direncanakan dengan baik, dan oleh karenanya perlu diketahui kapan masa bebas atau pelepasan tahanan itu akan dilaksanakan. Pembekalan kembali tentang pencegahan
penularan dan perawatan
2.3 Klinik VCT Voluntary Counseling and Testing
Layanan kesehatan yang pertama dalam pencegahan adalah layanan VCT. Diharapkan seluruh populasi kunci mendapatkan pemeriksaan HIV melalui layanan
ini. Salah satu tujuan dari promosi pencegahan adalah mendorong populasi kunci ke layanan VCT. Hingga tahun 2008, jumlah layanan VCT terdapat sebanyak 547 unit,
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah 383 maupun swasta dan masyarakat 164. Di daerah yang terjangkau kegiatan pencegahan layanan VCT mengalami
peningkatan. Dalam kurun waktu 2004-2007 terjadi peningkatan layanan VCT terhadap populasi kunci: Pada Wanita Pekerja Seks WPS dari 27 menjadi 41;
pelanggan WPS dari 6 menjadi 10; Waria dari 47 menjadi 64; Laki-laki Suka Laki-laki LSL dari 19 menjadi 37 dan penasun dari 18 menjadi 41 Depkes
RI, 2010a.
2.3.1 Pengertian VCT
Merupakan layanan konseling dan test HIV secara sukarela dan konfidensial kepada individu sehubungan dengan permasalahan HIVAIDS dengan menempatkan
individuklien sebagai pusat pelayanan berdasarkan kebutuhannya. Mampu mengambil keputusan-keputusan pribadi yang berkaitan dengan HIVAIDS Depkes
RI, 2010a.
Universitas Sumatera Utara
Huruf V Voluntary mendorong orang untuk hadir di layanan-layanan yang mungkin tadinya mereka tolak. Huruf C Counselling lebih efektif daripada sekedar
menyediakan informasi kesehatan. Huruf T Testing - layanan yang berkualitas dan selesai satu hari lebih hemat dan meningkatkan orang melakukan tes dan permintaan
untuk VCT. Dalam hal ini membuktikan bila seseorang dipaksa tes mereka akan menolak dan menjauh dibandingkan dengan memberikan pengertian dan informasi
yang benar Depkes RI, 2010a. 2.3.2 Tujuan VCT
VCT bertujuan membuat klien agar mampu menghadapi isu-isu yg berkaitan dengan HIVAIDS dan membuat rencana-rencana yg berkaitan dengan HIVAIDS
serta memfasilitasi perilaku-perilaku pencegahan. Secara spesifik tujuan VCT adalah : a mencegah penularan dari orang yang terinfeksi pada orang yang tidak terinfeksi
pasangannya, b mencegah penularan pada orang yang tidak terinfeksi oleh orang yang terinfeksi pasangannya, c mencegah penularan dari ibu yang terinfeksi
kepada janinnya, d mempromosikan orang untuk secara dini memanfaatkan layanan-layanan kalau tersedia: pelayanan medik, pelayanan kesehatan primer,
terapi ARV, pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik dan Keluarga Berencana Depkes RI, 2010a.
