan punya uang aku akan operasi mataku siapa tahu aku bisa melihat lagi”.
Dari penuturan Desi ini berarti dia memiliki niat untuk memperoleh uang untuk
dapat mengoperasikan matanya. Oleh sebab itu terlihat ada keinginan untuk mandiri dengan cara berusaha mendapatkan uang.
Didalam melakukan pekerjaan juga mereka ini apabila salah dan di tegor oleh suster atau pegawai mereka ini sering mengatakan “namanya juga tunet”. Perkataan
ini juga sangat sering di dengar oleh peneliti pada saat observasi. Sehingga dari kata- kata mereka ini juga berarti mereka sudah menyadari dari kekurangan dan masalah
yang ada pada diri mereka itu. Oleh sebab karena mereka memilki kesadaran itu dan niat untuk mandiri maka mereka ada keinginan untuk bersekolah.
Ciri lain juga tampak pada mereka yaitu bahwa mereka tidak malu untuk memakai tongkat putih yang terbuat dari aluminium ketempat yang baru pertama
Universitas Sumatera Utara
57 sekali mereka jalani. Karena bagi mereka tongkat ini sebagai alat yang mereka
gunakan sebagai penuntun jalan mereka supaya mereka tidak menabrak dan sebagai alat yang menambah rasa percaya diri mereka untuk berjalan. Tetapi tongkat ini
hanya mereka pakai pada saat mereka keluar dari lokasi sekolah dan panti asuhan Menurut wawancara Peneliti kepada pegawai panti asuhan yaitu mengenai
keadaan anak-anak tunanetra tersebut mengenai keadaan ekonomi, suku, agama anak-anak yang ada di SLB-A Karya Murni :
“Mereka banyak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah atau miskin, dan kebanyakan mereka ini dari suku batak dan suku nias dan agama yang ada
disini juga bukan hanya katolik saja bahkan agama islam juga ada seperti siwati yang mulai sejak kecil, dan di besarkan disini sehingga tidak menutup
kesempatan bagi agama lain untuk masuk kepanti ini dan untuk bersekolah disini”. penuturan pegawai panti asuhan Bernita simbolon
Menurut wawancara yang dilakukan peneliti di atas membuktikan bahwa Yayasan ini bukan hanya menerima anak yang memiliki atau meyakini agama yang
sama dengan Yayasan itu tetapi menangani dan menerima anak tunanetra sebagai individu yang bermasalah sosial untuk di tangani kekurangan mereka itu dan dapat
menjadi masyarakat yang dapat di perhitungkan dan bukan hanya sebagai penyakit saja di masyarakat.
Sekolah merupakan wadah dalam mengembangkan kemampuan dan memperoleh pendidikan dan pengetahuan. Begitu juga bagi penyandang cacat tunanetra mereka
adalah individu yang sangat membutuhkan pendidikan dan keterampilan mencapai kemandirian yang diperlukan bagi kehidupan sehari-harinya, yang dapat berpengaruh
besar bagi perkembangan kepercayaan diri., contohnya saja seperti dalam hal berpakaian, orang tua selau turut campur tangan dalam mengerjakannya dan hal lain
juga seperti halnya mandi, mereka selalu dimandikan oleh orang tua, sehingga sianak
Universitas Sumatera Utara
58 tersebut tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak mau untuk berusaha serta tidak
akan berani menghadapai tantangan karena terbiasa dibantu oleh orang lain. Menurut observasi peneliti disekolah bahwa penyandang cacat tunanetra yang
berada Yayasan Karya Murni, bahwa usia mereka juga tidak menentukan mereka duduk dibangku sekolah. Usia yang sudah menginjak dewasa tetapi masih duduk
dibangku Sekolah Dasar merupakan hal yang wajar bagi mereka, hal ini yang di akibatkan karena keterlambatan perkembangan yang diakibatkan oleh kekurangan
mereka itu sehingga untuk bersekolah juga mereka mengalami keterlambatan. Perkembangan anak tunanetra yang tingga bersama dengan keluarga sangat
berbeda dengan anak tunanetra yang tinggal di panti asuhan, sebab anak tunanetra yang tinggal di panti asuhan di ajarkan untuk dapat bekerja sendiri dan dapat
beraktifitas di panti dengan sendirinya tanpa ketergantungan dengan orang lain mengharapkan bantuan orang lain. Sedangkan anak tunanetra yang tinggal dengan
keluarga sering sekali hanya duduk dan tidak dapat bekerja sendiri, sehingga mengakibatkan anak tersebut tidak dapat mandiri.
Seperti peneturan guru kelas I Ibu K.Sembiring : “Contohnya saja Devik yang duduk di kelas I SD sebagai salah satu anak
tunanetra yang bersekolah yang tinggal bersama orang tuanya. Devik ini menggerakkan kakinya saja untuk melangkah saja sangat sulit dan takut
makanya ia selalu ditemani oleh pembantunya kemana saja ia pergi seperti halnya kesekolah. Kemampuan Devik ini bisa dikatakan tidak ada karena
dalam hal berbicara saja sulit sehingga dia ini untuk mengatakan ia ingin buang air besar atau kecil saja gak bisa makanya dia ini selalu buang air
besar ataupun kecil selalu dicelananya sehingga mengganggu temannya lagi belajar makanya kemampuan untuk ngomong aja dia sangat kurang apalagi
untuk belajar karena untuk menggerakkan tangannya saja gak ada tenaga bagaimana bisa untuk menekan tulisan braille, makanya teman-temannya
selalu mengatakan ia beo karena slalu mengikuti apa yang dikatakan orang”.
Devik inilah yang menjadi salah satu anak tunanetra yang bersekolah yang
tinggal bersama orang tua. Devik adalah anak yang sama sekali tidak memilki
Universitas Sumatera Utara
59 kemandirian. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa anak tersebut tidak
memiliki kegiatan di rumah bahkan tidak diajarkan untuk bekerja dan berinteraksi, karena anak tersebut untuk melakukan komunikasi tidak dapat lancar, sehingga untuk
berbicara saja tidak tahu, seperti hal nya untuk mengatakan yang menyangkut pribadinya untuk keperluannya saja Devik ini tidak bisa. Oleh sebab itu dalam diri si
anak ini tidak ada rasa percaya diri, karena segala pekerjaan baik itu yang menyangkut pribadinya, saja selalu dibantu oleh pembantunya ataupun orang tua nya
dan bahkan disekolah juga selalu didamping oleh seorang pembantu. Seperti peneturan pembantu Devik mengatakan :
“Kerjaan Devik ini dirumah nggak ada dan bermain juga nggak, makanya kalau udah nyampe dirumah dia hanya duduk di dalam kamar saja makanya kalau
dia dibiarkan duduk, ia mau sampai beberapa jam ditinggal dan baru kita lihat lagi dia tetap gitu aja tanpa ada berubah posisinya, yang lain lagi bahwa
Devik ini sudah seperti anak bayi karena selain itu juga devik ini kalau dirumah selalu dipakaikan pampers disuruh mamanya”. Sukma
dari hasil wawancara yang dilakuakn peneliti dan observasi, bahwa Devik ini
adalah anak yang tidak dapat bekerja sendiri. Dan jika dilihat dari usia Devik ini 9 tahun, maka jika dibandingkan dengan anak tunanetra yang lainnya yang lebih muda
dari Devik, anak tersebut sudah dapat untuk melakukan kegiatannya walaupun yang dapat dikerjakannya hal yang menyangkut pribadinya saja.
Oleh sebab itu yang dilakukan orang tuanya itu sebenarnya karena kasihan, tetapi bahkan hal dapat membuat sianak tersebut menjadi seorang yang tidak percaya diri
dan tidak dapat mengerjakan apa saja dan hanya bergantung pada orang tua saja. Jika dibandingkan dengan anak tunanetra yang bersekolah dan tinggal dipanti
asuhan atau jauh dari keluarga, sangat jauh berbeda baik itu dalam hal pergerakan, berinteraksi, dan pendidikan serta melakukan pekerjaan, mereka dapat melakukan
pekerjaan tanpa di bantu oleh orang lain, karena disini mereka diajar untuk tidak
Universitas Sumatera Utara
60 selalu bergantung pada orang lain dan diajar untuk mandiri dan selalu berusaha untuk
mengerjakan apa saja. Contohnya saja Bale, menurut penuturan pegawai panti asuhan, mengatakan :
“Bale ini anak yang masih berusia 4 tahun dan masih duduk di bangku TKLB Karya Murni. Bale ini anak gak yang pernah mau jika dibantu oleh orang lain
dan dia anak yang ingin banyak tahu. Berjalan juga dia tidak mau dibantu oleh orang lain dia inginnya bekerja sendiri dan kalau dia jatuh, dia gak peduli dan
kalau ia jatuh kata yang sering di ucapkannya gak apa-apa. Dalam hal mandi juga ia selalu ingin mandi sendiri tapi karna ia masih kecil sekali badannya
makanya ia gak sampai untuk mengambilkan air dan untuk mandi juga makanya gak dibiarkan sendiri karena ia sangat rentan sekali dengan penyakit
gatal-gatal sehingga ia gak di biarkan mandi sendiri takutnya gak bersih” .
Menurut Observasi peneliti bahwa Bale ini adalah anak yang pantang untuk
menyerah dalam mengerjakan pekerjaan, seperti halnya yang dilihat oleh peneliti pada saat ia ingin membuka tutup minuman botol, maka peneliti mencoba untuk
membantunya tetapi apa yang dikatakannya kepada peneliti “gak usah kak aku juga bisa membukanya sendiri ”. Dari perkataan atau penolakan akan bantuan yang di
tawarkan peneliti kepada Bale, oleh sebab itu Bale ini sangat kuat keinginannya untuk mandiri.
Universitas Sumatera Utara
61 Contoh lain juga seperti terlihat pada fotogambar 1, anak tersebut melakukan
pekerjaannya sehari-hari dengan cukup mahir, dibawah ini :
Gambar 2 terlihat bahwa anak tersebut melakukan pekerjaannya sehari-hari dengan cukup mahir :
Universitas Sumatera Utara
62 Dari foto diatas terlihat bahwa anak-anak ini melakuakn pekerjaan sehari-harinya
tanpa harus di ajari dan di dampingi oleh pegawai, bahkan mereka dapat dengan sendiri nya melakukan pekerjaan yang merupakan latihan yang mendasar bagi
mereka untuk dapat berusaha sendiri untuk mencapai proses kemandirian. Lingkungan sekitar juga sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian dengan
jauhnya dari keluarga maka mereka akan berusaha untuk melakukan pekerjaan yang akan membantu dalam hal kepercaayan diri yang mengacu kepada hal yang lebih
positif anak yang tidak mau bekerja sendiri, akan rugi karena tidak ada orang yang akan membantunya. Hal ini juga dilakukan untuk melatih kemampuan mereka dan
menumbuhkan sikap percaya diri pada dirinya yang akan mereka perlukan kelak. Di Sekolah Luar Biasa Bagian A Yayasan Karya Murni memilki beberapa
pelayanan sosial antara lain : a.
Pelayanan sosial fisik seperti senam pagi untuk menggerakkan seluruh tubuh mereka dan melakukan olahraga dan orientasi mobilitas,
b. Pelayanan sosial Pendidikan yaitu proses belajar mengajar yang dilakukan
setiap hari senin sampai dengan Jumat dan Sabtu melaksanakan kegiatan pengembangan diri seperti halnya keterampilan yaitu melakukan
pembelajaran tentang kerajinan tangan yang dapat dijual dan c.
pelayanan sosial mental dan yang mampu untuk meningkatkan rohani yaitu mengadakan diskusi tentang keagamaan dan melakukan retret rohani dan
mengembangkan mental mereka serta misa yang dapat membangkitkan rasa percaya diri mereka, agar mereka juga semakin dekat dengan Tuhan dan iman
mereka juga tidak buta.
Universitas Sumatera Utara
63 Seperti penuturan Erna salah satu anak tunanetra Karya Murni kelas VI SD
mengatakan : “Kami hanya buta mata saja, tapi iman kami nggak buta makanya kami harus
terus percaya sama Tuhan dan harus mau melaksanakan kebaktian agar kapercayaan dan iman kami itu nggak sama dengan mata kami yang buta yang
tidak dapat melihat apa-apa ”.
Pelayanan yang diberikan oleh sekolah kepada apara penyandang cacat netra
dimaksudkan untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka dan mempersiapkan mereka untuk menghadapai masa depan yang akan mereka jalani dalam
kehidupannya. Perkembangan yang terlihat dari anak tunanetra sebagai individu yang memiliki
masalah kesejahteraan sosial dapat dilihat perkembangan nya setelah berada di Yayasan Karya Murni sebagai yaitu perkembanagn Kognitif, perkembangan motorik,
perkembangan kemampuan olah raga dan perkembangan ungkapan kreatif yang menjadi patokan bagi Yayasan ini bagi anak tunanetra agar dikatakan sebagai
individu yang mandiri yaitu seperti dibawah ini :
I. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pemahaman dari yang tidaka tahu menjadi tahu. Perkembangan anak tunanetra dapat digolongkan kedalam tahapan
yang lambat. Perkembangan ini selalu didukung oleh indera penglihatan, indera pendengaran yang akan disalurkan di otak untuk diproses. Sedangkan bagi anak
tunanetra dalam perkembangan ini mereka hanya mempergunakan indera peraba dan indera pendengaran sebagai alat pengakap informasi.
Hal lain juga dalam proses belajar mereka, kalau mereka mau membaca dan menulis dengan huruf braille berati mereka ini ada keinginan untuk mandiri sehingga
mau untuk belajar huruf braille. Seperti penuturan Grace dan Shinta :
Universitas Sumatera Utara
64 “Kalau gak bisa menulis sama membaca huruf braille serta berhitung mana bisa
pintar karena kami kan gak bisa meraba huruf awas, makanya kami harus bisa”kata Shinta.
“Aku pengen kali lho bisa lancar, cepat-cepat membaca huruf braille seperti kaka dan abang-abang itu, baru kalau aku dah pintar bisalah akau naik kelas”.
Kata Grace Seperti fotogambar 7 dibawah ini, mereka sedang giat belajar dan beginilah
suasana mereka setiap harinya di unit masing-masing :
Hal ini menunjukkan adanya keinginan mereka untuk menjadi orang yang pintar. Dengan adanya niat untuk mempelajari huruf braille sebab jika bukan dengan tulisan
ini mereka tidak akan memilki ilmu dan tidak akan berkembang dan maju. Dari segi daya tanggap mereka juga, banyak yang mengatakan bahwa anak
tunanetra itu tidak akan dapat mengungguli anak awas dalam hal tanggapan atau hafalan, namun sesungguhnya itu tidak semuanya benar.
Universitas Sumatera Utara
65 Seperti penuturan guru kelas 2 SD Ibu B.Hasibuan mengatakan bahwa :
“Daya tanggap mereka terhadap hafalan sangat kuat terbukti seperti yang anak kelas 2 SD, Shinta, Rudi, Wiro, contohnya dalam hal membaca sebuah cerita
ataupun puisi mereka dengan sekali atau dua kali saja baca bisa langsung hafal ”.
Oleh sebab itu tidak dapat dikatakan bahwa mereka tidak tanggap atau tidak
dapat menyaingi anak awas, karena tidak semua anak awas yang dapat mampu menghafal dengan sekali atau dua kali baca saja seperti yang dilakukan anak kelas 2
SD tadi, sebagai contoh. Dalam hal musik, mereka sangat peka terhadap nada dari setiap musik tersebut
sehingga mereka sangat mudah untuk memainkannya. Contohnya saja Desmon dan Rudi yang dapat digolongkan kepada anak yang pintar untuk memainkan sebuah
organ mengatakan bahwa: “Aku belajar pertama sekali untuk memainkan organ ini dari dengar-dengar
saja orang abang itu memainkan organnya lalu aku meraba organ itu dan memainkannya dan terus belajar di unit, baru aku langsung cocokkan aja
dengan nada lagunya”.
Dari sini dapat dilihat bahwa daya nalar mereka juga terhadap musik sangat kuat.
Hal ini dapat mereka lakukan setelah mereka berada di Karya Murni. Karena disini mereka dapat terus melatih kemampuan mereka jika ada waktu senggang mereka
dapat mengisinya dengan belajar apa saja karena suster dan pegawai selalu menganjurkan dan memberikan kesempatan juga pada mereka agar keahlian mereka
juga dapat tersalurkan dan dapat digali terus menerus.
II. Perkembangan motorik
Dalam hal perkembangan motorik mereka tidak digolongkan lambat, karena mereka untuk berjalan dan berpindah pindah mereka tidak lagi kau dan ragu apalagi
tempat yang sudah sering mereka jalani, tetapi pada tempat yang pertama sekali
Universitas Sumatera Utara
66 mereka jalani mereka masih mau juga meraba-raba jalan. Misalnya saja kemampuan
berjalan mereka dari sekolah ke panti, karena mereka sudah biasa sehingga mereka berjalan sudah seperti layaknya anak awas. Kemampuan motorik mereka ini juga
dilatih dengan adanya mata pelajaran orientasi mobilitas sehingga mereka lebih percaya diri.
Misalnya berupa suara, mereka sudah mengenal seseorang itu dari jenis suaranya dan dari suara ini juga mereka mampu mendeteksi tentang arah dan sumber bunyi
itu. Misalnya saja penuturan seorang guru TK Eva mengatakan bahwa :
“Mereka ini pertama sekali aku melihat sangat heran karena mereka dapat mengenal kita dari suara dan langkah kaki kita, seperti yang saya lakukan
sekarang, saya sering memanggil nama mereka dan memberikan tepukan tangan saja mereka mengetahui akan sumber dari suara dan mereka langsung datang
kearah suara itu itu berati mereka mengetahui kita ada dimana”.
Dari segi bentuk , mereka mengetahuinya dengan cara meraba, contohnya saja buah apel, mereka hanya tahu bahwa bentuk apel tersebut bulat namun bentuk yang
sebenarnya mereka tidak mengetahui seperti apa. Dan seperti halnya juga motor, mereka mengenal motor tetapi tidak mengetahui bagaimana bentuk motor itu yang
sesungguhnya hanya mengetahui sampai sejauh mana tangan mereka menjangkaunya.
Seperti penuturan Bale anak TK mengatakan bahwa : “Bentuk mobil itu seperti rumah karena mobilkan ada kursinya baru ada juga
atapnya dan ada juga kursinya dan besar lagi”. Hal inilah maka dikatakan bahwa anak tunanetra tahu tetapi yang sebenarnya
mereka tidak tahu. Pada sebagian anak-anak, koordinasi badan mereka yang sering menunjukkan hal
yang sering tidak memiliki arti seperti halnya menusuk-nusuk jari tangan kemata
Universitas Sumatera Utara
67 Seperti pada fotogambar 3 di bawah ini:
Menurut penuturan Ibu K.Sembiring mengatakan bahwa : “Hal itu mereka lakukan karena kepuasan mereka, jadi kalau mereka melakukan
hal itu mereka merasa sangat senang sekali, tetapi mereka tidak mengetahui akibat yang terjadi bila mereka menusuk-nusuk mata yang merusak mata
mereka dan dapat mengakibatkan luka pada mata”.
Universitas Sumatera Utara
68 Pada saat bermain juga mereka tidak takut untuk melompat kesana-kemari
karena mereka sudah terbiasa untuk bergerak seperti pada fotogambar 4 di bawah ini :
Sedangkan dari segi kesehatan, mereka sanagt peka sekali atau sensitif dengan penyakit gatal-gatal. Oleh sebab itu yang dilakukan oleh yayasan ini adalah mereka
melakukan pemeriksaan bagi mereka sekali sebulan agar tidak terjadi lagio hal yang tidak di inginkan itu, sebab bagi anak-anak tersebut akan cepat sekali menular ke
teman-temannya.
III. Perkembangan olah raga Perkembangan olah raga mereka ini juga di tunjukkan dengan, kemampuan
mereka untuk mampu berbelanja keluar seperti halnya ke swalayan yang ada dekat dengan sekeliling mereka itu, hal in juga di perbolehkan oleh Suster karena dapat
mengembangkan rasa percaya diri mereka dan memliki prinsip bahwa mereka jga sama dengan anak yang awas.
Universitas Sumatera Utara
69 Dalam permainan juga merupakan perkembangan olah raga mereka dapat di
kembangkan seperti halnya, untuk dapat mengajari mereka mengetahui akan aturan dan norma dalam bersosialisasi.
Menurut penuturan dari pegawai Panti Asuhan yaitu Lorent mengatakan bahwa : “Mereka ini serinng juga dibawa oleh para Suster khususnya anak-anak yang
masih kecil atau SD, dibawa untuk bermain seperti halnya ketempat rekreasi yang sekaligus juga sebagai tempat untuk rohani seperti ke Plangkani”.
Disekolah juga mereka ini di bawa oleh para guru untuk bermain-main ke kolam
renang untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka ini juga sama dengan anak awas yang bisa bermain di luar dan bukan hanya di sekolah dan di panti asuhan
saja. Pada fotogambar 6 di bawah ini terlihat bahwa mereka sangat senang sekali berenang yang dibawa oleh guru pada saat jam pelajaran olah raga :
Universitas Sumatera Utara
70 Dan ekspresi yang sering mereka tunjukkan pada saat mereka senang yaitu
dengan melompat-lompat, seperti pada fotogambar 5 di bawah ini :
Foto di atas juga menunjukkan betapa lancarnya mereka untuk bergerak dan bermain. Dan dapat dikatakan bahwa mereka tidak akan ragu lagi dalam hal
pergerakan atau digolongkan kedalam olah raga dan dapat di golongkan ke dalam individu yang mandiri.
Olahraga juga merupakan keterampilan yang sering mereka ikuti seperti Turnamen atau perlombaan misalnya turnamen catur, lompat jauh, vokal dan atletik
yang lainnya bahkan dari segi prestasi mereka sering mengalahkan anak awas mereka sering mendapatkan juara yang bukan hanya dari tingkat Propinsi
melainkan dari tingkat nasional. Tujuan dari kegiatan ini juga dilakukan untuk membantu mereka untuk memahami bahwa mereka adalah bagian integral atau salah
satu dari masyarakat yang memiliki hak yang sama seperti anggota masyrakat yang lainnya dan menunjukkan keahlian mereka pada orang awaslain. Seperti pada bulan
Universitas Sumatera Utara
71 Oktober kemarin itu Risa di bawa oleh guru olahraga Pak Ramlan mereka untuk
bertanding ke Bogor untuk mengikuti Porcanas dengan hasil yang membanggakan. Seperti penuturan Pak Ramlan kepada seluruh siswa dan guru serta suster di
sekolah, mengatakan : “Risa adalah orang yang termasuk oarang yang mempunyai semangat yang
besar karena kami pada waktu di sana hujan terus turun , walaupun hujan tetapi ia tetap semangat dan ada usaha dalam dirinya untuk menang”.
I V. Perkembangan ungkapan kreatif
Keterampilan merupakan hal yang sangat mendukung dalam perkembangan dan keahlian mereka. Selain pengetahuan keterampilan juga memegang peranan yang
sangat penting sekali. Sesuai dengan penuturan Suster kepala bahwa : “Awalnya mereka adalah orang tidak memilki apapun dalam hidupnya mengenai
keterampilan dan kesenian serta pendidikan yang akhirnya mereka peroleh setelah mereka berada di Karya Murni, Keterampilan yang diberikan di sekolah
dan dipanti asuhan memiliki macaman seperti massage, olahraga, musik, vokal, komputer dan keterampilan kerajinan tangan. Di tempat ini keterampilan bagi
anak-anak tidak dibatasi mau menguasai berapa saja sehingga pada satu orang bisa menekuni beberapa bidang”.
Universitas Sumatera Utara
72 Seperti yang terlihat pada fotogambar 8 di bawah ini, mereka melakukan latihan
keterampilan di sekolah:
Penuturan Erna bahwa :
“Massage kan keterampilan ini sangat bermanfaat bagi kami dan merupakan masa depan bagi mereka untuk menghasilkan uang yaitu seperti setelah tamat
sekolah kami bisa membuka panti pijat ataupun wira netra dan keterampilan ini merupakan ciri khas bagi kami”.
Selain itu, keterampilan vokal mereka termasuk kedalam kelompok yang tergolong bagus. Oleh sebab itu mereka sudah mendapatkan penghasilan dari vokal
ini yaitu dengan penjualan kaset yang berisikan suara mereka ataupun video klip, seperti Asti salah seorang anak tunanetra yang pernah di bawa oleh suster kepala
untuk bertanding ke Jogjakarta pada bulan Oktober yang lalu. Asti juga pernah menuturkan bahwa:
“Aku harus giat belajar vokal biar aku bisa menjadi penyanyi terkenal seperti Firsa”.
.
Universitas Sumatera Utara
73 Seperti halnya penuturan salah satu pegawai panti asuhan yaitu Anita kepada
salah satu anak tunanetra untuk menguji yaitu mengatakan : “Jun nggak usah lagilah kau pakai tongkatmu itu kalau di sekitar panti,
emangnya kau gak bisa jalan kalau gak pakai tongkat, lalu junior tadi menjawab dari pada aku jatuh mendingan aku pakai karena aku masih takut untuk berjalan
karena kaki pun belum kuat masih goyang”.
Dari penuturan ini bahwa betapa pentingnya tongkat itu bagi mereka sebagai alat
penuntun bagi mereka dan dapat memberikan keseimbangan bagi mereka untuk berjalan. Dan jika mereka tidak malu memakai tongkat itu berati mereka tidak malu
lagi menjadi anak tunanetra karena tongkat putih menandakan bahwa dia adalah anak tunanetra.
Banyak kegiatan yang lain yang harus dijalankan oleh para penyandang tunanetra untuk meningkatkan kemampuan mereka misalnya bagi anak laki-laki mereka ada
yang dapat mengoperasikan peralatan yang tidak terlalu berat bagi anak awas tetapi bagi mereka adalah kegiatan yang sangat menantang seperti halnya memperbaiki
tape atau walkman mereka sendiri jika ada yang kurang bagus atau rusak dan mereka juga dapat menyambungkan pita kaset yang sudah putus dengan hanya modal
meraba. Memang hal ini jika dilihat sepintas kita anggap sepele tetapi apakah kita dapat melakukkanya jika kita sama seperti mereka
Mereka ini juga sering ikut dalam acara-acara sosial seperti natalan atau undangan pesta, yang menyumbangkan suara mereka atau nyanyian mereka.seperti
penuturan suster kepala, terutama pada bulan desember. Hal ini juga dapat menunjukkan kemampuan mereka dan kegiatan sosial mereka juga sama seperti anak
awas, dan agar mereka ini juga dapat membiasakan untuk berinteraksi dengan anak awas dan dapat menciptakan rasa percaya diri untuk mandiri.
Universitas Sumatera Utara
74 Hal yang harus mereka dapat lakukan yang menjadi kunci dari keberhasilan
mereka adalah mereka harus dapat berinteraksi kepada sesama tunanetra dan juga kepada mayarakat awas. Agar mereka juga bukan hanya sekedar mengetahui dari
antar mereka tetapi juga mereka dapat berbagi dengan anak awas.
V.Mengatasi sikap masyarakat Mereka adalah manusia yang memiliki harga diri sama dengan manusia yang
normal dan juga memilki rasa takut, malu dan bahagia. Mereka pertama sekali tidak menyadari bahwa mereka akan jadi begini mempunyai keterampilandan mereka
pada awalnya selalu putus asa akan nasib mereka dan selalu merenungi nasib mereka akan perkataan masyarakat.
Seperti penuturan Suster kepala mengatakan bahwa: “Mereka telah banyak berubah baik dalam hal pemikiran mereka tentang
masyarakat dan tingkah laku serta kepercayaan mereka juga tentang nasib dan perkataan mereka sudah mulai mereka terima. Jadi jika mereka dihadapkan
dengan masyrakat yang awas yang baru pertama sekali mereka jumpai memang mereka merasa minder dan terlihat agak segan karena menurut mereka, mereka
adalah manusia yang memiliki banyak sekali kelemahan dan kekurangan hal ini juga wajar bagi mereka, tetapi semakin lama sikap negatif mereka itu akan
semakin berkurang”. Menurut peneliti pujian yang di berikan para tamu kepada mereka juga
merupakan hal yang dapat mengurangi rasa minder mereka dan menimbulakn rasa percaya diri mereka yang akan dapat juga menguatkan mereka untuk menerima
kekurangan mereka itu. Hal yang mereka kerjakan selalu mendapatkan pujian dari para tamu yang datang menjenguk mereka ataupun donatur mereka. Pujian itu
diberikan karena para tamu dan para donatur tersebut merasa salut karena mereka
Universitas Sumatera Utara
75 dapat bekerja dan mengerjakan sesuatu dengan benar tanpa bisa melihat karena
kekurangan mereka itu. Menurut mereka bagaimana pun hal ini sudah terjadi jadi apabila ada orang yang
mereka dengar mengatakan sesuatu yang menyinggung mereka seperti contoh di dalam angkutan maka mereka sudah menerima dan menganggap hal itu biasa-biasa
saja dan mereka hadapi saja dengan senyuman. Seperti halnya yang dilihat oleh peneliti bahawa mereka kebanyakan tidak terlalu suka untuk menerima belas kasihan
yang berlebihan karena hal ini menurut mereka akan membuat mereka menjadi hanya bergantung pada orang lain dan tidak dapat mandiridan tidak percaya diri
seperti penuturan pegawai panti asuhan Bernita mengatakan “Mereka ini tidak terlalu senang dikasihani dengan berlebihan karena menurut
mereka kita jadi sepele dan menganggap bahwa mereka tidak dapat ngapain aja dalam mengerjakan pekerjaan”.
Dari hal ini juga peneliti melihat bahwa mereka banyak sekali keinginan untuk
dapat mandiri dan tidak semua yang harus mereka perlukan dikerjakan oleh orang lain dan dengan mereka menerima apa yang dikatakan oleh masyarakat pada mereka
berarti mereka sudah menyadari masalah yang ada pada diri mereka sendiri dan dengan tidak terlalu senang menerima pujian yang berlebihan berati selalu ingin
berusaha sendiri.
VI. Penampilan sosial
Penampilan sosial sangat menentukan apakah seseorang akan diterima dengan baik dilingkungan sosialnya. Cara berperilaku adalah suatu hal yang sangat
menetukan seseorang itu diterima atau tidak. Sesuai dengan wawancara yang dilakukan peneliti kepada Erna :
“Bahwa pertama sekali aku sampai ke Karya Murni, aku sangat tertutup dan tidak mau berinteraksi dengan yang lain dan hanya diam saja seperti orang yang
Universitas Sumatera Utara
76 tidak mengenal orang, tetapisesudah lama berada di sana maka mereka mulai di
ajarkan untuk dapat bergabung dan berperilku yang wajar dan baik. Semua ini mereka dapatkan dari Sekolah dan panti asuhan”.
Sesuai observasi peneliti melihat bahwa cara berperilaku mereka sangat baik dan
dapat diterima oleh banyak orang disekeliling mereka selalu di ajarkan cara berperilaku yang sopan dan hormat pada orang lain. Seperti yang dialami oleh
peneliti pada saat baru saja bertemu dengan mereka, peneliti merasa sangat salut sekali pada mereka karena mereka memilki rasa sopan santun pada saat baru pertama
sekali berjumpa dengan peneliti. Dan siapa saja yang berjumpa dengan orang yang belum mereka kenal, mereka selalu ingin kenalan. Karena sikap mereka itu maka
orang-orang yang ada di sekeliling mereka selalu menolong mereka jika ada hal yang mereka anggap sangat sulit sekali contohnya pada saat menyeberang jalan pada saat
pulang sekolah dan pada saat mereka ingin menyetop angkutan maka orang yang disekeliling mereka sering sekali membantu mereka itu diakibatkan karena mereka
menunjukkan hal yang baik juga pada masyarakat di sekeliling mereka. Seperti penuturan Robert yang harus naik angkot setiap harinya kesekolah yang
harus dengan naik angkot dan menyeberang mengatakan : “Kalau kami mau menyeberang jalan kalau padat sekali angkutan dan kalau
kami dah lama berdiri, belum juga bisa lewat kami sering di tanya orang mau ngapain, baru dah gitu kami sering di sebrangkan orang dan sering juga di
naikkan ke angkot”. Hal ini dilakukan orang lain kepada mereka, karena mereka tidak pernah bersikap
kasar kepada orang lain, sehingga membuahkan hasil yang baik bagi mereka. Gerakan fisik mereka juga merupakan suatu penampilan sosial, tetapi wajar bagi
anak yang tunanetra tidak memilki gerakan seperti yang diharapkan oleh orang-orang tetapi karena mereka tidak dapat melihat maka gerakan fisik mereka juga terhambat
terutama pada saat pertama sekali mereka untuk menghadapinya, tetapi sesuai
Universitas Sumatera Utara
77 dengan observasi peneliti bahwa gerakan fisik mereka tidak digolongkan kedalam
lambat. Karena dalam mengerjakan sesutu pada lokasi sekolah atau pada panti asuhan mereka melakukan gerakan seperti orang awas. Seperti pada sekolah mereka
bahwa mereka sudah tidak ragu lagi untuk melakukan gerakan untuk naik dan turun tangga dengan cepat sekali dan untuk berpindah ke tempat lain juga mereka tidak
terlihat seperti orang yang tidak dapat melihat atau oarang tunanetra. Dan dalam hal mengerjakan pekerjaan di panti juga mereka tidak takut dan tidak
ragu lagi. Bahkan pekerjaan mereka sudah dibagi oleh para pegawai dan para suster seperti halnya mencuci piring, mengepel, menyuci pakaian sendiri bagi para remaja
dan bagi anak-anak mereka sudah memiliki pekerjaan seperti hanya menyuci piring, mengepel dan menyapu dengan tujuan agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan
yang menyangkut hal yang pribadi. Jika dilihat juga dari cara berpakaian mereka, mereka tidak termasuk dalam
orang yang asal-asalan, tetapi mereka dapat berpakaian dengan rapi walaupun sesekali mereka berpakaian terbalik tetapi hal ini sering terjadi pada anak-anak dan
pada anak remaja yang sudah terburu-buru karena terlambat. Keterampilan ini juga tidak hanya di ajarkan di panti asuhan tetapi juga di
ajarkan di sekolah yaitu dari mulai kelas 1-2 SD dalam mata pelajaran ADL yaitu latihan mandi dan latihan untuk berpakaian dengan benar. Pakaian mereka juga
selalu bersih dan rapi karena jika tidak maka Suster akan menegor mereka agar tidak terbiasa memakai pakaian yang asal saja. Tujuannya agar mereka dapat
berpenampilan rapi seperti yang diharapkan orang banyak khususnya orang yang mengenal mereka.
Universitas Sumatera Utara
78 Hanya pada anak-anak saja karena pada mereka yang sudah remaja sudah tidak
lagi karena apbila mereka melakukan pada saat mereka masih kecil maka guru disekolah dan pegawai serta suster yang melihat akan menegornya itulah yang
membuat mereka tidak melakukan hal ini lagi dan sudah terbiasa. Seperti yang dikatakan oleh Bandura 1986 bahwa gerakan fisik yang tidak normal tersebut yang
dikenal dengan istilah blindism hal ini juga bisa dihilangkan apabila ada yang menegor mereka untuk tidak melakukannya lagi yang apabila sudah sering ditegor
maka mereka akan menghilangkan kebiasaan itu Bandura, 1986. Pada saat ini pulalah tugas dari para pegawai, guru, dan suster mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mengajarkannya bagi mereka dan hasil yang sudah terdapat pada anak tunanetra tersebut mereka sudah dapat mengerjakan
pekerjaan dan melangkahkan kakinya untuk bergerak dan berpindah dari suatu tempat ketempat lain juga tidak ragu lagi. Hal ini juga berkat latihan-latihan yang
diberikan kepada mereka dan berkat pengetahuan dan pendidikan pulalah mereka dapat menyadari kelemahan mereka sehingga mereka dapat mempergunakan hal
yang dapat mereka gali dalam diri mereka dan mereka latih sehingga mereka dapat mengerjakan hal yang mereka inginkan.
Seperti yang telah di lihat atau diamati dan yang melalui wawancara peneliti maka penelitian dapat menyimpulkan bahwa mereka sudah dapat dikatakan sebagai
anak yang mandiri karena dalam hal apa saja mereka tidak selalu bergantung pada orang lain tetapi mengerjakannya dengan sendiri dan jika sudah mulai tidak bisa lagi
maka mereka akan minta tolong pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
79 Dan dalam hal pendidikan mereka juga tidak ketinggalan karena mereka juga
sama dengan anak yang awas dan dalam hal keterampilan mereka juga banyak yang mereka kuasai oleh sebab itu mereka sudah dapat mandiri jika di hadapkan dengan
persaingan dan bagi mereka juga jika sudah menginjak bangku SMA maka mereka akan di sekolah inklusi hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan rasa percaya
diri mereka. Oleh sebab itu faktor utama yang mendukung dalam kemadirian mereka adalah
sekolah sebagai sarana untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan, panti asuhan sebagai wadah yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan mereka
dalam hal membangun rasa percaya diri yang kuat dan sarana untuk menciptakan tunanetra sebagai individu yang dapat berharga dan mempunyai kemandirian dan
menggali keahlian yang lain dari diri mereka untuk menutupi kelemahan mereka. Dan lingkungan juga merupakan alat yang dapat berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian mereka dan lingkungan mereka juga mendukung untuk membawa mereka kearah perkembangan dan menghilangkan hal yang negatif dalam
diri mereka, sehingga mereka dapat untuk hidup mandiri.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan