D. Tindakan Petani Paprika
Dalam penelitian ini, tindakan petani paprika diobservasi sebanyak dua kali, yaitu sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan. Adapun APD yang menjadi objek
observasi meliputi pakaian panjang, masker, penutup kepala, kacamata, sarung tangan dan sepatu boot.
Sebelum penyuluhan, petani yang memakai pakaian panjang berjumlah 22 orang 68, petani yang menggunakan masker berjumlah 16 orang 50, petani
yang menggunakan penutup kepala dan sarung tangan berjumlah 6 orang 18 dan tidak ditemukan petani yang menggunakan kacamata maupun sepatu boot. Hal ini
menunjukkan bahwa petani paprika di Desa Kumbo belum menerapkan budaya K3 dengan baik.
Petani paprika di Desa Kumbo mengaku tidak pernah mendapat informasi tentang K3 baik dari media masa maupun penyuluhan. Hampir semua petani paprika
masih asing dengan istilah K3. Hal ini sejalan dengan Novizan 2003 yang mengatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian yang sampai pada petani kurang
memperhatikan aspek K3 karena hanya memberikan pengetahuan tentang cara pemakaian dan manfaat pestisida untuk meningkatkat hasil panen.
Gambar 5.1
Observasi Tindakan Petani Paprika Sebelum Penyuluhan
Selama observasi, tidak ditemukan petani yang menggunakan pakaian dari bahan yang tidak tembus air. Semua petani menggunakan pakaian yang terbuat dari
kain. Pada saat observasi di greenhouse S-1 dan greenhouse T-22, peneliti menemukan pakaian berupa jas hujan yang terbuat dari plastik. Namun, pakaian
tersebut tidak digunakan karena faktor kenyamanan. Selanjutnya, peneliti juga tidak menemukan petani yang menggunakan masker dengan penyaring khusus filter.
Masker yang digunakan adalah masker dari bahan kain seperti masker yang diperuntukkan bagi pengendara sepeda motor. Selain itu, ditemukan juga petani yang
menggunakan kaos dan slayer sebagai masker.
Berdasarkan standar OSHA, sarung tangan yang sesuai untuk melindungi pengguna pestisida adalah Gloves yang terbuat dari karet latex, nitrile atau butyl,
plastik atau material lainnya yang tahan terhadap zat kimia pestisida. Sarung tangan ini akan melindungi petani dari paparan pestisida terutama pada saat pencampuran.
Hasil observasi menunjukkan bahwa sarung tangan yang digunakan petani juga masih terbuat dari kain. Terkait hal ini, peneliti menemukan masalah kesehatan yang
meninmpa petani di greenhouse S-12. Petani tersebut mengalami penyakit kulit pada jari-jari dan telapak tangan.
Gambar 5.2 Petani yang Mengalami Penyakit Kulit Akibat Pestisida
Setelah penyuluhan, petani yang memakai pakaian panjang berjumlah 28 orang 88, petani yang menggunakan masker berjumlah 32 orang 94, petani
yang menggunakan penutup kepala berjumlah 18 56, petani yang menggunakan kacamata berjumlah 4 orang 12, petani yang menggunakan sarung tangan
berjumlah 23 orang 72 , dan petani yang menggunakan sepatu boot berjumlah 12 orang 38. Dari hasil tersebut, dapat diketahui adanya peningkatan jumlah petani
yang menggukanan APD grafik 4.1.
Gambar 5.3
Observasi Tindakan Petani Paprika Setelah Penyuluhan
Walaupun terjadi peningkatan jumlah petani yang menggukanan APD, namun tidak semua APD yang digunakan telah memenuhi standar aman. Sebagian besar
masker dan sarung tangan yang digunakan masih terbuat dari kain. Hanya 2 petani yang menggunakan masker dengan penyaring khusus. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti ketersediaan APD, kenyamanan, motivasi, dan keadaan ekonomi petani. Untuk penggunaan sepatu boot, beberapa petani mengaku keberatan
karena khawatir lantai greenhouse yang terbuat dari plastik akan sobek atau rusak. Sehingga sebagian besar petani masih menggunakan sandal. Namun demikian, tidak
ditemukan lagi petani yang tidak memakai alas kaki seperti pada saat sebelum penyuluhan.
E. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Paprika Terkait Alat Pelindung Diri APD dari Bahaya Pestisida
Salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku menurut WHO yang dikutip oleh Notoadmodjo 2003 adalah dengan pemberian informasi untuk
meningkatkan pengetahuan sehingga menimbulkan kesadaran dan pada akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya tersebut. Salah satu upaya
pemberian informasi yang dapat dilakukan adalah dengan penyuluhan. Sedangkan dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3, George 1998 yang dikutip
dalam Helliyanti 2009, menyatakan bahwa penyuluhan K3 adalah bentuk usaha yang dilakukan untuk mendorong dan menguatkan kesadaran dan perilaku pekerja tentang
K3 sehinggga dapat melindungi pekerja, properti, dan lingkungan. Dalam tempo setelah penyuluhan hingga dilakukan posttest, petani bisa saja
mendapat paparan informasi dari sumber lain yang juga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan petani. Hal ini memang sulit dikontrol mengingat
media pada saat ini memberikan kemudahan dalam mengakses informasi. Untuk itu, penelliti berusaha meminimalisir hal tersebut dengan cara mengadakan posttest pada
tempo yang relatif pendek yaitu satu minggu setelah penyuluhan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tidak ada petani yang memperoleh
informasi terkait K3 maupun APD dari sumber lain. Beberapa petani berpendapat bahwa informasi tentang K3 jarang dimuat di media masa seperti televisi dan radio.
Bahkan sebagian besar petani mengaku belum pernah mendapat penyuluhan tentang K3. Hal ini dapat terjadi karena profesi petani pada umumnya termasuk pada usaha
informal yang tidak berbadan hukum. Sehingga tidak ada kontrol khusus terkait sistem
keamanan kerja job security system seperti yang diterapkan pada perusahaan formal pada umumnya.
Penyuluhan terkait APD yang dilakukan peneliti kepada petani paprika merupakan salah satu bentuk penyaluran informasi. Peneliti menggunakan dua metode
penyuluhan yaitu metode satu arah dan metode dua arah. Metode satu arah dilakukan dengan presentasi slide dan pemutaran film pendek. Sedangkan metode dua arah
dilakukan dengan diskusi dan tanya jawab. Dengan penyuluhan ini, peneliti berasumsi bahwa informasi yang diberikan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
perilaku petani yang kemudian diukur dengan melihat perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan petani tersebut.
Pada saat sesi diskusi dan tanya jawab, banyak petani yang khawatir tentang kondisi kesehatannya, terutama petani yang baru menyadari adanya dampak negatif
pestisida yang bersifat jangka panjang. Selain itu, banyak petani yang mulai memperhatikan dampak negatif pestisida terlebih setelah melihat film tentang petani
yang mengalami gangguan kesehatan akibat pestisida. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui adanya peningkatan skor pengetahuan
dan sikap antara sebelum dan setelah penyuluhan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap. Adapun secara statistik uji
wilcoxon, dihasilkan P-value sebesar 0,000. Artinya, pada alpha 5 terdapat pengaruh penyuluhan yang bermakna terhadap pengetahuan dan sikap petani terkait
Alat Pelindung Diri APD dari bahaya pestisida. Pengaruh penyuluhan ini juga terjadi pada aspek tindakan petani terkait penggunaan APD. Setelah penyuluhan, terjadi
peningkatan jumlah petani yang menggunakan APD walaupun tidak semua APD yang digunakan telah memenuhi standar aman.
Lucie 2005 menjelaskan bahwa penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Dalam proses perubahan perilaku, sasaran diharapkan untuk
berubah bukan semata-mata karena penambahan pengetahuan saja. Namun, diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang
menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan menguntungkan. Lebih lanjut Notoatmojo 2007 menjelaskan bahwa suatu sikap belum tentu
mewujudkan suatu tindakan overt behavior. Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan diperlukan faktor pendukung support atau suatu kondisi yang
memungkinkan seperti adanya fasilitas dan dukungan dari berbagai pihak.
88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN