Perkembangan Mutiara di Indonesia

4.3 Perkembangan Mutiara di Indonesia

Mutiara berbeda dengan hasil komoditas sektor perikanan dan kelautan lainnya. Karena, proses produksinya memanfaatkan makhluk hidup jenis tiram oyster sehingga hasilnya unik, dan tidak satupun mutiara yang akan sama persis satu dengan yang lainnya. Mutiara merupakan bahan organik yang biasa dibuat dalam bentuk perhiasan. Mutiara yang dihasilkan di Indonesia adalah jenis tiram Pinctada maxima atau di pasaran internasional dikenal dengan mutiara laut selatan MLS atau south sea pearl. Semua jenis kerang mutiara ada di Indonesia, Pinctada maxima silver dan Pinctada maxima golden menjadi produk andalan. Tiram jenis ini biasanya didaerah perairan Indonesia bagian timur yani Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mutiara semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan. Karena dengan budidaya dapat menghasilkan komoditas yang lebih baik sehingga menghasilkan nilai komersial dan dengan melakukan budidaya laut tidak hanya melakukan produksi namun menjaga kelestarian ekosistem laut, dapat menciptakan usaha dan lapangan kerja yang baru, menghasilkan komoditi ekspor untuk meningkatkan devisa negara dan juga mengefisienkan dan mengefektifkan. Mutiara yang dibudidayakan di Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Barat NTB, Lampung, Irian Jaya, Sulawesi, dan Halmahera. Di Indonesia, komoditas mutiara baik lewat budidaya laut dan air tawar ini masih memiliki peluang cukup luas. Masih banyak pulau dan teluk-teluk terlindung dari hempasan ombak yang cocok untuk lokasi pengembangan budidaya mutiara laut. Dengan kondisi iklim yang hampir stabil sepanjang tahun, memungkinkan pengembangan budidaya laut ini hampir tidak terpengaruh oleh perubahan musim. Selain kondisi alamnya tidak banyak mengalami perubahan hampir sepanjang tahun, jenis kerang mutiara sebagai penghasil mutiara yang diproduksi di Indonesia merupakan salah satu jenis paling unggul dibandingkan dari negara lain. Produksi mutiara Indonesia yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya banyak terdapat di daerah Nusa Tenggara Barat. Secara geografis, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki luas wilayah lautan yang lebih besar dari luas wilayah daratan, yakni 29.159 km2 atau ekuivalen dengan 59,13 dari total wilayah Nusa Tenggara Barat. Dinas terkait telah menetapkan tiga satuan wilayah pengembangan SWP yang masing-masing memiliki prioritas komoditas untuk dikembangkan. Ketiga satuan wilayah pengembangan tersebut meliputi SWP Pulau Lombok dengan prioritas pengembangan budidaya rumput laut, budidaya perikanan air tawar, air payau, perikanan tangkap dan perairan umum. Di wilayah Sumbawa Barat pengembangan lebih diproritaskan pada budidaya air laut dan air payau. Sedangkan untuk wilayah pengembangan ketiga yakni Sumbawa bagian timur memiliki prioritas pengembangan perikanan tangkap, budidaya laut dan perairan umum. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa potensi area budidaya laut di NTB khususnya komoditi mutiara sebesar 23.936 ha, sedangkan area laut yang digunakan baru 1.700 ha. Oleh karena itu, pemanfaatan area laut di NTB khususnya untuk produksi mutiara belum digunakan secara optimal. Belum optimalnya pengembangan tidak lepas dari hambatan yang dihadapi selama ini terutama pada masalah infrastruktur. Tabel 4.2 Potensi Perikanan Budidaya Laut Komoditas Potensi Area ha Pemanfaatan ha Mutiara 23.936 1.700 Rumput Laut 22.768 6.836 Kerapu, Lobster, dll 2.229 669 Total 48.933 9.205 Mutiara terbentuk akibat respon dari tiram untuk menolak kesakitan akibat masuknya benda asing ke dalam tubuhnya. Mutiara dari laut dapat diketemukan pada tiram, sedangkan mutiara dari perairan tawar dapat ditemukan pada kerang atau kijing. Pada dasarnya mutiara perairan laut berhubungan erat dengan tiram dari genus Pinctada dan pada perairan tawar pada genus Unio. Banyak jenis tiram yang dapt memproduksi benda keras dalam tubuhnya, tetapi sedikit yang dapat memperlihatkan warna sehingga dapat digolongkan sebagai batu permata mutiara. Pada dua cangkang kulit tiram tiram jenis Pinctada terdapat bermacam- macam lapisan. Lapisan induk mutiara mother of pearl adalah lapisan yang langsung melindungi organ tubuh tiram mutiara, berada pada cangkang bagian dalam. Jika terdapat partikel benda asing yang menyakitkan, misalnya sebutir pasir maka organ tubuh tiram yang disebut mantel akan mulai melapisi dengan „nacre‟ pelindung lapisan induk mutiara ke sekelilingnya, hasilnya mungkin akan menjadi sebutir mutiara. Jika partikel dapat dilapisi oleh mantel secara menyeluruh, hasil mutiaranya kelak akan berbentuk bundar bagus. Jika penimbul sakitnya terletak di atas cangkang bagian dalam, akan terjadi bentuk mutiara setengah bundar. Mutiara itu dibentuk oleh lapisan yang mengelilingi penyebab sakitnya secara konsentris. Lapisan tersebut terdiri dari mineral yang diproduksi oleh tiram, tetapi bila lapisan terluarnya tidak terdiri dari nacre, mutiara tidak akan memperlihatkan warna- warni yang menggairahkan yang biasa disebut „orient‟ yang membuat mutiara mempunyai harga yang tinggi dan indah.

4.4 Industri Mutiara Indonesia