kebijakan sosial, seperti yang berusaha ditunjukkan oleh pemerintah, melainkan suatu sikap tertentu dari pendekatan apa yang digunakan.
1.1. PENDEKATAN TEORITIS
Setiap upaya pengelompokan teori-teori sosial memang akan menyederhanakan gambaran dan cenderung lebih menekankan kesatuan daripada
keanekaragaman pendekatan di antara berbagai teori yang terlibat. Tetapi dilain pihak, pengelompokan tersebut membawa beberapa keuntungan berupa
tersorotinya persamaan dan perbedaan-perbedaan yang hakiki antara teori-teori sosial tersebut beserta implikasi-implikasinya.
1.1.a. Pendekatan Fungsional
Dalam pendekatan semacam ini masyarakat dianggap mempunyai suatu fungsi, dalam pengertian bahwa bagian itu membantu kelancaran sistem tersebut.
Karenanya, apabila suatu bagian masyarakat tidak sejalan dengan bagian-bagian lainnya, maka muncul desakan ke arah pengintegrasian kembali atau persekutuan
kembali bagian tersebut dengan bagian-bagian lain yang berkaitan. Menurut teori ini, individu-individu dalam masyarakat mempunyai nilai dasar yang sama
sehingga memiliki kesepakatan tentang cara berperilaku dalam masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Kesepakatan umum terhadap pola-
pola perilaku tersebut akan menghasilkan suatu masyarakat yang stabil, terintegrasi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Begitu pula pandangannya terhadap negara dan kekuasaan, teori ini melihat bahwa kekuasaan itu diberikan oleh masyarakat awam kepada
Universitas Sumatera Utara
pemerintah untuk memenuhi tujuan-tujuan kolektif. Dengan demikian tidak ada satupun kelompok dalam masyarakat yang mendominasi dan yang kepentingan-
kepentingan serta ideologinya mendominasi keputusan-keputusan penting pemerintah. Bahwa para pengusaha, serikat buruh, para politikus, konsumen,
petani dan kelompok-kelompok lainnya, kesemuanya mempunyai dampak pada hasil-hasil keputusan politik. Bahwa tidak ada satupun diantara kelompok-
kelompok ini yang bersifat homogen untuk semua tujuan, masing-masing sangat berpengaruh terhadap beberapa kelompok tetapi lemah terhadap kelompok-
kelompok lainnya. Singkatnya, negara dilihat sebagai kekuatan penengah yang kuat dan tidak memihak.
Jelaslah bahwa suatu pendekatan yang menekankan stabilitas, ketertiban dan keseimbangan serta hubungan fungsional antara berbagai bagian dari sistem
sosial, yaitu mengenai pembagian kekuasaan dalam masyarakat dan pengertian negara yang tidak memihak, akan cenderung memandang permasalahan dengan
cara yang bersifat nonideologis dan nonpolitis melainkan sebagai masalah penyimpangan dalam masyarakat. Pandangan semacam ini telah menguasai isu
seputar konsep negara kesejahteraan di Indonesia. Banyak masalah sosial dilihat sebagai masalah yang mempunyai sedikit hubungan dengan ketimpangan
ekonomi dan politik oleh karena itu pemecahannya tidak dilihat dalam konteks penentangan langsung terhadap kepentingan ekonomi yang sudah tertanam dalam
masyarakat. Melalui pendekatan ini, kebijakan sosial dilihat dalam pengertian yang
mekanis, sebagai pelengkap fungsional industrialisasi yang menguntungkan semua pihak. Kebijakan sosial dilihat sebagai kebijakan untuk membantu
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial, ekonomi dan kesempatan kerja bagi sistem itu. Sebagai contoh misalnya, pendidikan diterapkan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja industri yang sedang berkembang dan pembenaran terhadap penyelenggaraan kesehatan oleh negara menjadi keharusan dalam
masyarakat industri karena warga yang sehat merupakan sumber daya yang langka dan berharga.
Melalui pendekatan fungsional bisa dipahami bila pemerintah seringkali meniadakan konflik sebagai dasar pembentukan kebijakan sosial melainkan
karena memang diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas serta integrasi sistem sosial, karena tidak ada kelompok yang dominan dalam
masyarakat dan pemerintah merupakan perwujudan dari kesepakatan bersama. Itu sebabnya bila pada bab sebelumnya lebih banyak ditemui alasan yang digunakan
pemerintah sebagai pembenaran reformasi sistem jaminan sosial adalah untuk kemakmuran bersama dan alasan-alasan normatif lainnya.
1.1.b. Pendekatan Konflik
Berbeda dengan pendekatan fungsional yang memandang kelompok- kelompok dalam masyarakat adalah sama kuatnya, maka pendekatan konflik
berada pada ranah ketika kekuatan dalam masyarakat berlangsung antara kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan yang tidak seimbang dan jika teori
itu berpendirian bahwa penyelesaian konflik mengenai beberapa masalah tidak mungkin dilakukan di dalam tatanan sosial-ekonomi yang ada. Dalam konteks
negara kesejahteraan alasan yang mendasar ialah bahwa kekuasaan dan kekayaan dalam masyarakat terpusat di tangan suatu minoritas kecil yang dengan berbagai
Universitas Sumatera Utara
cara berhasil menerapkan suatu pengaruh yang tidak proporsional pada masalah- masalah suatu negara, sekaligus memajukan dan melestarikan kedudukan
istimewa mereka sendiri dengan merugikan kepentingan kelompok-kelompok lain.
Konflik kelas dipandang wajar dan tidak terelakkan dalam suatu masyarakat yang berlapis-lapis. Penyebarluasan pengaruh dan paksaan
merupakan salah satu bentuk lanjutan dari konflik, namun paksaan bisa berupa bentuk pengendalian yang diakibatkan ketergantungan ekonomi kelompok-
kelompok masyarakat yang lemah pada yang kuat. Jadi, konsensus nilai umum yang berlaku bukanlah hasil suatu proses objektif yang dilalui semua anggota
masyarakat secara sadar dan rasional memberikan sumbangan dalam perumusan sistem nilai seperti apa yang diutarakan pendekatan fungsional.
Pendekatan konflik memandang kebijakan sosial sebagai hasil yang terutama timbul dari proses konflik kelas yang berlangsung dalam masyarakat,
konflik kelas adalah kekuatan penggerak utama yang berada dibelakang kebijakan sosial dan industrialisasi semakin memperjelas penggolongan antara
kelas pekerja dengan kelas pengusaha. Kelas pekerja akan mendukung tuntutan- tuntutan bagi perbaikan standar hidup melalui aksi politik dan tanggapan kelas
penguasa bergantung pada kekuatan relatif kelas pekerja, tradisi kebudayaan suatu negara, dan kemampuan kelas pengusaha untuk mengitung untung-rugi bila
memenuhi tuntutan semacam itu. Berikut ini penjelasan mengenai evolusi konsep negara kesejahteraan
akan menggunakan pendekatan konflik dalam menganalisis masalah-masalah sosial dan kebijakan sosial, karena masalah sosial dan kebijakan sosial
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan proses dan peristiwa dalam masyarakat dan dipahami bahwa masyarakat itu pada dasarnya penuh dengan konflik. Dalam kaitannya dengan
kebijakan negara kesejahteraan, masalah-masalah sosial dan kebijakan sosial merupakan hasil konflik sosial yang menyangkut kepentingan ekonomi. Tidak
banyak yang bisa diperoleh bila misalkan, melihat kemiskinan dan pengangguran sebagai penyimpangan dari norma sosial, seperti halnya pandangan fungsionalis
tradisional. Akan lebih realistis untuk melihat kedua masalah tersebut sebagai konflik antara yang miskin dan yang kaya, antara penganggur dan pemodal.
Memandang masalah sosial sebagai bentuk konflik sosial tidak hanya mampu menjelaskan perdebatan dengan baik tetapi juga mengandung implikasi
penting untuk pemecahannya. Tidaklah mungkin, misalnya, untuk menghapuskan sistem kemiskinan relatif tanpa mempengaruhi standar kehidupan golongan yang
tidak miskin. Kemiskinan relatif sangat dekat dengan ketimpangan pendapatan dan pengangguran, apalagi penghapusan ketimpangan berarti bahwa beberapa
kelompok akan mendapatkan keuntungan dan yang lain akan rugi. Nilai pendekatan terhadap masalah sosial semacam ini ialah bahwa pendekatan
tersebut akan memaksa para pembuat kebijakan untuk menghadapi kenyataan sebagaimana adanya.
Konflik yang dimaksud tidak sebatas antara kelas pengusaha dengan kelas pekerja tetapi hingga tatanan ideologis, atau lebih tepat bila disebut sebagai cara
pandang mainstream mengenai bagaimana kesejahteraan tersebut diperoleh, secara sederhana perdebatan tersebut bisa dibagi menjadi dua sisi, dimana
Sosialisme-Komunisme berada pada sisi kiri dan Liberalisme-Kapitalisme pada sisi kanan. Dalam pandangan Liberalisme-Kapitalisme, kesejahteraan adalah
Universitas Sumatera Utara
sesuatu yang harus diperjuangkan oleh setiap orang, dan bilamana seseorang memperoleh
kesejahteraan yang berlimpah maka dengan sendirinya kesejahteraan tersebut akan menetes kepada orang yang berada dibawahnya,
dengan demikan makan intervensi negara harus diminimalisir.
74
Sedangkan dalam pandangan Sosialisme-Komunisme kesejahteraan hanya dapat diperoleh
melalui perjuangan bersama secara komunal dan menolak kapitalisme, sebaliknya peranan besar justru diberikan pada negara atau paling tidak intervensi negara
dibutuhkan dalam upaya meredistribusi kesejahteraan.
75
1.2. EVOLUSI KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN