Pendidikan tunanetra Perkembangan Kemandirian Anak Tunanetra di Sekolah Luar Biasa Bagian A (Studi Kasus di SLB-A Karya Murni Medan Johor)

35

6. Pendidikan tunanetra

Dalam undang-undang no.72 tahun 1991 mengatakan bahwa pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental. Oleh sebab itu, dalam hal ini bagi penyandang tunanetra mereka adalah tergolong kedalam anak yang berkelainan fisik, yang akan dimasukkan kedalam Sekolah Luar Biasa. Pendidikan anak tunanetra adalah pendidikan yang sangat sulit dibandingkan dengan pendidikan anak yang awas, karena pada umunya pendidikan atau bahan mudah ditangkap dengan penglihatan dan pendengaran dari pada hanya dengan pendengaran saja. Adapun tiga prinsip utama tentang pendidikan anak tunanetra menurut Diderot yaitu : 1. Bahwa kehilangan penglihatan tidak berarti mempertajam secara khusus indera-indera yang lain, akan tetapi kehilangan salah satu indera tersebut akan memaksa indera yang lain yang masih ada untuk menerima kesan-kesan. 2. Bahwa kita sebaiknya membangun pendidikan atas dasar apa yang masih dimiliki oleh tunanetra dan apa yang tidak mereka miliki yaitu atas dasar hubungan dengan dunia objektif. 3. Sekalipun orang tunanetra yang tuli dan yang bodoh, tetapi ia dapat dilatih dan didik melalui sensori perabaan dengan penuh kesabaran serta hubungan isyarat yang dapat diraba dari objek atau benda-benda Pradopo 1977 :47 Adapun jenjang pendidikan bagi anak tunanetra yaitu : 1. Taman Kanak-kanak Luar Biasa 2. Sekolah Dasar Luar Biasa 3. Sekolah Lanjutan Pertama Luar Biasa Universitas Sumatera Utara 36 4. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Adapun model pendidikan yang tepat bagi anak tunanetra dapat dibagi menjadi 2 bagian : 1. Pendidikan Formal yaitu pertama, bentuk segresi yaitu bentuk layanan pendidikan yang tertua bagi penyandang tunanetra dan pelayanan yang khusus bagi penyandang cacat tunanetra yang memungkinkan untuk dapat mengendalikan atas kurikulum dan kehidupan sehari-hari secara menyeluruh sehingga variabel dalam lingkungan belajar anak tersebut yaitu jadwal, fasilitas fisik, kondisi kelas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Kedua, bentuk mainstreaming yaitu bahwa asumsi bahwa pendidikan khusus tidak berarti pendidikan yang terpisah. Pendidikan ini merupakan bagian integrasi sosial, instruksional, temporal anak-anak cacat dengan anak yang normal. Oleh sebab itu dalam pendidikan ini mereka akan disesuaikan dengan kemampuan mereka sendiri. 2. Pendidikan Non-Formal yaitu berupa pelatihan-pelatihan atau kursus keterampilan untuk memberikan bekal bagi mereka dalam rangka memahami dunia kerja. Dan pendidikan ini tidak dibagi dengan jenjang dan waktu penyampaiannya lebih pendek dan singkat dan usia mereka dalam suatu kursus tidak perlu sama, dan pelajaran ini tidak merupakan pendidikan yang menjenuhkan karena diselingi dengan praktek. Adapun alat yang digunakan dalam proses belajar bagi anak tunanetra yaitu: 1. Tongkat putih sebagai tanda bahwa ia adalah penyandang tunanetra 2. Reglet sebagai alat untuk mereka menulis 3. Pena yang terbuat dari besi sebagai alat untuk mereka menulis Universitas Sumatera Utara 37 4. Mesin ketik yaitu untuk membantu mereka menulis agar lebih cepat yang biasanya alat ini hanya digunakan oleh guru saja 5. Tape yaitu alat mereka untuk mendengarkan cerita karena mereka hanya dapat mendengar seperti anak awas yang dapat melihat

7. Defenisi konsep Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah perkembangan

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

6 79 143

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 0 17

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 1 14

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMBAGI ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA A (SLB-A) EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA A (SLB-A) (Studi Kasus Pada Tingkat SMP YKAB di SLB-

3 11 16

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB-A) Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) (Studi Etnografi Di SLB-A YKAB Surakarta).

0 4 14

Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor (1980-1997)

0 0 12

Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor (1980-1997)

0 0 1

Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor (1980-1997)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

0 0 9

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

0 0 13