Foto Jurnalistik LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

pada lomba foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan seluruh dunia, kategori itu adalah sebagai berikut: 14 1. Spot Photo Spot Photo adalah foto yang dibuat pada peristiwa yang tidak terduga yang langsung diambil oleh fotografer di tempat kejadian. Misalnya, foto kecelakaan, kebakaran, perkelahian, dan perang. Karena dibuat dari peristiwa yang jarang terjadi serta menampilkan konflik dan ketegangan, maka foto spot harus segera disiarkan. Dalam hal ini, keberanian seorang fotografer sangat dibutuhkan. Selain itu, keberuntunganpun menjadi patokan utama dalam hal posisi dan keberadaannya. 2. General News Photo General News Photo adalah yang diabadikan dari peristiwa- peristiwa yang terjadwal, rutin, dan biasa. Temanya bisa bermacam- macam, yaitu politik, ekonomi dan humor. Contohnya presiden membuka pameran foto, pertunjukan badut di suatu acara, dan lain sebagainya. 3. People in The News Photo People in the News photo adalah foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita. Yang ditampilkan adalah sosok orang pada berita itu. Bisa kelucuannya, nasib dan lain sebagainya. Tokoh- tokoh dalam foto ini bisa tokoh yang populer, bisa juga tidak, akan 14 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h. 7-9 tetapi kemudian menjadi populer karena foto tersebut dipublikasikan. Contohnya, Foto Juned korban kecelakaan peristiwa tabrakan kereta api bintaro. 4. Daily Life Photo Daily Life Photo adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiaannya. Misalnya foto seorang pengemis di depan sebuah universitas. 5. Potrait Potrait adalah sebuah foto yang menampilkan wajah seseorang secara Close Up. Ditampilkan karena ada kekhasan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lainnya. 6. Sport Photo Sport Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Karena olahraga berlangsung pada jarak tertentu antara atlet, penonton dan fotografer. Dalam pemotretan olahraga diperlukan perlengkapan yang memadai, misalnya lensa tele, serta kamera yang menggunakan motor drive. Menampilkan gerakan dan ekspresi atlet, serta hal lain yang menyangkut olahraga. 7. Science and Thecnology Photo Science and Technology Photo adalah foto yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini, dalam pemotretan tertentu membutuhkan perlengkapan khusus, misalnya lensa mikro atau film x-ray untuk pemotretan dalam organ tubuh. 8. Art and Culture Photo Art and Culture Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. Misalnya, pertunjukan artis di atas panggung. 9. Social and Environment Social and Environmant adalah foto-foto yang tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkupan hidupnya. Misalnya, foto asap buangan kendaraan di jalan.

b. Syarat Foto Jurnalistik

Syarat foto jurnalistik, setelah mengandung berita dan secara fotografis bagus, syarat lainnya lebih kepada foto harus mencerminkan etika atau norma hukum baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya. Di Indonesia, etika yang mengatur foto jurnalistik ada pada kode etik jurnalistik pasal 2 dan 3. 15 Pasal 2 berisi pertanggungjawaban yang antara lain: wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan bangsa dan Negara, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan, atau keyakinan seseorang ataupun sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang. Sementara pasal 3 berisi cara pemberitaan dan menyatakan pendapat, antara lain disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan berita. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya 15 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h.9 dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita. Di dalam menyusun berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian Fakta dan pendapat Opini. 16

D. Pengertian Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah model penelitian yang memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut mewakili sesuatu objek representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Istilah semiotik lebih mengarah pada tradisi Saussurean yang diikuti oleh Charles Sanders Pierce dan Umberto Eco, sedangkan istilah semiologi lebih banyak dipakai oleh Barthes. Baik semiotik ataupun semiologi merupakan cabang penelitian sastra atau sebuah pendekatan keilmuan yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda. Alex Sobur mendefinisikan semiotika sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama masnusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai 16 Sudirman Tebba, Jurnalistik baru Ciputat: Kalam Indonesia, 2005, h. 168 berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. 17 Sedangkan Van Zoest seperti dikutip oleh Rahayu S. Hidayat menjelaskan bahwa semiotika mengkaji tanda, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Berbicara tentang kegunaan semiotika tidak dapat dilepaskan dari pragamatik, yaitu untuk mengetahui apa yang dilakukan dengan tanda, apa reaksi manusia ketika berhadapan dengan tanda. Dengan kata lain, permasalahannya terdapat pada produksi daan konsumsi arti. Semiotika dapat diterapkan di berbagai bidang antara lain: semiotika musik, semiotika bahasa tulis, semiotika komunikasi visual, semiotika kode budaya, dsb. Pengkajian kartun masuk dalam ranah semiotika visual. 18 Terdapat tiga bidang kajian dalam semiotika: pertama, semiotika komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian bagian dari proses komunikasi. Artinya, di sini tanda hanya dianggap tanda sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan sebagaimana yang diterima oleh penerima. Dengan kata lain, semiotika komunikasi memperhatikan denotasi suatu tanda. Pengikut aliran ini adalah Buyssens, Prieto, dan Mounin. Kedua, semiotika konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotasi dari tanda. Dalam hubungan antarmanusia, sering terjadi tanda yang diberikan seseorang dipahami secara berbeda oleh penerimanya. Semiotika konotatif sangat berkembang dalam pengkajian karya sastra. Tokoh utamanya adalah Roland Barthes, yang menekuni makna kedua di balik bentuk tertentu. Yang ketiga adalah semiotika 17 Alex Sobur Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya h.15 18 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, Depok: PPKB Universitas Indonesia, 2004 ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotika jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotika ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat. 19 Berdasarkan semiotika yang dikembangkan Saussure, Barthes mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak di baliknya. Pada sistem konotasi — atau sistem penandaan tingkat kedua —rantai penandapetanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi. Secara terperinci, Barthes dalam bukunya Mythology menjelaskan bahwa sistem signifikasi tanda terdiri atas relasi R = relation antara tanda E = expression dan maknanya C = content. Sistem signifikasi tanda tersebut dibagi menjadi sistem pertama primer yang disebut sistem denotatif dan sistem kedua sekunder yang dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem konotatif dan sistem metabahasa. Di dalam sistem denotatif terdapat antara tanda dan maknanya, sedangkan dalam sistem konotatif terdapat perluasan atas signifikasi tanda E pada sistem denotatif. Sementara itu di dalam sistem metabahasa terhadap perluasan atas signifikasi makna C pada sistem 19 Ibid h. 82-83