2.3 Teori yang Digunakan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan
suatu masalah yang dihadapinya. Teori yang digunakan untuk membimbing dan
memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Di samping
itu, dengan adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam menganalisis pantun pada upacara perkawinan penulis menggunakan beberapa teori yaitu teori struktural dan teori estetika
2.3.1 Teori Struktural
Strukturalisme sebenarnya merupakan paham filsafat yang memandang dunia sebagai realitas berstruktur. Menurut Junus Endraswara, 2001: 49 strukturalisme memang
sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karya sastra dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk from dan menekankan pada otonomi penelitian sastra.
Menurut Pradopo 1999: 188 menyatakan, analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktural sejak itu saling berhubungan sangat erat, saling
menentukan artinya. Dalam penelitian struktural, penekanan pada relasi antara unsur pembangun teks
sastra. Unsur teks secara sendiri-sendiri tidak penting. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu
Universitas Sumatera Utara
menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. Endraswara, 2001: 5.
Pada prinsipnya analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
anasir dan aspek karya sastra yang ersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Hazwani, 2009: 6. Pendekatan struktural hadir karena bertolak dariasumsi dasar yakni
bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sediri, terlepas dari hal-hal lain yang berada diluar dirinya.
Sebagai sebuah model penelitian, strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu digunakan bagi peneliti struktur, yaitu melalui struktural
karya sastra seakan-akan diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.
Menurut Hawkes Pradopo, 1999: 119 strukturalisme mengandung tiga hal pokok yaitu:
a. Struktur itu keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya
tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. b.
Struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur transformasional, dalam arti
bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu c.
Struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur
transformasinya. Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama
berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut di atas. Menurut pikiran strukturalisme, dunia karya sastra merupakan dunia yang diciptakan
pengarang lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Leh karena tu, kodrat tiap unsur dalam struktur it tidak mempunyai makna dengan sendirinya,
maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu.
Analisis struktur karya sastra dalam hal ini, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi unsur intrinsic pantun yang
meliputi struktur fisik dan struktur batin.
Universitas Sumatera Utara
Struktur fisik meliputin: 1.
Diksi pemilihan kata Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan
maknanya, komposisi bunyi dalam rima, dan irama, kedudukan kata-kata itu ditengah knteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam puisi itu.
Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya. Karena pemilihan kata-kata
mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-ata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun
maknanya idak berbeda, bahkan, sekalipun unsur bunyinya hampir mirip dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti. Jika kata itu diganti
akan mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam kontruksi keseluruhan puisi itu. Pilihan kata akan mempengaruhi ketepatan dan keseluruhan bunyi.
2. Imaji
Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang konkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji visual benda yang nampak, imaji auditif
baris atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara, dan imaji taktil sesuatu yang dapat kita rasakan, raba atah sentuh. Ketiganya digambarkan atas bayangan
konkret apa yang dapat kita hayati secara nyata.
3. Kata kongkret
Untuk membangkitkan imaji daya bayang pembaca, maka kata-kata harus perkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang
menyeluruh. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab erjadinya
pengimajian itu. Dengan kata diperkonkretkan, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.
4. Gaya bahasa
Gaya bahasa ialah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah. Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat dan
memberikan gerak pada kalimat. Gaya bahasa itu untuk menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan kepada pembaca.
Struktur batin meliputin: 1.
Tema Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair, pokok pikiran
atau pokok persoalan itu begitu kuat dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengungkapan.
Dengan latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi akan memberi tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema akan memberikan
bersifat lugas tidak dibuat-buat, obyektif bagi semua penafsir dan khusus penyair. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-
konsepnya yang terimajinasikan.
2. Nada
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atauu bersikap
lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut juga nada puisi. Seringkali puisi bernada santai karena penyair bersikap
santai kepada pembaca.
3. Rasa
Universitas Sumatera Utara
Dalam meciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair satu
dengan perasaan yang berbeda dengan penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula.
4. Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang
mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.
2.3.2 Teori Estetika