2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan
pemerintah dalam menentukan model jaminan sosial.
5. Manfaat Penelitian
Layaknya penelitian ilmiah tentunya penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat baik bagi penulis maupun orang lain yang membaca
laporan penelitian ini. Berikut adalah manfaat yang ingin dicapai dalam penlitian ini :
1. Secara akademis, penelitian ini untuk memperkaya penelitan ilmiah
dibidang sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia dan di beberapa negara lainnya.
2. Bagi penulis sendiri penelitian ini untuk mengembangkan kemampuan
dalam menulis karya ilmiah khususnya dalam bidang jaminan sosial dan mengasah kemampuan penulis untuk menganalisis kepentingan
politik suatu kebijakan.
6. Kerangka Dasar Pemikiran
Kerangka dasar pemikiran didalam penulisan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan. Teori menjadi landasan berpikir yang akan mempermudah
penulis menggambarkan apa yang sedang diteliti. Teori bisa berupa rangkaian asumsi, konsep, kontruksi, defenisi, dan proporsi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Menurut Kerlinger, teori adalah sebuat konsep atau Construct yang
berhubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomenat.
12
6.1. Teori Negara
Penggunaan teori menjadi penting dalam mengamati suatu masalah atau fenomena yang
terjadi agar supaya pemaparan suatu permasalahan tersebut lebih sistematis. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ada dua pembedaan fungsi dan tujuan negara, yakni fungsi dan tujuan negara klasik dan fungsi dan tujuan negara modern. Fungsi dan tujuan negara
klasik ialah hanya memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, negara hanya merupakan negara penjaga malam nacht wakerstaat. Sedangkan fungsi
dan tujuan negara yang modern adalah di samping berfungsi pemeliharaan ketertiban dan keamanan, negara juga berfungsi dan bertujuan untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi seluruh warganya dalam arti seluas- luasnya, jasmaniah, rohaniah, di lapangan ekonomi, sosial, kultural, dan lain-
lain.
13
Proses terbentuknya negara klasik diasumsikan lahir karena sifat dasar manusia itu terkesan egois, sedangkan sifat keramahan, cinta, simpati kebaikan,
semangat kerja sama dan berkorban tidaklah terdapat dalam unsur-unsur utama dari sifat dasar. Pada Dasarnya kelakuan manusia itu ditentukan oleh nafsu untuk
mendapat kesenangan dan menjauhi kesakitan. Manusia maju beraktifitas tidak didasari oleh intelektual atau pertimbangan akal yang sehat, akan tetapi didasari
12
M. Arif Nasution, Metode Penelitian, Medan: FISIP USU Press, 2008, hal. 76.
13
J. Barent, Ilmu Politik , terjemahan dari De Wetenschap Der Politiek, Jakarta: PT. Pembangunan, 1965, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
oleh nafsu yang besar.
14
Berbeda halnya dengan Negara modern mengacu kepada teori kontrak yang banyak dipengaruhi oleh kaum Ulitarianisme seperti John Locke dan
Rosseau. Dalam teori kontrak sosial disebutkan bahwa setiap warga membuat ‘persekutuan’ untuk melahirkan sebuah negara. Persekutuan adalah ketika orang
menyerahkan kebebasannya untuk bergabung dalam suatu badan politik. Ini berarti bahwa kebebasan yang telah diserahkan akan dipertahankan dan
dilindungi oleh negara. Negara tidak akan pernah bisa memiliki hak untuk menghancurkan, memperbudak atau secara sengaja memiskinkan warganya. Jika
itu yang terjadi, maka warga negara berhak melakukan revolusi, menghancurkan persekutuan tersebut dan melakukan negosiasi ulang.
Karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasratnya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi
adalah benturan power antarsesama manusia, itu sebabnya negara diperlukan untuk membatasi sifat dasar manusia itu dan bertidak demi memelihara ketertiban
dan keamanan masyarakat melalui hukum.