Berdasarkan tujuan VCT tersebut, maka peranan VCT adalah:
a merupakan jembatan yang sangat penting antara pencegahan HIV dengan perawatan dan dukungan, b mendorong perubahan perilaku dan
Universitas Sumatera Utara
mempertahankannya dan menjembatanai intervensi seperti; pencegahan penularan ibu ke bayi, pencegahan penularan IMS, serta pencegahan dan penanganan TB maupun
infeksi oportunistik lainnya, c memfasilitasi rujukan dini ke layanan klinik yang komprehensif dan layanan berbasis masyarakat, layanan perawatan dan dukungan,
termasuk akses terapi antiretroviral ARV, d memperbaiki kualitas hidup dan memainkan peran yang menentukan dalam penurunan stigma dan diskriminasi
Depkes RI, 2010a. 2.2.3 Standar Pelayanan Klinik VCT
a. Sumber Daya Manusia
Layanan VCT harus mempunyai sumber daya manusia yang sudah terlatih dan kompeten.artimaksud Sumber daya manusia yang terlibat dalam
pengembangan pelayanan VCT disesuaikan dengan model dan adaptasi dari pelayanan VCT. Petugas konseling VCT professional diutamakan yang telah
menamatkan pendidikan S1 dan berlatarbelakang psikologi, ilmu terapan psikologi dan konseling, ilmu sosial, dan pastoral. Untuk menyesuaikan situasi lapangan dan
kelompok dampingan, petugas konseling VCT dapat dipilih dari mereka yang memiliki potensi dan kualitas yang sesuai sebagai calon konselor professional dan
terlatih Depkes RI, 2010a. Layanan VCT harus mempunyai sumber daya manusia yang sudah terlatih
dan kompeten. Sumber daya manusia yang terlibat dalam pengembangan pelayanan VCT disesuaikan dengan model dan adaptasi dari pelayanan VCT. Petugas
Universitas Sumatera Utara
manajemen kasus professional diutamakan yang telah menamatkan pendidikan S1 dan berlatarbelakang ilmu pekerja sosial, psikologi, ilmu terapan psikologi dan
konseling, komunikasi, dan ilmu sosial. Untuk menyesuaikan situasi lapangan dan mereka yang memiliki potensi dan kualitas yang sesuai sebagai calon petugas
manajemen kasus Depkes RI, 2010a. 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Dever 1984, faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Faktor Sosiokultural
a Norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat. Norma, nilai sosial dan
keyakinan yang ada pada masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
b Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. Kemajuan di bidang
teknologi dapat mengurangi atau menurunkan angka kesakitan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi penggunaan pelayanan kesehatan.
2. Faktor Organisasi.
a Ketersediaan sumber daya.
Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat memengaruhi penggunaan atau permintaan terhadap pelayanan
kesehatan. Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa
Universitas Sumatera Utara
didapat tanpa mempertimbangkan sulit atau mudah penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b Keterjangkauan lokasi
Yaitu berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan.
Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu, ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pemakaian pelayanan
yang berhubungan dengan keluhan-keluhan penyakit ringan. c
Keterjangkauan sosial terdiri dari dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan
budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. d
Karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Bentuk-bentuk praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,
praktek tunggal, praktek bersama atau yang lainnya membawa pola pemanfaatan yang berbeda-beda.
3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen.
Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.
Kebutuhan terdiri atas kebutuhan yang dirasakan perceived need dan diagnosa klinis evaluated need. Perceived need ini dipengaruhi oleh:
Universitas Sumatera Utara
a Faktor sosiodemografi, yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, bangsa,
status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi. b
Faktor sosiopsikologis, yang terdiri dari persepsi sakit, gejala sakit dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter.
c Faktor epidemiologis, yang terdiri dari mortalitas, morbiditas, dan faktor
resiko. 4.
Faktor yang Berhubungan dengan Petugas Kesehatan. a
Faktor ekonomi. Konsumen tidak sepenuhnya memiliki prefensi yang cukup akan pelayanan
yang akan diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ke tangan provider.
b Karakteristik dari Petugas Kesehatan Provider.
Yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut.
Menurut Sarwono 2007, sebelum seseorang menentukan untuk mencari upaya pengobatan, terlebih dahulu terjadi proses dalam diri individu yaitu:
a dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejalatanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa, b banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan
menimbulkan bahaya, c dampak gejala tersebut terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan sosial lainnya, d frekuensi dari gejala dan
tanda-tanda yang tampak, e nilai ambang dari mereka yang terkena gejala atau
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan individu untuk diserang penyakit, f informasi pengetahuan dan asumsi budaya terhadap penyakit, g perbedaan interpretasi terhadap gejala yang
dikenal, h adanya kebutuhan untuk bertindakberperilaku mengatasi gejala sakit, i tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya
biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial. 2.5 Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu quality mutu dan health service pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan
sering dipertanyakan banyak orang, namun penjelasannya seringkali tidak memuaskan sehingga orang memiliki persepsi yang beragam mengenai mutu
tersebut. Goesth dan Davis dalam Tjiptono, 2004 menyatakan bahwa mutu
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi mutu jasa
atau mutu pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Menurut Kotler dalam Tjiptono, 2004, mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa
citra mutu yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga mereka lah yang seharusnya menentukan mutu jasa.
