tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29 sampai 32 Setiaji, 2007.
Sebuah penelitian pada 300 pasien PJK di Jordania, dikatakan sebelum didiagnosis PJK 40 subjek tidak merokok, 11.7 mantan perokok, dan 48.3
perokok. Setelah didiagnosis dijumpai 29.7 berhenti merokok, sementara 60.7 tetap merokok, dan 9.6 merokok kembali setelah berhenti. Alasan terbesar
pasien PJK untuk tetap merokok adalah tidak ada niat untuk berhenti merokok 25.6 dan 25 mengatakan craving terhadap rokok. Sementara 19 yang
berhenti rokok memiliki alasan karena anjuran dokter Abu-Baker et al, 2010. Berdasarkan data diatas, upaya untuk menurunkan perilaku merokok
sebagai usaha pencegahan disadari merupakan hal yang sangat penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas PJK. Oleh karena itu, melihat data-data
yang disebutkan sebelumnya, penulis tertarik untuk membuat penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran perilaku merokok, meliputi
tingkat pengetahuan ; sikap ; tindakan, pasien-pasien PJK, dan juga gambaran tindakan pasien-pasien ini sebelum menderita PJK. Dengan demikian, diharapkan
dapat dilakukan usaha pencegahan, PJK dengan mengontrol salah satu faktor risiko yaitu merokok, sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitasnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah : Bagaimana perilaku merokok pada pasien penyakit jantung koroner PJK ?
Dilihat pada pasien rawat jalan di praktek dokter spesialis.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya perilaku merokok pada pasien-pasien Penyakit Jantung Koroner di praktek dokter spesialis.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a.
Mengetahui tingkat pengetahuan merokok pada pasien-pasien Penyakit Jantung Koroner di praktek dokter spesialis.
b. Mengetahui bagaimana sikap terhadap merokok pada pasien-pasien
Penyakit Jantung Koroner di praktek dokter spesialis. c.
Mengetahui bagaimana tindakan terhadap merokok pada pasien-pasien Penyakit Jantung Koroner di praktek dokter spesialis.
d. Mengetahui bagaimana tindakan terhadap merokok pada pasien-pasien
Penyakit Jantung Koroner sebelum menderita penyakit jantung koroner di praktek dokter spesialis.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : a.
Bagi pemerintah sebagai salah satu bahan evaluasi dan perencanaan strategis kedepan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
Penyakit Jantung Koroner. b.
Bagi tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan penyuluhan terhadap bahaya merokok sebagai penyebab penyakit jantung koroner untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. c.
Bagi masyarakat sebagai pengetahuan atau informasi agar lebih peka terhadap perilaku merokok baik bagi diri sendiri maupun orang
disekitarnya. d.
Sebagai masukan dan tambahan rujukan untuk instansi dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian lainya yang terkait.
e. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai latihan dan pengalaman dalam
membuat suatu penelitian.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Koroner
2.1.1. Definisi
Penyakit jantung koroner PJK adalah suatu kondisi dimana terjadi imbalans dari supply dan demand oksigen otot jantung, yang paling sering
disebabkan oleh plak aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri-arteri koroner. Selain itu PJK dapat pula terjadi akibat spasme arteri yang disebut
dengan angina varian. Presentasi klinis yang ditimbulkan dapat bermacam-macam dan membentuk spektrum PJK, namun manifestasi yang paling sering adalah
angina pektoris Young dan Libby, 2007 Penyakit jantung koroner merupakan suatu penyakit yang dinamis, dimana
ada suatu proses transisi dari spektrum penyakit akibat perubahan intralumen mulai dari oklusi parsial sampai dengan total ataupun reperfusi, seperti yang
diringkas pada gambar 2.1 berdasarkan modalitas diagnostik Talwar et al, 2008. Adapun spektrum klinis dari penyakit jantung koroner adalah sebagai
berikut Young dan Libby, 2007 : a. Penyakit jantung koroner : kondisi imbalans dari suplai dan kebutuhan
oksigen miokardium yang berakibat hipoksia dan akumulasi metabolit berbahaya, paling sering disebabkan aterosklerosis.
b. Angina pektoris : sensasi tidak nyaman di daerah dada dan sekitar, akibat proses iskemia otot jantung.
c. Angina stabil : bentuk kronik dari angina yang hilang timbul, timbul saat aktivitas dan emosi, dan hilang saat istirahat dan pemberian nitrat. Tidak ada
kerusakan permanen otot jantung. d. Angina varian : klinis seperti angina, timbul saat istirahat, terjadi akibat
spasme pembuluh darah koroner. e. Angina tidak stabil : bentuk dari angina dengan peningkatan frekuensi dan
durasi, muncul saat aktivitas yang lebih ringan. Dapat menjadi infark miokard akut jika tidak segera ditangani.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
f. Silent Ishcemia : bentuk asimptomatis dari proses iskemia miokardium. Dapat
dideteksi melalui EKG dan pemeriksaan laboratorium. g. Infark Miokard Akut : proses nekrosis miokardium yang disebabkan
penurunan aliran darah berkepanjangan. Paling sering disebabkan oleh trombus, dapat bermanifestasi pertama kali ataupun muncul kesekian kali
dengan riwayat angina pektoris.
Gambar 2.1 Spektrum PJK
sumber : Talwar et al, 2008
2.1.2. Epidemiologi
Di Amerika, Prevalensi PJK terjadi 7 pada orang dewasa, dimana sebanyak 16.3 juta orang mengalami PJK, yang terdiri dari serangan jantung
sebanyak 7.9 juta orang dan angina pektoris sebanyak 9 juta orang. Hampir setengah dari keseluruhan penderita ini, terjadi pada usia diatas 60 tahun,
prevalensi PJK pada laki-laki sebanyak 8.3 dan perempuan sebanyak 6.1. Insidensi serangan jantung pada tahun 2011 di Amerika diperkirakan 785.000
kasus baru dan 470.000 serangan berulang. Diperkirakan setiap 25 detik, satu orang Amerika akan mengalami cardiac event dan setiap 1 menit, satu orang
Amerika akan mati akibat PJK Roger et al, 2011. Di Indonesia, sebelum tahun 1950 PJK jarang dijumpai, tetapi mulai tahun
1970 PJK merupakan jenis penyakit kardiovaskular yang banyak dijumpai di
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
rumah sakit-rumah sakit besar. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT Departemen Kesehatan RI tahun 1986 dilaporkan bahwa morbiditas
penyakit kardiovaskular naik dari urutan ke-10 pada tahun 1981 menjadi urutan ke-3 pada tahun 1986, dan kenaikan ini disebabkan oleh naiknya morbiditas PJK.
Sargowo 2002 dalam Nababan 2008.
2.1.3. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu kondisi yang menganggu arteri sedang dan besar, ditandai dengan penebalan dinding arteri yang berhubungan dengan
akumulasi lipid yang dapat berujung dengan kalsifikasi, kemudian dapat menjadi ruptur akibat kelemahan dinding yang akan merangsang koagulasi darah untuk
membentuk suatu trombus yang akan menghambat perfusi ke jaringan Itrovic, 2009. Plak aterosklerosis terdiri dari berbagai macam lipoprotein, matriks
ekstraseluler kolagen, proteoglikan, glikosaminoglikan, kalsium, sel-sel otot polos, sel-sel inflamasi, dan angiogenesis Shah et al, 2008. Aterosklerosis
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. Manifestasi klinis utamanya yaitu penyakit kardiovaskular dan stroke,
diperkirakan akan menjadi global killer pada tahun 2020 Young dan Libby, 2007.
2.1.4. Proses Pembentukan Aterosklerosis
Proses pembentukan aterosklerosis bukan hanya melibatkan akumulasi lipid akibat diet saja, tetapi penelitian-penelitian terakhir menyebutkan bahwa ini
merupakan suatu kondisi inflamasi kronik, yang melibatkan lipid, trombosis, komponen dinding vaskular, dan sel-sel imun Yong dan Libby, 2007. Jadi,
aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi dimana terjadi interaksi antara komponen sistem imun dengan faktor-faktor metabolik yang nantinya akan
menginisiasi dan mengaktivasi lesi di dinding arteri Hannson, 2005. Proses pembentukan ini sudah mulai terjadi sejak balita sampai usia tua, ataupun timbul
manifestasi lebih dini berupa kejadian akut kardiovaskular Yong dan Libby, 2007.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dinding arteri memiliki sistem yang dinamik dan regulatif, sehingga beberapa komponen yang merugikan dapat menganggu homeostasis dari sistem
ini, dan akan merangsang proses aterogenesis. Misalnya, sel-sel endotel dan otot polos yang ada didalam arteri dapat beraksi terhadap mediator-mediator inflamasi
seperti IL-1 dan TNF-alfa yang akan mengakibatkan endotel dan otot teraktivasi dan melepaskan IL-1 dan TNF-alfa pula Yong dan Libby, 2007
Gambar 2.2 : Proses Pembentukan Aterosklerosis
Sumber : Schoen, 2005
Dalam perjalanannya ada beberapa mekanisme yang terlibat dalam proses inflamasi aterosklerosis, yaitu : disfungsi endotel, akumulasi lipid di subintima,
penarikan leukosit dan sel-sel otot polos ke subintima, pembentukan foam cells, deposisi matriks ekstraselular yang terangkum dalam gambar 2.2 Schoen, 2005.
Proses inflamasi di endotel yang menjadi dasar proses aterosklerosis akan menyebabkan aktivasi atau disfungsi endotel yang mengakibatkan infiltrasi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
lipoprotein, retensi, dan modifikasi disertai dengan pemanggilan sel-sel inflamasi Shah et al, 2008.
Aterosklerosis diawali dengan pembentukan fatty streak, secara makroskopis terlihat diskolorisasi bagian dalam arteri berupa warna kuning tanpa adanya
protrusi ke intralumen sehingga tidak akan menganggu blood flow. Pada awalnya stressor akan menyebabkan disfungsi endotel, yang nantinya akan menyebabkan
influks dan modifikasi lipid di subintima, dimana akan terjadi suatu proses inflamasi yang mendukungya untuk selanjutnya menarik sel-sel leukosit di darah
dan membentuk suatu foam cells Young dan Libby, 2007. a. Disfungsi endotel, dapat terjadi akibat faktor fisik maupun kimiawi. Faktor
fisik yang diistilahkan dengan physical stress sering terjadi pada arteri dengan banyak cabang, sedangkan pada arteri dengan aliran yang lebih lurus laminar
flow lebih menguntungkan, karena akan menghasilkan vasodilator endogen NO, penghambat agregasi platelet, substansi anti-inflamasi, dan anti-
oksidan yang bersifat protektif terhadap bahan kimiawi dan keadaan iskemik. Hal sebaliknya dijumpai pada arteri yang bercabang, akan terjadi gangguan
mekanisme ateroprotektif Young dan Libby, 2007. Untuk faktor kimiawi, seperti : rokok, dislipidemia, dan diabetes, yang juga merupakan faktor risiko
aterosklerosis, menyebabkan oxidative stress melalui produksi oksigen reaktif terutama anion superoksida yang akan berinteraksi dengan molekul-molekul
intrasel dari endotel untuk mempengaruhi fungsi sintesis dan metabolisme yang berujung pada proses inflamasi Shah et al, 2008. Akibat daripada
disfungsi endotel ini adalah : 1 gangguan fungsi endotel sebagai barier, 2 pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi, 3 peningkatan produksi molekul
adhesi yang berfungsi menarik leukosit, 4 pelepasan substansi vasoaktif prostasiklin dan NO, 5 menganggu fungsi antitrombotik Young dan
Libby, 2007. b. Sebagai akibat gangguan fungsi barier oleh endotel, LDL akan masuk ke
lapisan intima difasilitasi oleh kadar LDL yang tinggi dalam darah. Kemudian LDL terakumulasi dan berikatan dengan proteoglikan matriks
ekstraseluler. Hal ini ditingkatkan oleh hipertensi, yang akan menambah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
produksi LDL-binding proteoglikan oleh sel-sel otot polos. Modifikasi terjadi melalui proses oksidasi dengan aktivitas oksigen reaktif dan enzim pro-
oksidan yang dihasilkan endotel teraktivasi, serta dapat berasal dari makrofag yang masuk ke lapisan subdendotel. Pada pasien diabetes LDL dimodifikasi
melalui reaksi glikosilasi, yaitu reaksi non-enzimatis antara glukosa dan protein. Semua modifikasi ini berperan dalam proses inflamasi, dimana
mLDL modified LDL akan membantu influks dari leukosit dan pembentukan foam cell Young dan Libby, 2007.
c. Endotel yang teraktivasi juga akan mengeluarkan beberapa sinyal seperti leukocyte adhesion moleculesLAM VCAM-1, ICAM-1, E-Selectin, P-
Selectin, kemoreaktan MCP-1, IL-8, IFN-inducible protein 10, dimana kedua faktor ini akan menyebabkan diapedesis sel-sel inflamasi terutama
monosit dan limfosit T ke lapisan subintima. LDL yang telah dimodifikasi sebelumnya mLDL akan merangsang endotel dan sel-sel otot polos untuk
menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi yang berperan dalam menginduksi pelepasan LAM dan sinyal-sinyal kemoreaktan tersebut Young dan Libby,
2007. d. Setelah monosit masuk kelapisan subintima, maka sel ini akan berdiferensiasi
menjadi makrofag dan meng-uptake mLDL melalui reseptor yang bernama scavenger receptors yang ada dipermukaan makrofag sehingga terbentuk
foamy cell. Walaupun influks mLDL kedalam makrofag ini merupakan bentuk pertahanan menghentikan pelepasan sitokin oleh mLDL bebas di
subintima, tetapi sel-sel makrofag yang berisi kolestrol ini justru terperangkap dalam lokasi plak, yang akan menambah ukuran dari plak itu
tersebut Young dan Libby, 2007. Setelah pembentukan fatty streak yang diinisiasi kejadian disfungsi endotel,
maka tahapan selanjutnya adalah proses awal progresi plak yang diawali dari migrasi sel-sel otot polos dari lapisan media ke lapisan subintima lokasi tempat
proses inflamasi terjadi hingga terjadi pembentukan fibrous cap yang mengelilingi foamy cel Young dan Libby, 2007.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
a. Foam Cells menghasilkan PDGF, TNF-alfa, IL-1, FGF, TGF-beta, pletelet dan endotel yang teraktivasi, akan menghasilkan sinyal yang membantu Sel-
sel otot polos untuk proses migrasi, proliferasi, dan sekresikan matriks ekstraselular di subintima Young dan Libby, 2007. Kemudian sel-sel otot-
polos juga akan meng-uptake mLDL yang akan menambah ukuran dari plak Itrovic, 2009.
b. Metabolisme matriks ektraselular kolagen dan elastin, deposisi matriks yang berperan dalam proses pembentukan fibrous merupakan hasil keseimbangan
sintesis oleh sel otot polos dan degradasi oleh enzim proteolitik yaitu matrix metalloproteinaseMMP. Faktor pertumbuhan seperti PDGF dan
TGF-beta yang berperan dalam stimulasi otot polos dan sekresi matriks, sementara IFN-gamma yang dihasilkan limfosit T berperan menekan
produksi dari matriks ekstraselular ini, ditambah dengan sitokin-sitokin dan collagen-elastin-degrading
MMP yang
dihasilkan oleh
foam cell
menyebabkan gangguan stabilitas plak dan mengakibatkan plak menjadi vulnerable Young dan Libby, 2007.
c. Selanjutnya terjadi angiogenesis akibat perangsangan makrofag, endotel teraktivasi VEGF, IL-8. Proses ini menambah ukuran plak melalui
perdarahan intraplak dan menambah ukuran necrotic lipid-core yang berisi foam cell yang nekrosis akibat pelepasan enzim proteolitik dan sitokin dari
proses inflamasi yang terjadi Shah et al, 2008. Pada tahap awal progresi awal plak remodeling belum terjadi gangguan
aliran yang signifikan, karena pertumbuhan plak kearah luar lumen, namun apabila terus berlanjut remodeling akan menyebabkan penyempitan kearah lumen
dan barulah muncul manifestasi klinis akibat gangguan aliran koroner Shah et al, 2008. Teori terdahulu menyebutkan bahwa perkembangan plak ini terjadi secara
gradual dan berlanjut terus-menerus, tetapi bukti terbaru menunjukan bahwa proses perkembangan ini dapat terhenti akibat ruptur dari plak, dengan atau tanpa
manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat tidak terlihat akibat plak yang ruptur yang kecil membentuk trombus yang kecil pula, selanjutnya melalui platelet yang
teraktivasi akan menghasilkan PDGF dan heparinase yang akan membantu proses
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
penyembuhan plak yang ruptur. Kejadian sindroma koroner akut paling sering terjadi akibat ruptur dari plak, dan menyebabkan paparan molekul pro-trombotik
intraplak ke darah, dan berujung pembentukan trombus yang akan menyumbat intralumen pembuluh darah Young dan Libby, 2007
Proses selanjutnya yang dapat terjadi adalah proses rupturnya plak akibat degradasi dan penurunan matriks integritas plak oleh sel inflamasi dan nekrosis
sel-sel otot polos, yang dapat berlanjut dengan pembentukan trombus sebagai mekanisme utama kejadian sindrom koroner akut.
a. Integritas plak, dalam perjalanan proses pembentukan aterosklerosis terjadi dinamika antara sintesis dan degradasi matriks ekstraselular yang bergfungsi
sebagai determinan stabilitas dari suatu plak. Pada perjalanan penyakit, foam cell dan otot polos yang mati baik akibat stimulasi berlebihan dari proses
inflamasi ataupun jalur apoptosis akan terakumulasi menambah proses penumpukan konstituen dari plak. Ukuran dari plak ini juga mempengaruhi
stabilitas dari plak secara biomekanik, dengan bertambahnya ukuran plak maka akan terjadi protrusi plak ke lumen yang akan semakin memaparkan
plak ke stres hemodinamik sirkulasi, ditambah dengan peran limfosit T dan foam cell aktif yang menghasilkan sitokin-sitokin yang menyebabkan
degradasi matriks ektraselular. Jadi, ketika fibrous cap tebal sintesis matriks ektraselular lebih besar daripada degradasi maka akan terjadi penyempitan
lumen pembuluh darah yang kronik dengan kecenderungan yang lebih rendah untuk ruptur, hal ini disebut dengan stable plaque fibrous cap tebal dan lipid
core yang tipis. Hal sebaliknya terjadi ketika degradasi matriks lebih besar daripada sintesis, mengakibatkan fibrous cap yang tipis dengan
kecenderungan yang lebih besar untuk ruptur, hal ini disebut dengan vulnerable plaque fibrous cap tipis dan lipid core yang tebal dan kaya akan
sel-sel inflamasi. b. Kecenderungan plak apabila ruptur menjadi oklusi total atau terjadi
penyembuhan disebut dengan potensial trombogenik, kecenderungan ini merupakan hasil interaksi antara komponen koagulasi dan fibrinolitik. Proses
inflamasi yang terjadi merangsang komponen koagulasi melalui peningkatan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
faktor pro-koagulasi dan anti-fibrinolotik. Aktivasi pro-koagulasi terjadi melalui jalur ekstrinsik yang dihasilkan komponen-komponen plak meliputi
sel-sel otot polos, sel endotel, foam cells. Sedangkan aktivasi anti- fibrinolisisnya terjadi melalui ekspresi dari plasminogen activator inhibitor-1
atau PAI-1, aktivitas anti-fibrinolitik ini melebihi komponen antikoagulan trombomodulin, heparin-like molecules, protein S dan profibrinolitik tPA
dan uPA seperti yang terangkum dalam tabel 2.1 dibawah. Selain aktivitas inflamasi yang pro-koagulasi, keadaan ini juga dipengaruhi oleh genetik
procoagulant prothrombin gene mutation, keadaan penyerta diabetes, gaya hidup merokok, obesitas vise
ral. Jadi konsep “vulnerable plaque” sudah berkembang menjadi konsep “vulnerable patient.”
Tabel 2.1 Komponen Hemostasis
Meningkatkan Trombous Menghambat Trombus
Pro-coagulant : faktor jaringan Anti-koagulan : Trombomodulin,
Protein S, Heparin-like molecules Anti-fibrinolitik : PAI-1
Pro-fibrinolitik : tPA, uPA
Plak yang terbentuk pada prosesnya tidak tersebar merata untuk semua arteri yang ada di tubuh, plak ini cenderung berkembang pada mulanya terutama
di aspek posterior aorta abdominalis dan bagian proksimal arteri koroner, diikuti di arteri popliteal, aorta torakalis, arteri karotis interna, dan arteri renalis. Oleh
karena itu, daerah-daerah yang dialiri oleh pembuluh darah tersebut paling rentan terjadi proses pembentukan plak Young dan Libby, 2007
2.1.5. Komplikasi Aterosklerosis
Plak aterosklerosis dapat mengalami beberapa keadaan seperti : kalsifikasi, ruptur, perdarahan, dan embolisasi, yang semuanya dapat menyebabkan restriksi
tiba-tiba aliran darah bersangkutan, ataupun gangguan integritas pembuluh darah terkait Young dan Libby, 2007.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Kalsifikasi yang terjadi dapat mengakibatkan kekakuan pada dinding pembuluh darah dan akan meningkatkan fragilitasnya. Plak yang ruptur atau robek
dapat mengakibatkan paparan komponen pro-koagulan intraplak ke sirkulasi yang menyebabkan pembentukan trombus yang menyumbat intralumen, sehingga
terjadi proses infark, trombus juga dapat mengakibatkan embolisasi kebagian distal dan mengakibatkan oklusi. Selain itu proses lain yang dapat terjadi adalah
proses penyembuhan dimana trombus dapat diserap kembali dalam plak dan akan semakin menambah ukuran plak yang telah ada. Perdarahan yang terjadi akan
mengakibatkan proses pembentukan hematoma yang akan semakin menyebabkan penyempitan intralumen. Plak fibrous dapat menyebabkan bagian sekitar menjadi
terdorong dan akan terjadi kehilangan komponen elastin yang berakibat dilatasi arteri yang berujung dengan pembentukan aneurisma Young dan Libby, 2007.
Konsekuensi klinis dari proses aterosklerosis ini bervariasi, tergantung sistem organ yang terlibat. Pada kasus penyakit jantung koroner, plak progresif
yang stabil yang menyumbat stenosis pembuluh darah di jantung bermanifestasi dengan rasa tidak enak di dada yang intermittent
saat aktivitas fisik angina pektoris. Sebaliknya vulnerable plaque yang tidak secara signifikan membuat
penyempitan non-stenosis, dapat menjadi ruptur dan menyebabkan sindrom koroner akut. Karena sifatnya yang non-stenosis, gejala klinis jarang terlihat, dan
pada pemeriksaan angiografi sering tidak terlihat Young dan Libby, 2007.
2.1.6. Faktor Risiko
Pada tahun 1948, Studi Framingham sudah mulai melakukan penelitian- penelitian yang berhubungan dengan kejadian penyakit kardiovaskular dan
membuat suatu konsep mengenai
faktor risiko aterosklerosis. Studi INTERHEART menyebutkan faktor risiko penyakit kardiovaskular terdiri dari
yang dapat dimodifikasi 90 termasuk : dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus, inaktifitas fisik, dan yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia
tua, jenis kelamin laki-laki, dan keturunan. Selain daripada faktor-faktor risiko diatas yang disebut dengan traditional risk factors, ada pula yang disebut dengan
“novel” risk factors yang termasuk diantaranya adalah peningkatan homosistein
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
darah, Lpa, dan penanda inflamasi termasuk C-reactive proteinCRP Young dan Libby, 2007
a. Dyslipidemia Sebenarnya kolestrol bukanlah sesuatu yang merusak tubuh selama kadarnya
tidak berlebihan, tetapi justru diperlukan dalam proses fisiologis seperti pembentukan membran sel, hormon steroid dan empedu. Studi framingham
menyatakan bahwa risiko PJK meningkat dua kali pada kadar kolestrol total diatas 240 mgdl dibanding dengan pasien dengan kadar kolestrol total dibawah 200
mgdl. Tingginya kadar LDL diet, kelainan kongenital reseptor LDL dalam darah akan menyebabkan akumulasi LDL di subendotel dan akan terjadi
modifikasi. HDL memiliki kemampuan untuk membawa kolestrol dari perifer ke hati ditambah dengan fungsi anti-oksidanya, sehingga memiliki fungsi protektif
Young dan Libby, 2007. b. Merokok
Rokok dapat menyebabkan aterosklerosis melalui beberapa cara, diantaranya peningkatan modifikasi oksidasi LDL, penurunan HDL, disfungsi endotel akibat
hipoksia dan stress oksidatif, peningkatan perlekatan platelet, peningkatan ekspresi CAM, aktifasi simpatis oleh nikotin. Jadi rokok tidak hanya bersifat
aterogenesis tetapi juga aterotrombosis, yang keduanya menyebabkan keadaan pasien menjadi “Vulnerable patient.”Young dan Libby, 2007.
Stress oksidatif merupakan mekanisme utama yang menyebabkan disfungsi endotel, dan kemudian menyebabkan gangguan biosintesis NO oleh endotel.
Selain itu rokok juga akan menurunkan HDL. Kedua efek ini ditambah dengan kandung CO yang akan menurunkan kapasitas angkutan oksigen, sehingga akan
menurunkan ambang iskemia otot jantung demand meningkat. Rokok juga akan menyebabkan peningkatan fibrinogen dan perlengketan platelet Maron et al,
2008 c. Hipertensi
Stress hemodinamik oleh hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu akan terjadi
peningkatan jumlah reseptor scavenger, produksi proteoglikan oleh sel-sel otot
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
polos, dan angiotensin 2 mediator hipertensi bersifat pro-inflamasi yang menambah proses aterosklerosis itu sendiri Young dan Libby, 2007.
d. Diabetes Mellitus Dikatakan bahwa diabetes merupakan equivalent risk, artinya seseorang
dengan diabetes itu sama dengan orang yang pernah mengalami serangan jantung. Hal ini karena kondisi hiperglikemia akan memicu reaksi non-enzimatis antara
glukosa dan lipoprotein yang disebut dengan glikasi. Reaksi ini akan meningkatkan uptake kolestrol oleh makrofag, aktifitas pro-trombus dan anti-
fibrinolitik Young dan Libby, 2007. e. Inaktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan erat dengan sindroma metabolik. Aktifitas fisik latihan dapat meringankan proses aterosklerosis melalui :
memperbaiki profil lipid dan tekanan darah, meningkatkan sensitivitas insulin dan produksi NO oleh endotel Young dan Libby, 2007.
f. Keturunan g. Usia dan Jenis Kelamin
Insidensi dan prevalensi PJK meningkat seiring bertambahnya usia, dimana laki-laki pada usia 55 tahun dan pada wanita usia 65 tahun Maron et al, 2008.
Faktor risiko lebih tinggi pada laki-laki akibat perbedaan kadar estrogen bersifat kardioprotektif dengan wanita, sehingga hal ini akan sama risikonya pada wanita
pasca-menopause. Dikatakan
bahwa secara
fisiologis, estrogen
akan meningkatkan HDL dan menurunkan LDL Young dan Libby, 2007
h. Homosistein Mekanisme homosistein merangsang aterosklerosis masih belum jelas, tetapi
dikatakan kadar homosistein yang tinggi dalam darah menyebabkan peningkatan stress oksidatif, inflamasi vaskular, serta perlengketan platelet Young dan Libby,
2007. i. Lpa
Lipoproteina atau yang disebut “L-P-little-a” merupakan bentuk khusus dari lipoprotein dengan APO B-100 yang berikatan dengan APOa. Apoa mengikat
plasminogen yang merupakan komponen penting untuk proses lisis daripada
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kompleks trombus-fibrinaktivitas anti-koagulan. Jadi Lpa berhubungan dengan aterosklerosis melalui kompetisinya yang akan menurunkan aktifitas plasminogen
Young dan Libby, 2007. j. CRP
Karena mekanisme aterosklerosis adalah inflamasi disetiap prosesya, jadi penanda inflamasi menjadi bahan evaluasi pada pasien kardiovaskular. Sel-sel
imun yang teraktivasi pada proses aterosklerosis akan menghasilkan sitokin- sitokin pro-inflamasi IL-1, TNF yang akan menginduksi produksi IL-6 yang
juga dihasilkan oleh sel adiposa, yang selanjutnya akan menstimulasi produksi sejumlah acute-phase reactants seperti CRP, amyloid-A, dan fibrinogen terutama
di hati Hansson, 2005.
Tabel 2.2 Faktor Risiko pembentukan aterosklerosis Mitrovic, 2010 Kondisi
Mekanisme Laki-laki
post-menopause pada
perempuan Estrogen berperan menurunkan LDL
melalui peningkatan resptor LDL di liver
Riwayat keluarga Keterlibatan multigen
Hiperkolestrolemialipidemia Primer Genetik, defisiensi LPL, reseptor LDL,
abnormalitas ApoE, defisiensi ApoC Hiperkolestrolemialipidemia Sekunder
Peningkatan TG, kolestrol didapat asupan makanan, akibat obat
Merokok CO merangsang jejas hipoksik pada sel
endotel Hipertensi
Peningkatan stress fisik pada endotel, yang akan sebabkan disfungsi endotel
Diabetes Mellitus Penurunan klirens LDL oleh liver,
reaksi glikosilasi
yang sebabkan
peningkatan adhesi LDL ke endotel Obesitas Abdominal
Belum jelas,
tetapi mungkin
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan DM tipe 2, dislipidemia, hipertensi yang semuanya
merupakan faktor risiko aterosklerosis Sindrom Nefrotik
Peningkatan produksi lipid dan Lpa oleh hati
Hipotiroid Penurunan reseptor LDL di hati
Lpa yang tinggi Belum jelas
Hiperhomosisteinemia Belum
jelas, tetapi
mungkin berhubungan dengan penghasilan H
2
O
2
dan oksigen reaktif yang merangsang oksidasimodifikasi LDL
Tabel 2.2 Faktor Risiko pembentukan aterosklerosis Itrovic, 2009
2.1.7. Patofisiologi Iskemia
Dalam memahami patofisiologi PJK sesuai dengan defenisinya maka perlu diketahui terlebih dahulu faktor yang mempengaruhi supply dan demand dari
konsumsi oksigen miokardium. Aliran darah ke otot jantung supply bergantung pada kandungan oksigen dalam darah dan aliran darah koroner. Kandungan
oksigen dalam darah ini ditentukan oleh kadar Hb dan tingkatan oksigenasi sistemik. Sedangkan aliran darah koroner ditentukan secara berbanding lurus
dengan tekanan perfusi, dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskular. Koroner, tidak seperti pembuluh darah lain, mendapat aliran darah saat fase
diastolik. Hal ini disebabkan aliran koroner terhambat akibat kompreksi eksternal ventrikel saat fase sistolik, jadi tekanan perfusi koroner ditentukan oleh tekanan
diastolik aorta. Sedangkan resistensi vaskular di koroner tergantung : 1 Faktor kompresi eksternal kontraksi ventrikelsistol dan 2 Faktor intrinsik Naik et al,
2007. Faktor intrinsik akan memengaruhi tonus koroner, dimana komponenya
terdiri dari : metabolit lokal, faktor-faktor endotel, dan persarafan. Metabolit lokal memengaruhi tonus koroner secara lokal untuk meningkatkan supply oksigen
miokardium untuk memenuhi kebutuhan metabolisme seluler, jadi ketika terjadi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
hipoksemia akan terjadi pergeseran dari metabolisme aerob ke anaerob, ATP tidak cukup dihasilkan dan akibatnya terjadi akumulasi adenosin hasil degradasi
AMP dan ADP yang tidak dimodifikasi menjadi ATP, yang merupakan vasodilator poten, sehingga suplai oksigen ke jaringan masih dapat dipertahankan.
Selain itu ada pula faktor-faktor yang diproduksi endotel yaitu : NO, prostasiklin, dan endothelium-derived hyperpolarizing factor EDHF, yang ketiganya
merupakan vasodilator dan Entothelin 1 yang merupakan vasokontriktor. Dalam keadaan normal koroner akan cenderung menjadi vasodilatasi NO dan
prostasiklin akan mendominasi endothelin1, hal ini tidak akan terjadi apabila terjadi disfungsi endotel akibat berbagai faktor. Dan yang terakhir adalah adanya
persarafan dari simpatis dan parasimpatis, yang dalam keadaan normal simpatis mendominasi. Arteri koroner mempunyai reseptor alpha vasokonstriksi dan
beta-2 vasodilatasi. Jadi ketiga faktor metabolit lokal, derivatfaktor endotel, dan innervasi
autonom menghasilkan suatu keseimbangan tonus vaskular, misalnya ketika terjadi respon stres katekolamin akan terjadi perangsangan reseptor alpha
vasokonstriksi, kemudian beta-1 inotropik positif yang keduanya akan meningkatkan demand yang nantinya akan merangsang pembentukan metabolit
lokal berupa vasodilator sehingga akan tetap dalam keadaan vasodilatasi untuk menjamin aliran darah koronersupply Naik et al, 2007.
Kebutuhan oksigen miokardium demand dipengaruhi oleh 3 komponen, yaitu : 1 stress dinding ventrikel, 2 Heart Ratekronotropik HR, dan 3
kontraktilitasinotropik, dimana ketiga faktor ini akan meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen, serta dalam jumlah kecil oksigen dibutuhkan untuk
pembentukan energi metabolisme basal dan aktifitas listrik jantung. Stress dinding ventrikel dipengaruhi secara lurus oleh tekanan intraventrikel dan radius ventrikel,
serta berbanding terbalik dengan ketebalan dinding ventrikel. Dalam keadaan normal ketiga kebutuhan ini difasilitasi oleh faktor penentu tonus koroner,
sehingga akan tercapai keseimbangan agar miokardium mendapat cukup nutrisi dan oksigen. Tetapi ketika ada penyumbatan akibat plak aterosklerosisstenosis,
akan terjadi imbalansmismatch antara supply dan demand oksigen terhadap
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
miokardium, ditambah lagi dengan kondisi disfungsi endotel yang akan memperparah mekanisme kompensasi supply oksigen ke miokardium. Jadi
patofisiologi iskemia pada PJK tidak hanya akibat penurunan aliran darah koroner akibat penyempitan mekanikal tetapi juga akibat gangguan keseimbangan tonus
koroner kimiawi yang keduanya akibat proses aterosklerosis Naik et al, 2007
Tabel 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi supply dan demand miokardium Naik et al, 2007
Supply Demand
Konten oksigen darah Wall Stress
Tekanan Perfusi Koroner Resistensi vaskular koroner
- Kompresi Eksternal - Regulasi intrinsik metabolit lokal,
derivat endotel, dan innervasi autonom
HR dan Kontraktilitas
2.2. Rokok
2.2.1. Jenis dan Komponen Rokok
Komponen utama rokok adalah tembakau, yang ditambahkan berbagai macam bahan lain yang nantinya akan menentukan jenis rokok. Indonesia
merupakan satu-satunya negara di dunia yang memproduksi rokok dengan bahan baku tembakau dan cengkeh yang disebut dengan rokok kretek. Tembakau di
Indonesia ada dua jenis, satu yang ditanam di Pulau Jawa dengan jenis Tembakau Virginia, sementara di Sumatera Utara terdapat tembakau deli. Selain itu terdapat
rokok siong dimana terdapat bahan tambahan berupa kemenyan dan kelembak yang banyak dikonsumsi oleh orang Jawa. Diluar negeri bahan baku rokok hanya
tembakau yang disebut dengan rokok putih. Adapula jenis rokok pipa, dimana tembakau dibakar dan dihisap melalui pipa, dan rokok cerutu dimana tembakau
kering yang dirajang agak lebar disusun sedemikian rupa, kemudian dibalut dengan daun tembaku juga. Sitepoe, 2000
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Rokok digulung dengan berbagai jenis pembalut atau pembungkus. Ada yang menggunakan kertas, misalnya pada rokok kretek dan rokok putih ;
menggunakan daun nipah ; pelepah tongkol jagung atau disebut rokok kelobot ; dan dengan menggunakan daun tembakau itu sendiri ; adapula yang tidak
dibungkus tetapi dengan menggunakan pipa, misalnya rokok pipa. Pembalut rokok kretek bila dibuat dari kertas, maka minyak dari cengkeh akan keluar dan
membuat warna rokok tidak menarik, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pembungkus yang disebut dengan twin wrap Sitepoe, 2000
2.2.2. Merokok dan Perokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok ataupun pipa. Asap rokok yang dihisap atau dihirup
masuk sebagai dua komponen, yaitu yang lekas menguap dalam bentuk gas, dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel Sitepoe, 2000.
Dimana dikatakan oleh Harrisons 1987 dalam Sitepoe 2000, komposisi ini terdiri dari 85 gas dan sisanya berupa partikel.
Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut dengan mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang berasal dari ujung rokok serta yang dihembuskan ke
udara disebut dengan sidestream smoke. Yang terakhir apabila orang terkena asap jenis ini maka disebut dengan perokok pasif. Sedangkan yang menghisap asap
mainstream disebut dengan perokok aktif Sitepoe, 2000. Conrad dan Miller 1985 dalam Sitepoe 2000 menyatakan bahwa
seseorang dapat menjadi perokok disebabkan oleh dorongan psikologis dan fisiologis. Dorongan psikologis seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual,
menunjukan kejantanan kebanggan, sedangkan dorongan fisiologis akibat nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan adiksi sehingga seseorang
ingin terus merokok. Merokok tidak hanya pada orang tua, tetapi juga pada anak- anak. Merokok pada anak disebabkan keinginan untuk menunjukan dirinya telah
dewasa, umumnya bermula dari perokok pasif kemudian menjadi aktif, dan semula hanya coba-coba lambat laun menjadi ketagihan akibat nikotin. Sitepoe,
2000
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Zat yang Terkandung dalam Rokok
Rokok merupakan suatu kompleks kimiawi dengan bentuk gas dan partikel. Lebih dari 4000 zat yang terkandung dalam rokok, tetapi beberapa
komponen utama yang memiliki efek terhadap tubuh terdapat dalam tabel 2.4. Komponen gas termasuk karbon monoksida, nitrogen oksida merupakan zat pro-
oksidan dan iritan, hidrogen sianida menganggu fungsi mukosilier saluran pernafasan, dan bahan karsinogenik seperti volatile nitrosamine, formaldehid
Benowitz Hua, 2007.
Tabel 2.4 Komponen toksik utama dalam Rokok Benowitz Hua, 2007 Nicotine
Carbon Monoxide Catechols
Acetaldehyde N-Nitrosonornicotine
Nitrogen Oxides Phenol
Hydrogen Cyanide Polunuclear aromatic hydrocarbons Acrolein
Benzene Ammonia
Beta-Napthylamine Formaldehyde
Nickel Urethane
Cadmium Hydrazine
Arsenic Nitrosamines
Polonium 210
Komponen partikel termasuk diantaranya alkaloid terutama nikotin dan tar. Selain efek langsung ke saraf pusat, nikotin juga merupakan simpatomimetik
dan stimulan, serta meningkatkan pelepasan asam lemak bebas. Nikotin menyebabkan pelepasan hormon stres seperti kortisol dan GH serta pelepasan
vasopressin dan beta-endorphin. Tar merupakan kompleks yang terdiri dari benzoapyrene dan dan senyawa aromatik lain yang bersifat karsinogenik
Benowitz Hua, 2007.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Efek Rokok Terhadap Tubuh
Merokok merupakan faktor penyebab penyakit dan kematian yang paling dapat dicegah, rokok menempati urutan keempat diantara 20 penyebab penyakit di
dunia, dan menempati urutan pertama di negara berkembang. Perilaku merokok merupakan bentuk ketergantungan, hal ini disebabkan nikotin yang terkandung
dalam rokok. Beberapa diantara efek fisiologis dari nikotin termasuk euforia, penurunan kecemasan dan tekanan, menurunkan nafsu makan, meningkatkan
mood, relaksasi. Merokok berhubungan dengan berbagai macam penyakit seperti yag tercantum pada tabel 2.5 Benowitz dan Hua, 2007
Tabel 2.5 Penyakit yang berhubungan dengan merokok Benowitz dan Hua, 2007 Kanker
Berbagai macam kanker Penyakit Kardiovaskular
Mati mendadak,
MCI, Unstable
Angina, Stroke, Peripheral Artery Disease, Aneurisma Aorta
Penyakit Respirasi Bronkitis
kronik, Emfisema,
Bronkiolitis, Fibrosis
Interstisial, Pemicu
serangan asma,
Risiko Pneumonia dan TB
Penyakit Gastrointestinal Ulkus peptikum, Refluks esofagus
Penyakit Reproduksi Infertilitas, bayi prematur, BBLR,
aborsi, plasenta previa, ketuban pecah dini, kematian perinatal
Lain-lain DM
tipe 2,
menopause dini,
osteoporosis, katarak, dll.
Setelah rokok dihisap, kadar nikotin dalam darah akan meningkat tajam dalam 11-15 detik. Nikotin akan merangsang reseptor asetilkolin nikotinik pada
neuron yang berisi dopamin, kemuadian mengaktivasi suatu sistem bernama brain-reward system. Aktifasi ini akan menimbulkan perasaan senang seperti pada
akifitas seksual dan makan, tetapi hal ini bersifat sementara sampai kadar nikotin
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
turun dalam darah dan timbul gejala akibat tidak diaktifkanya sistem ini yang diistilahkan dengan withdrawalgejala putus obat yang hanya dapat dihilangkan
dengan konsumsi rokok kembali. Oleh karena itu hambatan untuk berhenti merokok adalah gejala putus nikotin. Gejala putus nikotin antara lain adalah
iritabilitas, cemas, bradikardia, nafsu makan meningkat, gelisah, dan gangguan berkonsentrasi, gejala ini dapat terjadi selama 2-3 hari dan akan berkurang setelah
14 hari Sadikin dan Louisa, 2008
2.2.5. Hubungan Rokok dengan Penyakit Jantung Koroner
Kebiasaan merokok sudah jelas merupakan dampak negatif bagi jantung, setiap tahun WHO mengajak untuk memperingati hari bebas tembakau Sedunia
pada 31 Mei, hal yang mencerminkan terhadap dampak buruk kebiasaan merokok bagi kesehatan dunia Yahya, 2010.
Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa yang akan diserap ke darah melalui proses difusi . Nikotin yang
terkandung dalam darah akan merangsang katekolamin dan bersama dengan komponen rokok lainya akan menyebabkan stress oksidatif di endotel koroner
sehingga akan memicu proses disfungsi endotel. Selain itu nikotin akan merangsang sistem saraf simpatis sehingga akan terjadi peningkatan demand
koroner Yahya, 2010. Karbon monoksida yang tersimpan dalam asap rokok akan mengikat hemoglobin dengan affinitas 200 kali melebihi oksigen, hal ini
menyebabkan penurunan delivery oksigen ke jaringan. Pada orang yang sehat hal ini dikompensasi dengan peningkatan aliran darah dan pengambilan oksigen
jaringan, cardiac output untuk memenuhi demand koroner, tetapi pada pasien PJK hal ini tidak dapat terjadi dan menyebabkan angina pektoris Benowitz, 2007.
Rokok akan meningkatkan aktifitas koagulasi, sebuah studi oleh Meade et al 1987 menyebutkan bahwa penghentian rokok akan menyebabkan penurunan
kadar fibrinogen. Asap rokok juga terbukti menurunkan kadar anti-oksidan yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas yang akan memodifikasi LDL. Juga
rokok akan menyebabkan penurunan TRAP total peroxyl radical-trapping potential dalam darah sampai 31 dalam waktu 30 menit saja. TRAP merupakan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kapasitas gabungan semua antioksidan untuk menetralkan semua radikal bebas dalam darah. Kebiasaan merokok juga akan meningkatkan potensi faktor risiko
PJK seperti hipertensi dan dislipidemia Yahya, 2010 Racun dari rokok tidak hanya merusak jantung perokok, tetapi juga orang-
orang disekelilingnya atau yang diistilahkan dengan perokok pasif Yahya, 2010. Studi dalam BMJ mencantumkan tentang efek samping rokok dan penyakit
jantung koroner dimana 4.700 orang yang terpapar asap rokok, kemudian diukur kadar kotinin hasil metabolisme nikotinin dalam darah. Hasilnya menunjukan
bahwa responden dengan kadar kotinin yang lebih banyak berisiko 50-60 lebih tinggi karena penyakit jantung Whincup et al, 2004.
2.3. Perilaku
2.3.1. Batasan Perilaku
Secara biologis perilaku diartikan sebagai suatu kegiatan, baik kegiatan yang dapat diamati ataupun yang tidak dapat diamati. Berdasarkan teori “S-O-R”
pula dapat dikelompokan perilaku manusia menjadi dua jenis, yaitu tertutup covert dan terbuka overt. Perilaku tertutup dimaksudkan apabila respon yang
timbul akibat stimulus tersebut belum dapat diamati secara jelas, termasuk disini komponen pengetahuan knowledge dan sikap attitude. Sedangkan perilaku
terbuka sebaliknya dapat diamati secara jelas, termasuk disini komponen tindakan practice Notoadmodjo, 2010
Perilaku adalah totalitas pemahaman yang terjadi pada suatu individu, yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Perilaku
seseorang sangat kompleks dan luas. Benyamin Bloom 1908 dalam Notoadmodjo 2010 membedakan perilaku menjadi 3 ranah domain, yakni
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembanganya, domain perilaku ini dibedakan sebagai berikut Notoatmodjo, 2010 :
a. Pengetahuan knowledge
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia telinga, mata, dsb terhadap suatu objek. Pengetahuan ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dan persepsi terhadap objek serta mempunyai intensitas atau tingakatan tertentu, Secara garis besar ada 6 tingkatan, yaitu : Notoatmodjo, 2010
1 Tahu know, diartikan sebagai memanggil recall memori yang sebelumnya sudah ada. Misalnya tahu bahwa penyakit jantung koroner disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah di jantung. Untuk mengukur bahwa orang tahu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2 Memahami comprehension, bukan sekedar tahu dan bisa menyebutkan tetapi juga dapat mengintepretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut. Misalnya orang memahami pencegahan demam berdarah DBD, tidak hanya mampu menyebutkan 3 M mengubur, menutup, dan
menguras, tetapi bisa menjelaskan mengapa harus dilakukan hal tersebut. 3 Aplikasi application, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
prinsip yang diketahui pada situasi yang lain. Misalnya orang telah paham tentang metodologi penelitian, dia akan mudah membuat proposal penelitian
dimana saja. 4 Analisis analysis, merupakan kemampuan untuk menjabarkan, memisahkan
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang diketahui dari suatu objek. Indikasi bahwa orang telah sampai pada tingkat analisis, ketika
dia mampu membedakan, mengelompokan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya dapat menjelaskan proses
pembentukan plak aterosklerosis dengan suatu diagram. 5 Sintesis synthesis, menunjukan kemampuan seseorang untuk merangkum
dan meletakan satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Misalnya setelah membaca atau mendengar
informasi, ia dapat merangkum dengan kata-kata sendiri serta mampu menyimpulkan tentang informasi yang didapat.
6 Evaluasi evaluation, kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menentukan anaknya mengalami malnutrisi atau
tidak, pasutri dapat menilai manfaat ikut KB.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b. Sikap attitude