Setelah tahanan mengetahui hasil tes, konselor langsung memberikan konseling kembali post counseling, untuk mendiskusikan bersama tindakan apa
yang perlu dilakukan oleh tahanan yang terinfeksi pada hari-hari berikutnya. Untuk membantu kelancaran pelayanan tes, bahan habis pakai untuk pengambilan darah
sebaiknya juga disediakan di klinik Lembaga Pemasyarakatan, dengan pertimbangan bahwa puskesmas atau rumah sakit terkait mempunyai keterbatasan sarana tersebut.
Hal ini perlu dibahas bersama antara pihak Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak yang akan melayani tes Depkes RI, 2010b.
Apabila hasil tes adalah negatif atau menunjukkan belum terinfeksi HIV yang perlu dilakukan adalah tetap memberikan konseling pasca tes dan yang bersangkutan
tetap mendapatkan program edukasi. Apabila hasil tes menunjukan HIV positif, yang perlu dilakukan adalah: a memberikan konseling pasca tes, b tidak didiskriminasi
berdasarkan status HIV-nya, melainkan akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan narapidanatahanan lain termasuk hak mengakses layanan kesehatan baik di
dalam maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan, c tidak akan diisolasi kecuali ada indikasi medis yang mengharuskan diisolasi, d akan didampingi oleh petugas
manajemen kasus kecuali ia menolak Depkes RI, 2010b.
2.2.7 Pendampingan pada Tahanan yang Terinfeksi HIV
Setelah tahanan mengikuti testing segara akan diketahui hasilnya. Untuk tahanan yang terinfeksi HIV perlu dilakukan pendampingan, dan hal ini akan
dilakukan oleh manajer kasus dari Tim AIDS Lembaga Pemasyarakatan. Pendampingan perlu dilakukan karena seseorang yang HIV positif tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan perawatan dan pengobatan secara medis melainkan juga membutuhkan dukungan psikologis, sosial, ekonomi, dan spiritual. Petugas manajemen kasus
berfungsi mendampingi dan memfasilitasi Orang Dengan HIV dan AIDS ODHA mengakses layanan dan dukungan yang ia butuhkan. Di samping itu, petugas
manajemen kasus juga memberikan dukungan psikologis dan sosial Depkes RI, 2010b.
Karena itu ia harus mempunyai daftar dan berjejaring dengan berbagai penyedia layanan yang mungkin dibutuhkan oleh ODHA. Karenanya ia perlu
berkoordinasi dengan dokter, perawat, petugas konseling, rohaniawan, dan staf pengamanan Lembaga Pemasyarakatan agar kliennya dapat mengakses layanan dan
dukungan yang ia butuhkan, termasuk akses ARV dan dukungan adherence ARV Depkes RI, 2010b.
Manager kasus akan membantu klien untuk mengambil keputusan untuk memenuhi kebutuhannya dan membantu mengkoordinasikan pada pihak terkait.
Misalnya apakah klien akan menggunakan ARV dan ke mana kebutuhan bisa dipenuhi. Misalnya, bagaimana mendapatkan ARV, apakah perlu diambil ke rumah
sakit, siapa yang akan mengambil, apakah kliennya atau cukup diambil di klinik di lapas Depkes RI, 2010b.
2.2.8 Perawatan dan Pengobatan Tahanan yang Terinfeksi HIV
Untuk tahanan yang terinfeksi HIV dapat dilakukan perawatan dan pengobatan. Dengan ditemukannya ARV, maka kasus HIV dan AIDS bukanlah
Universitas Sumatera Utara
penyakit mematikan melainkan penyakit kronis. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ARV dalam rangka pengobatan. Apabila status
kekebalan tubuh mulai menurun, sebelum memakai ARV atau karena kegagalan ARV, timbul episode akut berupa infeksi oportunistik. Dalam fase kronis maupun
fase akut, dapat timbul gejala-gejala dan keluhan fisik yang mengganggu Depkes RI, 2010b.
Keterlambatan memakai ARV, atau kegagalan ARV karena tidak adherence atau karena resisten dapat mengakibatkan kematian ODHA. Memperhatikan
perjalanan penyakit HIV dan AIDS tersebut di atas, jenis perawatan dan pengobatan yang perlu disediakan untuk ODHA, yang disepakati secara internasional WHO,
terdiri dari Perawatan Kronis, Perawatan Akut, dan Perawatan Paliatif Depkes RI, 2010b.
Perawatan kronis meliputi antara lain: pengobatan dengan ARV anti retro viral, dukungan untuk adherence ARV, profilaksis pencegahan beberapa penyakit
infeksi, manajemen klinis masalah kronis diare, vegetasi jamur, dan demam yang kumat-kumatan, serta penurunan berat badan, serta pencegahan penularan HIV
Depkes RI, 2010b. Perawatan akut meliputi diagnosis, pengobatan serta pencegahan berbagai
macam infeksi oportunistik dan berbagai penyakit terkait HIV, misalnya radang paru, TB, infeksi saluran pencernaan, infeksi otak, kemunduran fungsi otak, IMS infeksi
menular seksual, dan lain lain Depkes RI, 2010b.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan paliatif merupakan perawatan dan pengobatan gejala dan keluhan yang timbul pada fase akut, kronis, dan menjelang ajal, terdiri dari antara lain
mengatasi nyeri, penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, gangguan buang air, gangguan psikologis, gangguan tidur, masalah kulit, luka akibat terlalu lama
berbaring, demam, batuk, perawatan dan dukungan menjelang ajal, dan lain-lain Depkes RI, 2010b.
Ketiga jenis perawatan tersebut dapat disediakan di layanan kesehatan dasar yang dapat dilakukan di klinik Rutan dan Lapas, namun bila belum mampu perlu
dilakukan rujukan dengan jejaring kerja sama dan rujukan dengan rumah sakit setempat atau terdekat untuk layanan rujukan tingkat dua dan tiga sesuai kebutuhan.
Untuk stratum layanan kesehatan dasar, WHO merekomendasikan pendekatan IMAI Integrated Management of Adult and Adolescence Illnesses yang mencakup ketiga
jenis perawatan tersebut disesuaikan dengan kapasitas yang ada Depkes RI, 2010b.
PMTCT Prevention of Mother to Child Transmission adalah pencegahan
penularan HIV dari Ibu ke bayinya, yang terdiri dari 4 prongpilar pendekatan, yaitu: a Prong I : Mencegah penularan HIV kepada wanita usia reproduksi, b Prong II :
Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV positif, c Prong III : Mencegah terjadinya penularan dari wanita hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya, d Prong IV : Memberikan dukungan psikologis, sosial, dan
perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi perlu dilakukan melalui edukasi pada tahanan pria
maupun tahanan wanita Depkes RI, 2010b.
Universitas Sumatera Utara
Program bagi tahanan pria yang dapat dilaksanakan edukasi dan konseling bagi narapidanatahanan pria yang HIV positif, terutama saat akan keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan. Edukasi ini menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan penularan HIV kepada pasangannya setelah tahanan bebas. Di samping
edukasi cara mencegah, Tim HIV dan AIDS Lembaga Pemasyarakatan juga perlu membantu tahanan untuk dapat mengakses lembaga-lembaga yang menyediakan
layanan lanjutan. Program bagi tahanan wanita yang dapat dilaksanakan meliputi: a edukasi bagi semua tahanan wanita dalam upaya pencegahan penularan HIV,
b konseling bagi narapidanatahanan wanita yang HIV positif agar dapat menjaga kesehatannya dan tidak menularkan pada pasangannya, c perawatan bagi tahanan
yang HIV positif dan dalam keadaan hamil bekerja sama dengan RS terdekat untuk pengobatan ARV profilaksis dan persalinan yang aman. Dukungan oleh
petugasmanajer kasus dan tim klinik Lembaga Pemasyarakatan sangat dibutuhkan Depkes RI, 2010b.
2.2.9 Proses Pengalihan Tahanan HIV+ dari Rutan ke Lapas