Pelayanan bermutu adalah pelayanan simpatik, berdisiplin, bertanggung jawab dan penuh perhatian kepada setiap pelayanan yang diberikan sehingga memberi
kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Mutu adalah sebagai ukuran relatif suatu produk, produk bermutu adalah produk yang memenuhi harapan customers. Depkes
RI 2000, memberi definisi mutu dari dua sisi, yaitu : 1.
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar Quality is compliance with standart. Pengertian ini menunjukkan orientasinya pada mutu produkhasil.
2. Mutu adalah kepatuhan terhadap keinginan pelanggan Quality is consumen
satisfaction. Pengertian ini menunjukkan orientasi pada kepuasan pelanggan. Azwar 2006, memberi pengertian mutu pelayanan kesehatan sebagai sesuatu
yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak menimbulkan kepuasan pada pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan kesehatan adalah yang
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan dalam menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Definisi lain yang disebutkan oleh Depkes RI 2000, menyebutkan “mutu” dapat diartikan sebagai kesempurnaan atau tingkat kesempurnaan penampilan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan. Untuk mengukur derajat kesempurnaan, harus dibandingkan dengan sesuatu keadaan kesempurnaan yang diidamkan atau yang ditetapkan dan
dinamakan standar. Maka dengan demikian untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan membandingkan penampilan pelayanan kesehatan
dengan standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
kesehatan adalah kepatuhan terhadap standar dan kepatuhan terhadap harapan pelanggan atau pengguna pelayanan kesehatan. Sedangkan dari segi pemberi
pelayanan kesehatan, mutu adalah sebagai sesuatu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kemampuan untuk mencapai sesuai dengan standar tersebut merupakan
fungsi dari serangkaian faktor proses pelayanan. Mutu dalam pelayanan kesehatan bukan hanya ditinjau dari sudut pandang
aspek teknis medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen
administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya Wijono, 2000. Menurut Parasuraman et al. 1998 ada 5 lima dimensi yang digunakan
sebagai kerangka konsep dalam mengukur mutu pelayanan yaitu : 1
Tangible berwujud; meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat yang digunakan.
2 Reliability keandalan; yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah
dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan akurat.
Universitas Sumatera Utara
3 Responsiveness cepat tanggap; yaitu kemauan untuk membantu pelanggan
konsumen dan menyediakan jasa pelayanan yang cepat dan tepat. 4
Assurance kepastian; mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5 Empaty empati; meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual
kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan.
Mutu pelayanan kesehatan pada umumnya dipengaruhi oleh mutu sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya. Namun
disamping itu yang lebih penting lagi adalah bagaimana proses pemberian pelayanan dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna pelayanan
kesehatan. Dengan demikian, proses pemberian pelayanan dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Sumber daya
manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping harus menganut nilai-nilai moral untuk
diterapkan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari Depkes RI, 2000. Mutu adalah suatu konsep yang luas, sehingga dalam melakukan pengkajian
mutu pelayanan kesehatan perlu diperhatikan berbagai dimensi dari mutu pelayanan kesehatan seperti kompetensi teknis dari pemberi pelayanan, akses atau jangkauan
pelayanan, efektifitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan, hubungan antar
Universitas Sumatera Utara
manusia dari si pelaku pemberi pelayanan, kesinambungan dari pelayanan, kenyamanan yang dirasakan oleh konsumen dan pemberian informasi yang memadai
kepada konsumen Depkes RI, 2000.
2.6 Landasan Teori