89
2. Membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu
memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahannya.
117
Berikut ini merupakan ruang lingkup tugas dan kewenangan serta kewajiban Baitul Mal Aceh dalam menjalankan fungsinya, Baitul Mal diberikan tugas dan
kewenangan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan qanun mengenai Baitul Mal. Adapun tugas-tugas Baitul Mal dapat diperinci sebagai berikut:
1. Mengurus dan mengelola zakat 2. Mengurus dan mengelola Tanah Wakaf
3. Melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat 4. Melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya
5. Menjadi Wali terhadap anak yang tidak mempunyai wali nashab, 6. Menjadi wali Pengawas terhadap wali nashab,
7. Menjadi wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap. 8. Menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli
warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah. 9. Membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan
pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Tugas-tugas tersebut merupakan tugas utama Baitul Mal.
2. Dasar Hukum Baitul Mal
Adapun yang merupakan aturan hukum yang merupakan dasar hukum berdirinya Baitul Mal di Aceh adalah:
117
Pasal 42 Qanun Nomor 10 tahun 2007
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
90
a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2007 yang selanjutnya menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2007 tentang
Penyelesaian Masalah Hukum Pasca Tsunami di Aceh dan Nias b. Undan-undang. No.112006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur
masalah Zakat dan Baitul Mal. c. Qanun Aceh No. 102007 tentang Baitul Mal, menetapkan Baitul Mal sebagai
Lembaga Daerah non struktural dan bersifat Independen. d. Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 182008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi NAD termasuk Baitul Mal. Menetapkan Sekretariat Baitul Mal Aceh BMA
sebagai Satuan Kerja Perangkat Aceh SKPA dalam jabatan struktural Eselon II.b, III.b dan IV.a
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.372009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan KabupatenKota Provinsi.Aceh.
Menetapkan sekretariat Baitul Mal KabupatenKota BMK sebagai Satuan Kerja Perangkat KabupatenKota SKPK dalam jabatan struktural eselon III.a
dan IV.a g. Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Aceh. h. Peraturan Gubernur NAD No. 602008 tentang Mekanisme Pengelolaan
Zakat.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
91
i. Instruksi Gubernur NAD No. 06INSTR2008 tentang Pengumpulan Zakat Penghasilan
dikalangan PNSPejabatKaryawan
lingkup pemerintahan
Prov.NAD, dikalangan PNSPejabatKaryawan Pemerintahan Pusat dan Karyawan Perusahaan Swasta yang berkerja di Prov. NAD.
j. Peraturan Gubernur nomor 11 Tahun 2010 tentang pengelolaan harta agama
yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian.
3. Struktur Dari Lembaga Baitul Mal
Baitul Mal di Aceh adalah organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Aceh yang merupakan bagian dari lembaga keistimewaan Provinsi Aceh yang terdiri
dari 4 lembaga keistimewaan. Jika dilihat dari bentuk organisasinya, Baitul Mal Aceh dibagi ke dalam 4 tingkatan, yaitu:
1. Baitul Mal Provinsi 2. Baitul Mal Kabupaten Kota
3. Baitul Mal Mukim Kumpulan dari beberapa desa 4. Baitul Mal Gampong Desa
Baitul Mal Provinsi berkedudukan di Ibukota Provinsi yaitu Banda Aceh. Dalam menjalankan fungsinya Baitul Mal provinsi berada di bawah pengawasan
gubernur selaku kepala daerah karena Baitul Mal provinsi bertanggung jawab kepada Gubernur.
Susunan organisasi Baitul Mal Provinsi terdiri dari kepala Baitul Mal, Sekretaris, Bendahara, dan dibantu oleh beberapa bidang. Adapun bidang-bidang
tersebut adalah:
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
92
1. Bidang Pengawasan; 2. Bidang Pengumpulan;
3. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan; 4. Bidang Sosialisasi dan Pengembangan;
5. Bidang Perwalian. Dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Baitul Mal Aceh maka
dibentuklah Sekretariat Baitul Mal Aceh berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. “Sekretariat Baitul Mal Aceh ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggung jawab
kepada pimpinan Baitul Mal Aceh dan secara administratif kepada Gubernur melalui Sekretariat Daerah”.
118
Selanjutnya “sekretariat
Baitul Mal
Aceh mempunyai
tugas untuk
memberikan pelayanan administrasi kesekretariatan, dan fungsi menyusun program, memfasilitasi penyiapan program, memfasilitasi dan memberikan pelayanan teknis
serta pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan pada Baitul Mal Aceh”.
119
Sedangkan Baitul Mal KabupatenKota berada di bawah Baitul Mal Provinsi dan berkedudukan di ibukota KabupatenKota serta bertanggung jawab kepada
BupatiWalikota. Adapun susunan Organisasi Baitul Mal Kabupatenkota sama
118
Pasal 3 Ayat 1 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008
119
Pasal 4 Ayat 1 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
93
dengan susunan Baitul Mal Provinsi, namun ada perbedaan pada pembagian bidang- bidang organisasi. Bidang-bidang organisasi pada Baitul Mal kabupaten Kota disebut
bagian, adapun bagian-bagiannya adalah sebagai berikut: 1. Bagian Pengumpulan
2. Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan 3. Bagian Sosialisasi dan Pembinaan
4. Bagian Perwalian. Tidak berbeda dengan Baitul Mal Provinsi, dalam menunjang pelaksanaan
tugas dan fungsi Baitul Mal KabupatenKota juga di bentuk Sekretariat Baitul Mal KabupatenKota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan KabupatenKota pada Pemerintahan Aceh. “Sekretariat Baitul Mal kabupatenkota ini
dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan Baitul Mal Kabupatenkota dan secara administratif kepada Kepala
Daerah melalui Sekretariat Daerah.”
120
Selanjutnya sekretariat Baitul Mal KabupatenKota juga mempunyai tugas dan fungsi yang sama dengan sekretariat Provinsi, “yakni mempunyai tugas untuk
memberikan pelayanan administrasi kesekretariatan, dan fungsi menyusun program, memfasilitasi penyiapan program, memfasilitasi dan memberikan pelayanan teknis
120
Pasal 3 Ayat 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
94
serta pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan pada Baitul Mal KabupatenKota.”
121
“Dibawah Baitul Mal Kabupatenkota terdapat Baitul Mal Mukim atau Baitul Mal yang berkedudukan di tingkat mukim.”
122
Baitul Mal ditingkat Mukim ini struktur organisasinya agak berbeda dari susunan organisasi di tingkat Provinsi dan
tingkat KabupatenKota, struktur organisasi mukim terdiri dari ketua yang dijalankan oleh Imeum mesjid Imam Mesjid. Kemukiman dimana Baitul Mal tersebut berada.
Dalam pelaksanaannya Imeum Mukim menunjuk dan menetapkan sekretaris, bendahara, seksi perwalian, seksi perencanaan dan pendataan serta seksi pengawasan,
Baitul Mal Mukim juga bertanggung jawab kepada Baitul Mal KabupatenKota. Selanjutnya barulah kepengurusan Baitul Mal Gampong Kampong, untuk
susunan organisasi Baitul Mal gampong tidak jauh berbeda dengan Baitul Mal Mukim Imam surau, hanya saja ketua di Baitul Mal tingkat gampong dilaksanakan
oleh Imuem Meunasah atau imuem Mesjid yang tingkatnya dibawah Imuem Mukim, sedangkan struktur organisasi lainnya sama dengan Baitul Mal Mukim dan Baitul
Mal Gampong juga bertanggung Jawab kepada Baitul Mal Kabupatenkota.
121
Pasal 4 Ayat 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009
122
Secara spesifik didalam pasal 2 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur tentang pemerintahan Aceh dibagi dalam 4 tingkatan yakni,
Kabupatenkota, Kecamatan, Mukim dan Gampong, masing-masing tingkatan pemerintahan ini mempunyai kewenangan yang berbeda, sesuai dengan pasal 114 UUPA tersebut, mukim merupakan
kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan yang terdiri dari gabungan beberapa Gampong yang mempunyai wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau bana lain yang berkedudukan
langsung di bawah Camat, adapun kewenangan dan urusan pelayanan diatur dalam qanun, lihat Abdur Rozaki, et.al, Mengembangkan Gampong Peduli Hak Anak, Institute For Research and Empowerment
IRE, Yokyakarta, 2009, Hal 4.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
95
Sampai saat ini Baitul Mal Provinsi Aceh telah memiliki dan membentuk kepengurusan Baitul Mal di tiap Kabupaten dan Kota diseluruh Provinsi Aceh, yang
diharapkan dapat memaksimalkan peran Baitul Mal Aceh. Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa Baitul Mal mempunyai
tugas dan wewenang yang hampir sama dengan Balai Harta Peninggalan. Hal ini tercermin dari penjelasan umum Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2007 yang dalam penjelasan umumnya menyebutkan: “Baitulmal adalah lembaga agama Islam diprovinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang berwenang menjaga , memelihara, mengembangkan, dan mengelola harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi
wali pengawas berdasarkan syariat Islam.”
123
Sedangkan Balai Harta Peninggalan adalah lembaga yang berada didalam lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang mengurus
perwalian, pengampuan, ketidak hadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran akta wasiat, surat keterangan ahli waris, dan kepailitan, bagi
penduduk yang bukan beragama Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam atau penduduk, baik yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam
di kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara.
124
D. Tinjauan Mengenai Pengawasan Perwalian
Menyangkut hal pengawasan terhadap perwalian tersebut sebenarnya telah diatur Dalam Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang menyatakan bahwa “Balai Harta Peninggalan Public Trustee atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serupa dapat bertindak sebagai wali pengawas untuk
123
Lihat Perpu Nomor 2 tahun 2007 ketentuan umum angka 6
124
Ibid ketentuan umum angka 7
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
96
memastikan bahwa kepentingan anak di bawah perwalian adalah dilindungi dan dipelihara secara baik.”
125
Peran Balai Harta Peninggalan ini dalam sistem hukum perdata Indonesia terwujud dalam tugas dan fungsi nya yang berpedoman pada surat Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia tanggal 19 Juni 1980 nomor M.01.PR.07.01-80 tahun 1980 tentang organisasi dan tata kerja Balai Harta Peninggalan.
Salah satu fungsi dari Balai Harta peninggalan adalah perwalian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan intruksi untuk Balai Harta
Peninggalan di Indonesia Stb.1872 nomor 166. Timbulnya perwalian akibat dari putusnya suatu perkawinan baik kerena kematian maupun karena putusan Pengadilan,
selalu membawa akibat terhadap isteri suami, anak-anak maupun harta kekayaanya. Dan akibat yang seperti itu sangat artinya dirasakan terutama terhadap anak- anak
yang dibawah umur, dimana anak anak yang dibawah umur itu masih membutuhkan bimbingan, pemeliharaan dan perlindungan hukum, karena belum bisa mengurus
pribadinya, kepentinganya, terutama sekali terhadap harta kekayaannya. Oleh karena itu perlu ditunjukdiangkat seorang wali yang dapat berindak sebagai orang tuanya
dengan tugas yang ditentukan oleh undang-undang. Mengingat tugas wali yang cukup luas menyangkut diri pribadi sianak yang
belum dewasa terhadap harta kekayaanya, sedangkan wali adalah manusia biasa yang bersifat lalai, mempunyai banyak kepentingan dan kebutuhan, khilaf, lupa dan
sebagainya maka perlu adanya lembaga yang mengawasi pelaksananan perwalian
125
lihat Pasal 351-3 Undang-Undang No. 232002 tentang Perlindungan Anak
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
97
yaitu “Balai Harta Peninggalan yang memikul tugas selaku wali sementara Tijdelijk voogd dan wali pengawas Toeziende Voogd.
Tugas-tugas pokok yang merupakan beban kerja Balai Harta Peninggalan yang terkandung dalam peraturan-peraturan Balai Harta Peninggalan masa lalu,
tenyata sudah banyak yang tidak sesuai dengan situasi masa kini, karena perlakuanya dianggap diskriminatif, sehingga beban kerja Balai Harta Peninggalan terasa semakin
berkurang. Aturan-aturan yang berlaku dalam fungsi dan tugas pokok balai harta Peninggalan ini sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini.
Dalam setiap perwalian di Indonesia, Balai Harta Peninggalan menurut undang-undang adalah menjadi pengawas, Balai harta peninggalan ini berada di
Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar, sedangkan ditempat lain Balai Harta peninggalan mempunyai cabang. Dalam tiap-tiap perwalian Balai Harta
memiliki dewan perwalian yang terdiri dari atas kepala dan anggota-anggota serta beberapa anggota lainnya.
Kewajiban wali
pengawas adalah
mewakili kepentingan
anak bila
bertentangan dengan kepentingan siwali dengantidak mengurangi kewajiban yang istimewa kepada Balai Harta Peninggalan. Dalam surat intruksinya perwalian
pengawas itu setiap tahun harus meminta kepada setiap wali supaya secara ringkas memberikan perhitungan tanggung jawab dan supaya memperlihatkan kepadanya
segala surat-surat berharga milik sianak. Perhitungan secara ringkas itu akan dibuat diatas kertas tidak bermaterai dan diserahkan tampa suatu biaya apapun dan tanpa
suatu bentuk hukum. Apabila wali tidak melaksanakan hal tersebut, dan dalam
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
98
perhitungan secara ringkas terdapat tanda-tanda ada kecurangan atau kealpaan yang besar, maka wali pengawas dapat menuntut pemecatan wali yang ditentukan dalan
undang-undang sebagai mana yang dijelaskan dalam Pasal 373 KUH Perdata. Balai Harta Peninggalan adalah suatu lembaga atau badan Negara yang
mempunyai tugas dan kewajiban melindungi Hak Asasi Manusia, terutama dibidang personal right bagi orang-orang yang demi hukum, atau atas penetapan pengadilan
tidak cakap bertindak dalam. Tugas Balai Harta Peninggalan BHP tercermin dalam tugas pokoknya yang
berupa : a. Pengurusan diri pribadi dan harta anak-anak yang belum dewasa selama
belum ditunjuk seorang wali atas mereka Pasal 359 KUH perdata ayat
terakhir atau disebut juga sebagai wali sementara; b. Sebagai wali pengawas Pasal 366 KUH perdata;
c. Mewakili kepentingan anak yang belum dewasa dalam hal ada pertentangan dengan kepentingan wali Pasal 370 KUH perdata;
d. Pengurusan harta kekayaan anak-anak yang belum dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut dari wali mereka pasal 338 KUH perdata.
Masalah perwalian di Aceh dasar hukum yang diterapkan ialah Undang- undang Nomor. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, dan Kompilasi Hukum Islam KHI. Selain aturan- aturan tersebut juga diatur dalam bentuk aturan lainnya yaitu sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Republik Indonesia
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
99
Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Penanganan Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pelaksanana Rehabilitasi Dan Rekontruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 1 Undang-undang dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang kemudian menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2007, Tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti
Undang-undang Nomor 2 tahun 2007.yang dalam penjelasan umumnya dalam alinea kedua menyebutkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak cukup
untuk dijadikan dasar oleh pemerintah dalam melakukan tindakan serta upaya menangulangi berbagai langkah perbaikan
dari sisi fisik maupun psikis untuk mengatasi kondisi yang tidak normal pada daerah yang terkena bencana.
Selain itu “untuk memberikan landasan hukum yang kuat dalam mengatasi permasalahan
yang mendesak dibidang pertanahan, perbankan, keperdataan, perwalian dan administrasi kependudukan di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami.”
126
Dalam Perpu tersebut masalah perwalian diatur pada Pasal 27 sampai dengan pasal 32, namun pengaturanya lebih kepada pengawasan terhadap penggunaan harta
anak oleh wali.
126
Amirullah, Himpunan Peraturan Baitul Mal,Banda Aceh, Juli 2008, hal 7
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
100
Kemudian pemerintah menetapkan Perpu tersebut menjadai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2007, dan masalah perwalian ini diatur pada Bab
V bagian kedua tepatnya pada Pasal 31 yang menyebutkan : 1Anak dibawah umur yang orang tuanya telah meninggal atau tidak cakap
bertindak menurut hukum, maka harta kekayaan dikelola oleh wali sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya telah meninggal
atau tidak
cakap bertindak
menurut hukum
maka harta
kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Pasal 32 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2007 juga menyebutkan hal sebagai berikut :
“Dalam hal pihak keluarga tidak mengajukan permohonan penetapan wali maka Baitul Mal atau Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas
mengajukan permohonan penetapan wali kepada Pengadilan.” Baitul Mal dikhusus kan untuk orang muslim di Aceh sedangkan untuk Non
Muslim tunduk ke Balai Harta Peninggalan. Dengan demikian Batul Mal di Aceh juga mempunyai kewenangan yang sama dengan Balai Harta Peninggalan yaitu
menjadi waliwali pengawas terhadap anak yatim piatu yang masih dibawah umur.
E. Pengelolaan Managemen Harta Aset dalam Perwalian.
Mengenai Penggeloaan Managemen Harta Aset dalam Perwalian, Undang- Undang Nomor 232002 Tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa wali
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
101
mengelola kekayaan lingkungan mereka untuk kepentingan anak tersebut. Dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga menyatakan bahwa “seorang wali
bertanggung jawab atas pengelolaan aset harta dan harus membayar jika dalam pengelolaan harta tersebut menjadi hilang atau rusak, baik karena sengaja maupun
karena kelalaian.”
127
Pada awal penetapan perwalian, maka diperlukan upaya “inventarisasi semua asset harta dari anak yatim tersebut, dan wali wajib mendokumentasikan semua
perubahan terhadap aset.”
128
Begitu juga harta tersebut yang harus diaudit secara manual tahunan untuk mengetahui nilai dari aset dari anak yang diperwalikan itu, dan untuk memastikan
bahwa hartanya tetap terjaga. Selain itu, wali dilarang menjual, mengalihkan atau menggadaikan aset anak perwalian, kecuali dalam keadaan yang darurat memaksa.
Seperti telah disebutkan sebelunya menyangkut pengelolaan aset harta anak yang berada di bawah perwalian maka Makamah Syariyah berwenang dalam
mengawasi perwalian anak-anak yatim piatu akibat tsunami, Namum fungsi dan tugasnya tidak boleh memihak selaku lembaga peradilan maka menyangkut
pengawasan terutama tehadap anak dan hartanya yang berada dibawah perwalian dilakukan oleh Baitul Mal, dan dalam prosesnya akan diawasi oleh Mahkamah
Syariyah.
127
Lihat Pasal515 UU No. 11974.
128
Ibid
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
102
1. Menyangkut Simpanan di Bank