Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dengan hanya menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat diantara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangatberguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara.

2.6 Penelitian Terdahulu

2.6.1 Penelitian mengenai Alas kaki

Khair 2000 melakukan penelitian mengenai analisis daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Analisis yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantage RCA, dari analisis dengan menggunakan metode ini dapat diketahui bahwa kekuatan daya saing produk alas kaki Indonesia semakin melemah, ini ditandai dengan nilai RCA yang semakin menurun.

2.6.2 Penelitian Mengenai Daya saing.

Ingco 2003 melakukan penelitian mengenai Kinerja ekspor Bangladesh di pasar Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Metode analisis yang digunakan yakni Costant Market Share dimana hasil analisis menunjukkan bahwa total pangsa pasar di ketiga negara tersebut lebih dipengaruhi oleh kurangnya daya saing dalam mengadaptasi permintaan dari mitra dagang. Namun selama putaran Uruguay peningkatan impor komoditas tersebut di pasar Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada prospek pasar ekspor Bangladesh, meskipun permintaannya berfluktuasi. Widodo 2000 melakukan penelitian mengenai analisis daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan Constant Market Share dimana hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki spesialisasi ekspor untuk komoditas kakao biji, kakao pasta dan kakao butter, dengan daya saing yang kuat, komoditas kakao bubuk berada pada tahap mengimpor kembali dengan daya saing rendah, sedangkan komoditas cokelat dan produk cokelat berada pada perluasan ekspor dengan daya siang yang kuat. Mardianto 2004 melakukan penelitian mengenai analisis komparasi daya saing produk ekspor pertanian antar negara Asean dalam era perdagangan bebas AFTA. Penelitian tersebut menggunakan metode constant market share, dimana hasil dari analisis yaitu pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Philiphina dan dunia. Selanjutnya komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999, distribusi pasar ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor Indonesia pada periode 1997- 1999 paling kuat di antara negara- negara ASEAN tetapi melemah pada periode 1999-2001 dan kalah dari Filipina dan Thailand. Wawan dan Puji 2003 melakukan analisis mengenai ekspor manufaktur Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah constant market share analysis, hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi produk merupakan masalah utama dalam ekspor manufaktur Indonesia. Ekspor manufaktur cenderung terkonsentrasi pada produk- produk yang permintaannya relatif rendah di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa produk-produk pada kode SITC 6 dan SITC 8 lebih dari 50 persen ekspor manufaktur Indonesia memiliki pertumbuhan ekspor dunia yang lebih rendah dibandingkan produk lainnya. Ekspor manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi pada pasar tertentu seperti Jepang, Amerika Serikat, ASEAN dan Cina. Pasar tersebut menyerap lebih dari 60 persen dari total ekspor manufaktur Indonesia, secara tidak langsung pasar-pasar tersebut memberikan dampak yang cukup kuat terhadap kinerja ekspor manufaktur Indonesia. Ahmad 2007 melakukan penelitian mengenai ekspor tekstil dan produk tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing tekstil dan produk tekstil TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina. Hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Namun, untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah.

2.7 Kerangka Pemikiran