15
Karena itu, proses pembangunan sebagai sebuah upaya untuk memperbaiki kualitas hidup warga harus senantiasa di orientasikan pada
penghormatan atas hak-hak dasar kemanusiaan. John Locke dapat dianggap sebagai pemikir pertama yang mengedepankan prinsip bahwa dalam merumuskan
berbagai kebijakan, pemerintah harus melalui persetujuan rakyat dan komitmen negara haruslah dalam rangka melindungi kebebasan. “Manusia pada hakekatnya
14
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Dikutip dari Thomas Hobbes, Leviathan, 1651.
15
S.P. Varma, Teori Politik Modern, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001, hal. 142-143. Dikutip dari Rosseau, Confessions, 2000
Universitas Sumatera Utara
bebas, sama, dan independen. Tak seorang pun dapat dikeluarkan dari keadaan ini dan tunduk kepada kekuasaan politik dari orang lain tanpa persetujuannya.
Satu-satunya cara, seseorang menyerahkan kebebasan alamiahnya dalam persekutuan masyarakatwarga negara adalah bersepakat dengan orang lain untuk
bergabung dan bersatu dalam suatu komunitas.
16
6.1.1. Negara Kesejahteraan Welfare State
Tujuannya, demi penghidupan yang nyaman, aman, dan berdamai satu dengan yang lainnya dalam suasana yang
aman atas harta miliknya.
Di era globalisasi pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Namun, pembangunan ekonomi yang
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Pengalaman negara
maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, ia
selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Untuk itu diperlukan sistem redistribusi pendapatan dan sistem jaringan
pengaman sosial yang dikenal dalam konsep negara kesejahteraan “The welfare state is an attempt to break away from the stigma of
the Poor Law. It was not designed for the poor; it was supposed to offer social protection for everyone, to prevent people from
becoming poor.”
17
Dengan kata lain, dalam mengatasi kemiskinan, sistem negara kesejahteraan tidak hanya berupaya memberi bantuan pada orang miskin.
16
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 39. Dikutip dari John Locke, Second Treatise of Government: Of the Beginning of Political Society, 1690
17
Hotbonar Sinaga, Membangun Jaminan Sosial Menuju Negara Kesejahteraan, Jakarta : CV Java Madia Network, 2009, hal. 6. Dikutip dari Paul Spicker, Poverty and the Welfare State, Dispelling the Myths,
London; Catalyst, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Melainkan memberikan perlindungan sosial bagi semua orang agar terhindar dari kemiskinan. Nilai penting yang dibawa Negara kesejahteraan adalah mereduksi
jurang pemisah antara kaum kaya dan kaum miskin dengan cara mendistribusikan uang dari si kaya kepada si miskin. Distribusi kesejahteraan yang diatur oleh
Negara ini bergantung pada bagaimana Negara tersebut memaknai welfare state. Didalam perkembangannya jaminan sosial di berbagai negara memang selalu
berubah-ubah, namun paling tidak bisa dibedakan menjadi empat model kesejahteraan:
18
1. Model minimal
Model ini umumnya diterapkan di negara-negara berkembang karena keterbatasan pemerintah dalam pendanaan. Model ini ditandai oleh
pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis,
parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar premi.
2. Model Residual
Model ini menjamin pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung
disadvantaged groups, seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Model ini mirip model
universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang
dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih
18
Hotbonar Sinaga, Ibid., hal. 13-15. Dikutip dari John D. Stephens Development and Crisis of the Welfare State: Parties and Policies in Global Market, USA: University of Chicago Press, 2001
Universitas Sumatera Utara
kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien.
3. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States
Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan
sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja buruh. Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan
terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model ini sering disebut
sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman.
4. Model universal
Pengertian ini biasanya merujuk kepada istilah kesejahteraan sosial social welfare sebagai kondisi terpenuhinya standar minimum
kebutuhan material dan non-material. Pada model ini pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik
kaya maupun miskin. Perkembangan ekonomi global memiliki implikasi terhadap kesejahteraan
negara. Namun itu berarti batas dan kekuatan negara-bangsa semakin memudar, memencar kepada lokalitas, organisasi-organisasi independen, masyarakat
madani, badan-badan supra-nasional seperti NAFTA atau Uni Eropa, dan perusahaan-perusahaan multinasional. Mishra menyatakan bahwa globalisasi
telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter
Universitas Sumatera Utara
Internasional IMF menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran
pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.
19
Hal tersebut menjelaskan fenomena perubahan sistem jaminan sosial diberbagai negara-negara maju dimana pengeluaran negara yang semakin tinggi
dalam memberikan jaminan sosial berakibat perubahan mekanisme jaminan sosial yang melibatkan masyarakat dan pihak swasta. Tak terkecuali Indonesia
yang meskipun konstitusi mengamanahkan bahwa jaminan merupakan hak setiap warga negaranya namun bila demikian dipastikan APBN tidak akan mampu
menanggung beban tersebut sehingga pendekatan asuransi sosial atau compulsory social insurance, dipilih sebagai mekanisme SJSN.
20
6.2. Perlindungan Sosial social protection.
Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan
politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.
Asian Development Bank ADB menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang
19
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi negara kesejahteraan: Peran Negara dalam Produksi dan Alokasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta: LP3ES, 2006, hal. 31. Dikutip dari Mishra Ramesh 2000,
Globalization and the Welfare State. USA: Edward Elgar Publishing, 1999
20
Pendekatan tersebut mengatur sistem jaminan sosial melalui asuransi yang dibiayai dari kontribusi premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Sedangkan bagi warga miskin kewajiban
membayar iuran tersebut dibayarkan oleh pemerintah. Pendekatan ini mirip dengan model korporasi atau work merrit system yang diterapkan di Jerman, tak heran bila mengingat SJSN sendiri merupakan hasil
kerjasama dengan German Technical Cooperation.
Universitas Sumatera Utara
untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan
kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan
sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko risk reduction.
21
Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial social safety net dan jaminan
sosial social security seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia
internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 lima elemen,
22
Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection Strategy”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial
tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai
yaitu: i pasar tenaga kerja labor markets; ii asuransi sosial social insurance; iii bantuan sosial social assitance; iv
skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan v perlindungan anak child protection.
23
21
Alex Arifianto, Loc Cit., hal. 41. Dikutip dari Asian Development Bank, Social Safety Net
22
Alex Arifianto, Ibid., hal. 44.
23
Alex Arifianto, Ibid., hal. 51. Dikutip dari World Bank, World Bank Social Protection Strategy.
: i jejaring pengaman dan ‘spring board’; ii investasi pada sumberdaya manusia; iii upaya menanggulangi pemisahan sosial; iv berfokus
pada penyebab, bukan pada gejala; dan v mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya. Menanggapi konsep ADB dan Bank Dunia, menyejajarkan
Universitas Sumatera Utara
perlindungan sosial dengan jejaring pengaman bisa berarti menyempitkan makna perlindungan sosial itu sendiri.
Demikian pula halnya dengan ILO dalam “Social Security and Coverage for All”, perlindungan sosial merupakan konsep yang luas yang juga
mencerminkan perubahan-perubahan ekonomi dan sosial pada tingkat internasional. Konsep ini termasuk jaminan sosial social security dan skema-
skema swasta. Lebih jauh, dijelaskan bahwa sistem perlindungan sosial bisa dibedakan dalam 3 tiga lapis tier
24
Interpretasi yang agak berbeda diberikan oleh Hans Gsager. Gsager berpendapat bahwa sistem-sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk
mendukung penanggulangan situasi darurat ataupun kemungkinan terjadinya keadaan darurat.
