27 terjangkau oleh tangannya dan kakinya sedangkan bagi anak awas sepanjang ia
mengetahui bahaya apa yang akan terjadi apabila dilakukannya gerakan tersebut. Oleh sebab itu dikatakan bahwa perkembangan motorik anak tunanetra
cenderung sangat lambat, karena dalam perkembangan ini diperlukan sistem persyarafan dan otot serta fungsi psikis, yang berpangkal dari ketidakmampuannya
untuk melihat. Perkembangan motorik mengikuti prinsip bahwa perkembangan itu berlangsung
dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks, dari yang kasar dan global menuju kepada yang halus dan khusus. Tetapi bagi anak tunanetra melakukan
psikomotorik yang mendasar seperti berjalan dan memegang benda sudah merupakan masalah yang tidak mudah untuk dikuasainya dan dilaksanakan dengan baik.
Sehingga hal ini sudah menghambat untuk hal yang lebih kompleks lagi. Karena itu fungsi mata sangat memegang peranan yang cukup utama dan berarti dalam proses
perkembangan motorik. Tahap perkembangan perilaku motorik dalam kaitannya dalm fungsi penglihatan
2.1 Tahap sebelum berjalan
Tahap ini terjadi pada saat bayi yaitu yang pada awalnya melakukan gerakan menegakkan kepala, telungkup, merayap, dan seterusnya sehingga akhirnya sampai
kepada berjalan. Anak tunanetra juga demikian tetapi faktor kecepatannya berbeda karena kurangnya rangsangan visual yang mengakibatkan adanya gangguan pada :
a. Koordinasi tangan, untuk anak awas pada awalnya dilakukan dengan
pertama-tama melihat suatu objek atau benda yang kemudian ia akan mulai ingin menjangkaunya yang dilakukannya dengan pengalaman dan percobaan
kerjasama mata dan tangan. Sedangkan pada anak tunanetra hal ini tidak
Universitas Sumatera Utara
28 dialami dengan sendirinya, tetapi melalui lingkungan yang mampu
menggerakkan gerak rangsang anak, seperti halnya melakukan jabat tangan yang lemah, kesulitan memegang suatu benda, serta kelambanan dalam
persiapan membaca huruf Braille. b.
Koordinasi badan, bagi anak awas untuk mencapai suatu benda maka mereka harus melakukan gerakan dalam mengkoordinasikan badannya, seperti halnya
menegakkan kepalanya untuk menggapai suatu benda yang ia ingin dapatkan. Hal ini juga tidak akan dapat kita lihat atau dialami anak tunanetra pada usia
18 minggu, pada masa ini anak tunanetra sering melakukan gerakan yang tidak memiliki arti dan cenderung diam seperti halnya melakukan gerakan
menusukkan jari tangan kemata. 2.2 T ahap berjalan
Pada usia anak yang normal bahwa usia 15 bulan sudah mampu melakukan jalan dan dapat mengadakan eksplorasi sendiri. Sedangkan pada anak tunanetra, ia akan
dapat berjalan jauh lebih tua jika dibandingkan dengan anak awas,hal ini terjadi karena kurangnya motivasi atau pendorong baik yang bersifat internal maupun
eksternal untuk melangkahkan kakinya pada posisi yang bermaksud untuk mengambil suatu benda.
Salah satu yang sangat menonjol pada anak tunanetra ialah kemampuan dalam melakukan mobilitas atau kemampuan berpindah-pindah tempat. Namun demikian
kekurangmampuan ini dapat diminimalkan melalui manipulasi lingkungan tempat dimana tunanetra berada, yaitu melalui penciptaan lingkungan yang lebih berarti
yang memungkinkan anak tunanetra mampu mengembangkan pertumbuhan jasmani dan gerak secara bebas dan aman. Oleh sebab, itu hambatan dalam perkembangan
Universitas Sumatera Utara
29 motorik anak tunanetra berhubungan erat dengan kemampuan dalam penglihatannya
yang selanjutnya berpengaruh terhadap faktor psikis dan fisik anak. Hal ini juga dilihat dari cara anak tersebut melangkahkan kakinya dan juga menggerakkan
tangannya.
3 Perkembangan emosi anak tunanetra
Hasil-hasil penelitian, anak tunanetra menunjukkan bahwa kemampuan untuk memberi respon secara emosional sudah dijumpai pada saat seseorang itu masih bayi
atau baru lahir. Respon ini pada mulanya nampak secara random yang lama kelamaan akan menjadikan suatu hal yang terbiasa, atau differensiasi atau berurutan
sesuai dengan jenjang yang paling bawah terlebih dahulu. Oleh sebab itu perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami
hambatan dibandingkan dengan anak yang awas atau dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak
tunanetra dalam proses belajar. Kesulitan bagi anak tunanetra adalah mereka tidak mampu belajar secara visual tentang stimulus-stimulus apa saja yang harus diberi
respon stimulus yang sesuai dengan kemampuan berkembangnya. Dengan kata lain, anak tunanetra memiliki keterbatasan yang sangat berpengaruh, khususnya
berkomunikasi secara emosional melalui ekspresi atau reaksi wajah dan tubuh lainnya untuk menyampaikan perasaan yang dirasakan kepada orang lain.
Perkembangan emosional anak tunanetra akan lebih terhambat apabila anak tersebut mengalami deprivasi emosi yaitu anak tersebut kurang memiki kesempatan
untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian dan kesenangan yang pada awal kehidupan atau
Universitas Sumatera Utara
30 perkembangan yang ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau
lingkungannya dimana mereka bertempat tinggalnya. Perkembangan emosi anak tunanetra itu ialah ditampilkannya gejala-gejala emosi yang tidak seimbang atau
pola-pola emosi yang negatif dan berlebihan, yaitu perasaan takut, malu, khawatir, cemas dan lain-lain.
4. Perkembangan sosial anak tunanetra