Analisis Finansial Ternak Itik Petelur

Tabel 17. Biaya Operasional Ternak Itik Petelur dengan Sistem Tradisional di Kecamatan Ambarawa Keterangan Satuan Tahun Jumlah Unit ekor 1 2 3 Biaya Operasional Biaya Variabel Obat-obatan Rp 2.400.000 2.400.000 2.400.000 7.200.000 Pakan DOD Konsentrat Pur 5-11 Rpkg 400.000 0,00 0,00 400.000 Makan Peternak Rp 87.600.000 87.600.000 87.600.000 262.800.000 Tempat tinggal Rp 35.040.000 35.040.000 35.040.000 105.120.000 Transportasi Ambarawa-Kalianda Rp 600.000,00 600.000,00 600.000,00 1.800.000 Kalianda-Trimurjo Rp 550.000,00 550.000,00 550.000,00 1.650.000 Trimurjo-Ambarawa Rp 400.000,00 400.000,00 400.000,00 1.200.000 Ambarawa-Kalianda Rp 600.000,00 600.000,00 600.000,00 1.800.000 Kalianda - Lampung Timur Rp 500.000,00 500.000,00 500.000,00 1.500.000 Lampung Timur - Trimurjo Rp 600.000,00 600.000,00 600.000,00 1.800.000 Trimurjo - Ambarawa Rp 400.000,00 400.000,00 400.000,00 1.200.000 Total Biaya Variabel 129.090.000 128.690.000 128.690.000 386.470.000 Biaya Tetap Tenaga Kerja 10 orang RpHOK 144.000.000 144.000.000 144.000.000 432.000.000 Total Biaya Rp 273.090.000 272.690.000 272.690.000 818.470.000 Berdasarkan Tabel 17. biaya variabel yang terkecil yaitu untuk biaya pembelian obat-obatan. Biaya variabel terbesar dirasakan pada biaya tenaga kerja dan biaya makan peternak pada saat pengembalaannya.

d. Analisis Finansial Ternak Itik Petelur

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan dari suatu proses produksi, apakah proses produksi itu layak untuk diusahakan dan dapat memberikan keuntungan dan untuk mengetahui apakah usaha peternakan itik layak atau tidak layak untuk dikembangkan, maka perlu dilakukan analisis dari aspek finansial. Kriteria investasi yang digunakan yaitu Net BC, Gross BC, Pp, NVP, dan IRR. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga sebesar 16 yang merupakan tingkat suku bunga KUR BRI buat UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Perhitungan analisis finansial usaha peternakan itik petelur ini menggunakan umur ekonomis itik petelur yaitu selama 15 tahun. Perhitungan ini menggunakan tingkat suku bunga sebesar 16 tahun Hasil analisis finansial itik petelur dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19 Tabel 18. Analisis Finansial Ternak Itik Petelur di Kecamatan Gadingrejo Tabel 19. Analisis Finansial Ternak Itik Petelur di Kecamatan Ambarawa No Analisis Finansial Tingkat suku bunga 16 1 NPV Rp 474.646.371 2 IRR 277,35 3 Net BC 30,67 4 Gross BC 1,31 5 Payback Periode tahun 2,92 1. Analisis Net Present Value NPV NPV merupakan selisih antara penerimaan dan biaya saat ini, nilai positif menunjukkan untuk dan negatif berarti rugi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, besar penerimaan selama 15 tahun No Analisi Finansial Tingkat Suku Bunga 16 1 NPV Rp Rp 1.088.015.509 2 IRR 78,89 3 Net BC 5,20 4 Gross BC 1,49 5 Payback Periode tahun 3,08 adalah nilai NPV sebesar Rp 1.030.391.948 lampiran 9, dengan tingkat suku bunga sebesar 16 per tahun bernilai positif, sedangkan nilai NPV pada sistem tradisional adalah Rp 490.646.371 lampiran 21. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh usaha peternakan secara intensif dan tradisional lebih besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional ini menguntungkan dan layak untuk dilakuakan NPV 0. Tetapi walaupun sistem tradisional menguntungkan. Hasil yang diperoleh tidak lebih besar dari sistem intensif pada tingkat suku bunga yang sama 16. Hal ini dikarenakan penerimaan PV bt pada sistem tradisional lebih rendah diakibatkan pada tingginya tingkat kematian itik yaitu sebesar 20, sehingga keuntungan yang diperoleh pada sistem intensif lebih besar dibandingkan dengan keuntungan pada sistem tradisional. Hasil analisis NPV tersebut menunjukkan bahwa selisih antara nilai sekarang dari penerimaan yang diterima dan nilai sekarang biaya yang telah dikeluarkan untuk usaha ternak itik bernilai positif. Hal ini berarti nilai sekarang penerimaan di masa yang akan datang masih lebih besar dari nilai sekarang biaya yang dikeluarkan di masa yang akan datang. 2. Analisis Internal Rate of Return IRR Analisis Internal Rate Return IRR atau tingkat pengembalian internal adalah analisis untuk mencari tingkat suku bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang NPV sama dengan jumlah seluruh biaya usaha ternak itik. IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu usaha. Nilai IRR harus lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 16. Hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka nilai IRR yang didapatkan pada sistem intensif sebesar 78,89 dan pada sistem tradisional 277,35. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh NPV sama dengan nol NPV = 0. Nilai IRR pada sistem intensif dan tradisional lebih besar dari nilai tingkat suku bunga yang digunakan, yaitu sebesar 16 per tahun. Hal ini berarti dalam memanfaatkan modal untuk membuka usaha ternak itik, tetap memberikan keuntungan, jika dibandingkan dengan penyimpanan uang di bank yang saat ini hanya memiliki keuntungan sebesar 16. Nilai IRR pada sistem tradisional lebih tinggi dari nilai IRR sistem intensif, hal ini dikarenakan pendapatan pada sistem tradisional lebih tinggi dari biaya investasi yang dikeluarkan yaitu untuk pembelian bibit Rp 16.000.000, sehingga tidak adanya kewajiban untuk mengembalikan modal untuk pembelian peralatan usaha ternak itik. Lain hal dengan sistem intensif yang mempunyai kewajiban untuk mengembalikan modal untuk pembelian peralatan usaha ternak itik. 3. Analisis Net BenefitCost Ratio Net BC Analisis Net BC merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri dari present value total dari pada benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri dari present value total dari pada biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt – Ct bersifat negarif, yaitu biaya kotor lebih besar dari benefit kotor. Hasil perhitungan pada tingkat suku bunga 16 tahun yang telah dilakukan, maka didapat Net BC pada sistem intensif sebesar 5,20. Hal ini dapat diasumsikan berarti setiap 1000 rupiah yang ditanamkan untuk modal investasi akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5.200, sedangkan Net BC pada sistem tradisional sebesar 30,67. Hal ini dapat diasumsikan berarti setiap 1.000 rupiah yang ditanamkan untuk modal investasi akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 30.370. Berdasarkan analisis finansial dengan nilai Net BC rasio lebih besar dari satu Net BC 1, maka usaha peternakan itik secara intensif secara finansial menguntungkan. Pada sistem tradisional mendapatkan nilai Net BC yang lebih besar dibandingkan dengan sisten intensif. Hal ini dikarenakan pada sistem tradisional nilai negatif yang dihasilkan hanya dari nilai investasi pembelian bibit Rp 16.000.000, sedangkan pada sistem intensif nilai negatif yang dihasilkan diperoleh dari investasi kandang Rp 147.413.628. Menurut Kadariah, Apabila salah satu nilai Bt –Ct tidak terdapat nilai negatifnya, maka Net BC seperti IRR juga adalah tidak terhingga. Dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya nilai Net BC ditentukan oleh biaya yang dikeluarkan untuk investasi. 4. Analisis Gross BC Ratio Analisis Gross BC adalah analisis yang membandingkan antara penerimaan dengan biaya yang masing-masing nilainya telah di present value kan. Pada tingkat suku bunga 16 , diperoleh Gross BC pada sistem intensif sebesar 1,49, sedangankan nilai Gross BC pada sistem tradisional sebesar 1,31. Hal ini berarti usaha peternakan itik petelur di Kecamatan Gadingrejo dan Ambarawa menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, karena nilai Gross BC 1. Dari hasil perhitungan sistem intensif dapat diartikan bahwa setiap Rp 1.000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan usaha ternak itik petelur sebesar Rp 1.490, sedangkan pada sistem tradisional dapat diartikan setiap Rp 1.000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan usaha ternak itik petelur sebesar Rp 1.310 5. Payback Periode Payback Period merupakan mengukur jangka waktu pengembalian seluruh modal investasi yang telah ditanamkan pada suatu usaha, dengan asumsi jika masa pengembalian lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut layak untuk dikembangkan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka payback periode pada sistem intensif yang didapat sebesar 3,08 tahun pada tingkat suku bunga 16 tahun, sedangkan pada sistem tradisional payback periode yang didapat sebesar 2,92. Hal ini menunjukkan masa pengembalian investasi pada usaha ternak itik secara intensif lebih lama dibandingkan dengan sistem tradisional. Hal ini dikarenakan pada sistem tradisional tidak menggunakan biaya investasi yang besar, yaitu hanya pada saat pembelian bibit itik, sedangkan pada sistem intensif ada waktu untuk pengembalian biaya investasi. Tetapi dalam perhitungan ini dapat dilihat bahwa masa pengembalian modal investasi lebih pendek dari umur ekonomis usaha yaitu 15 tahun. C. Analisis Titik Impas Break Event Point Analisis titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa besar volume produksi dan penetapan harga jual terendah agar usaha ternak itik tidak mengalami kerugian, tetapi dalam posisi tidak memperoleh laba impas. Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui penjualan atau produksi itik pada posisi titik impas dalam satuan rupiah. Analisis BEP usaha ternak itik dengan sistem intensif menunjukkan produksi dan harga minimal yang harus dicapai agar usaha itik berada pada titik impas adalah BEP harga = Rp 746,50 BEP Produksi = 4.583.070 butir telur Analisis BEP menunjukkan produksi dan harga minimal yang harus dicapai agar usaha ternak itik petelur berada pada titik impas adalah 4.583.070 butir telur dan harga jual Rp. 746,50butir, sedangkan Analisis BEP usaha ternak itik secara tradisional menunjukkan produksi dan harga minimal yang harus dicapai agar usaha itik berada pada titik impas adalah BEP harga = Rp 933,97 BEP Produksi = 3.423.625 butir telur Analisis BEP menunjukkan produksi dan harga minimal yang harus dicapai agar usaha ternak itik petelur berada pada titik impas adalah 3.423.625 butir telur dan harga jual Rp. 933,97butir.

D. Analisis Sensitivitas