Analisis Semiotik Foto Yang Bertemakan Friendship Pada Rubrik Fotografi Majalah Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012

(1)

MOSLEM GIRLS INDONESIA EDISI 004/TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Farid Mahfadil

NIM: 108051100059

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU

KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2013


(3)

(4)

(5)

i

Analisis Semiotika Foto Yang Bertemakan Friendship Pada Rubrik Fotografi Majalah Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012

Perkembangan teknologi telah menjadi pusat perhatian masyarakat, keberadaannya di tengah-tengah masyarakat telah merubah informasi menjadi kebutuhan dan komoditi. Fotografi sejatinya adalah sebuah media massa, yang berfungsi untuk menyampaikan pesan melalui gambar, yang memiliki beragam makna di dalamnya. Majalah Moslem Girls Indonesia merupakan salah satu majalah muslim Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai islam dalam setiap rubrikasinya, salah satunya adalah rubrik fotografi. Pada edisi 004/tahun 2012 tema yang dimuat dalam rubrik fotografi adalah friendship yang menggambarkan makna persahabatan.

Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui apa makna kelima foto yang bertemakan friendship pada majalah Moslem Girls Indonesia edisi 004/tahun 2012. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian jenis analisis semiotika model Roland Barthes. Dalam menelaah tanda-tanda pada sebuah foto Barthes menggunakan 3 tahapan yaitu untuk mengetahui makna denotasi, makna konotasi, dan mitos.

Bahasa melukiskan relasi encoding dan decoding melalui metafora produksi dan konsumsi. Proses produksi meliputi proses gagasan, makna, ideologi dan kode sosial, ilmu pengetahuan, keterampilan teknis, ideologi professional, pengetahuan institusional, definisi dan berbagai asumsi lainnya seperti moral, cultural, ekonomis, politis dan spiritual.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa foto yang bertemakan friendship pada majalah moslem girls Indonesia edisi 004/tahun 2012 memiliki makna persahabatan, rasa bersyukur dan kerjasama dalam pandangan agama islam yang diperagakan oleh sebagian besar anak-anak kecil.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah majalah moslem girls Indonesia sebagai majalah muslim yang memiliki rubric fotografi, dalam memilih foto-foto yang akan dimuat pada rubriknya sangat mengedepankan ajaran dan nilaai-nilai islam. Pada edisi ke empat tahun 2012 ini nilai-nilai ajaran islamnya adalah tentang kebersamaan, persahabatan dan kerjasama dalam islam


(6)

ii

kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan karunia nikmat-Nya serta ridho-Nya kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Analisis Semiotika Foto Jurnalistik pada Rubrik Fotografi Majalah

Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012”. Tidak lupa shalawat dan salam

juga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan keluarganya.

Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis yang disusun guna melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Starata Satu (S1). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dukungan dan bimbingan serta perhatian berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan sekaligus dosen pembimbing penulis yang selalu memberikan waktu luang kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi, dan Drs. Studi Rizal LK, MA, Selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

3. Dra. Rubiyanah, MA, selaku Kepala Jurusan Konsentrasi Jurnalistik dan Ade Rina Farida, M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik


(7)

iii

4. Dosen-dosen, Staf-staf Tata Usaha serta Karyawan-karyawan dan seluruh civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu dan dedikasi yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Redaksi majalah Moslem Girls Indonesia, khususnya kepada Mba Unik

GRM. Artnika Martodihardjo dan Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo. Terimakasih penulis ucapkan atas waktu dan bantuannya yang telah membantu dalam pengumpulan data.

6. Mamah dan Papah yang sangat berjasa dalam membesarkanku yang tidak pernah mengenal lelah dan selalu memberikan perhatian serta senantiasa selalu mendoakanku dalam menyelesaikan skripsi ini. hanya Allah SWT, yang bisa membalas kebaikan kalian, amiin.

7. Istriku Mukti Rahayu yang selalu memberikan motivasi serta semangat serta selalu membantuku selama perkuliahan, terimakasih Miu. Tak ada kata-kata yang bisa mewakili ucapan terimakasih ini.

8. Kedua Mertuaku yang seperti kedua orang tuaku sendiri yaitu Bapak Soyo dan Mama Marni. Ku ucapkan terimakasih banyak atas perhatian, nasehat dan dukungannya selama ini. Ka Wiwin dan Mas Mat serta Ka Wiji dan Memet terimakasih banyak atas segala kebaikannya selama ini, kalian kini menjadi bagian dalam hidupku.

9. Kakak-kakakku tercinta Muhamad Fajar Fiqi dan Fijri Al Chazar dan adik-adikku Qori Chairul Anam, Ziadatunniami, dan Affan Baihaqi. Mereka


(8)

iv

10.Terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah memberikan warna selama masa perkuliahan, khususnya kepada BLOBBY Botel, Kulay, Joung, Bob, Oq, Yamin, Cibay, Caca, Ncex, Faqih, Rivai, Bocil, Acul, Days, Zeins, Abah, Zabet dan seluruh teman-teman Jurnalistik A dan B, KPI, MD, Kessos dan BPI angkatan 2008 yang tak bisa disebut namanya satu per satu.

11.Dan kepada semua pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, semoga Allah membalas budi baik kalian semua yang telah diberikan kepadaku. Penulis mohon maaf jika di dalam skripsi ini terdapat banyak kesalahan dalam tata cara penulisan, dan yang terakhir harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya. Amin.

Jakarta, Mei 2013


(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 3

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D.Metodologi Penelitian ... 5

E.Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP I. Landasan Teori ... 12

A. Semiotika Roland Barthes ... 12

B. Teori Representasi Media ... 14

C. Kemanusiaan Dalam Islam ... 16

II. Kerangka Konsep ... 19

A. Fotografi ... 19

B. Jurnalistik ... 20

C. Foto Jurnalistik ... 22

D. Pengertian Semiotika ... 27

E. Majalah ... 30

BAB III PROFIL MAJALAH MOSLEM GIRLS INDONESIA A.Sejarah Singkat Majalah Moslem Girls Indonesia ... 33

B.Visi dan Misi Majalah Moslem Girls Indonesia ... 34

C.Rubrikasi Majalah Moslem Girls Indonesia ... 36


(10)

B.Analisis Data 2 “Ceria” ... 48

C.Analisis Data 3 “Bermain” ... 53

D.Analisis Data 4 “Bercanda” ... 58

E.Analisis Data 5 “Team Work” ... 63

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 69


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi saat ini telah menjadi pusat perhatian masyarakat, keberadaannya ditengah-tengah masyarakat telah merubah informasi menjadi kebutuhan dan komoditi. Berdasarkan cara penyampaiannya media komunikasi massa dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu media elektronik, media cetak seperti majalah dan koran serta media online. Pada media cetak seperti koran dan majalah keberdaan foto tidak dapat dipisahkan. Dan dalam target pasarnya keduanya memiliki karakter audiens sendiri.

Majalah Moslem Girls Indonesia adalah salah satu majalah khusus wanita muslim yang menyajikan berbagai berita dan informasi dengan unsur-unsur

educative dan trendy namun tetap syar’i. Majalah Moslem Girls Indonesia yang

menyokong kata “smart, educative dantrendy” diharapkan hadir dengan tampilan yang segar, mencerahkan dan menginspirasi remaja dan pembaca dalam melakoni kesehariannya sebagai makhluk sosial, dan berperan sebagai media edukatif, keilmuan dan memperlihatkan kepada remaja muslim bahwa kehidupan lifestyle kaum muslim sudah berkembang pesat dan sangat modern.1

Majalah Moslem Girls Indonesia sangat menarik untuk diteliti karena majalah ini adalah majalah wanita muslim pertama yang menyediakan rubrik

1

Media Kit, Moslem Girls Indonesia Edisi 001/Tahun 2011, (Jakarta: PT. Matahati Inspirasi Abadi, 2011), h. 96


(12)

fotografi, dimana foto-foto tersebut diperoleh dari para pembaca setianya. Tentunya rubrik fotografi ini mempunyai tema untuk setiap edisi majalahnya, pada majalah Moslem Girls Indonesia edisi 004/tahun 2012 ini rubrik fotografi

mengangkat tema “friendship”.

Fotografi sendiri sejatinya adalah sebuah media massa, yang berfungsi untuk menyampaikan pesan melalui gambar, yang memiliki beragam makna di dalamnya. Foto-foto yang terdapat pada rubrik fotografi edisi kali ini terbagi beberapa macam jenis foto, diantaranya adalah jenis people in the news photo yaitu foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita, portrait yaitu foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up, dan art and culture photo yaitu foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya, dan masih banyak lagi spesifikasi fotografi lainnya.2

Pada kesempatan ini penulis akan meneliti majalah Moslem Girls Indonesia edisi 004/tahun 2012 dari perspektif semiotik foto jurnalistik yang bertemakan

friendship. Pada ke 5 foto yang diteliti selain foto ini termasuk kedalam karya foto

jurnalistik, namun juga foto ini mengandung unsur-unsur dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai ajaran islam yang dapat dijadikan sebagai refrensi untuk pembaca khususnya kawan-kawan fotografer.

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah analisis semiotik, semiotik adalah memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Dengan

2 Yuda Kurniawan, “

Pengenalan Jenis-jenis Foto,” artikel diakses pada 12 November 2012 dari http://fotografiyuda.wordpress.com/seputar-fotografi/pengenalan-jenis-jenis-foto-dan-teknis dasar-pemotretan/


(13)

demikian kajian tentang tanda (semiotik) dinilai efektif untuk mengkaji lebih dalam lagi makna yang tersembunyi yang bernilai dari setiap fotonya atau makna-makna simbolis yang ditunjukkan fotografer dalam bingkai kameranya.

Maka dari latar belakang yang penulis sampaikan, penulis tertarik untuk menganalisis semiotik foto pada rubrik fotografi majalah Moslem Girls Indonesia. Sehingga pada penelitian ini penulis memberikan judul “Analisis Semiotik Foto Yang Bertemakan Friendship Pada Rubrik Fotografi Majalah Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012 “.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan Judul dan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka penulis akan melakukan analisis terhadap 5 lembar foto yang dimuat dalam majalah Moslem Girls Indonesia edisi 004/tahun 2012. Alasan penulis memilih ke 5 foto tersebut adalah karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan interaksi.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini terangkum dalam pertanyaan apa makna yang terkandung pada foto yang bertemakan friendship dalam majalah Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012


(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui makna denotasi pada foto yang bertemakan friendship dalam majalah moslem girls Indonesia edisi 004/tahun 2012. b. Untuk mengetahui makna konotasi pada foto yang bertemakan

friendship dalam majalah moslem girls Indonesia edisi 004/tahun 2012. c. Untuk mengetahui mitos pada foto yang bertemakan friendship dalam

majalah moslem girls Indonesia edisi 004/tahun 2012.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dibagi dalam dua aspek, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kajian jurnalistik dalam hal ini fotografi. Khususnya pada penyajian foto di media massa.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa konsentrasi jurnalistik fakultas ilmu dan ilmu komunikasi UIN syarif Hidayatullah Jakarta serta mahasiswa lain yang mempunyai minat dalam bidang fotografi pada umumnya.


(15)

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan Paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi pada paradigm konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan konstruktivisme menganggap subjek (komunikan) sebagai faktor central dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.3

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian pada skripsi ini adalah pendekatan kualitatif. Yang dimaksud dengan Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka sifatnya naturalistic dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun di lapangan.4 Hadawi Nawawi juga menjelaskan dalam bukunya bahwa pendekatan kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses penyaringan

3 Mulyadi Saputra, “Paradigma Positi

visme, Konstruktivisme dan Kritis dalam Komunikasi”, artikel diakses pada 1 Juni 2013 dari

http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2012/12/paradigma-positivisme-konstruktivisme.html

4

Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), h.. 159.


(16)

data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau bidang tertentu dalam kehidupan objeknya.5

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Semiotika model Rolan Barthes. Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi atau kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera naik ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Dan pada tingkat konotasi, bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem kode yang tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Makna tersembunyi ini adalah makna yang menurut Barthes merupakan kawasan dari ideologi atau mitologi.6

4. Subjek dan Objek Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto menyebutkan bahwa subjek penelitian adalah objek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti.7 Subjek dari penelitian ini adalah rubrik fotografi yang bertemakan Friendship pada majalah Moslem Girls

Indonesia edisi 004/Tahun 2012 dan objeknya adalah lima lembar foto yang

termasuk karya foto jurnalistik yang mengandung unsur-unsur ajaran Islam.

5

Hadari Nawawi, Metode Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 176

6

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok:PPKB Universitas Indonesia, 2004), h. 94

7

Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), cet. Kedua, h. 139


(17)

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam (indept interview).

Observasi menurut Karl Weick adalah sebagai pemilihan, pengubah, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organism in situ, sesuai dengan tujuan empiris. Dari define in situ bisa dilihat tujuh karakteristik observasi: Pemilihan (selection), pengubahan

(provocation), pencatatan (recording), pengodean (encoding), rangkaian

perilaku dan suasana (test of behaviors and setting), in situ dan untuk tujuan empiris.8

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam penelitian ini, sedangkan data sekunder digunakan untuk diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung dan penguat data dalam penelitian.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil penyaringan foto yang termasuk jenis foto jurnalistik, yaitu dari 17 foto yang ada pada rubrik fotografi majalah Moslem Girls Indonesia edisi 004/Tahun 2012 penulis hanya memilih lima foto yang dianggap sebagai karya foto jurnalistik yang bertemakan friendship yang mengandung unsur-unsur keislaman. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan observasi,

8

Rakhmat Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007


(18)

selain itu penulis juga menambahkan referensi dari buku-buku, ensiklopedia, artikel, internet atau tulisan yang berkaitan dengan penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes, yaitu mencari tahu makna denotasi, konotasi dan mitos yang ada pada foto-foto yang terpilih dalam rubrik fotografi majalah Moslem

Girls Indonesia edisi 004/Tahun 2012.

Piliang menjelaskan bahwa denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah Soeharto berarti wajah Soeharto sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang penandaannya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan. Misalnya, tanda “bunga”


(19)

kedua yang bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif

(conotative meaning).9

Lebih lanjut, Chris Barker menjelaskan bahwa denotasi adalah level makna deskriptif dan literal yang secara tampak dimiliki semua anggota kebudayaan. Pada level kedua, yaitu konotasi, makna terbentuk dengan mengaitkan penanda dengan aspek-aspek kultural yang lebih luas; keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi suatu formasi sosial. Makna sebuah tanda dapat dikatakan berlipat ganda jika makna tunggal tersebut disarati dengan makna yang berlapis-lapis. Ketika konotasi dinaturalkan sebagai sesuatu yang hegemonik, artinya diterima sebagai sesuatu yang normal dan alami, maka ia bertindak sebagai mitos, yaitu konstruksi kultural dan tampak sebagai kebenaran universal yang telah ada sebelumnya dan melekat pada nalar awam.10

7. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung di PT. Indonesia Expose Creative Communication, Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt.5 No.518B Jl. Gatot Subroto, Senayan Jakarta 10270 Indonesia, terhitung sejak November 2012 s/d April 2013.

9

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: PPKB Universitas Indonesia, 2004), h. 94-95

10

Chris Barker, Cultural Studies,Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Kreasi Wacana,


(20)

8. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) CeQda Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka di Perpustakaan Utama (PU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya saja ada skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, yaitu skripsi yang berjudul Analisis Semiotika Foto Cerita Pada Media On Line Antara.Com ditulis oleh Tedi Kriyanto pada tahun 2009 mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan skripsi yang berjudul Analisis Semiotik Foto Daily Life Stories Pada World Press Photo 2009 ditulis oleh Aida Islamie pada Tahun 2010 mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dari kedua skripsi yang diteliti tersebut sama-sama membahas mengenai makna dan simbol pada foto jurnalsitik dengan menggunakan analisis semiotika namun pada skripsi keduanya jenis foto yang mereka teliti adalah foto cerita, yang berarti foto-foto yang mereka teliti saling berhubungan antara satu dengan lainnya.


(21)

Sedangkan foto yang menjadi objek penelitian penulis adalah jenis foto jurnalistik tunggal yang bertemakan friendship.

F. Sistematika Penulisan

BAB I membahas mengenai pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metedologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II membahas mengenai landasan teori. Dalam bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan yang sesuai dengan permasalahan. Isi penelitian dari hasil pustaka, seputar fotografi, sejarah dan perkembangannya, tentang fotografi jurnalistik, pengertian semiotika, juga bagaimana memahami makna atau simbol yang terdapat pada foto menggunakan analisis semiotik berdasarkan teori Roland Barthes, pengertian majalah dan pengertian rubrik.

BAB III membahas mengenai gambaran umum majalah Moslem Girls

Indonesia. Dalam bab ini berisi sejarah singkat majalah Moslem Girls

Indonesia, visi dan misi majalah Moslem Girls Indonesia dan struktur redaksi

majalah Moslem Girls Indonesia.

BAB IV membahas tentang temuan data dan pembahasan. Dalam bab ini berisi tentang tanda-tanda, makna, pesan yang terdapat pada tiga lembar foto yang termasuk dalam foto karya jurnalistik pada foto yang bertema friendship dalam rubrik Fotografi Majalah Moslem Girls Indonesia Edisi 004/Tahun 2012 dengan menggunakan teori Roland Barthes yaitu denotatif, konotatif dan mitos.


(22)

10

I. Landasan Teori

A. Semiotika Roland Barthes

Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Salah satu tokoh penting semiotika adalah Roland Barthes. Ia banyak menulis buku seputar semiotika, antara lain

Mythologies (1973), Element of Semiology (1977), The Fashion System (1983),

dan Camera Lucida (1994).1

Teori semiotika seperti yang diungkapkan oleh Shidarta kerap digunakan untuk menelaah tanda-tanda dalam bentuk iklan. Dengan teori ini, sebuah iklan tidak hanya bisa ditelaah secara apa yang tersurat, melainkan juga bisa sampai pada mitos di baliknya. Jika kita melihat iklan rokok di televisi, hampir tidak kita jumpai wujud fisik rokok diperlihatkan di sana. Bahkan anjuran untuk merokok pun tidak tersajikan. Sebaliknya, pada akhir iklan justru ada pesan bahwa rokok itu membahayakan kesehatan. Namun, kita tidak dapat menghindari bahwa iklan ini membawa pesan tertentu, bahkan sampai pada sebuah mitos yang ingin terus dipelihara bahwa merokok itu jantan (macho), supel, trendy, cekatan, disukai lawan jenis, dan berbagai karakter positif lainnya.2

1

Shidarta, "The Reasoned Actioned Theory," < http://darta-anekateori.blogspot.com >. akses tanggal 1 Juni 2013

2


(23)

Tentu saja “sign” di sini tidak harus berupa iklan. Ia dapat berarti teks apa saja, termasuk klausula peraturan perundang-undangan dan rambu-rambu lalu lintas. Secara ringkas teori dari Barthes ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Dalam menelaah tanda, kita dapat membedakannya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru menelaah tanda secara bahasa. Dari pemahaman bahasa ini, kita dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif. Pada tahap ini konteks budaya, misalnya, sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut. Dalam contoh di atas pada tahap I, tanda berupa bunga mawar ini baru dimaknai secara denotatif, yaitu penandanya berwujud dua kuntum mawar pada satu tangkai. Jika dilihat konteksnya, bunga mawar itu memberi petanda mereka akan mekar bersamaan di tangkai tersebut. Jika tanda pada tahap I ini dijadikan pijakan untuk masuk ke tahap II, maka secara konotatif


(24)

dapat diberi makna bahwa bunga mawar yang akan mekar itu merupakan hasrat cinta yang abadi. Bukankah dalam budaya kita, bunga adalah lambang cinta? Atas dasar ini, kita dapat sampai pada tanda (sign) yang lebih dalam maknanya, bahwa hasrat cimta itu abadi seperti bunga yang tetap bermekaran di segala masa. Makna denotatif dan konotatif ini jika digabung akan membawa kita pada sebuah mitos, bahwa kekuatan cinta itu abadi dan mampu mengatasi segalanya.

B. Teori Representasi Media

Menurut Stuart Hall, proses produksi dan pertukaran makna antara manusia atau antar budaya yang menggunakan gambar, simbol dan bahasa adalah disebut representasi. Media paling sering digunakan dalam produksi dan pertukaran makna adalah bahasa melalui pengalaman-pengalaman yang ada dalam masyarakat.3

Stuart Hall (1997), dalam Culture Study menggambarkan bahwa bahasa

melukiskan relasi encoding dan decoding melalui metafora produksi dan konsumsi. Proses produksi meliputi proses gagasan, makna, ideologi dan kode sosial, ilmu pengetahuan, keterampilan teknis, ideologi profesional, pengetahuan institusional, defenisi dan berbagai asumsi lainnya seperti moral, kultural, ekonomis, politis dan spiritual.

3

Mustika Ranto Gulo, (Media Massa dan Teori Representasi), diakses pada tanggal 1 Juni 2013 pada http://ahlikomunikasi.wordpress.com/2012/11/01/stuart-hall-media-masa-represetasi/


(25)

Menurut Stuart Hall, ada tiga pendekatan representasi:

A. Pendekatan reflektif, bahwa makna diproduksi oleh manusia melalui ide, media objek dan pengalaman-pengalaman di dalam masyarakat secara nyata.

B. Pendekatan intensional, bahwa penutur bahasa baik lisan maupun tulisan yang memberikan makna unik pada setiap hasil karyanya. Bahasa adalah media yang digunakan oleh penutur dalam mengkomunikasikan makna dalam setiap hal-hal yang berlaku khusus yang disebut unik.

C. Pendekatan konstruksionis, bahwa pembicara dan penulis, memilih dan menetapkan makna dalam pesan atau karya (benda-benda) yang dibuatnya. Tetapi, bukan dunia material (benda-benda) hasil karya seni dan sebagainya yang meninggalkan makna tetapi manusialah yang meletakkan makna.

MEMBERI POSISI BUDAYA SEBAGAI YANG UTAMA, “Culture is

the way we make sense if, give meaning to the world”. Budaya terdiri dari peta

makna, kerangka yang dapat dimengerti, hal-hal yang membuat kita mengerti tentang dunia kita yang eksis. Ambiguitas akan muncul sampai pada saat dimana kita harus memaknainya (make sense of it). Jadi, makna muncul sebagai akibat dari berbagi peta konseptual ketika kelompok-kelompok atau anggota-anggota dari sebuah budaya atau masyarakat berbagi bersama. Konsep budaya mempunyai peran central dalam proses representasi.

PETA KONSEPTUAL MAMPU MENGKLASIFIKASI DUNIA, maksudnya bahwa kapasitas untuk menggunakan konsep untuk


(26)

mengklasifikasi adalah ciri dasar genetik makhluk hidup, beberapa sistem tertentu dalam klasifikasi yang digunakan dalan sebuah masyarakat dapat dipelajari. Menurutnya bahwa budaya sendiri adalah sebuah sistem representasi. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan

menyangkut „pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari

kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama,

berbicara dalam „bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

KONSEP BAHASA DAN KOMUNIKASI, Konsep-konsep adalah representasi-representasi, yang memperbolehkan kita untuk berpikir. Tetapi kita belum selesai dengan sirkulasi representasi ini, karena seharusnya kita berbagi peta konseptual yang sama, sehingga kita dapat memahami dunia melalui sistem klasifikasi yang sama yang ada di kepala kita. Akhirnya, pertanyaan mengenai komunikasi dan bahasa melengkapi sirkulasi representasi. Kita bisa saling berkomunikasi karena adanya kemunculan bahasa-bahasa (linguistik). Bahasa mengeksternalisasi makna yang kita buat tentang dunia kita. Sampai pada titik ini representasi benar-benar mulai dan menutup sirkulasi representasi.

C. Kemanusiaan dalam Islam

Sebelum lahirnya agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW., umat manusia di dunia dilanda permusuhan dan kebencian antar suatu bangsa dengan bangsa lainnya, permusuhan antar ras, suku dan golongan. Kelompok yang satu memusuhi kelompok yang lain, perbudakan terjadi diberbagai


(27)

bagian dunia, ras diskriminasi, pembagian manusia dengan kasta-kasta, dari kasta yang paling tinggi sampai yang paling rendah.

Dalam kehancuran yang meresahkan itu, Islam datang dengan konsep ajarannya mengenai persamaan hak, kemanusiaan yang luhur, tidak ada perbedaan antara suatu bangsa dengan bangsa lainya, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Islam mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara, kita berasal dari jenis yang sama, tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwa. Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui pesan-pesan Nabi SAW. di padang Arafah.

Empat belas abad yang lalu, di padang Arafah yang tandus, yang kini mulai ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul Muhammad SAW. menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang luhur. Dalam pidato

perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut haji wada’

atau haji perpisahan, sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang amat mengharukan dan berkesan sampai kelubuk hati.

“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, dan nenek moyangmu juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit hitam terhadap orang yang berkulit merah, tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap yang berkulit merah, kecuali dengan

taqwanya..” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami).

Konsep kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwanya. Firman Allah SWT.


(28)

“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang saling

bertaqwa”. (Q.S. al-Hujarat, 49:13).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.

Oleh karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan

bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.

(Q.S. al-Hujarat, 49:10)

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu

kaum mencela kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dicela) lebih baik dari mereka (yang mencela) dan jangan pula wanita-wanita (mencela) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dicela itu) lebih baik dari wanita (yang mencela) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat,

maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S.

al-Hujarat, 49:11).

Beberapa ayat tersebut di atas, jelas sekali membimbing umat manusia agar menjalin persaudaraan terhadap sesamanya. Saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan dan kesabaran.

Dalam beberapa wasiat Nabi s.a.w. banyak sekali dipesankan agar umat manusia menjalin persaudaraan dengan sesamanya.

“Engkau jumpai orang-orang yang beriman dalam hal

saling mengasihi, saling mencintai dan beriba hati antara

mereka bagaikan tubuh yang satu...” (H.R. Muttafaq „alaih).

“Siapa yang tidak bersikap kasih terhadap sesamanya,

maka Allah tidak akan mengasihinya.” (H.R. Muttafaq

„alaih).

Pesan Arafah yang mulia itu akan tetap abadi, yang dapat kita petik dari pesan itu kali ini, bagaimana kita dapat membangkitkan kembali semangat persaudaraan dan ukhuwah di tengah-tengah masyarakat. Apalagi dalam


(29)

suasana krisis ekonomi, sosial, politik dan kepercayaan seperti sekarang ini, sehingga pesan itu benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Peran para pemimpin, ulama atau ilmuwan dan tokoh masyarakat sangat penting dalam memasyarakatkan pesan kemanusiaan yang luhur itu.

Islam meletakkan dasar-dasar persamaan derajat dan hak asasi bagi setiap diri manusia. Dengan konsepsi itu tertolaklah segala pandangan yang berlawanan dengan peradaban manusia yang luhur. Sebagai wujud dari kemanusiaan yang luas, Islam mengajarkan agar tetap memelihara kelestarian kehidupan alam semesta. Agama Islam sesuai dengan namanya yang berarti selamat, damai, patuh dan taat, sangat menaruh perhatian terhadap kelestarian alam semesta. Kehidupan umat manusia dibentuk dalam persaudaraan dan perdamaian, demikian juga dengan kelestarian makhluk lain, seperti benda mati, flora dan fauna.

II. Kerangka Konsep A. Fotografi

Fotografi berasal dari bahasa latin yaitu, Photos yang artinya adalah cahaya atau sinar dan Graphos artinya adalah menulis, mencatat, melukis. Jadi fotografi adalah kegiatan mencatat, melukis dan menulis dengan cahaya.4

Dalam seni rupa, fotografi adalah proses menulis atau melukis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang

4

Agus Rusmana, Tanya Jawab Dasar-Dasar Fotografi, Bandung, Penerbit Armico, 1981, h. 1


(30)

peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Jadi dapat disimpulkan tidak ada cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.

Fotografi merupakan gabungan dari proses fisika dan kimia. Proses fisika terjadi ketika cahaya memantul dari objek melewati lensa dan terekam pada film yang peka cahaya. Proses kimia terjadi ketika gambar yang terekam di film tersebut dimunculkan dengan larutan-larutan kimia tersebut.5

Seiring perkembangan teknologi proses kimia ini diganti dengan proses elektronik, dimana film sebagai media perekam digantikan dengan sensor ekektronik yang mengubah pantulan cahaya yang melewati lensa menjadi data

digital yang dapat diproses melalui komputer.

Suatu foto yang baik adalah yang mampu mewakili seribu kata dari sang fotografer, dan foto juga menjadi alat yang esensial dalam suatu media cetak. Kualitas sebuah foto juga tergantung dari kualitas si pengambil gambar; subjek foto tergantung dari penggunaan kamera yang penuh daya angan-angan atau imajinatif.

B. Jurnalistik

Dalam ilmu komunikasi istilah “jurnalistik” mempunyai arti cara penyampaian isi pernyataan dengan menggunakan media massa periodik. Yang termasuk media massa periodik adalah pers (surat kabar, majalah, bulletin kantor berita), radio, televisi dan film.6

5 Aida Islamie, “Analisis Semiotik Foto

Daily Life Stories pada world Press Photo 2009”. (Skripsi S1, Jakarta: FIDIKOM-UIN, Ilmu Komunikasi, 2010), h. 13.

6

Hoeta Soehoet, Dasar-Dasar Jurnalistik (Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta IISIP, 2003), h. 6


(31)

Istilah jurnalistik berasal dari bahasa Belanda Journalistiek, seperti halnya dengan istilah Inggris Journalism yang bersumber pada kata journal, ini merupakan terejemahan dari bahasa latin diurnal yang berarti “harian” atau

“setiap hari”.7

Adinegoro (Sumandria: 2006, 2) menjelaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberi perkabaran kepada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Astrid S. Susanto menyebutkan jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.8

Djen Amar (Sumandria: 2006, 2) menekankan, jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. Erik Hodgins, redaktur majalah Time menyatakan, jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan (Sumandria: 2006, 2).9

Dilihat dari segi bentuk dan pengolahannya, jurnalistik dibagi kedalam empat bagian, yaitu jurnalistik media cetak, jurnalistik media elektronik audio, jurnalistik media elektronik audio visual, dan jurnalistik media online.

Pertama Jurnalistik media cetak yaitu media yang menekankan pada kemampuan seorang wartawan dalam menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan komunikatif contoh seperti, koran, tabloid,

7

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), cet-19, h. 151

8

Aris Sumandria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Professional (Bandung: Simbioas Rekatama Media, 2006), h. 2

9


(32)

buletin kantor berita dan majalah. Kedua jurnalistik media elektronik audio atau jurnalistik radio siaran, lebih banyak dipengaruhi dimensi verbal. Radio adalah media massa yang paling cepat dan luas jangkauannya. Ketiga, Jurnalistik media elektronik audio visual yaitu televisi merupakan gabungan dari elemen verbal dan visual. Gambar dan kata-kata merupakan hal penting dalam jurnalistik televisi. Televisi merupakan media massa paling hebat jika dibandingkan dengan media pendahulunya. Keempat, jurnalistik media elektronik internet yaitu Jurnalistik On line. Perkawinan internet dengan jurnalistik berakar dan ditetapkan oleh standar World Wide Web (WWW). Ketika Cern, institute riset berbasis di Jenewa,dirilis pada tahun 1991.10

C. Foto Jurnalistik

Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya.

Sedangkan foto jurnalistik menurut guru besar Universitas Missouri, AS Clif Edom adalah paduan kata (words) dan gambar (Pictures). Sementara menurut editor majalah life dari 1937-1950, Wilson Hicks yaitu kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya (Mirza Alwi: 2006, 4).11

Foto jurnalistik yaitu salah satu bentuk fotografi yang mengemban misi untuk menampilkan imaji yang bernilai berita kepada masyarakat melalui

10

Ibid, h. 137

11

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet-3, h. 4


(33)

media cetak bisa memiliki fungsi ganda. Yang pertama, sebagai ilustrasi pendukung berita, sedangkan yang kedua sebagai berita itu sendiri.12

Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri agen foto terkemuka Magnum yang terkenal dengan teori “Decisive Moment” menjabarkan, foto jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seharusnya berlangsung seketika saat suatu citra tersembul mengungkap sebuah cerita.13

Foto Jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass

audiences) melalui foto. Komunikasi yang dilakukan akan mengekspresikan

pandangan wartawan foto jurnalistik terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.

Di dalam foto jurnalistik terdapat unsur berita, yang berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang beraneka ragam. Foto jurnalistik harus memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press).

a. Jenis-Jenis Foto Jurnalistik

Jenis-jenis foto jurnalistik dapat diketahui melalui kategori yang dibuat Badan Foto Jurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation)

12

Soeprapto Soejono, Pot-Pouri Fotografi (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), h. 133

13

Artikel Eddy Hasby, Teks Foto dalam Jurnalistik, (Kompas Image, 17 Juli 2009)


(34)

pada lomba foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan seluruh dunia, kategori itu adalah sebagai berikut:14

1. Spot Photo

Spot Photo adalah foto yang dibuat pada peristiwa yang tidak

terduga yang langsung diambil oleh fotografer di tempat kejadian. Misalnya, foto kecelakaan, kebakaran, perkelahian, dan perang. Karena dibuat dari peristiwa yang jarang terjadi serta menampilkan konflik dan ketegangan, maka foto spot harus segera disiarkan. Dalam hal ini, keberanian seorang fotografer sangat dibutuhkan. Selain itu, keberuntunganpun menjadi patokan utama dalam hal posisi dan keberadaannya.

2. General News Photo

General News Photo adalah yang diabadikan dari

peristiwa-peristiwa yang terjadwal, rutin, dan biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu politik, ekonomi dan humor. Contohnya presiden membuka pameran foto, pertunjukan badut di suatu acara, dan lain sebagainya.

3. People in The News Photo

People in the News photo adalah foto tentang orang atau masyarakat

dalam suatu berita. Yang ditampilkan adalah sosok orang pada berita itu. Bisa kelucuannya, nasib dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh dalam foto ini bisa Tokoh-tokoh yang populer, bisa juga tidak, akan

14

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h. 7-9


(35)

tetapi kemudian menjadi populer karena foto tersebut dipublikasikan. Contohnya, Foto Juned korban kecelakaan peristiwa tabrakan kereta api bintaro.

4. Daily Life Photo

Daily Life Photo adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia

dipandang dari segi kemanusiaannya. Misalnya foto seorang pengemis di depan sebuah universitas.

5. Potrait

Potrait adalah sebuah foto yang menampilkan wajah seseorang

secara Close Up. Ditampilkan karena ada kekhasan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lainnya.

6. Sport Photo

Sport Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Karena

olahraga berlangsung pada jarak tertentu antara atlet, penonton dan fotografer. Dalam pemotretan olahraga diperlukan perlengkapan yang memadai, misalnya lensa tele, serta kamera yang menggunakan motor drive. Menampilkan gerakan dan ekspresi atlet, serta hal lain yang menyangkut olahraga.

7. Science and Thecnology Photo

Science and Technology Photo adalah foto yang diambil dari

peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini, dalam pemotretan tertentu membutuhkan perlengkapan khusus, misalnya lensa mikro atau film x-ray untuk pemotretan dalam organ tubuh.


(36)

8. Art and Culture Photo

Art and Culture Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni

dan budaya. Misalnya, pertunjukan artis di atas panggung.

9. Social and Environment

Social and Environmant adalah foto-foto yang tentang kehidupan

sosial masyarakat serta lingkupan hidupnya. Misalnya, foto asap buangan kendaraan di jalan.

b. Syarat Foto Jurnalistik

Syarat foto jurnalistik, setelah mengandung berita dan secara fotografis bagus, syarat lainnya lebih kepada foto harus mencerminkan etika atau norma hukum baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya. Di Indonesia, etika yang mengatur foto jurnalistik ada pada kode etik jurnalistik pasal 2 dan 3.15

Pasal 2 berisi pertanggungjawaban yang antara lain: wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan bangsa dan Negara, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan, atau keyakinan seseorang ataupun sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang.

Sementara pasal 3 berisi cara pemberitaan dan menyatakan pendapat, antara lain disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan berita. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya

15

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h.9


(37)

dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita. Di dalam menyusun berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (Fakta) dan pendapat (Opini).16

D. Pengertian Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah model penelitian yang memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut mewakili sesuatu objek representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Istilah semiotik lebih mengarah pada tradisi Saussurean yang diikuti oleh Charles Sanders Pierce dan Umberto Eco, sedangkan istilah semiologi lebih banyak dipakai oleh Barthes. Baik semiotik ataupun semiologi merupakan cabang penelitian sastra atau sebuah pendekatan keilmuan yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda.

Alex Sobur mendefinisikan semiotika sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama masnusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai

16


(38)

berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.17

Sedangkan Van Zoest seperti dikutip oleh Rahayu S. Hidayat menjelaskan bahwa semiotika mengkaji tanda, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Berbicara tentang kegunaan semiotika tidak dapat dilepaskan dari pragamatik, yaitu untuk mengetahui apa yang dilakukan dengan tanda, apa reaksi manusia ketika berhadapan dengan tanda. Dengan kata lain, permasalahannya terdapat pada produksi daan konsumsi arti. Semiotika dapat diterapkan di berbagai bidang antara lain: semiotika musik, semiotika bahasa tulis, semiotika komunikasi visual, semiotika kode budaya, dsb. Pengkajian kartun masuk dalam ranah semiotika visual.18

Terdapat tiga bidang kajian dalam semiotika: pertama, semiotika

komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian bagian dari proses

komunikasi. Artinya, di sini tanda hanya dianggap tanda sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan sebagaimana yang diterima oleh penerima. Dengan kata lain, semiotika komunikasi memperhatikan denotasi suatu tanda. Pengikut aliran ini adalah Buyssens, Prieto, dan Mounin. Kedua, semiotika konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotasi dari tanda. Dalam hubungan antarmanusia, sering terjadi tanda yang diberikan seseorang dipahami secara berbeda oleh penerimanya. Semiotika konotatif sangat berkembang dalam pengkajian karya sastra. Tokoh utamanya adalah Roland Barthes, yang menekuni makna kedua di balik bentuk tertentu. Yang ketiga adalah semiotika

17

Alex Sobur Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) h.15

18

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: PPKB Universitas Indonesia), 2004


(39)

ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotika jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotika ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.19

Berdasarkan semiotika yang dikembangkan Saussure, Barthes mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat, yang disebutnya sistem

denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat

pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak di baliknya. Pada sistem konotasi— atau sistem penandaan tingkat kedua—rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi.

Secara terperinci, Barthes dalam bukunya Mythology menjelaskan bahwa sistem signifikasi tanda terdiri atas relasi (R = relation) antara tanda (E =

expression) dan maknanya (C = content). Sistem signifikasi tanda tersebut

dibagi menjadi sistem pertama (primer) yang disebut sistem denotatif dan sistem kedua (sekunder) yang dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem konotatif dan sistem metabahasa. Di dalam sistem denotatif terdapat antara tanda dan maknanya, sedangkan dalam sistem konotatif terdapat perluasan atas signifikasi tanda (E) pada sistem denotatif. Sementara itu di dalam sistem metabahasa terhadap perluasan atas signifikasi makna (C) pada sistem

19


(40)

denotatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem konotatif dan sistem metabahasa merupakan perluasan dari sistem denotatif.20

E. Majalah

Media cetak adalah berita-berita yang disiarkan melalui benda cetak21, ada beragam jenis media cetak, diantaranya yaitu surat kabar, tabloid, dan majalah. Majalah menurut Kurniawan Djunaedie ialah media cetak yang terbit secara berkala, tetapi bukan terbit setiap hari. Media cetak itu haruslah bersampul, setidak-tidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus. Majalah adalah barang cetakan yang bentuknya setengah surat kabar harian dan umumnya full color. Mempunyai ukuran yang biasa dipakai 29cm x 42cm, sedangkan jumlah halamannya bisa dimulai dari 12, 18, 24, 32, 40, 64, yang penting kelipatan empat. 22

Sedangkan oleh beberapa ahli, majalah didefinisikan sebagai kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio dan dijilid dalam bentuk buku, serta diterbitkan secara berkala, seperti seminggu sekali, dua minggu sekali atau sebulan sekali.23

Setelah memaparkan definisi tentang majalah di atas maka penulis berpendapat bahwa majalah merupakan salah satu penerbit persediaan yang diterbitkan secara berkala, yang isinya memuat berbagai macam tulisan seperti

20

Roland Barthes, Mitologi, (Jogjakarta: Kreasi wacana, 2009) hlm. 158-162

21

Zaenuddin HM, The Journalist, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), h. 12

22

Adiguna, Mengenal Ukuran Tabloid, Majalah dan Surat Kabar, artikel diakses pada 2 April 2013 dari

http://adiguna.com/2008/06/mengenal-ukurantabloidmajalah-dansuratkabar

23

Ahmad Husein “PASANG SURUT MAJALAH”, artikel diakses pada 2 April 2013 dari http://duamata.blogspot.com/2006/02/pasang-surut-majalah.html


(41)

berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya, penyajiannya sering kali disertai oleh gambar atau ilustrasi. Majalah di jilid dengan jumlah halaman tertentu seperti berbentuk buku yang dilapisi oleh sampul (cover) yang didesain khusus. Umumnya pengemasan cover majalah dibuat semenarik mungkin dan sejumlah tulisan dikanan kirinya dan sering kali dihiasi dengan foto atau ilustrasi.

Majalah bernafaskan Islam, khususnya yang ada di Indonesia telah berkembang sebelum kemerdekaan. Majalah-majalah tersebut muncul dengan tujuan mencoba menyebarkan gagasan modernisasi di kalangan umat Islam, menyebarkan semangat pembaharuan Islam, juga menyuarakan perjuangannya melawan kekuasaan colonial dan pengaruh asing.24 Selain itu majalah Islam juga menjadi media penyebaran ilmu pengetahuan dan kebudayaan untuk dakwah dan pembangunan umat.25

Kebutuhan kaum muslim akan informasi dan semangat pembaharu Islam membuat majalah-majalah Islam terus bermunculan sampai pada era Orde Baru. Pembangunan orde baru yang telah mendorong proses intelektualisasi yang massif dan melahirkan kelas menengah terpelajar di Indonesia, dimana mayoritas adalah berasal dari kalangan santri/muslim, ikut mempengaruhi muncul dan berkembangnya media massa seperti majalah dengan kualitas yang lebih baik.26

24

Kurniawan Djunaedhi, Rahasia Dapur Majalah Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 1995), h. 307

25

Ibid, h. 311

26 M. Syafi’I Anwar,

Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 120


(42)

Pada perkembangannya sampai saat ini majalah Islam semakin beragam, kini majalah Islam bermunculan untuk kalangan yang lebih khusus, yaitu ditujukan untuk kaum perempuan. Majalah seperti Femina dan Kartini adalah contoh dari majalah yang didesain khusus untuk kaum wanita. Dengan perkembangan umat Islam seperti yang dijelaskan diatas, bermunculan pula majalah yang dikonsep untuk para perempuan muslim, seperti Paras, Alia, Noor. Juga majalah Moslem Girls Indonesia.


(43)

27

A. Sejarah Singkat Majalah Moslem Girls Indonesia

Moslem Girls Indonesia adalah majalah yang bertema keislaman tetapi

dikemas dengan unsur modern. Majalah ini didirikan pada bulan Agustus 2010 yang diprakarsai oleh Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo sekaligus merangkap sebagai konseptor dan kepala editor. Edisi perdana majalah Moslem Girls

Indonesia terbit pada Februari 2011, edisi kedua Juni 2011 dan edisi ke tiga

Februari 2012. Sasaran pembaca Moslem Girls Indonesia 80% adalah wanita remaja muslim berusia 15 sampai dengan 21 tahun dan laki-laki 20% berusia 15 sampai dengan 21 tahun. Karena Moslem Girls Indonesia memang majalah yang khusus diperuntukkan untuk kalangan remaja.1

Pada edisi pertama dan kedua Majalah Moslem Girls Indonesia bekerjasama dengan PT Matahati Inspirasi Abadi dalam hal penerbitan, namun seiring berjalannya waktu pada edisi ketiga hingga saat ini Majalah Moslem Girls

Indonesia dalam hal penerbitan bekerjasama dengan PT. Indonesia Expose

Creative Communication.

Majalah Moslem Girls Indonesia hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai referensi bacaan remaja perempuan yang modern. Tidak hanya menyajikan beragam artikel yang bersifat edukatif mengenai Islam, tetapi juga gaya hidup dan beragam entertainment. Hadirnya Moslem Girls Indonesia tidak

1

Wawancara pribadi dengan Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo, Konseptor Majalah Moslem Girls Indonesia, Jakarta 25 Januari 2013


(44)

hanya ingin menjadikan perempuan muslimah yang solihah tetapi juga memiliki pemikiran modern dan kreatif sehingga dapat menjadi leader di berbagai bidang sesuai dengan tuntunan ajaran-ajaran Islam yang disesuaikan dengan era globalisasi masa kini.2

Terbitnya majalah Moslem Girls Indonesia dilatarbelakangi dengan adanya rasa prihatin melihat banyaknya majalah yang tidak mendidik bagi kaum remaja saat ini dan khususnya bagi remaja-remaja muslim, padahal agama Islam menjadi agama yang mayoritas terbanyak pemeluknya di Indonesia. Terbitnya majalah ini juga telah membentuk citra positif bagi remaja muslim bahwa Islam juga memiliki citra yang dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa melanggar garis-garis yang telah ditetapkan oleh islam. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa majalah ini mampu berperan untuk membentuk remaja-remaja muslim Indonesia menjadi sosok yang cerdas dan bergaya.3 Sesuai dengan tagline yang dipakai dalam majalah Moslem Girls Indonesia yaitu “smart, educative, dan

trendy”.4

Tagline tersebut sebenarnya berangkat dari visi dan misi majalah

Moslem Girls Indonesia itu sendiri.

B. Visi dan Misi Majalah Moslem Girls Indonesia

a. Visi Majalah Moslem Girls Indonesia adalah:5

Majalah Moslem Girls Indonesia mempunyai visi yang mengacu pada al-Qur’an Surat 47 ayat 7:

2

Salam Redaksi, Moslem Girls Indonesia, Edisi 001/Tahun 2011, (Jakarta: PT. Matahati Inspirasi Abadi, 2011), h.3

3

Wawancara pribadi dengan Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo, Konseptor Majalah Moslem Girls Indonesia, Jakarta 9 Maret 2013

4

Dikutip dari Tagline Majalah Moslem Girls Indonesia

5


(45)

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kamu dan Dia teguhkan

langkah-langkah kamu.” (QS Muhammad [47]:7)

Pada ayat tersebut diatas maknanya jelas bahwa Allah akan menolong siapa saja yang menolong agamanya. Namun bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan Agama Islam. Dan sehubungan dengan itu Majalah Moslem Girls Indonesia ingin mensyiarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat mengenai perkembangan dunia Islam pada zaman modern seperti sekarang ini yang sepatutnya diketahui oleh umat Islam itu sendiri, baik dari aspek sosial, seni/budaya juga fashion.

b. Misi Majalah Moslem Girls Indonesia.

Dengan visi yang dijelaskan diatas maka Majalah Moslem Girls

Indonesia mempunyai misi sebagai berikut:

1. Berperan sebagai media edukatif, keilmuan yang bertujuan mencerdaskan akal dan menyegarkan rohani remaja muslim. 2. Menyampaikan potret dakwah dan spiritualitas Islam di seluruh

belahan dunia.

3. Mengajak remaja muslim bertafakur atas kekayaan khazanah, keindahan budaya dan peradaban Islam.

4. Memberikan sajian-sajian yang dapat menggugah dan menanamkan benih-benih ukhuwah Islamiyah.

5. Memperlihatkan kepada remaja muslim bahwa kehidupan (life

style) kaum muslim sudah berkembang dengan pesat dan sangat


(46)

C. Rubrikasi Majalah Moslem Girls Indonesia

Rubrikasi yang ada dalam majalah Moslem Girls Indonesia cukup beragam. Oleh karena itu ada pengelompokan rubrik, mulai dari kelompok

Enterpreneur, Ask, Speak Up, KreasiMu, Food Lovers, Techno, Fashionista,

Expose, Hang Out, Event dan Views. Pada setiap pengelompokan rubrik juga

terdiri dari bervariasinya informasi.

Beragamnya rubrik yang ada di majalah Moslem Girls Indonesia didominasi oleh fashion. Dari sekian banyak rubrik yang disajikan, majalah

Moslem Girls Indonesia memiliki rubrik yang menonjol, yaitu rubrik fokus, rubrik

ini biasa diberikan halaman yang lebih dibanding rubrik yang lain. Kemudian rubrik cerpen dan fotografi, rubrik ini adalah yang paling diminati oleh pembaca serta ajang silaturrahmi dengan pembaca di seluruh Indonesia.

Rubrik yang disediakan oleh Majalah Moslem Girls Indonesia dari edisi pertama hingga edisi keempat itu tidak sama. Rubrik-rubrik ini penerbitannya disesuaikan oleh tema yang diangkat oleh majalah Moslem Girls Indonesia. Rubrik-rubrik yang ada pada majalah Moslem Girls Indonesia diantaranya adalah6:

1. Your Letter

Rubrik your letter adalah rubrik yang disediakan oleh Majalah

Moslem Girls Indonesia (MGI) bagi para pembacanya untuk bertanya

atau memberi saran kepada MGI. Pertanyaan dan saran ini sifatnya bebas, yang pasti pertanyaan pembaca yang akan diterbitkan oleh

6


(47)

redaksi MGI adalah pertanyaan-pertanyaan dan saran-saran yang sifatnya untuk kemajuan MGI pada edisi-edisi berikutnya.

2. Fokus: Spirit of Reflection

Pada rubrik fokus tersaji beberapa informasi yang berbeda-beda, tentunya informasi yang disajikan berkaitan dengan isu-isu yang terhangat yang terjadi di masyarakat. Seperti Profil seseorang yang berprestasi, Tips-tips aktifitas keagamaan, berita tentang atifitas program-program sosial keagamaan, ataupun pengetahuan dasar tentang politik kenegaraan Islami seperti yang ada pada edisi keempat.

3. Religi

Pada rubrik religi redaksi MGI mengajak para pembaca setia untuk merenungkan berbagai macam tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Dan redaksipun mengangkat sebuah kisah-kisah teladan yang terjadi di jaman Rasulullah SAW.

4. Syair

Let’s Singing, Puisi dan Nasyid menjadi sajian utama pada rubrik

Syair yang disediakan oleh redaksi MGI. 5. Fashionista

Pada rubrik fashionita, redaktur MGI memberikan info yang berkaitan dengan mode busana yang trendy dan modis ala Islam. Seperti info tentang hijab dan cara menghiasnya di kepala. Selain itu redaktur MGI juga memberikan informasi berita tentang Indonesia fashion weeks.


(48)

6. Let’s Ride

Di edisi keempat Majalah Moslem Girls Indonesia, redaktur spesial menyajikan info tentang otomotif kendaraan roda empat pabrikkan asal Jepang yaitu Mazda RX-8 Spirit R dan All New Chevrolet.

7. Place

Info yang disajikan oleh redaktur pada rubrik place adalah info-info tentang tempat umum seperti salon, restoran dan tempat-tempat hiburan untuk akhir pekan atau study tour.

8. School & Events

Pada edisi keempat redaktur MGI meliput sekolah yang ada di bilangan Jakarta yaitu SMP Lab School Kebayoran, Universitas Budi Luhur dan STEI Tazkia Bogor. Selain itu MGI pun bisa diundang oleh pembaca untuk meliput lembaga pendidikan para pembaca dengan mengajukan permohonan kepada MGI. Caranya cukup mudah hanya dengan mengajukan proposal permohonan yang dikirim via email ke alamat [email protected].

9. Resensi

Rubrik ini menyajikan info tentang Buku dan Film yang patut dibaca dan disaksikan oleh pembaca sebagai referensi pembaca untuk mengisi libur akhir pekan dari Redaktur MGI.

10. Embassy Expose

Rubrik ini menyajikan info-info tentang mancanegara seperti Universitas-universitas luar negeri yang memiliki prestasi dan


(49)

acara-acara seperti pameran foto dan sebagainya yang diselenggarakan atas dasar kerja sama oleh kedutaan besar luar negeri yang ada di Indonesia. 11. Health & Beauty

Pada rubrik ini redaktur MGI menyajikan info-info tentang kesehatan dan kecantikan, serta tempat-tempat perawatan kecantikan, serta konsultasi kecantikan.

12. About Photography

Pada rubrik ini redaktur MGI menyajikan info tentang semua hal seputar dunia fotografi. Seperti info dan agenda rutin komunitas fotografi, tips-tips memotret baik menggunakan kamera manual atau analog bahkan dengan kamera HP, hingga tips-tips cara merawat berbagai kamera untuk fotografer pemula.

MGI juga memberikan kesempatan kepada pembaca yang hobby dengan dunia fotografi untuk menampilkan karya-karyanya pada rubrik ini, sehingga para pembaca MGI yang berkesempatan menampilkan karyanya mendapatkan pelajaran dan pengalaman tersendiri karena karyanya dilihat oleh semua pembaca dan mendapatkan komen dari redaktur. Tidak ada syarat khusus bagi pembaca yang ingin mengirim karyanya. Apapun latar belakang pembaca, pemula atau professional, jenis kamera yang digunakan semuanya bisa mengirim karyanya ke redaktur, karena redaktur dalam memilih sebuah foto untuk diterbitkan bukan berdasarkan itu semua, namun berdasarkan tema yang akan diangkat oleh redaktur pada edisi tersebut.


(50)

Pada rubrik fotografi, proses pemilihan foto yang dikirim oleh pembaca berdasarkan tema-tema yang diangkat. Seleksi foto yang dilakukan berupa ide cerita dari foto-foto itu atau judul foto yang mereka kirim. Proses pengeditan foto-foto yang dikirimkan ke redaksi justru tidak dilakukan edit olah digital sehingga sentuhan keaslian sang fotografer begitu kentara. Bila sebelum mengirimkan hasil foto mereka sudah melakukan olah digital terlebih dahulu, diperbolehkan karena itu merupakan bentuk kreatifitas pembaca7.

D. Struktur Redaksi Majalah Moslem Girls Indonesia

Posisi tertinggi pada struktur redaksi Majalah Moslem Girls Indonesia dipegang oleh Board of Advisory Prof. Dr. Nasaruddin Umar MA yang dibantu oleh Drs. H. M Rusbianto Asfa selaku wakil pimpinan umum dibawah nya terdapat Chief Executive Officer dan Editor In Chief Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo.

Tabel 2.3

Struktur Redaksi Majalah Moslem Girls Indonesia8: Board of Advisory : Prof.Dr. Nasarudin Umar MA

Drs. H.M Rusbianto Asfa

Chief Executive Officer : Isnaldi Muhammad Dini, SHI

Managing Director : Emile Syahrir

Editor In Chief : Rr. Wulandari Noerjo Hadikoesoemo

Managing Editor : Kartika Aprilia (Cica)

Editor : Anita Surachman

Journalist & Photografer : GRM.Artnika Martodihardjo Sendy Leovisa

Design : Roys Fahmi

7

Diolah dari hasil wawancara pribadi dengan Fotografer Majalah Moslem Girls Indonesia, Jakarta, 9 Maret 2013.

8


(51)

35

Majalah Moslem Girls Indonesia (MGI) adalah salah satu majalah muslim remaja yang peduli terhadap perkembangan zaman. Kepedulian ini terlihat dari tersedianya ruang ekspresi bagi pembaca untuk menampilkan karya-karya fotonya pada rubrik fotografi di setiap edisinya.

Pada edisi 004/Tahun 2012 redaktur MGI menentukan friendship sebagai tema rubrik fotografi. Friendship dalam bahasa inggris artinya adalah persahabatan. Sebagai salah satu majalah muslim, tentunya MGI pada setiap rubriknya mengandung unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman yang dapat menjadi bahan pendidikan dan pembelajaran bagi pembaca-pembaca setianya.

Di dalam ajaran agama Islam ajaran-ajaran tentang kemanusiaan, persahabatan dan sebagainya bisa kita temui pada ayat-ayat Allah dan Hadist Rasulullah. Selanjutnya penulis akan memaparkan analisis semiotik dari kelima foto yang dipilih pada rubrik fotografi MGI edisi keempat yang bertemakan

friendship dan dianalisis juga berdasarkan perspektif Islam. Untuk menemukan

makna pada kelima sampel foto yang mengandung unsur kemanusiaan dalam Islam, maka penulis akan memaparkan hasil penelitian secara naratif dalam tiga bahasan yaitu, denotasi anologon, konotasi citra, dan mitos.


(52)

A. Analisis Data 1 “Bahagia Bersama”

1. Makna Denotasi

Dalam foto terlihat 9 orang anak-anak yang berusia belasan tahun sedang berpose dan bercanda di depan kamera.

Lingkungan hidup di kolong jembatan yang kotor dan kumuh.

Dalam foto terlihat sebuah rumah yang beratapkan terpal berwana biru dan orange serta berdinding triplek yang menjadi tempat tinggal salahsatu diantara mereka.

Diantara mereka terdapat empat orang anak yang matanya tidak menatap kamera, dan lima anak yang duduk langsung di tanah tanpa alas dan seorang anak yang tidak menggunakan alas kaki.


(53)

Dibeberapa sudut gambar terlihat kurang lebih puluhan karung-karung dan sampah-sampah yang letaknya tidak jauh dengan sebuah rumah.

2. Makna Konotasi Trick Effect

Trick Effect ialah manipulasi gambar secara artificial,

dengan maksud membuat foto menjadi lebih baik lagi tanpa mengubah isi foto yang sebenarnya.

Dalam foto sampel ini, terlihat indikasi pemotongan sebagian gambar atau cropping yang dilakukan untuk membuang gambar yang dirasa tidak perlu atau mengganggu komposisi visual dari foto sampel ini.

Selain itu, terdapat beberapa sentuhan editing, dengan menggunakan sebuah aplikasi pengolahan data foto atau gambar, seperti photoshop dan aplikasi sejenisnya dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik dan merubah foto atau gambar yang sebenarnya.

Pose dan gaya

Pose dapat diartikan sebagai gaya, sikap, ekspresi atau posisi objek foto ataupun fotografer itu sendiri.

Dari sembilan anak yang berfoto, sebagian diantara mereka ada yang bergaya dengan ekspresi yang polos, ada yang bergaya ala super hero, dan sebagian lainnya bergaya


(54)

bebas dan tentunya semuanya merasa sangat gembira yang terlihat dari wajah-wajah mereka.

Objek

Objek merupakan benda-benda atau yang

dikomposisikan sedemikian rupa sehingga dapat diasosiasikan dengan ide-ide tertentu dan merupakan point of

interest atau pusat perhatian dalam foto.

Seorang anak yang menggunakan kaos hitam yang berjongkok dibarisan paling depan dengan rambut sedikit pelontos adalah point of interest dari foto tersebut. Dengan ekspresi wajahnya yang tidak menatap kamera serta kedua tangannya yang membuka dadanya seolah-olah ingin menunjukkan bahwa sayalah pemimpin kelompok ini.

Ditambah dengan ekspresi unik dari wajah-wajah dan warna-warni pakaian kawan-kawannya selain dirinya semakin memperkuat kesan bahwa point of interest foto ini adalah seorang anak yang berada di barisan paling depan tersebut.

Photogenia

Photogenia ialah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan telah menggunakan beberapa teknik-teknik memotret, seperti teknik lighting, exposure, blurring, angle atau cara pengambilan foto, panning maupun moving.


(55)

Foto ini diambil dengan menggunakan diafragma sedang hingga kecil, hal ini terlihat area fokus atau ruang tajam yang lebih luas, yang berarti beberapa detil bagian bangunan masih terlihat tajam dan fokus.

Angle pemotretan ini adalah eye level atau pandangan

sejajar, yaitu posisi kamera sejajar dengan subjek foto. Aestheiscism

Aestheiscism atau komposisi merupakan susunan dari

berbagai objek atau gambar yang mempunyai dua sifat saling bertentangan. Bisa membangun gambar, namun juga bisa mengacaukan gambar.

Gambar pada foto ini terlihat sangat menarik dan eye

catching karena selain anak-anak yang menjadi subjek utama

foto ini, suasana lingkungan di kolong flyover sebuah jalan raya sangat tidak layak untuk menjadi tempat tinggal mereka. Namun demikian hal ini menciptakan kesan bahwa lingkungan tempat tinggal mereka menjadi tempat bermain yang menyenangkan bagi mereka.

Foto ini termasuk ke dalam kategori people in the news photo.

Syntax

Syntax adalah penyusunan tanda-tanda menjadi satu

kalimat atau suatu makna tertentu. Syntax tidak harus dibangun dengan lebih dari satu foto. Dalam satu fotopun


(56)

dapat dibangun syntax. Pembentukan syntax seperti ini biasanya dibantu dengan caption.

Foto ini menceritakan bahwa dengan lingkungan yang sangat tidak layak untuk menjadi tempat tinggal mereka, mereka masih tetap bisa tersenyum dan bermain bersama layaknya anak-anak seusianya yang hidup di lingkungan yang lebih layak.

3. Mitos

Mitos yang terkandung pada foto pertama yang dianalisis dengan teori semiotik dan teori representasi media yang berlandaskan pada penggabungan makna denotasi dan konotasi

yang dapat dimaknai dari foto dengan berjudul “bahagia bersama”

adalah cerita tentang lingkungan hidup yang jauh dari kata layak untuk menjadi tempat tinggal mereka tidak menyurutkan semangat kebersamaan dalam bermain.

Walaupun sebenarnya mereka tidak menginginkan keadaan atau nasib yang saat ini mereka telah alami, mereka dalam menjalankan hidup di lingkungan tempat dimana dia tinggal masih tetap menyukuri nikmat Allah SWT.

Hal ini sangat luar biasa karena tidak banyak orang yang mampu bersyukur jika mengalami hal yang serupa seperti mereka, seperti firman Allah berikut ini:

Namun, kebanyakan manusia itu dhalim. Sedikit sekali manusia yang bersyukur, mereka mengkufuri nikmat Allah SWT. sebagaimana ayat (QS. Al-Mulk 67: ayat 23):


(57)

“Katakanlah: “Dialah yang menciptakan kamu dan

menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati. Tetapi amat sedikit kamu bersyukur”

Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan perasaan bersyukur kepada Allah sehingga mengantarkan kita untuk bersyukur kepada-nya.

B. Analisis Data 2 “Ceria”

1. Makna Denotasi

Dalam foto berikut terlihat sepasang saudara kakak beradik terlihat sangat bahagia bermain gendong-gendongan.

Masing-masing di antara mereka wajahnya ada yang menatap dan tidak menatap mata lensa.

2. Makna Konotasi Trick Effect


(1)

3. Berapa % ciri Islami yang ditonjolkan pada rubrikasi majalah Moslem Girls Indonesia?

Ciri Islami yang ditampilkan hampir pada setiap rubrik. majalah Moslem Girls Indonesia adalah majalah syiar Islam. Oleh karenanya setiap rubrik pasti ada unsur Islami didalamnya.

4. Apa perbedaan majalah Moslem Girls Indonesia dengan majalah lain? Perbedaannya terletak pada segmen pasar yang dikhususkan untuk remaja, setiap rubrikasinya syiar Islam, dan sebagian besar menampilkan fashion remaja muslim yang trendy.

5. Adakah ciri Islam di dalam redaksi? Misalkan karyawan harus orang muslim atau yang wanita harus berjilbab?

Ada, yaitu iya karyawan harus beragama islam, tetapi tidak ada keharusan untuk karyawatinya mengenakan jilbab, namun harus tetap sopan dan untuk karyawan juga berpakaian sopan.

6. Ada proses pengeditan apa saja pada foto-foto di rubrik fotografi MGI, khususnya pada edisi ke 4?

Pada rubrik fotografi, proses pemilihan foto yang dikirim oleh pembaca berdasarkan tema-tema yang diangkat. Seleksi foto yang kami lakukan berupa ide cerita dari foto-foto itu atau judul foto yang mereka kirim. Proses pengeditan foto-foto yang dikirimkan ke redaksi justru tidak dilakukan edit olah digital sehingga sentuhan keaslian sang fotografer begitu kentara. Bila sebelum mengirimkan hasil foto mereka sudah melakukan olah digital terlebih dahulu, kami memperbolehkannya karena itu merupakan bentuk kreatifitas mereka sendiri.


(2)

7. Berapa lama tenggat waktu yang diberikan kepada pembaca untuk mengirimkan foto-foto karyanya ke redaksi MGI jika ingin diterbitkan di MGI pada edisi berikutnya?

Biasanya kami memberikan deadline untuk pengiriman foto sekitar satu bulan sebelum majalah MGI diterbitkan lagi. Hal ini guna menyaring pemilihan foto-foto yang akan ditampilkan.

8. Sejauh mana MGI menghargai hak cipta sebuah foto?

MGI sangat menghargai hak cipta foto-foto yang dikirimkan yaitu dengan mencantumkan nama fotografer pada setiap foto yang ditampilkan. Untuk artikel pun kami memberitahukan detil source-nya dari foto-foto yang ada. Untuk beberapa edisi kami masih belum memberikan free gift kepada para pembaca yang telah mengirimkan foto-foto mereka namun kedepannya kami berencana akan memberikan free gift untuk foto terbaik setiap tayang di MGI supaya menambah semangat para pembaca untuk mengabadikan moment melalui kamera mereka dan mengirimkan hasilnya kepada rubrik fotografi MGI.

9. Dengan adanya rubrik fotografi yang ada di majalah MGI, dimana di majalah-majalah muslim lain tidak ada rubrik seperti ini. apa visi-misi MGI berkaitan dengan rubrik fotografinya?

Rubrik fotografi kita buat mengingat sekarang ini banyak para remaja yang menggandrungi fotografi baik digital maupun analog. Visi misi kami adalah menjadi wadah bagi para remaja yang hobi fotografi untuk bisa menampilkan hasil karya foto mereka secara umum / di-publish. Melalui tema-tema yang kami berikan diharapkan para remaja dapat lebih


(3)

mengasah lagi kemampuan mereka dalam penguasaan fotografi serta memiliki awareness terhadap kondisi sekitar mereka sehingga foto bisa sebagai tempat untuk mereka bercerita ataupun melukiskan keadaan sekitarnya. Dan ini merupakan suatu kelebihan dari MGI untuk bisa menjadi ruang ekspresi bagi para remaja muslim Indonesia. Jadi sesuai dengan motto MGI yaitu menjadi remaja yang smart, educative and trendy. Adanya rubric fotografi merupakan nilai plus bagi remaja muslim Indonesia untuk bisa berkreasi.

10.Apakah foto-foto yang dikirimkan oleh pembaca MGI pada rubrik fotografi ini termasuk ke dalam citizen journalism, atau hanya

sebagai ruang ekspresi para fotografer yang mengirimkan karyanya? Foto-foto yang dikirimkan ini merupakan wadah ekspresi bagi teman-teman remaja muslim Indonesia. Namun pada perkembangannya foto ini pun bisa menjadi bagian dari citizen journalism karena mereka dapat berperan aktif dan berpartisipasi dalam membentuk paradigma bagi pembaca melalui penyampaian informasi lewat foto-foto yang diterbitkan. 11.Bagaimana tata cara yang dilakukan redaksi untuk menentukan

sebuah tema pada rubrik fotografi disetiap edisinya?

Cara kami menentukan tema pada rubrik fotografi adalah melalui rapat redaksi setiap bulannya dan melalui pengamatan secara umum dari perkembangan kondisi sekitar ataupun apa yang sedang menjadi tren dikalangan remaja. Biasanya tema yang lebih humanis (human interest) yang mengangkat keseharian kita lebih dikedepankan.

12.Apa saja yang menjadi pertimbangan terhadap sebuah foto sehingga foto itu masuk dalam edisi yang akan diterbitkan?


(4)

Yang menjadi bahan pertimbangan terhadap sebuah foto adalah kesesuaian dengan tema. Indikator lain seperti angle foto dan komposisi bukan menjadi prioritas utama sebab rubrik fotografi ini dibuat untuk para pemula fotografi serta dapat memudahkan remaja muslim yang memiliki hobi fotografi untuk saling bertukar pikiran melalui tampilan foto yang diterbitkan, guna mengasah bakat dalam fotografi supaya lebih percaya diri dan bagus lagi dalam berkreasi.

13.Apakah seluruh foto yang diterima MGI dan yang terpilih untuk diterbitkan adalah foto jurnalistik?

Setiap foto yang kami pilih bukan berati foto jurnalistik. Foto jurnalistik adalah sajian foto mengenai sebuah peristiwa yang terjadi yang memiliki nilai berita didalamnya dan memiliki impact bagi sebagian besar orang. Kategori Foto jurnalistik meliputi :Spot News, Feature, General News, Tokoh, Keseharian, Seni budaya dan Fashion, Alam dan Lingkungan, IPTEK, dan Olahraga. Sedangkan bidang-bidang yang ada dalam foto jurnalistik di antaranya adalah : War Correspondent ( Wartawan Perang ), Wartawan Foto Olah raga, Glamour dan Pin –Up Fotografi, Fashion Fotografer, wartawan Foto Majalah, General Interest.

14.Unsur Semiotik yang terkandung dari foto-foto itu seperti apa?

Rubrik fotografi MGI selalu memiliki tema. Salah satu contohnya pada edisi 4 ini mengangkat tema “Friendship”. Tema “Friendship” mengisyaratkan adanya hubungan baik dalam pertemanan dan ini merupakan bentuk dari semiotik yaitu adanya signifier (pemberi tanda), signified (yang diberi tanda), denotasi dan konotasi dari sebuah foto yang disajikan.


(5)

Menurut Roland Barthes semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek-objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.

Barthes melalui dua artikelnya yaitu “The Photographic Message” pada 1961 dan “Rethoric of the Image” juga pada 1961 menguraikan makna-makna konotatif yang terdapat dalam sejumlah foto dalam media massa dan iklan. Foto sebagai salah satu sarana yang sanggup menghadirkan pesan secara langsung (sebagai analogon atau denotasi) dapat meyakinkan seseorang (pembaca berita atau iklan) bahwa peristiwa tersebut sudah dilihat oleh seseorang, yakni fotografer. Akan tetapi, di balik peristiwa tersebut, ternyata foto juga mengandung pesan simbolik (coded-iconic message) yang menuntut pembacanya untuk menghubungkannya dengan “pengetahuan” yang telah dimiliki sebelumnya.

15.Bagaimana pemaknaan semiotik dari foto-foto yang ditampilkan? Pemaknaan semiotik dari foto-foto yang ditampilkan memang menuntut peran pembaca dalam melihatnya. Pada foto-foto tersebut kita bisa melakukan kajian dan analisa dari foto yang ditampilkan. Salah satu contoh pemaknaan foto pada edisi 4 ini adalah foto yang berjudul


(6)

“Bahagia Bersama”. Pada foto itu kita akan menemukan sebuah tanda dan penanda. Keceriaan anak-anak dalam tampilan foto itu bertolak belakang dari latar belakang mereka yang sedang berada di dekat kolong jembatan dimana ada bangunan non-permanent yang menjadi rumah tinggal mereka. Foto ini jelas memiliki pemaknaan semiotik dari sudut pandang pembaca. Kebahagiaan yang real bagi mereka adalah ketika bisa bermain bersama-sama meski pada kenyataannya mereka dihadapkan pada peliknya kehidupan.

Jadi menurut St. Sunardi (2004:166) dalam memandang sebuah foto, dibutuhkan sebuah pengalaman, tapi bukan sembarang pengalaman, melainkan pengalaman seseorang yang mempunyai kemampuan untuk membahasakan secara indah. Memandang foto merupakan ziarah menuju jati dirinya yang melewati tahap eksplorasi, animasi, dan afeksi. Pengalaman-pengalaman inilah yang menjadi ukuran Barthes untuk menilai kualitas foto, karena tidak setiap foto membuat kita terpaku pada satu titik.