EVOLUSI KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN

sesuatu yang harus diperjuangkan oleh setiap orang, dan bilamana seseorang memperoleh kesejahteraan yang berlimpah maka dengan sendirinya kesejahteraan tersebut akan menetes kepada orang yang berada dibawahnya, dengan demikan makan intervensi negara harus diminimalisir. 74 Sedangkan dalam pandangan Sosialisme-Komunisme kesejahteraan hanya dapat diperoleh melalui perjuangan bersama secara komunal dan menolak kapitalisme, sebaliknya peranan besar justru diberikan pada negara atau paling tidak intervensi negara dibutuhkan dalam upaya meredistribusi kesejahteraan. 75

1.2. EVOLUSI KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN

Meskipun Komunisme dan Sosial-Demokrasi telah mengalami perpecahan namun kesamaan ide-ide mengenai kesetaraan dan perjuangan antar kelas membuatnya digolongkan pada kutub yang sama. Pandangan-pandangan mengenai negara kesejahteraan, baik yang mendukung maupun yang menentang, merupakan perpaduan antara bukti ilmiah dan ideologi. Dalam persoalan-persoalan pokok mengenai perbaikan kesejahteraan, mungkin sekali bahwa ideologi memainkan peranan yang lebih penting daripada bukti ilmiah, karena dalam kaitannya dengan masalah-masalah seperti pada bab sebelumnya hanya sedikit sekali bukti ilmiah yang benar. Sulit untuk mengetahui misalnya, bukti ilmiah semacam apa yang dapat diberikan 74 Smith tidak hanya mensyaratkan marginalisasi peran pemerintah tetapi juga menentang keras konsentrasi pemilikan modal dan segala bentuk monopoli untuk menjaga kompetisi agar tetap adil. 75 Keduanya banyak dipengaruhi oleh pemikiran Marx, perbedaan di antara keduanya ialah Sosial- Demokrasi percaya bahwa kepentingan kelas buruh dapat diperjuangkan melalui pemilu, sedangkan Komunisme menginginkan revolusi seperti awal kemunculannya pada Revolusi Bolsyewik di Rusia tahun 1917. Universitas Sumatera Utara kepada mereka yang setuju maupun yang menolak sistem jaminan sosial diberikan oleh negara, karena semua negara menyediakan sistem semacam itu. Tetapi bukti ilmiah dapat memainkan peranan yang lebih penting daripada ideologi dalam persoalan-persoalan sekunder dan administratif, seperti besar kecilnya proporsi iuran dari penghasilan, apakah lembaga yang menangani berupa BPJS atau Persero dan sebagainya. Karena itu penting untuk memperhatikan pengaruh suatu ideologi terhadap suatu kebijakan sosial, tidak hanya itu konflik antar ideologi juga telah membawa dampak besar terhadap evolusi konsep negara kesejahteraan. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, untuk mempermudah penelitian ini ideolgi tersebut dibedakan atas dua golongan, dimana ketika golongan kiri mendominasi maka negara kesejahteraan dan sitem jaminan sosial merupakan keharusan dan sebaliknya ketika kaum kanan yang mendominasi maka konsep negara kesejahteraan akan dihapuskan atau paling tidak diminimalisasi. Setidakya ada dua fase yang bisa dibedakan dalam menunjukkan perubahan bagaimana dunia memandang jaminan sosial, terutama perubahan kaum Liberal dalam memandang jaminan sosial dan perubahan kaum sosialis memandang kapitalisme. 1.2.a. Fase Pertama Perdebatan mengenai perlunya perlindungan sosial sudah ada sejak abad ke-18, yakni ketika kapitalisme ternyata tidak mampu mendistribusikan kesejahteraan dengan baik. Dengan kesuksesan revolusi industri dan perdagangan bebas kapitalisme telah menjadikan beberapa negara seperti inggris menjadi pengekspor modal terbesar di dunia, dengan London sebagai pusat finansialnya. Universitas Sumatera Utara Namun kesuksesan tersebut tidak serta-merta dinikmati oleh buruh dan para pencari kerja yang menyerbu kota-kota dan pabrik-pabrik, seperti yang dicatat oleh Engels, “para majikan memperlakukan para buruhnya benar-benar sebagai tenaga kerja yang dapat diperas untuk menurunkan ongkos produksi, gaji rendah, kerja 12-13 jam sehari, tempat kerja pengap dan kotor, melemparkan para buruh dalam bentuk kehidupan yang menyedihkan.” 76 Tetapi tidak demikian halnya dengan Jerman yang berada dibawah pengaruh Uni Soviet, Jerman merupakan negara yang memiliki sistem jaminan sosial tertua di dunia yang ditawarkan oleh Otto Von Bismarck dimana buruh mendapat aneka santunan, jauh lebih maju daripada di inggris maupun Amerika, seperti santunan sakit, santunan kecelakaan, asuransi cacat, asuransi pensiun bagi pekerja kerah putih. Hal ini bisa terjadi karena sejak Mei 1863 telah dibentuk Asosiasi Umum Pekerja jerman, dan di tahun 1890 didirikan sebuah partai SPD sozialdemokratische Partei Deutschland yang sangat berpengaruh dalam membela kepentingan buruh di negara tersebut. 77 Desakan untuk memberikan jaminan sosial semakin menguat ketika terjadi perang dunia pertama 1914-1918 dan di tahun 1930an dunia dilanda oleh depresi ekonomi yang membawa kehancuran ekonomi dan dampak sosial yang begitu besar. Dengan berakhirnya perang dunia kedua maka yang terpenting bagi negara-negara saat itu adalah memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial 76 Roeslan Abdulgani, Sosialisme Indonesia, Surabaya: Grip, 1965, hal. 33. Dikutip dari Frederick Engels, The Condition of the working class, London: Kessinger Publishing, 1884. 77 Penjelasan mengenai pengaruh Sosial Demokrasi tersebut tentu saja tidak sesederhana gambaran diatas. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi Partai Sosial Demokrasi untuk memenangkan kursi di parlemen. Bahkan Kansellir Jerman Otto von Bismarck awalnya merupakan penentang Partai SPD. Lihat Paskal Kleden, Menuju Tengah Baru, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Universitas Sumatera Utara rakyatnya dan oleh negara-negara maju jaminan sosial dianggap sebagai solusi yang paling tepat. Massa ini disebut sebagai the golden age of social democracy, dimana Sosial-Demokrasi terbukti sukses di beberapa negara dibandingkan kapitalisme, intervensi negara dan paket-paket kesejahteraan dianggap lebih relevan dalam mengatasi situasi krisis tersebut. Setelah Jerman, ada Swedia, Finlandia dan Denmark yang mulai membangun sendiri sistem jaminan dan kesejahteraan sosial. Pengaruh Sosial-Demokrasi tidak hanya dibidang kesejahteraan sosial tetapi juga dalam sistem ekonomi. Seorang ekonom Swedia, Ernest Wigforss yang mengusulkan kebijakan ekonomi kounter-siklis a counter- cyclical economic policy untuk menstimulus permintaan dan menurunkan pengangguran. Kesuksesan Sosial-Demokrasi tersebut membuat kaum Liberal terpaksa melunakkan kapitalismenya sebagai upaya menandingi program kesejahteraan sosial dan menghalau pengaruh Uni Soviet yang semakin meluas. 78 Adalah John Mayard Keyness, seorang penganut Liberal Inggris yang memberikan penjelasan dalam kerangka teoritis mengenai bagaimana sebuah pemerintahan bisa menstimulus ekonomi selama masa depresi. 79 78 Norena Hertz, Munculnya Gelombang Neoliberalisme, hal. 16. Dalam I. Wibowo dan Francis Wahono ed, Neoliberalisme, Yogyakarta: Cindelaras, 2003. Dikutip dari William Greider, One World: Ready or Not, 1997, hlm. 362. 79 John Mayard Keyness meyakini bahwa pemerintah dapat dan harus melakukan intervensi dalam perekonomian, dan membangun sebuah model yang sama sekali baru yang mendekati perekonomian dari arah money and finance karena ekonomi tidak mempunyai kecenderungan alamiah untuk menciptakan “full employment”, mempekerjakan penuh faktor-faktor produksi, tiada pengangguran. Sehingga pada saat self- regulation gagal menciptakan kesempatan kerja, pemerintah harus mengadakan intervensi untuk menyediakannya. Doktrin Keynessiannya telah mengungguli berbagai pemikiran yang berkembang saat itu karena dianggap sangat relevan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hancur paska Universitas Sumatera Utara perang dan depresi ekonomi. Ketika ekonomi Keynessian diterapkan antara akhir tahun1940an hingga awal tahun 1970an, terdapat sebuah periode pertumbuhan ekonomi yang panjang yang mengarah kepada standar-standar kehidupan yang lebih tinggi di Eropa Barat, dan proporsi dari GDP dicurahkan untuk belanja kesejahteraan sosial jauh lebih besar ketimbang masa sebelumnya. 80 Pada masa itu pula di inggris untuk pertama kalinya dibentuk suatu sistem jaminan sosial yang dinamakan National Health Service NHS, dimana proporsi GDP yang dibelanjakan untuk kesejahteraan umum meningkat dari hanya 5 menjadi sekitar 20. 81 Pengaruh doktrin Keynessian tidak berhenti hanya sebatas Eropa dan Inggris, bahkan negara paling liberal seperti Amerika pun mengadopsi sistem ekonomi Keynessian. Dibawah kepemimpinan Presiden Rosevelt, Amerika juga membentuk suatu sistem jaminan sosial yang menganut model Residual. Artinya jaminan sosial dari pemerintah lebih diutamakan kepada kelompok-kelompok lemah, seperti orang miskin, cacat dan penganggur. Distribusi kesejahteraan dan jaminan sosial harusnya lebih menjadi menjadi perhatian kaum Sosialis karena dekat dengan nilai-nilai Sosialisme yakni gotong royong dan pemerataan, namun perubahan yang terjadi di Inggris maupun Amerika justru dimotori oleh kaum Liberal tidak seperti di Jerman maupun negara-negara Skandinavia dimana pencetus ide-ide kesejahteraan sosial berasal dari kaum Sosial-Demokrasi. Hal tersebut telah membawa perubahan bagi kaum Sosial-Demokrasi di Amerika maupun Inggris dalam memandang kapitalisme. Ketika pengeluaran sosial 80 Michael Newman, Sosialisme Abad 21, Yogyakarta: Resist Book, 2006, hal. 80. 81 Norena Hertz, Op. Cit., Dikutip dari David Marquand dan Anthony Seldon, The Ideas that Shaped Post- War Britain, 1996, hlm. 151. Universitas Sumatera Utara meningkat dan tingkat full employment tercapai, kebanyakan kaum sosial- demokrat mengalami evolusi lebih lanjut. Saat itu mereka menjadi lebih terbuka komitmennya terhadap tujuan reformasi sosial yang progresif ketimbang terhadap tujuan penghapusan sistem kapitalis. 82 Setelah perubahan yang terjadi di Amerika dan negara-negara Eropa barat maka dengan sesaat dunia juga mengalami perubahan mainstream, dan jaminan sosial tiba-tiba menjadi salah satu isu penting. Ketika PBB dibentuk, jaminan sosial ikut dimasukkan sebagai salah satu Hak Asasi Manusia dalam DUHAM. Kesuksesan negara-negara Anglo-Saxon juga tak terlepas dengan dibentuknya the Bretton Woods System yakni sistem yang mengatur dan menyelenggarakan kerjasama ekonomi internasional untuk meraih tujuan-tujuan bersama. Amerika menjadi kekuatan dominan yang menjalankan peran kepemimpinan dan Dollar digunakan sebagai mata uang yang ditukarkan dengan emas. Sistem ini menjadi lebih unggul karena pada masa itu negara-negara komunis cenderung memisahkan diri dari sistem ekonomi internasional dan Jepang dalam kondisi ekonomi lemah paska perang. 83 82 Hal ini tentu saja tak terlepas dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sehingga program- program kesejahteraan sosial bisa dijalankan tanpa menganggu profitabilitas atau kepentingan-kepentingan privat. Lihat Michael Newman, Loc. Cit., hal. 81. 83 Adnan Buyung Nasution, Op. Cit., Di dalam Pasal 22 DUHAM tersebut disebutkan tentang kesadaran akan pentingnya jaminan sosial dan di dalam Pasal 25 disebutkan: “Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.” Universitas Sumatera Utara Dengan diakuinya jaminan sosial menjadi hak dasar manusia, terjadi perubahan besar di dunia, negara-negara yang sedang membangung perekonomiannya pada masa setelah perang dengan sangat menggantungkan diri pada bantuan Amerika dengan waktu singkat membentuk suatu sistem jaminan sosial dan mengadopsi model welfare state, begitu pula halnya dengan negara- negara persemakmuran Inggris. Diwaktu yang hampir bersamaan Indonesia memperoleh kemerdekaannya, sedikit banyak perdebatan mengenai Hak Asasi Manusia Indonesia dan negara kesejahteraan tersebut sampai ke Indonesia. Perdebatan tersebut hadir ditengah-tengah para pendiri bangsa founding father Inonesia, dimana Soekarno dan Soepomo mengajukan pendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi, sedangkan Hatta dan Yamin yang pernah bersekolah ke Belanda, mendukung HAM dimasukkan kedalam konstitusi UUD 1945. Adapun ke-empatnya sama- sama menolak faham liberalisme dan individualisme dan menginginkan negara yang mau didirikan itu didasarkan pada asas kekeluargaan atau gotong-royong. Perlu ditekankan disini, bahwa perdebatan tersebut tidak sama dengan contoh- contoh yang dipaparkan sebelumnya, perdebatan tersebut tidak berada dalam dua kutub yang berbeda. Keduanya menunjukkan bahwa pada awal kemerdekaannya Indonesia masih di dominasi oleh kaum kiri, baik Sosial-Demokrasi, Integralistik maupun Komunis, yang semuanya menekankan pentingnya peranan negara. Perdebatan tersebut menjelaskan mengapa Indonesia tidak mencantumkan mengenai sistem jaminan sosial di dalam konstitusi nya, situasi ini sama sekali berbeda dengan situasi saat amandemen UUD 1945 di tahun 2002 yang memasukkan mengenai kewajiban negara menyelengarakan suatu sistem jaminan Universitas Sumatera Utara sosial, maupun ketika reformasi sistem jaminan sosial melalui UU SJSN. Ketika pertama kali membentuk konstitusi pikiran-pikiran yang meliputi pada massa itu ialah bagaimana mengisi kemerdekaan dengan melakukan pembangunan yang berpusat pada negara state centered untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan dalam pembagian manfaatnya. Jadi, setiap orang bergotong royong dalam memperoleh kesejahteraan bersama, tidak ada paham individualisme yang mendorong setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraannya sendiri sehingga diperlukan sistem kesejahteraan distributif yang ada hanyalah sistem kesejahteraan komunal. Ini berbeda dengan welfare state ala barat yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada kelompok paling bawah dengan mendistribusikan kesejahteraan dari kelompok yang paling atas. Dengan demikian wajar saja bila konstitusi Indonesia pada awalnya tidak mencantumkan mengenai sistem jaminan sosial, bukan karena tidak perduli dengan standar hidup ataupun hak-hak paling dasar tetapi karena memiliki pandangan dan cara yang berbeda untuk memperoleh kesejahteraan tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada dua kutub dalam dunia pada masa itu, pada kelompok kiri kiblatnya adalah Uni Soviet dan pada kelompok kanan kiblatnya adalah Amerika. Indonesia sendiri, sejak 1945 hingga 1965 lebih condong kepada Uni Soviet, tetapi bukan berarti Indonesia tidak mendapat pengaruh sama sekali dengan kekuatan politik Amerika dan sekutu- sekutunya. Pengaruh tersebut mulai terlihat ketika pada 18 Agustus 1950 diterbitkan UUD Sementara yang memuat semua pasal tentang HAM, namun hanya berlaku hingga 5 Juli 1959. Pengaruh tersebut semakin terlihat ketika rezim Orde Baru menggantikan rezim Orde Lama, dan dalam waktu singkat Universitas Sumatera Utara komunisme disalahkan atas terjadinya perang saudara dan menjadi ideologi paling dilarang saat itu. Untuk pertama kalinya Indonesia membiayai pembangunan dengan utang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGICGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis utang dari IGGICGI sambil menuruti dan tunduk kepada berbagai persyaratannya. Tidak ada yang salah dengan hal ini, dalam konteks ini pemaparan hal tersebut hanya bertujuan untuk menjelaskan telah terjadi perubahan paradigma berpikir Indonesia kearah pikiran-pikiran yang dominan mainstream thougts dari masyarakat internasional melalui pembentukan opini publik dan doktrin-doktrin oleh elit intelektual Orde Baru. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia telah berubah menjadi lebih condong kepada pemikiran-pemikiran ekonom Amerika dengan teori big push nya. Pengaruh tersebut mungkin saja terkait dengan kembalinya Indonesia kedalam forum- forum internasional. Bila di awal-awal kemerdekaannya hingga tahun 1966 perdebatan yang terjadi selalu berada dalam satu kutub, yakni antara Komunisme dan Sosial- Demokrasi, maka pada masa kepemimpinan Orde baru perdebatan terjadi di dua kutub yang berbeda, antara Sosial-Demokrasi dan Liberal. Orde baru sebenarnya tidak sepenuhnya menganut Liberalisme, karena Orde baru dan beberapa negara Asia lainnya beranggapan negara tidak mungkin melepaskan begitu saja perekonomian pada pasar karena sebagian besar rakyatnya masih sangat rentan dan belum mandiri, dengan demikian negara masih sangat dibutuhkan sebagai komando pembangunan atau masa yang dikenal sebagai era state led Universitas Sumatera Utara development. Yang lebih sering terjadi justru ide-ide dan semangat sosialisme hanya dipakai oleh kaum liberal Orde baru untuk memuluskan jalan masuk kapitalisme. 84 Perubahan besar terjadi di tahun 1970a n, dan dampak perubahan tersebut telah merombak total pikiran-pikiran yang dominan mainstream thougts dari masyarakat internasional. Perubahan tersebut telah tidak hanya menyerang kaum Sosialis tetapi juga kebijakan-kebijakan yang bersandar pada Keynessian dengan Bagi kaum Liberal di Amerika hal ini tidak menjadi masalah karena tidak bertentangan dengan apa yang dilakukan mereka saat itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya Keynessian telah mengubah cara berpikir kaum Liberal, bahwa untuk kondisi tertentu negara memang dianggap perlu mengambil peran dan melakukan intervensi terhadap pasar. Asal kan pemerintah Orde baru tidak dekat- dekat dengan Uni Soviet dan kapitalisme diperbolehkan masuk dengan leluasa, maka peranan pemerintah Orde baru yang begitu besar tidak menjadi persoalan. Namun harus dipahami pula bahwa Kapitalisme pada masa itu berbeda dengan Kapitalisme pada masa sekarang ini, pada masa itu Kapitalisme belum menjadikan negara-negara berkembang sebagai target pasar utamanya, melainkan hanya untuk memperoleh SDA maupun barang setengah jadi yang murah. 1.2.b. Fase Kedua 84 Dalam pandangan liberal peran negara harus diminimalisir, negara hanya berfungsi sebagai penjaga malam nacht wakerstaat, tetapi ekonom Orde baru saat itu seringkali menggunakan ide-ide gotong royong dan semangat bela negara sosialisme hanya untuk memperkuat posisi pemerintah. Sebaliknya dalam hal pemerataan dan pencapaian kesejahteraan yang digunakan adalah ide-ide Liberal, yakni memperkuat investasi asing dan dengan sendirinya kesejahteraan tersebut akan dinikmati oleh setiap orang. Universitas Sumatera Utara mengambil momentum krisis akibat inflasi yang tidak dapat diatasi oleh kebijakan keynessian. Seperti yang diutarakan Newman: Sejak akhir 1970-an, terus menerus ditegaskan superioritas pasar atas segala bentuk intervensi pemerintah, hal ini dibarengi dengan klaim ideologis bahwa masyarakat harus dibebaskan untuk mengambil keputusannya sendiri, terutama dalam hal membeli jasa, dan bahwa hal ini akan membebaskan mereka dari birokrasi- birokrasi negara. Diklaim pula bahwa penyediaan layanan publik yang seragam dan universal mungkin memang tepat pada saat dilakukan penghematan pada tahun-tahun awal pasca perang dunia kedua, namun kini orang tak lagi hanya ingin hanya menjadi penerima pasif dari tunjangan negara. 85 Di tahun 1971, tanda-tanda kekacauan ekonomi sudah mulai tampak dengan hancurnya sistem perdagangan internasional Bretton Woods, Perubahan tersebut tidak hanya terjadi di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang, meskipun di negara berkembang dampaknya tidak terjadi secara singkat. Di Indonesia sendiri misalnya perubahan tersebut baru sangat terasa di tahun 1990an dan di tahun 2000 awal, ketika beban pemerintah dalam belanja publik mulai dikurangi, seperti yang ditunjukkan pada reformasi sistem jaminan sosial melalui UU SJSN. 86 85 Michael Newman, Loc. Cit., hal. 217-218 86 Runtuhnya sistem tersebut tidak ada kaitannya dengan krisis yang terjadi tiga tahun berikutnya. Bretton woods semakin tidak efektif dan kemudian dibubarkan setelah menurunnya kemampuan leadership amerika akibat terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa MEE, negara-negara komunis yang mulai membuka diri dalam perdagangan internasional dan Jepang juga telah tumbuh dengan kekuatan ekonomi yang fantastis. dan di tahun 1973, keadaan semakin di perparah ketika negara-negara Arab, produsen utama minyak dunia, membentuk sebuah kartel, OPEC, yang menyebabkan harga minyak melambung tinggi. Karena harga minyak terus melambung tinggi maka hal ini mendorong kenaikan harga-harga dan upah-upah. Akibat lebih jauh adalah mendorong terjadinya resesi ekonomi, pengangguran dan inflasi yang Universitas Sumatera Utara melambung hingga mencapai angka 20 persen diseluruh negara, serta ketidakmampuan negara-negara dunia ketiga membayar utang-utangnya. Disisi lain, kebijakan Keynessian yang telah banyak digunakan oleh negara-negara bangsa selama lebih kurang tiga puluh tahun tidak mampu mengatasi masalah- masalah tadi, terutama menyangkut tingginya inflasi. Bahkan, kelompok- kelompok penentang kebijakan tersebut yang kemudian dikenal sebagai kelompok Kanan Baru, melihat inflasi sebagai dampak dari kebijakan yang bersandar pada Keynesianisme. Disebut sebagai aliran Kanan Baru karena perbedaan mendasarnya dengan Liberlisme Klasik. Dalam Liberalisme Klasik versi Adam Smith peran negara diminimalisir agar setiap individu terbebas mengejar kepentingannya sendiri dan dengan demikian sejumlah masyarakat juga akan ikut menikmati keuntungan tersebut namun tidak terlepas dengan proses pembangunan suatu bangsa melalui akumulasi kekayaan yang dilakukan setiap individu, dengan kata lain pemilikan privat masih dianggap punya tugas sosial untuk mensejahterakan seluruh masyarakat the Wealth of Nations. 87 87 Herry Priyono, Dalam Pusaran Neoliberalisme, hal 55. Dalam I. Wibowo dan Francis Wahono ed, Neoliberalisme, Yogyakarta: Cindelaras, 2003. Dikutip dari Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Couses of the Wealth of Nations, Vol II, London: Penguin Books, 1986. Sementara itu dalam pandangan Neoliberalisme, negara tidak punya alasan apapun juga untuk mencampuri dan mengawasi pasar, karena pasarlah yang justru merupakan prinsip yang mendasari negara dan masyarakat. Manusia dipandang sebagai individu yang merupakan makhluk Homo Economicus, dengan kata lain segala tindakan dan hubungan antar pribadi maupun tindakan dan hubungan legal, sosial dan politis manusia hanyalah ungkapan dari model hubungan menurut kalkulasi untung-rugi Universitas Sumatera Utara individual. Kekayaan pribadi menjadi absolut dan keramat dalam pandangan neoliberal, tanpa peran sosial apapun kecuali untuk akumulasi laba privat yang pada akhirnya akan mendorong investasi. Karena itu semakin tinggi income kaum kaya, semakin tinggi pula investasi yang pada gilirannya akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jadi, tidak heran bila dalam pandnagan Neoliberalisme ketimpangan justru menjadi prasyarat mutlak dan program-program redistribusi pendapatan hanya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena manusia dipandang sebagai Homo Economicus maka tenaga kerja sama halnya dengan pengusaha yang merupakan enterpreneurs bebas yang bertanggung jawab atas keputusan dan perkembangannya sendiri dan yang berusaha memproduksi nilai surplus bagi dirinya sendiri. Upah bukanlah harga bagi tenaga kerja yang dijual, melainkan laba dari modal yang dipunyainya otot, ketrampilan, pengetahuan, dsb. dengan demikian negara tidak perlu ikut campur dalam penentuan upah. Dan karena masyarakat merupakan kerumunan enterpreneurs yang otonom buruh, petani, manajer, pengusaha, dsb., masalah- masalah pengangguran, kekurangan gizi, atau kemiskinan yang dialami juga bukan lagi menjadi persoalan negara. Masalah tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing warga negara individual self-care tidak ada lagi program- program sosial seperti dalam welfare system. Penggagas utama Neoliberalisme adalah Friedrich Agust von Hayek dari Austria dan Milton Friedman dari Amerika. 88 88 Di tahun 1947, Friedrich Agust von Hayek, mengorganisir sebuah konferensi tertutup di Mont Pelerin Swiss. Konferensi itu dihadiri oleh pemikir-pemikir besar dari Amerik dan Eropa seperti Milton Friedman, George Stigler, Karl popper, Lionel Robbins, Jown Jewkes, Michael Polanyi, dll. Mereka disatukan oleh keprihatinan atas munculnya gelombang kolektivisme di Erop. Konferensi tersebut membentuk suatu kelompok The Mont Pelerin Society MPS yang mengagendakan pertemuan dua tahun sekali. MPS inilah Mereka juga dikenal sebagai Universitas Sumatera Utara penentang keras gagasan ekonomi John Mayard Keyness. Secara garis besar kritik mereka dalam menghadapi kebijakan yang bersandar pada Keynessian dapat dibagi dalam tiga pokok pikiran. Pertama, pada intervensi negara. Bagi kaum Keynessian, kapitalisme mempunyai kekurangan mendasar, yakni kurangnya permintaan demand. Oleh karena itu, agar kapitalisme dapat berkembang maka pemerintah harus terlibat aktif dalam meningkatkan demand melalui belanja publik. Kalangan ini menyatakan bahwa akibat-akibat terlalu banyaknya campur tangan negara sebagai akibat diberlakukannya kebijakan Keynessian, dunia terjebak dalam krisis yang berkepanjangan. Para intelektual kanan baru memandang, inflasi sebagai produk dari ekspansi uang yang kemudian dijadikan ekonomi Keynessian untuk melangsungkan boom ekonomi paska perang dan untuk memelihara komitmennya pada full employment. 89 Selanjutnya, mereka menyatakan bahwa peningkatan belanja publik keynessian dianggap menciptakan terlalu banyak demand, dan karenanya menjadi sebab timbulnya inflasi yang meluas. 90 yang menyebarluaskan ajaran Neoliberalisme yang kemudian mengambil moment krisis 1970an dalam mengkritik Keynessian. 89 Prof. Budi Winarno, Pertarungan Negara VS Pasar, Yogyakarta: Media Pressindo, 2009, hal. 88-89. 90 Inflasi dalam pandangan mereka merupakan pertanda suplai uang yang berlebihan dan tingginya tingkat upah sehingga pemerintah harus mengurangi suplai uang dan menekan upah yang pada awalnya ditujukan untuk merangsang demand selama masa resesi ekonomi. Kedua, kelompok Kanan Baru juga menggugat program-program kesejahteraan dan welfare state yang ditawarkan oleh kebijakan keynessian dengan beranggapan bahwa redistribusi pendapatan sebagai suatu bentuk ketidakadilan. Dalam pandangan mereka, para penerima santunan kesejahteraan sebagai pemalas, opurtunis, dan bahkan “parasit sosial” karena memperoleh uang dari anggaran pemerintah dan tidak menganggap kera sebagai Universitas Sumatera Utara salah satu nilai tertinggi dalam masyarakat dan sebagai sumber kekayaan riil. 91 Oleh karena itu, mereka cenderung melihat negara kesejahteraan sebagai bentuk- bentuk ketidak adilan. Ketiga, pengagungan terhadap pasar. Kelompok kanan baru menekankan arti penting pasar bagi penciptaan kesejahteraan umat manusia bahwa jika individu dibiarkan mengejar tujuan-tujuannya sendiri dan tanpa diniatkan secara sengaja untuk melayani kepentingan masyarakat, individu tidak hanya akan memberi manfaat bagi diri mereka sendiri, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Intervensi pemerintah sebaliknya dianggap mengganggu mekanisme ini meskipun intervensi tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat, karena hanya akan menyesatkan individu dan menjauhkan mereka dari berperilaku rasional dan efisien. 92 Dalam perkembangannya, era kebijakan yang bersandar pada ideologi Neoliberal dimulai oleh dua pendukung utamanya, yakni Presiden Amerika Ronald Reagan dan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Kedua pejabat publik ini sama-sama pendukung pasar bebas, keduanya menolak negara kesejahteraan dan full employment, kebijakan yang diambil ialah dengan memangkas belanja publik dan meurunkan inflasi. Selain itu, baik Reagan maupun Thatcher, sama-sama meyakini teori “trickle down effect” yang mengklaim jika si kaya akan mendapatkan insentif seperti pajak yang rendah maka mereka akan terdorong untuk bertindak selaku enterpreneur, dan demikian akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Atau, jika industri layanan publik dialihkan ke swasta maka industri-industri tersebut akan dikelola dengan lebih 91 Prof. Budi Winarno, Loc. Cit., hal. 89 92 Prof. Budi Winarno, Ibid., hal. 90-91. Universitas Sumatera Utara efisien dan mampu menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan. 93 Ini pada akhirnya akan mengurangi beban pemerintah untuk membayar biaya-biaya kesejahteraan. Hasil dari kebijakan-kebijakan Reagan dan Thatcher ini memang mempunyai dampak yang signifikan dalam mengatasi krisis waktu itu, dan terutama dalam meningkatkan standar hidup. Sementara itu, insentif-insentif berupa pajak yang rendah bagi perusahaan-perusahaan juga telah mendorong peningkatan dalam skala besar-besaran hingga menjadi perusahaan-perusahaan multinasional yang mendominasi pasar dunia. 94 Setelah populer di Amerika dan Inggris, Kapitalisme dan doktrin Neoliberalismenya mulai merambah ke negara-negara seperti Australia, Kanada dan Selandia Baru tak terkecuali negara-negara yang didominasi oleh sosial- demokrasi seperti Jerman, Prancis, Yunani, Italia dan Finlandia meskipun tidak sampai ketahap membuang politik konsensus dan sistem welfare seperti yang terjadi di Inggr is. 95 93 Penjualan aset secara besar-besaran dari sektor publik ke sektor swasta dilakukan oleh Inggris di tahun 1980an hingga 1990an, di tahun 1997 hampir seluruhnya telah berada di tangan swasta. Sedangkan di Amerika, kepemilikan publik tidak pernah meluas, sehingga alat liberalisasi utama yang digunakan Reagan adalah deregulasi ekonomi. 94 Ada beberapa faktor yang menjadi daya dorong ekspansi perusahaanperusahaan tersebut dalam skala global. Adanya perubahan yang fundamental dalam ekonomi politik internasional yang diakibatkan oleh revolusi dibidang teknologi komunikasi dan semakin murahnya biaya transportasi. Ditambah dengan mobilitas modal dan keuntungan yang dijanjikan oleh pasar-pasar diluar negeri, akhirnya membuat perusahaan-perusahaan melakukan perencanaan untuk melakukan kegiatan dalam skala global. 95 Di Inggris, Welfare state juga telah ditinggalkan oleh kaum Sosial-Demokrasi yang ditandai oleh keberhasilan Partai buruh dibawah kepemimpinan Tony Blair memenangkan pemilu 1994 setelah kekalahannya sebanyak empat kali berturut-turut. Kesuksesan ini tak lepas dari gebrakannya untuk meninggalkan kebijakan tax and spend dan memeluk ekonomi pasar bebas. Di Amerika, kepedulian pada keadilan sosial telah ditinggalkan dan digantikan dengan kepedulian pada bisnis, investasi dan perdagangan bebas oleh golongan reformis dalam tubuh Partai Demokrat yang diwakili oleh Bill Clinton. Kaum sosial-demokrasi mengakui bahwa model sosial harus diperbaharui demi daya saing ekonomi. Tingginya persaingan untuk menarik masuk investor telah mendesak seluruh perkonomian pasar sosial untuk Universitas Sumatera Utara menerima doktrin pasar bebas sampai pada tingkatan tertentu dengan tujuan mereka dapat diperhitungkan oleh perusahaan-perusahaan global yang semakin mudah berpindah tempat. Ketika kapitalisme berkembang pesat dan demi efisiensi kemudian industri-industri tersebut memindahkan pabrik-pabriknya ke negara yang menawarkan buruh dengan upah lebih murah, maka serikat buruh memiliki posisi tawar yang lemah, terutama karena semakin berkurangnya buruh kerah biru. Dilain pihak negara-negara yang akan tergabung dalam Uni Eropa yang akan menggunakan mata uang tunggal juga harus menganut kebijakan ekonomi makro yang konservatif dan harus melakukan disiplin fiskal agar fluktuasi tingkat utang nasional, pengeluaran pemerintah dan tingkat suku bunga tidak menyebabkan fluktuasi nilai mata uang disuatu negara, yang akhirnya akan ditanggung oleh negara anggota lainnya. Perubahan tersebut juga telah merubah sistem jaminan sosial dan berbagai belanja publik di sejumlah negara yang menganut welfare state. Usia pensiun resmi bagi pekerja-pekerja sektor publik telah dinaikkan di Jerman, Yunani, Italia dan Finlandia, namun disisi lain santunan pensiun diturunkan. 96 Di Prancis, angka pengangguran yang melonjak naik hingga 10,6 memaksa dilakukannya evaluasi kembali kerugian yang harus ditanggung oleh para majikan akibat upah minimum yang relatif tinggi dan jaminan asuransi sosial yang luas. 97 96 DR. Heru Nugroho, Negara Pasar dan Keadilan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hal. 126. Dikutip dari Martin Rhodes, The Welfare State, 1997 97 DR. Heru Nugroho, Ibid., hal. 128. Dikutip dari New Economist, Europe’s New Left: Free to Bloom, 10 Mei 1997 Untuk pertamakalinya sistem welfare state diakui memiliki suatu cacat bawaan, yakni apa yang disebut sebagai perangkap kemiskinan, dimana santunan kesejahteraan Universitas Sumatera Utara yang tinggi justru akan mengurangi semangat penganggur untuk mencari pekerjaan. Dibanyak negara mengatasi masalah tersebut dengan mendesak para penerima santunan kesejahteraan untuk menerima pekerjaan dengan upah yang ditentukan pasar. Hanya Swedia yang tetap menjadi negara dengan tingkat presentase GDP yang tertinggi hingga 30 di tahun 1983 yang dialokasikan untuk kesehatan, pendidikan dan program-program kesejahteraan. Selain itu redistribusi di Swedia juga masih lebih besar jika dibandingkan negara-negara lain, pekerja kerah putih dibebani pajak 60 dan manajer hingga 80 penghasilan. Meskipun santunan kesejahteraan yang tinggi, Swedia berhasil mencegah pengangguran dengan kebijakan pasar kerja yang aktif, seperti memberikan training ulang, menyediakan sistem informasi mengenai kesempatan-kesempatan kerja yang tersedia, dan pemerian insentif atas relokasi pekerjaan. 98 Di tahun 1980an pengaruh Kapitalisme maupun Neoliberalisme meluas hingga ke Amerika Latin, dan hasilnya di tahun 1990an Meksiko, Argentina dan Brazil berusaha menerapkan program liberalisasi ekonomi. Kapitalisme juga merambah ke wilayah lain hingga Asia Timur, India dan hampir seluruh negara- negara di benua Afrika. Sementara itu, komunisme sebagai satu-satunya pesaing ideologi utama, telah mengalami kehancuraan yang mungkin diakibatkan oleh perpecahan dalam tubuh komunisme di akhir 1950an hingga 1950an. Di tahun 1988, Mikhail Gorbachev, berpidato dalam Sidang Umum PBB di New York, mengatakan bahwa perang dingin telah berakhir, komunisme telah gagal dalam 98 Michael Newman, Loc. Cit., hal. 99-100. Universitas Sumatera Utara perangnya selama 70 tahun melawan sistem kapitalis global. Setahun kemudian Tembok Berlin runtuh. Tiga tahun kemudian Uni Soviet bubar. 99 Di negara-negara berkembang proses penyebarluasan doktrin Neoliberalisme tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang disebut sebagai pilihan rasional rational choice dari negara itu sendiri. Tak bisa dipungkiri bahwa dibeberapa negara seperti Indonesia, doktrin Neoliberalisme diberikan tanpa ada pilihan lain dipaksakan. Di masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah secara berkala menerima berbagai macam bantuan pinjaman dari lembaga-lembaga donor seperti IMF dan IBRD World Bank melalui organisasi semacam CGIIGGI. Dana tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, program pembangunan seperti Repelita dan untuk membiayai Di negara-negara berkembang Kapitalisme sedikit banyak dipengaruhi oleh fenomena suksesnya negara-negara macan ekonomi asia Asia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan yang terlebih dahulu menerapkan pasar bebas. Negara-negara yang menganut kebijakan ekonomi tertutup ataupun substitusi impor mulai mengutarakan niatnya untuk membuka pasar domestiknya melalui liberalisasi pasar maupun investasi asing. Selain itu ada fenomena yang tidak kalah penting, yakni berakhirnya perang dingin sehingga batuan-bantuan asing yang dulunya digunakan sebagai alat pengikat persahabatan antara negara- negara penentang komunis tidak lagi mempunyai arti penting dan mengalami penurunan drastis dari tahun ke tahun. 99 Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, hal. 227. Dikutip dari Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, New York: Public Affairs, 1992, hlm. 42. Universitas Sumatera Utara proyek Revolusi Hijau yang dilakukan pada masa Orde Baru. 100 Peristiwa tersebut mungkin terlihat seperti strategi lembaga donor dalam menerapkan jebakan utang debt trap. Tetapi strategi tersebut tidak bisa hanya dipahami sebagai upaya negara-negara maju yang menggunakan lembaga- Di dalam penggunaannya dana tersebut minim pengawasan, dan bahkan lembaga-lembaga donor menutup mata terhadap praktek korupsi dan kolusi penggunaan dana tersebut. Lembaga-lembaga donor tersebut juga tidak memperhatikan prinsip keberlangsungan substainity dengan memberikan pinjaman baru ketika Indonesia tidak mampu membayar cicilannya yang jatuh tempo. Di tahun 1990an pemerintah Indonesia tidak lagi mampu membayar cicilan utangnya dan IMF menolak untuk memberikan pinjaman baru seperti yang dilakukan sebelumnya. IMF dan pemerintah Indonesia membuat suatu kesepakatan yang disebut Leter of Intent LoI, yang mewajibkan Indonesia melakukan disiplin fiskal dan mengurangi belanja publiknya. IMF juga memberikan solusi bagi penyakit yang melanda Indonesia melalui apa yang disebut Struktural Adjustment Program SAP. Setidaknya SAP mengandung tiga kebijakan mendasar yakni privatisasi, deregulasi dan liberalisasi. Tindak lanjut dari kebijakan tersebut ialah pencabutan subsidi dan privatisasi berbagai BUMN. Petani yang masih terjepit oleh skema Revolusi Hijau juga semakin terjepit oleh liberalisasi hasil pertanian yang menyingkirkan BULOG dan liberalisasi pupuk yang menyingkirkan PUSRI. Puncaknya terjadi krisis ekonomi di tahun 1997 yang ditandai dengan likuidasi 16 Bank, kenaikan harga-harga bahan pokok dan jatuhnya nilai rupiah terhadap dollar. 100 Rizal Malarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia, Jakarta: KPG, 2002, hal 44 Universitas Sumatera Utara lembaga donor untuk menyebarkan doktrin Neoliberalisme. Ada semacam upaya negara-negara maju untuk menumbangkan rejim yang berkuasa di Indonesia untuk bisa masuk kedalam pasar Indonesia. Data World Wealth Report menunjukkan: Dari tahun 1986-1996 ada 178 perusahaan go public di Indonesia dan 40,7 sahamnya dikuasai oleh lima keluarga bisnis seperti Salim, Bob Hassan, Soeharto dan kroninya. 101 Penyesuaian dalam sistem jaminan sosial juga dialami oleh negara-negara berkembang yang telah memiliki program-program perlindungan sosial pada umumnya menganut model minimal. Malaysia yang telah membangun sistem jaminan sosialnya sejak 1951 melalui program employee provident fund EPF yang pada awalnya hanya ditujukan bagi pegawai pemerintahan. Filipina sejak 1936 telah membentuk sistem jaminan sosial bagi pegawai pemerintah yang dinamai Government Service Insurance System GSIS. Indonesia sejak 1969 juga melakukan hal yang sama bagi pegawai negeri sipil dan bagi TNIPOLRI dimulai sejak 1971. Beban iuran yang tadinya ditanggung oleh negara APBN mulai melibatkan pendanaan yang bersumber pada iuran yang dipotong dari upah pegawai tersebut sharing premi. Sejak 1990an, pemerintah secara berangsur- Sistem ekonomi rente yang marak terjadi di Indonesia mempersulit perusahaan-perusahaan asing untuk meraup keuntungan di Indonesia. Berbeda dengan fase pertama dimana kapitalisme di Indonesia adalah untuk memperoleh SDA maupun SDM yang murah, yang ditandai dengan investasi dibidang pertambangan dan Industri barang setengah jadi. Pada fase yang kedua ini kapitalisme justru menjadikan negara-negara berkembang sebagai perluasan pasar market mereka. 101 Michael Backman, Asian Eclipse: Exposing the Dark Side of Bussines in Asia, Singapore: John Wiley Sons, 1999, hal.113 Universitas Sumatera Utara angsur memperbesar presentase iuran yang dibebankan dari upah pegawai pemerintahan. 102 1. Model universal Sedangkan bagi sektor swasta sumber pendanaannya tidak melibatkan negara, sepenuhnya dibiayai dari upah tenaga kerja dan pemberi kerja, sehingga tidak mengalami perubahan berarti. Dari pemaparan tersebut bentuk-bentuk model sistem perlindungan sosial di berbagai negara dapat dikelompokkan menjadi 4 empat model berdasarkan intervensi negara didalamnya dan luas cakupan dari sistem tersebut. Bila dianalisis, perbedaan diantaranya disebabkan oleh tingkat kemajuan industri kapitalisme dan pengaruh kekuatan politik yang memperdebatkan ada tidaknya intervensi negara didalamnya, seperti berikut ini: Pengertian ini biasanya merujuk kepada istilah kesejahteraan sosial social welfare sebagai kondisi terpenuhinya standar minimum kebutuhan material dan non-material. Pada model ini pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai the Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Di negara-negara tersebut angka ketimpangan merupakan yang terendah di dunia sedangkan presentase pengeluaran publik berkisar hingga 70 persen dari GDP. Kultur politik di negara-negara ini dicirikan oleh nilai-nilai yang berakar dalam masyarakat pra-indusrial, yaitu sikap moderat secara praktis, semangat kebersamaan, kesetaraan, penghargaan atas otonomi individual, dan keteikatan yang bersifat Lutheran terhadap 102 Selo Sumardjan ed, Kisah Perjuangan Reformasi, Jakarta: Sinar Harapan, 1999, hal. 77. Universitas Sumatera Utara etika kerja. Nilai-nilai tersebut kemudian diperkuat kembali dan dilengkapi oleh sosial demokrasi, bahkan dengan masuknya pengaruh Neoliberalisme tidak membawa dampak signifikan terhadap sistem negara kesejahteraan. 2. Model Bismarck atau Work Merit Welfare States Sama seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja buruh. Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Jerman adalah pencetus model ini sejak 1890an dan Austria adalah negara yang menganut model ini sejak masa-masa perang dunia, model ini menjadi model yang paling populer di dunia dan banyak ditiru oleh negara-negara berkembang saat ini. Model seperti ini bergantung pada tawar-menawar tripartit antara pemerintah, pekerja dan para pengusaha; sehingga model ini sulit diterapkan bila posisi pemerintah lebih lemah dari posisi pengusaha, Indonesia dibawah pemerintahan Megawati adalah salah satu contohnya, dimana iklim usahanya dikuasai oleh investasi asing yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan. 3. Model Residual Model ini dianut oleh negara-negara kaya yang tidak malu-malu menganut Liberalisme yang meliputi Amerika, Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan Universitas Sumatera Utara terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung disadvantaged groups, seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Meskipun sektor swasta relatif lebih maju dibandingkan dengan Jerman dan Austria, tetapi marjinalisasi peranan negara dan rendahnya pajak menjadikan perlindungan sosial dan pelayanan sosial harus diberikan secara ketat, temporer dan efisien. Model semacam ini awalnya dibangun dibawah pengaruh Keynessian dan mencakup untuk semua orang seperti model universal, namun dengan kemunculan gelombang Neoliberalisme, model ini telah banyak mengalami perubahan mengikuti apa yang disebut efisiensi. Amerika sebenarnya tidak bisa disejajarkan dengan negara- negara lainnya, Ada beberapa program untuk orang tua, keluarga wajib militer, orang cacat, anak-anak dan masyarakat miskin melalui beberapa program seperti Medicare, Medicaid dan sebagainya, tetapi sekitar 45 juta orang Amerika tidak diasuransikan. Amerika memang sukses menjadi negara dengan pelayanan kesehatan terbaik di dunia namun sekaligus menjadi negara dengan biaya pelayanan medis termahal di dunia. Setiap tahunnya 700 ribu orang bangkrut hanya untuk membayar biaya pelayanan kesehatan. 103 4. Model Minimal 103 Undang-Undang Federal memang membebaskan biaya atas pelayanan gawat darurat, tetapi sistem ini justru memperparah keadaan karena banyaknya orang tidak mampu yang sengaja membiarkan penyakitnya bertambah parah agar dirawat oleh pelayanan darurat. Di AS, harga obat tinggi juga telah menjadi masalah selama bertahun-tahun, dengan beberapa orang bahkan akan melintasi perbatasan ke Kanada untuk mendapatkan obat-obatan lebih terjangkau. Lihat TR Reid, 5 Myths About Health Care Around the World , Washington Post, August 23, 2009 Universitas Sumatera Utara Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Model ini umumnya diterapkan di negara- negara yang baru merdeka, dikarenakan rendahnya kemampuan pemerintah dan belum adanya sektor swasta yang cukup mapan. Model seperti ini diterapkan di gugus negara-negara latin dan Asia antara lain Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia. Seiring dengan kemajuan ekonomi suatu negara dan desakan dari golongan pekerja yang berada di sektor swasta, biasanya model ini mulai ditinggalkan dan beralih ke model Bismarck ataupun model Residual. Namun di banyak negara Afrika dan negara miskin lainnya kebijakan IMF dan Bank Dunia seperti Struktural Adjustment Programs di tahun 1970-an dan 1980-an telah mengurangi kemampuan banyak khususnya-untuk menyediakan layanan kesehatan bagi penduduk mereka.

2. KEPENTINGAN POLITIK DALAM REFORMASI SJSN

Dokumen yang terkait

Jaminan sosial kesejahteraan sebagai hak masyarakat dalam Undang-undang No. 40 th 2004 (kajian hukum Islam)

0 4 136

Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional - [PERATURAN]

0 2 33

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 19 104

PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN SEBAGAI PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DITINJAU DARI ASAS-ASAS UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL.

0 0 15

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 9

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 1

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 17

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 0 21

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

0 1 3

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24