BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang masalah
Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan orang-orang yang mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat.
Mereka gagal memenuhi norma-norma yang ada dalam masyarakatnya, sehingga pada akhirnya gagal menaati aturan-aturan dan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Kegagalan seseorang dalam bidang hukum disebabkan oleh banyak hal, antara lain karena tidak terpenuhinya kebutuhan biologis atau sosial
psikologinya. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan seseoarang menjadi nekad lalu melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya mereka dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Hidup dengan peraturan tata tertib yang ketat dan harus
dipatuhi. Kebebasaan bergeraknya dibatasi, bergabung dengan orang-orang yang perasaan terancam yang berpikirkan normal mengginkan hidup demikian.
Seorang pelanggar hukum yang menginjakkan kaki kedalam tembok penjara akan mengalami masa krisis diri dan perasaan menolak. Keadaan seperti
itulah yang dapat meruntuhkan kekuatan mental seseorang yang nampak pada pernyataan jiwa dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Hal inilah yang perlu
diperbaiki dalam pembinaan di lembaga pemasyarakatan agar narapidana memiliki sikap dan mental yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga pemasyarakatan LP pada awalnya merupakan sistem kepenjaraan, sebagai pelaksana pidana hilang kemerdekaan. Sistem kepenjaraan
berasal dari pandangan individualisme yang memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak sebagai anggota masyarakat dan merupakan suatu
pembalasan dendam masyarakat semata-mata. Hal tersebut tidak sesuai dengan tingkat peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila,
tegasnya pada sila kedua yakni kemanusian yang adil dan beradab. Menyadari hal tersebut, sejak 1964 sistem kepenjaraan ditinggalkan dan diganti dengan
sistem pemasyarakatan yang ide dan konsepsi dasarnya dicetuskan oleh DR. Soehardjo, SH. Sistem pemasyarakatan timbul karena adanya suatu gagasan
bahwa pemasyarakatan dijadikan tujuan daripada pidana penjara. Maka sistem pemasyarakatan merupakan suatu cara pembinaan terhadap peara pelanggar
hukum yang melibatkan semua potensi dalam masyarakat, petugas, dan individu pelanggar hukum yang bersangkutan sebagai suatu keseluruhan sehingga objek
semata. Pada tahun 1965, sejak diterima gagasan pemasyarakatan, dapat dikatakan
dimulainya babakan baru dalam penanganan terpidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Perubahan tersebut antara lain terhadap pandangan terpidana
dari orang yang dijaga menjadi orang yang dibina, sedangkan petugas penjara berubah dari orang yang menjaga menjadi orang yang membina Warta
pemasyarakatan, 2008: 22-23. Pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari proses
komunikasi. Dengan berkomunikasi orang dapat mengerti dirinya sendiri dan mengerti orang lain, juga dapat memahami apa yang dibutuhkannya dan apa
Universitas Sumatera Utara
yang dibutuhkan orang lain. Manusia yang normal akan selalu terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi dengan sesamanya sepanjang
kehidupannya. Melalui komunikasi pula, segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh. Besarnya peranan komunikasi dalam kehidupan manusia
memancing timbulnya penelitian secara ilmiah untuk mengetahui jumlah waktu yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang begitu
akrab di dalam interaksi sesama manusia adalah bentuk komunikasi antar pribadi.
Komunikasi antar pribadi KAP adalah komunikasi seputar diri seorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun komunikan Effendy, 2003
: 57 . Komunikasi antar pribadi sebagai salah satu bentuk komunikasi adalah salah satu cara yang dipakai dalam pembinaan di lembaga pemasyarakataan.
Sesuai dengan cara pembinaan yang melibatkan semua unsur masyarakat, petugas dan nara pidana maka proses komunikasi antar pribadi yang terjalin di
lembaga pemasyarakataan diharapkan dapat berperan dalam membina dan membentuk kepribadian narapidana.
Peranan Komunikasi Antarpribadi yang dimaksudkan adalah dapat mengajak atau memotivasi napi untuk berubah baik sikap atau tingkah lakunya,
maupun pola pikirnya dari semula selalu berpikiran jahat menjadi baik serta mampu menumbuhkan rasa harga diri napi. Dengan demikian setelah masa
hukuman napi selesai, dia benar-benar telah siap untuk hidup ditengah-tengah masyarakat.
Sebagai mahluk individu, ia merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang berkegiatan secara keseluruhan dan sebagai mahluk sosial manusia adalah
Universitas Sumatera Utara
bagian dari anggota masyarakat yang selalu berinteraksi. Karena justru dalam interaksi itulah manusia dapat merealisasikan kehidupan secara individual.
Narapidana sebagai mahluk sosial adalah bagian dari masyarakat juga, bedanya dengan anggota masyarakat lainnya adalah untuk sementara waktu
kebebasan bergerak mereka dicabut. Walaupun demikian sebagai mahluk sosial yang berinteraksi narapidana menghendaki dapat bergaul dengan masyarakat
sekitarnya, ingin kehadirannya diterima dan diperhatikan orang lain. Peneliti tertarik meneliti mengenai efektivitas komunikasi antarpribadi
terhadap pembentukan perilaku narapida di LP Kelas II A Kotamadya Binjai, karena narapidana identik sebagai orang yang diasingkan dari masyarakat luas
baik selama di dalam penjara maupun sesudah dia bebas dari penjara. Jadi peneliti ingin mengetahui bagaimana pembinaan dan pembetukan pribadi
narapidana selama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Alasan peneliti meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai,
karena adanya akses yang mempermudah peneliti untuk meneliti di LP tersebut. Seperti diketahui, untuk meneliti di Lembaga Pemasyarakatan tidaklah mudah
dan sangat beresiko. Berdasarkan hasil survey awal peneliti, penempatan napi di LP ini dibagi
menjadi 3 tiga bagian atau blok, yaitu pertama, Blok A diperuntukan bagi orang-orang yang masih dalam proses penyidikan kepolisian dalam status
tahanan. Kedua, Blok B diperuntukan bagi orang-orang yang sudah mendapatkan putusan hukuman dari hakim dalam status pidana. Ketiga, Blok C
diperuntukan bagi tahanan wanita. Peneliti memilih utnuk meneliti Blok B,
Universitas Sumatera Utara
karena napi yang ditepatkan di Blok B adalah mereka yang telah mendapat putusan hukuman dari hakim.
Bimbingan yang dilakukan petugas LP saat melaksanakan tugasnya berupa pembimbingan moral, agama, keterampilan dan permasyarakatan. Bimbingan
moral dapat berupa pembentukan etika antara sesama narapidana, hubungan narapidana dengan masyarakat sekitar; diberikan dbimbingan agama yaitu
pembinaan dalam agama; keterampilan yang diberikan pada narapidana dapat berupa keterampilan menjadi tukang bangunan, mengukir, elektrik dan olah raga;
dan permasyarakatan. Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang efektivitas komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan perilaku nara pidana di LP Kelas II A Kotamadya Binjai.
1.2 Perumusan Masalah.