: Lapis tier Pertama merupakan jejaring pengaman sosial yang didanai penuh oleh pemerintah; Lapis Kedua merupakan
skema asuransi sosial yang didanai dari kontribusi pemberi kerja employer dan pekerja; dan Lapis Ketiga merupakan provisi suplementari yang dikelola penuh
oleh swasta. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa definisi tersebut berdasarkan kontributor dana dalam tiap skema.
25
24
Organisasi Perburuhan Internasional ILO, Op. Cit.
25
Bambang Purwoko, Loc. Cit., hal. 41. Dikutip dari Hans Gsänger, Mainstreaming Poverty Reduction in German Development Co-operation, Berlin: German Development Institute, 1998
Dia memilah-milah jenis-jenis perlindungan sosial berdasarkan pelaksana pelayanan, yaitu pemerintah, pemerintah bersama-sama
dengan lembaga non pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan kelompok masyarakat. Sedangkan menurut Barrientos dan Shepherd, perlindungan sosial
secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial,
Universitas Sumatera Utara
lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial.
26
PBB dalam “United Nations General Assembly on Social Protection”, Saat
ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, resiko dan
kemiskinan yang sudah melebihi batas.
27
26
Bambang Purwoko, Ibid. Dikutip dari Armando Barrientos, Social protection for the poor and poorest: concepts, policies and politics, Basings Stoke: Palgrave Macmillan, 2008
27
Penjelasan UU RI No. 402004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pustaka Yustisia, 2004, hal.9. Mengutip definisi perlindungan sosial yang digunakan oleh PBB, United Nations General Assembly on
Social Protection.
yaitu sebagai kumpulan kebijakan dan program pemerintah dan swasta yang dibuat dalam rangka menghadapi berbagai hal yang menyebabkan hilangnya
ataupun berkurangnya secara substansial pendapatangaji yang diterima; memberikan bantuan bagi keluarga dan anak serta memberikan layanan
kesehatan dan permukiman. Secara lebih detail dijelaskan bahwa perlindungan sosial memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak
dasar manusia, termasuk akses pada pendapatan, kehidupan, pekerjaan, kesehatan dan pendidikan, gizi dan tempat tinggal. Selain itu, perlindungan sosial juga
dimaksudkan sebagai cara untuk menanggulangi kemiskinan dan kerentanan absolut yang dihadapi oleh penduduk yang sangat miskin. Dengan demikian,
perlindungan sosial menurut PBB dapat dibagi menjadi dua sub-kategori yaitu bantuan sosial social assistance dan asuransi sosial social insurance. Bantuan
sosial merupakan penyaluran sumberdaya kepada kelompok yang mengalami kesulitan sumber daya; sedangkan asuransi sosial adalah bentuk jaminan sosial
dengan pendanaan yang menggunakan prinsip-prinsip asuransi. Definisi inilah yang kemudian diadopsi dalam penyusunan konsep SJSN yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pendekatan asuransi yang dibiayai oleh pengusaha maupun pekerja di sektor formal maupun informal dan pembiayaan oleh pemerintah bagi warga miskin.
6.2.1. Jaminan Sosial Social Security.
Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial social security. ILO menyebutkan bahwa jaminan
sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan
keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian.
28
Dalam World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995 dikatakan bahwa sistem jaminan sosial merupakan komponen esensial dari
perluasan pembangunan sosial dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan
sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan
program komplimenter lainnya.
29
Von Hauff menambahkan selain untuk penanggulangan kemiskinan, jaminan sosial juga berfungsi sebagai perlindungan bagi individual dalam
Lebih rinci, deklarasi summit tersebut antara lain mencanangkan: “to develop and implement policies which ensure that all persons
enjoy adequate economic and social protection in the event of unemployment, sickness, during motherhood and child-rearing, in
the event of widowhood, disability and in old age.”
28
Organisasi Perburuhan Internasional ILO, Loc cit., hal. 21.
29
Bambang Purwoko, Loc. Cit., hal. 52. Dikutip dari World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995
Universitas Sumatera Utara
menghadapi kondisi kehidupan yang semakin memburuk yang tidak dapat ditanggulangi oleh mereka sendiri.
30
Barrietos dan Shepherd menjelaskan bahwa jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial. Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan
hal-hal yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat ‘statutory schemes’.
31
6.3. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Adapun bentuk jaminan sosial yang sudah diselenggarakan adalah asuransi sosial yang mencakup asuransi kesehatan PT Askes dan PT Asabri,
asuransi kesejahteraan sosial Askesos, tabungan pensiun Taspen, jaminan sosial tenaga kerja Jamsostek; kebijakan ketenagakerjaan seperti cuti hamil, cuti
haid, tunjangan sakitkecelakaan yang dibayarkan oleh perusahaan, dan sebagainya.
Salah satu keajiban negara adalah memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya dan jaminan sosial merupakan salah satu bentuk
perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Hal tesebut
tertuang di dalam deklarasi PBB tahun 1948 tentang HAM, dan Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi kovenan tersebut. Tidak hanya itu,
Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang
30
Bambang Purwoko, Loc. Cit. Dikutip dari Michael von Hauff, The Relevance of Social Security for Economic Development, 1997
31
Bambang Purwoko, Ibid., Dikutip dari Barrietos, Civil Service Systems in Comparative Perspective Series, 1995
Universitas Sumatera Utara
mengatur lebih rinci mengenai kewajiban negara memberikan jaminan sosial kepada pengangguran, cacat, janda dan jaminan hari tua.
Di Indonesia, ratifikasi terhadap kedua kovenan tersebut membawa dampak pada UUD Tahun 1945 hingga di tahun 2001 perihal mengenai jaminan
tersebut diamanatkan dalam amandemen kedua, Pasal 5 ayat 1, Pasal 20, Pasal 28H ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, serta pasal 34 ayat 1 dan ayat 2.
Berdasarkan perubahan tersebut MPR menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional TAP MPR RI No. XMPR2001.
Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional Pokja SJSN Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI
Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001, dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik NA SJSN dan konsep Rancangan Undang-
Undang RUU SJSN. Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN
dengan bentuk penugasan yang sama. Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan
RUU SJSN. NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan sosial, yang dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya,
pembahasan informal dengan DPR RI, sosialisasi, dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 delapan
kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004. NA SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya
dituangkan dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN, 9 Februari 2003, terdiri dari 11 sebelas bab dan 42 empat
Universitas Sumatera Utara
puluh dua pasal, hingga konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 dua belas bab dan 74 tujuh puluh empat pasal, yang diserahkan oleh Tim
SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52 lima puluh dua kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang
terdiri dari 12 dua belas bab dan 80 delapan puluh pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.
Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 tiga kali
perubahan. Sehingga dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan
sebanyak 56 lima puluh enam kali. UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19
Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53 lima puluh tiga pasal.
Universitas Sumatera Utara
Dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN tersebut, mensyaratkan seluruh rakyat, terlepas apakah ia pegawai negeri, pegawai swasta, atau
pekerja mandiri seperti petani, nelayan, dan pedagang, harus mendapat jaminan sosial yang sama, yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tatacara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.
Kebutuhan dasar hidup yang layak yang dimaksud oleh UU SJSN adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. UU SJSN mensyaratkan Jaminan Sosial diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi sosial yaitu suatu
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa
peserta danatau anggota keluarganya.
Azas, Tujuan dan Prinsip Penyelenggaraan
Universitas Sumatera Utara
Sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional
menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin
kelangsungan program dan hak peserta. Program jaminan sosial diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial, dan atau tabungan wajib yang bertujuan untuk menyediakan jaminan sosial bagi seluruh penduduk, guna
memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Sistem Jaminan Sosial juga dirancang untuk mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan
sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara yang telah ada yakni PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, PT Asabri agar dapat memberikan manfaat
yang lebih besar bagi seluruh peserta. Penyesuaian dijadwalkan terlaksana maksimal 5 lima tahun sejak diterbitkannya UU SJSN.
7. Metodologi Penelitian
7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah merupakan penelitian kualitatif, penekanan pada deskriptif dan analisis. Metode ini dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikit pun mungkin belum diketahui. Metode ini memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit
Universitas Sumatera Utara
diungkap oleh metode kuantitatif. Disamping itu, metode ini dapat dipergunakan untuk menyelidiki konsep atau ide-ide.
32
7.2. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif, artinya peneilitian ini menganalisis masalah dengan melakukan pengumpulan data dan
melalui studi pustaka Library Research dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa baik cetak maupun elektronik serta
data-data lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.
7.3. Teknik Analisa Data
Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan penulis dalam menganalisis berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Data-
data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian disusun sehingga diharapkan mampu memberikan keterangan terhadap masalah-masalah aktual yang dihadapi.
Dalam penelitian kualitatif penulis tidak mencari kebenaran moralitas tetapi lebih kepada upaya pemahaman dari situasi yang dihadapi.
8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci dan untuk mempermudah pemahaman dari isi skripsi ini, maka penulis membagi penelitian
ini menjadi empat bagian bab. Untuk itu disusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
32
Ansem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Bab ini membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesa,
teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan
BAB II :
PENYAJIAN DATA
Bab ini akan menggambarkan berbagai bentuk perlindungan sosial yang ada di Indonesia sebelum Undang-Undang No.40 tahun 2004 serta
perubahan sistem jaminan sosial yang terjadi setelah UU SJSN diterbitkan
BAB III :
ANALISIS DATA
Bab ini membahas tentang reformasi sistem jaminan sosial di berbagai negara yang menjadi dasar bagi pemerintah dalam menetukan model
Jaminan Sosial di Indonesia serta pertimbangan-pertimbangan lainnya yang mempunyai pengaruh.
BAB IV : PENUTUP
Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dari keseluruhan penelitian serta temuan-temuan didalam penyusunan skripsi ini dan diakhiri dengan saran
atau rekomendasi dari penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENYAJIAN DATA
Salah satu kewajiban negara adalah memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya. Hal ini dikarenakan situasi yang tidak selalu bisa diprediksi di
dalam masyarakat, baik yang dikarenakan oleh bencana alam, krisis maupun penyakit dan masyarakat mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam
menghadapi situasi demikian. Oleh karena itu negara berkewajiban untuk tanggap dan memberikan perlindungan sosial agar masyarakat dapat bangkit dan
keluar dari situasi tersebut, maka wajar bila di hampir seluruh negara-negara yang menganut sistem negara kesejahteraan welfare state, kesadaran untuk
memberikan perlindungan sosial justru muncul ketika sebagian besar warga negara tersebut berada pada kondisi yang buruk.
Pada dasarnya bentuk dan mekanisme jaminan sosial di berbagai negara berbeda-beda karena adanya penyesuaian dengan kondisi sosial dan politik di
negaranya masing-masing. Seperti di Swedia, Norwegia, Denmark maupun Finlandia, jaminan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh
penduduknya, baik kaya maupun miskin dan negara sebagai pembayar tunggal sole payer berbeda dengan Jerman dan Austria yang memberikan jaminan
sosial dengan melibatkan dunia usaha. Berbeda pula halnya AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru yang memberikan jaminan sosial terutama kepada
kelompok-kelompok yang kurang beruntung disadvantaged groups. Demikian pula halnya dengan Indonesia, hingga saat ini reformasi sistem
jaminan sosial melalui undang-undang SJSN belum juga terlaksana. Jaminan
Universitas Sumatera Utara
sosial yang berlaku di Indonesia sebagian besar masih produk orde baru yang menganut model minimal, dimana program kesejahteraan dan jaminan sosial
diberikan secara sporadis, parsial, minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar
premi. Meskipun sejak keruntuhan Orde baru ada beberapa program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan sosial, namun itu
hanya bersifat sementara dan tidak memiliki payung Undang-Undang.
1. BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA