adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun
dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur
yang lebih rendah. 3. pH Derajat Keasaman.
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang
sebagai akibat terbentuknya garam. 4. Waktu Kontak
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Wantu kontak semakin lama dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu lama yang lebih
lama Sembiring, 2003.
2.6. Limbah Padat Tepung Tapioka sebagai Karbon Aktif
Proses pengolahan ubi kayu Manihot utilissima menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah padat dan hasil buangan berupa kulit singkong dan ampas yang
berasal dari pati tapioka. Limbah padat tepung tapioka merupakan limbah padat industri tapioka yang jumlahnya 30 dari bahan baku. Potensi limbah padat tapioka
didukung oleh kadar selulosa yang dapat mencapai 65,9. Berdasarkan kandungan
Universitas Sumatera Utara
ini, limbah padat tapioka mempunyai potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber selulosa maupun untuk menghasilkan produk turunannya.
Komponen penting yang terdapat dalam limbah padat tapioka adalah pati dan serat kasar. Komposisi kimia limbah padat tapioka sangat bervariasi tergantung pada
mutu bahan baku, efisiensi proses ekstraksi pati dan penanganan limbah padat tapioka itu sendiri. Komposisi kimia limbah padat tapioka berbeda untuk setiap daerah asal
dan jenis ubi kayu, serta teknologi yang digunakan dan penanganan limbah padatnya. Komposisi kimia limbah padat tapioka Sudema, 2012, dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Padat Tapioka Komposisi
Kadar
Air 12,7
Abu 9,1
Serat Kasar 8,1
Protein 2,5
Lemak 1,0
Karbohidrat 65,9
Sumber : Sudema, 2012
Berdasarkan penelitian Jannati 2009 dan Rajagukguk 2011, kulit singkong yang juga merupakan komponen dari limbah padat tapioka dapat diolah menjadi
karbon aktif karena kulit singkong mengandung 59,31 karbon. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata mampu menyerap 99,98
kandungan tembaga air limbah dan BOD dan TSS dalam air adalah 1 gr karbon aktif dapat menurunkan 863,2 mgL BOD dan 1655,6 mgL TSS dengan persentase
penurunan 87,3 dan 96,7. Dengan pori-pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong juga sangat potensial mengenyahkan bau dan warna air yang keruh.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dapat dilakukan melalui empat tahapan yakni :
1. Langkah pertama, pisahkan limbah padat tepung tapioka yang dapat diolah menjadi karbon aktif, hanya limbah padat yang berwarna putih saja. Setelah itu dikeringkan
dengan durasi yang bervariasi, bergantung kondisi cuaca dan suhu ruangan. 2. Setelah dikeringkan, tahapan selanjutnya adalah membakar bahan baku di dalam
oven agar menghilangkan senyawa hidrokarbon pada limbah padat tepung tapioka. Temperatur yang digunakan harus tinggi, dibakar pada suhu 800 derajat celsius.
Dan proses pembakarannya berlangsung selama tiga jam. Agar proses pembakaran sempurna, selain suhu temperaturnya diatur pada suhu sangat tinggi, pembakaran
limbah padat tepung tapioka dilakukan pada ruang tertutup supaya tak ada udara atau oksigen O
2
di dalam oven. Tujuannya supaya bahan baku kering secara total dan menguapkan senyawa hidrokarbon dalam bahan baku.
3. Arang yang berasal dari limbah padat tepung tapioka tersebut dihaluskan sehingga berbentuk bubuk.
4. Kemudian dilakukan proses aktifasi karbon dengan menggunakan larutan NaOH atau soda kimia. Proses aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan volume dan
memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya absorpsi serap karbon aktif menjadi tinggi terhadap zat warna dan bau.
Karbon aktif yang sekarang banyak digunakan berbentuk butiran granular atau berbentuk tepung bubuk. Karbon yang berbentuk bubuk memerlukan waktu
kontak lebih sebentar dibandingkan karbon berbentuk butiran Sembiring, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Jika digunakan karbon berbentuk bubuk, bubuk tersebut dapat dimasukkan langsung ke dalam air. Komponen-komponen organik dan toksikan akan teradsorpsi
pada karbon, kemudian dapat dipisahkan dengan menggumpalkan menggunakan bahan kimia tertentu. Fardiaz, 2008
2.7. Pengolahan Air dengan Menggunakan Saringan Filtrasi