Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Batubara Indonesia di Empat Negara Tujuan Ekspor Terbesar

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda industrialisasi terus dapat berjalan adalah ketersediaan bahan bakar untuk menggerakkan mesin-mesin yang terus berputar setiap saat. Oleh sebab itu negara-negara di dunia berusaha untuk memenuhi pasokan energi dalam negerinya agar industrinya dapat terus berjalan dan tetap bisa mendatangkan devisa bagi negara tersebut.

Batubara adalah salah satu pilihan energi alternatif yang saat ini banyak digunakan oleh industri-industri di dunia. Konsumsi batubara dunia akan tumbuh rata-rata 2,6 persen per tahun antara periode 2005-2015 dan kemudian melambat menjadi rata-rata 1,7 persen per tahun sepanjang 2015-2030 (International Energy Agency, 2010).

Sumber: World Energy Council, 2009

Gambar 1.1 Perkembangan Konsumsi Batubara Dunia (1999-2009)

48044990,5 5012,95120,2 5513,95846,8 6118,16395,6 6684,96866,6 6817,9 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

M illio n /T o n Tahun Konsumsi


(2)

2 Batubara memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan perekonomian suatu negara. Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat selama periode 1999-2009, perkembangan konsumsi batubara dunia terus mengalami peningkatan. Meningkatnya konsumsi batubara dunia disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat dunia sehingga menyebabkan tingginya permintaan energi dunia. Pada tahun 2008-2009 konsumsi batubara dunia mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan karena adanya krisis finansial global. Tetapi keadaan ini tidak secara tajam menurunkan permintaan batubara dunia.

Permintaan batubara dunia dipenuhi dari total produksi batubara oleh sepuluh produsen utama batubara, yaitu Cina, Amerika Serikat, India, Australia, Indonesia, Afrika Selatan, Rusia, Kazakhstan, Polandia, dan Colombia. Gambar 1.2 menunjukkan sepuluh besar produsen batubara dunia pada tahun 2009. Kesepuluh negara produsen ini menghasilkan sekitar 5990 juta ton batubara dunia. Cina merupakan produsen terbesar yang menyumbang hampir separuh produksi dunia yakni 2971 juta ton, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 919 juta ton, India sebesar 526 juta ton, Australia sebesar 335 juta ton, Indonesia sebesar 263 juta ton, Afrika Selatan sebesar 247 juta ton, Rusia sebesar 229 juta ton, Kazakhstan sebesar 96 juta ton, Polandia sebesar 78 juta ton, dan Colombia sebesar 73 juta ton. Selain sebagai produsen batubara terbesar, Cina juga merupakan pengkonsumsi batubara terbesar dunia. Itu sebabnya diantara negara-negara pengimpor batubara, Cina termasuk dalam pengimpor kedua terbesar dunia dengan estimasi total impor sebesar 137 juta ton pada tahun 2009.


(3)

3 Sumber : International Energy Agency, 2009

Gambar 1.2 Sepuluh Besar Produsen Batubara Dunia (Hard Coal)

Konsumsi batubara terbesar adalah Asia yaitu sekitar 65,6 persen dari konsumsi batubara dunia. Hal inilah yang menjadikan Asia sebagai pasar terbesar batubara dunia. Tingginya konsumsi batubara menyebabkan naiknya permintaan batubara oleh negara-negara di Asia, seperti Jepang, India, Taiwan, Korea Selatan, Cina, Hongkong, Thailand, dan Malaysia. Tingginya permintaan batubara di Asia memberikan prospek pasar yang menarik bagi para eksportir batubara. Adanya pembangunan pembangkit listrik di sejumlah kawasan Asia membuat komoditi ini sangat dibutuhkan di kawasan tersebut (World Coal Institute, 2008). Indonesia sebagai eksportir batubara memiliki peran yang penting sebagai pemasok batubara dunia di pasar dunia yaitu sebesar 24 persen.

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa total ekspor batubara dunia dari kedelapan negara ini adalah sebesar 960,7 juta ton. Australia merupakan eksportir batubara terbesar dunia dengan jumlah ekspor batubara pada tahun 2009 adalah sebesar 288,5 juta ton dengan pangsa pasar dunia sebesar 26,5 persen.

2971

919

526

335 263 247 229 96 78 73

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500


(4)

4 Tabel 1.1 Negara Eksportir Batubara Terbesar Dunia Tahun 2009

Negara Jumlah Ekspor Batubara Pangsa Pasar Dunia

(Juta ton) (%)

Australia 288,5 26,5

Indonesia 261,4 24,0

Rusia 130,9 12,0

Kolombia 75,7 6,9

Afrika Selatan 73,8 6,8

Amerika Serikat 60,4 5,5

China 38,4 3,5

Kanada 31,9 2,9

Sumber : International Energy Annual, 2010

Indonesia dari sisi kualitas belum dapat mengungguli Australia dalam memproduksi batubara dikarenakan sumber daya batubara terbesar di Indonesia didominasi oleh batubara berkalori tingkat menengah (moderate rank) sampai tingkat rendah (low rank) seperti bituminus, sub bituminus, dan briket. Sedangkan sebagian besar negara-negara memakai batubara dalam industri sehingga memilih batubara berkalori tingkat tinggi (high rank) karena akan menghasilkan panas yang cukup tinggi. Australia memproduksi batubara berkalori sangat tinggi sebesar 54 persen dari ekspor batubara dunia.

Negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia didominasi oleh kawasan Asia. Jepang, India, Taiwan, Korea Selatan, dan Cina merupakan lima negara terbesar yang mengimpor batubara Indonesia. Jepang sebagai pasar utama batubara Indonesia memiliki perjanjian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) antara Indonesia dengan Jepang yang memuat kerjasama untuk meningkatkan permintaan batubara dari Indonesia ke Jepang. Adanya perjanjian kerjasama ini dikarenakan Cina sebagai pemasok utama batubara ke Jepang telah membatasi ekspor batubara untuk memenuhi kebutuhan energi domestik dalam pembangunan infrastrukturnya. Begitu pula dengan negara India, Taiwan, Korea


(5)

5 Selatan, dan Cina yang merupakan negara terbesar tujuan ekspor batubara Indonesia.

Negara India menggunakan batubara sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. India memiliki sumberdaya batubara sekitar 267 miliar ton, namun sumber daya tersebut rata-rata berada pada hutan lindung dan lokasi-lokasi lain yang infrastruktur transportasinya kurang memadai. Selain itu dikhawatirkan pasokan domestik negara India akan mengalami penurunan akibat pembatasan izin pertambangan oleh kementerian lingkungan setempat. Oleh sebab itu dengan tingginya kebutuhan batubara, India akan terus meningkatkan impor batubara.

Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (2011) menyatakan bahwa tahun ini negara Cina akan mengimpor batubara sebesar 180 juta ton untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Indonesia masih menjadi pemasok batubara terbesar ke Cina sepanjang April tahun 2011 sekitar US$ 93 per ton karena harganya lebih murah dibandingkan batubara dari Australia dan Afrika Selatan, bahkan harga batubara domestik sekali pun. Selain itu adanya pembatasan ekspor batubara Cina ke Jepang oleh pemerintah sejak tahun 2008 mendorong Jepang untuk mengimpor batubara dari Indonesia. Pembatasan ekspor oleh Cina ini dilakukan melalui pemberlakuan pajak ekspor batubara sebesar 10 persen untuk mengantisipasi meningkatnya ekspor batubara Cina.

Begitu juga dengan negara Taiwan dan Korea Selatan. Pada tahun 2010, Taiwan telah membeli batubara Indonesia senilai US$ 1,2 miliar yang digunakan oleh BUMN pembangkit listrik Taiwan Power untuk menyuplai listrik ke Taiwan dan sejumlah pulau lepas pantai di Cina. Oleh sebab itu perusahaan-perusahaan


(6)

6 Taiwan berencana akan membeli lebih banyak sumber daya alam, khususnya batubara dan gas alam dari Indonesia (Deputi Menteri Perekonomian Taiwan, 2011). Korea Selatan pun membutuhkan batubara dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listriknya. Kondisi-kondisi tersebut memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor batubaranya di negara-negara tujuan ekspor.

1.2 Perumusan Masalah

Peran batubara sebagai sumber energi terus mengalami peningkatan dari 41 juta ton pada tahun 2005 menjadi 67 juta ton pada tahun 2010. Dalam struktur energi nasional, porsi batubara tahun 2005 sebesar 19 persen dan kemudian meningkat menjadi 23 persen tahun 2010. Pada tahun 2025, ditargetkan porsi batubara terus meningkat mencapai 33 persen (Kementerian ESDM, 2011).

Peningkatan permintaan akan ekspor batubara di pasar internasional saat ini didominasi oleh Australia sebagai eksportir terbesar batubara dunia. Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Australia. Namun Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk meningkatkan volume batubara yang akan diekspor. Peluang tersebut antara lain adanya pembatasan ekspor batubara yang dilakukan oleh Cina sebagai eksportir batubara ke pasar Jepang. Selain itu posisi Cina yang saat ini menjadi importir batubara terbesar didunia justru akan menjadi pasar batubara baru bagi Indonesia.

Hal ini diperkuat oleh proyeksi International Energy Outlook dalam Miranti (2008), bahwa 72 persen konsumsi batubara dunia hingga tahun 2030 akan didominasi oleh Cina dan India. Impor batubara India akan mencapai lebih


(7)

7 dari 50 juta ton pada tahun 2020 dan impor batubara Cina diproyeksikan akan mencapai 150 hingga 230 juta ton pada tahun yang sama. Meningkatnya permintaan Cina dan India dimasa mendatang akan memberi peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor melalui kedua negara tersebut. Ekspor batubara Indonesia kemungkinan akan didominasi batubara berkualitas atau berkalori rendah, yakni batubara yang memiliki kelembaban tinggi dan kandungan energi rendah. Dominasi batubara berkualitas rendah ini tidak terlepas dari Cina dan India sebagai pasar utama batubara Indonesia, yang memang membutuhkan batubara berkualitas rendah untuk pembangkit listrik baru mereka. Tentunya ini dengan asumsi pembangunan pembangkit listrik di kedua negara tersebut tidak mengalami gangguan.

Tabel 1.2 Volume Ekspor Batubara Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2001-2010 (dalam ton)

Tahun

Negara Tujuan

Jepang India Taiwan Korea

Selatan Cina 2001 15,011,059 4,335,395 13,657,935 5,427,419 656,720 2002 16,717,868 5,092,534 13,108,547 7,461,749 2,531,438 2003 20,472,024 7,812,699 15,797,550 7,856,883 554,566 2004 22,699,937 10,674,103 17,768,679 11,740,787 1,473,143 2005 27,312,807 16,255,416 17,895,760 14,376,567 2,503,155 2006 35,295,664 20,742,398 26,723,818 21,314,096 6,656,464 2007 35,255,506 25,179,146 24,863,118 27,371,494 14,186,311 2008 36,259,746 26,396,640 24,669,442 26,355,551 15,673,734 2009 32,217,820 39,108,918 24,723,441 33,418,449 38,790,622 2010 35,269,939 50,948,856 25,002,219 43,210,560 67,432,216 Total 276,512,370 206,546,105 204,210,509 198,533,555 150,458,369 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2010 (diolah)

Pada Tabel 1.2 di atas menunjukkan ekspor batubara Indonesia ke negara tujuan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan karena tingginya kebutuhan dari kelima negara terbesar pengimpor batubara Indonesia.


(8)

8 Berdasarkan Tabel 1.2 adapun yang menjadi permasalahan adalah jumlah permintaan batubara dari negara Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina dari tahun ke tahun tidak stabil karena volume dan nilainya berfluktuatif. Kondisi ini dirasakan belum maksimal mengingat Indonesia masih memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi eksportir utama batubara di dunia, sehingga pada penelitian ini akan dianalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara di negara Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia di Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia di Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat, diantaranya:

(1) Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam merumuskan strategi-strategi yang tepat terkait faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia di pasar internasional.


(9)

9 (2) Bagi pelaku pasar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tambahan atas kondisi industri batubara Indonesia saat ini. (3) Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana untuk meningkatkan

pengetahuan dan pengaplikasian ilmu-ilmu ataupun teori-teori yang diperoleh selama kuliah.

(4) Bagi pembaca, penelitian ini sebagai bahan referensi dan infomasi tambahan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitian ini hanya dibatasi kepada empat negara importir terbesar batubara Indonesia yaitu Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina dalam periode waktu 2001-2009. Negara Taiwan tidak diikutsertakan ke dalam wilayah yang akan dianalisis karena data yang menjadi variabel yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia tidak tersedia secara lengkap.

Komoditi batubara yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi oleh Harmonized Commodity Description and Coding atau yang lebih dikenal dengan Harmonized System (HS). HS yang digunakan adalah HS dengan level 6 digit.


(10)

10 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan yaitu individu dengan individu, antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan internasional terdiri dari manfaat secara langsung dan manfaat secara tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain adalah (Salvatore, 1997):

1. Suatu negara mampu memperoleh komoditas yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri sehingga negara tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan terhadap barang atau jasa yang tidak dapat diproduksi secara lokal karena adanya keterbatasan kemampuan produksi.

2. Negara yang bersangkutan dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi, yaitu dapat mengekspor komoditas yang diproduksi lebih murah untuk ditukar dengan komoditas yang dihasilkan negara lain jika diproduksi sendiri biayanya akan mahal.

3. Dengan adanya perluasan pasar produk suatu negara, pertambahan dalam pendapatan nasional nantinya dapat meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi, mampu memberikan peluang kesempatan kerja dan


(11)

11 peningkatan upah bagi warga dunia, menghasilkan devisa, dan memperoleh kemajuan teknologi yang tidak tersedia di dalam negeri.

4. Memungkinkan terjadinya transfer teknologi.

Sedangkan manfaat secara tidak langsung yang diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain:

1. Perluasan pasar di bidang promosi.

2. Meningkatnya kemampuan suatu negara untuk memperbaiki kualitas dan mutu hasil produksi.

3. Terciptanya iklim persaingan yang sehat dan sarana pemasukan modal asing.

4. Terciptanya peluang untuk meningkatkan teknologi.

Dalam kegiatan ekspor komoditi, Kindleberger (1995) menyatakan bahwa secara teoritis volume ekspor suatu komoditas tertentu dari suatu negara lain merupakan suatu selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess suply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas subsitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara teoritis negara Indonesia akan mengekspor batubara ke negara lain (misalkan negara Jepang). Apabila harga domestik di negara Indonesia relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan harga domestik negara Jepang sebelum terjadinya perdagangan internasional. Struktur harga yang terjadi di negara


(12)

12 Indonesia lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya atau terjadi excess suply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian negara Indonesia mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara Jepang terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara Jepang lebih tinggi. Dalam hal ini, negara Jepang berkeinginan untuk membeli batubara di negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara Indonesia dan negara Jepang, maka akan terjadi perdagangan batubara antara kedua negara tersebut sehingga harga yang diterima kedua negara tersebut menjadi sama. Untuk lebih jelasnya dapat diilustrasikan dalam Gambar 2.1 yang menunjukkan mekanisme terjadinya perdagangan internasional.

0

Negara Indonesia Perdagangan Internasional Negara Jepang

(Eksportir) (Importir)

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Kurva Perdagangan Internasional

Pada gambar di atas dijelaskan bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara Indonesia sebesar PA, sedangkan harga di negara

Jepang sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga

Harga

DA SA

PA

A

X

QA Jumlah

PB

B

M DB SB

QB Jumlah

0 P*

Q*

0 Jumlah


(13)

13 internasional lebih tinggi dari pada PA sedangkan permintaan di pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat

harga internasional (P*) sama dengan PA, maka negara Jepang akan terjadi excess

demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB, maka di negara

Indonesia akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara Indonesia akan mengekspor komoditas sebesar X dan negara Jepang akan mengimpor komoditas sebesar M, dimana pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

2.2 Teori Permintaan

2.2.1 Pergerakan Kurva Permintaan

Pergerakan kurva permintaan dapat disebabkan oleh salah satu faktor yaitu harga batubara. Permintaan batubara timbul akibat adanya keinginan dan kemampuan konsumen untuk membeli komoditi batubara. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain dianggap tetap atau sama. Artinya, semakin rendah harga batubara maka jumlah batubara yang diminta akan semakin besar. Kurva permintaan merupakan suatu kurva yang menyajikan adanya hubungan antara jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).


(14)

14 Sumber : Lipsey, 1995

Gambar 2.2 Kurva Permintaan

Pada gambar di atas terdapat hubungan kuantitas batubara (Q) dengan tingkat harga batubara (P) pada kurva permintaan. Kemiringan yang menurun pada kurva permintaan menunjukkan bahwa jumlah batubara yang diminta meningkat jika harga batubara turun. Ketiga titik (A, B, C) yang terdapat pada kurva permintaan merupakan kombinasi terbentuk antara harga batubara dan kuantitas batubara. Titik A merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga P1 dan kuantitas Q2, titik B adalah titik yang dibentuk dari kombinasi harga P2 dan kuantitas Q1 dan titik C adalah kombinasi dari harga P3 dan kuantitas Q3. Kenaikan harga dari P1 ke P2 menyebabkan jumlah batubara yang diminta akan menurun dari Q2 ke Q1. Penurunan harga batubara dari P1 ke P3 menyebabkan jumlah batubara yang diminta meningkat dari Q2 ke Q3. Pergerakan dalam kurva permintaan disebabkan oleh harga batubara.

P

P2 P1 P3

A B

C

D Q Q1 Q2 Q3


(15)

15 2.2.2 Pergeseran Kurva Permintaan

Pergeseran kurva permintaan dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

(1) Harga Minyak sebagai Barang Substitusi

Pada Gambar 2.3 menjelaskan kenaikan harga minyak sebagai barang substitusi akan menggeser kurva permintaan ke kanan dari D ke D* dan penurunan harga minyak akan menggeser kurva pemintaan ke kiri dari D ke D**. Sedangkan kenaikan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan ke kiri dari D ke D ** dan penurunan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan ke kanan dari D ke D*.

P

D*

Q Sumber : Hyman, 1996

Gambar 2.3 Pergeseran Kurva Permintaan (2) Tingkat Populasi

Kenaikan dalam jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan terhadap komoditas tersebut ke kanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan populasi suatu negara akan menyebabkan kebutuhan akan batubara semakin meningkat sehingga permintaan akan komoditi batubara pun meningkat. Penjelasan ini dapat dijelaskan melalui Gambar 2.3.

D D**


(16)

16 (3) Gross Domestic Product (GDP)

GDP adalah indikator ekonomi untuk mengukur total nilai produk barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Dampak perubahan GDP negara tujuan ekspor terhadap keseimbangan perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Negara Pasar Dunia Negara

pengekspor tujuan ekspor

Px Px Px

Ekspor

B C B* E* P2 G H

Impor

X X X

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 2.4 Kurva Dampak Peningkatan GDP Negara Tujuan Ekspor terhadap Keseimbangan Perdagangan Internasional

Pada negara tujuan ekspor batubara Indonesia, peningkatan GDP merupakan peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan batubara. Peningkatan ini menggeser kurva permintaan negara tujuan ekspor menjadi Dx’. Dengan kurva penawaran yang tetap, keseimbangan berubah menjadi F’ sehingga jumlah excess demand bertambah dari G-H menjadi G-I. Jumlah impor meningkat sehingga kurva excess demand komoditi batubara di pasar dunia juga bergeser ke kanan menjadi ED’. Excess demand komoditi batubara di pasar dunia semakin besar, sehingga mendorong harga untuk naik. Keseimbangan baru terjadi pada titik E**. Harga batubara di

B

P1 P2 P3

C’ Sx B** E** ES

A

A*

ED ED

F’ I G Dx’ Dx B


(17)

17 pasar dunia menjadi B**. Peningkatan harga dunia tersebut memberikan insentif bagi negara eksportir untuk meningkatkan ekspor batubaranya sehingga ekspor akan meningkat dari titik B-C menjadi B’- C’. Berdasarkan uraian diatas keseimbangan yang terbentuk setelah terjadinya peningkatan GDP negara tujuan ekspor yaitu peningkatan aliran perdagangan batubara di pasar dunia.

2.3 Teori Nilai Tukar

Nilai tukar adalah salah satu peubah yang responsif terhadap nilai ekspor suatu komoditas. Menurut Mankiw (2003), nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Peningkatan dan penurunan nilai tukar sangat berpengaruh terhadap kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor.

Nilai tukar dibedakan atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Menurut Mankiw (2003), nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, dan nilai tukar riil adalah harga relatif barang-barang antar kedua negara. Nilai tukar riil menyatakan dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang lain. Nilai tukar riil disebut juga term of trade. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil batubara Indonesia di luar negeri akan menjadi relatif lebih murah daripada harga batubara lain yang diperdagangkan di pasar dunia sehingga hal tersebut akan membuat konsumen dunia meningkatkan permintaannya atau konsumsinya terhadap batubara asal Indonesia. Hubungan nilai tukar riil dan nominal dapat digambarkan oleh persamaan berikut ini :


(18)

18 Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara tingkat harga di dalam negeri dengan tingkat harga di luar negeri. Dari rumus di atas, maka jika nilai tukar riil tinggi, barang di luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Sedangkan jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang domestik relatif lebih murah.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian Rahmawati (2006) mengenai analisis peramalan ekspor batubara dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia bertujuan untuk memprediksi berapa jumlah batubara yang dapat diekspor oleh Indonesia pada tahun 2006. Dalam penelitian ini juga dianalisa mengenai distribusi nilai tambah dan distribusi pendapatan yang diperoleh oleh faktor produksi, institusi, dan sektor produksi pada perekonomian Indonesia sebagai akibat dari kegiatan ekspor batubara tersebut.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, metodologi Box-Jenkins (ARIMA) untuk meramalkan ekspor batubara. Kedua, menggunakan alat analisa SNSE. Alat analisa ini digunakan untuk menghitung efek multiplier, distribusi nilai tambah, dan distribusi pendapatan dari simulasi kegiatan ekspor batubara. Hasil penelitian yang dilakukan pada kegiatan ekspor batubara menunjukkan peningkatan sepanjang tahun 2006 dari triwulan pertama hingga triwulan keempat. Hasil lainnya menunjukkan bahwa peningkatan nilai sektor industri pertambangan batubara berpengaruh positif bagi perekonomian Indonesia. Artinya, nilai yang diberikan oleh sektor pertambangan


(19)

19 batubara akan meningkatkan sumbangan sektor pertambangan batubara terhadap devisa negara. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan batubara memiliki peran cukup besar dalam menopang perekonomian Indonesia.

Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia di Pasar Jepang dilakukan oleh Suciati (2009) menggunakan dua analisis yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dapat dijelaskan dengan melihat perkembangan produksi, ekspor, dan harga ekspor batubara Indonesia. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia ke Jepang. Pada analisis ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri batubara di Indonesia mengalami peningkatan baik produksi, ekspor maupun harga ekspornya. Produksi batubara Indonesia pada tahun 2007 meningkat 92,5 persen dibanding tahun 2003. Berdasarkan hasil estimasi variabel-variabel yang mempengaruhi secara nyata terhadap permintaan ekspor batubara Indonesia ke Jepang adalah harga ekspor riil batubara Indonesia, harga ekpsor riil batubara Afrika Selatan, harga ekspor riil batubara Australia, GDP riil negara Jepang, nilai tukar rupiah terhadap yen, dan dummy pembatasan ekspor batubara Cina. Variabel yang sangat responsif terhadap permintaan ekspor batubara ke Jepang adalah GDP negara Jepang itu sendiri, sedangkan variabel lainnya pengaruhnya kurang responsif.

Penelitian Kurniawan (2009) yang berjudul “Dampak Ketergantungan Perekonomian Provinsi Jambi Terhadap Sumberdaya Alam Tak Terbarukan (Pemberlakuan Kuota Ekspor Batubara)” bertujuan untuk menganalisa bagaimana


(20)

20 dampak dari implementasi kebijakan nasional tentang pembatasan ekspor batubara yang akan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian Jambi, serta mencari alternatif solusi dari ketergantungan Jambi agar tidak bergantung terhadap komoditi ekspor tak terbarukan tersebut. Peneliti menggunakan tabel I-O sebagai alat analisa. Hasil penelitian menunjukkan, penurunan ekspor batubara akibat pemberlakuan kebijakan pembatasan ekspor menyebabkan turunnya output provinsi Jambi sebesar 104,17 milyar. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa implementasi kebijakan tersebut berpengaruh secara signifikan pada kinerja perekonomian Jambi secara keseluruhan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak kepada (1) negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia, (2) Variabel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan batubara Indonesia di negara-negara tujuan ekspor, (3) Alat analisis yang digunakan, (4) Tahun yang dianalisis, dan (5) Tujuan penelitian.

2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual

Batubara merupakan salah satu bahan bakar disamping minyak dan gas bumi serta panas bumi. Batubara saat ini banyak digunakan oleh industri-industri di dunia sebagai salah satu pilihan energi alternatif. Batubara dipilih oleh beberapa negara karena harga bahan bakar minyak yang semakin tinggi sehingga konsumsi dunia terhadap komoditi batubara pun semakin besar.

Batubara Indonesia merupakan salah satu komoditi utama barang non migas yang diekspor untuk memenuhi permintaan negara tujuan ekspor. Pada tahun 2009 sampai pertengahan tahun 2010, batubara memberikan kontribusi


(21)

21 terbesar sebesar 15,26 persen dari total komoditi utama yaitu sebesar 65,22 persen terhadap barang non migas (BPS, 2009)

Konsumsi terbesar batubara Indonesia adalah kawasan Asia yaitu 54 persen dari konsumsi batubara dunia. Tingginya permintaan batubara di Asia memberikan prospek pasar yang menarik bagi Indonesia karena selama tahun 2004 hingga 2009, Indonesia tercatat sebagai eksportir batubara kedua terbesar di dunia setelah Australia. Hal ini dibuktikan dengan sumber daya dan cadangan batubara dalam negeri yang sangat melimpah. Cadangan batubara diperkirakan sebesar 93,4 miliar ton berada di kawasan hutan Sumatera bagian selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Cadangan batubara yang besar ini menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar kelima di dunia yang mengalami peningkatan ekspor baik volume dan nilai ekspor. Sebagian besar hasil produksi batubara Indonesia diekspor ke negara tujuan ekspor dengan volume dan nilai ekspor batubara yang berfluktuasi.

Negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia didominasi oleh kawasan Asia. Jepang, India, Taiwan, Korea Selatan, dan Cina merupakan lima negara terbesar yang mengimpor batubara Indonesia. Meningkatnya permintaan batubara Indonesia dari negara-negara pengimpor tersebut akan meningkatkan peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor melalui kelima negara tujuan ekspor.

Untuk meningkatkan ekspor batubara Indonesia, perlu diketahui beberapa faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara di pasar internasional. Faktor-faktor tersebut antara lain harga ekspor batubara negara tujuan ekspor,


(22)

22 GDP perkapita negara tujuan ekspor, jumlah penduduk negara tujuan ekspor batubara Indonesia, dan nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap mata uang masing-masing negara tujuan ekspor. Setelah dilihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia, diperlukan juga upaya untuk menganalisis seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dalam memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia. Berdasarkan penelitian ini diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat setelah mengetahui kondisi batubara saat ini, faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara dan seberapa besar pengaruhnya terhadap permintaaan ekspor batubara Indonesia di pasar internasional. Pada akhirnya rekomendasi kebijakan dari pemerintah diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan permintaan ekspor batubara Indonesia. Secara skematis kerangka pemikiran pada penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(23)

23 Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Konsumsi dunia terhadap batubara semakin besar

Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina sebagai tujuan

ekspor utama batubara Indonesia di dunia

Volume dan nilai ekspor batubara Indonesia berfluktuasi Peluang dan Tantangan Bagi

Indonesia untuk meningkatkan ekspor

Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia

Harga Ekspor Batubara

GDP Per Kapita

Populasi penduduk

Nilai Tukar Riil

Rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor


(24)

24 2.6 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka beberapa hipotesis penelitian ini yaitu :

1. Harga ekspor batubara negara tujuan ekspor berhubungan negatif dengan permintaan batubara Indonesia dari Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina. Apabila harga ekspor meningkat maka permintaan batubara dari negara tujuan ekspor akan menurun.

2. GDP perkapita negara tujuan ekspor yaitu Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor batubara Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila GDP perkapita negara tujuan ekspor meningkat maka daya beli masyarakat terhadap konsumsi batubara akan meningkat. Akibatnya tingkat konsumsi batubara pun akan meningkat sehingga permintaan ekspor batubara akan naik.

3. Jumlah penduduk negara tujuan ekspor memiliki hubungan yang positif terhadap volume ekspor batubara Indonesia. Jika jumlah penduduk negara tujuan ekspor mengalami peningkatan maka jumlah batubara yang diminta akan meningkat juga.

4. Nilai Tukar Riil berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor batuabara Indonesia. Apabila nilai tukar negara Indonesia terdepresiasi, maka harga domestik batubara menjadi lebih murah di mata masyarakat internasional. Hal ini akan menyebabkan permintaan akan ekspor batubara di dunia mengalami peningkatan.


(25)

25

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan panel data dengan periode waktu 9 tahun dari tahun 2001 hingga tahun 2009. Data tersebut diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian ESDM, Badan Pusat Statistika, serta penelusuran internet (Uncomtrade, World Bank)

Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Sumber Data

1 Volume permintaan ekspor batubara Indonesia comtrade.un.org di Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina (Kg)

2 Harga ekspor batubara dunia (US$/Kg) scribd.com 3 Nilai tukar nominal negara Jepang, India, Korea

Selatan, dan Cina Fx.sauder.ubc.ca

4 GDP perkapita riil negara Jepang, India, worldbank.org

Korea Selatan, dan Cina (US$)

5 Jumlah populasi Jepang, India, Korea Selatan, worldbank.org

dan Cina (Juta orang)

3.2 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor batubara Indonesia dianalisis dengan menggunakan model panel data. Panel data menggunakan kombinasi runut waktu (time series) dan kerat lintang (cross section). Proses pengolahan data dilakukan menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.


(26)

26 3.2.1 Analisis Panel Data

Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu.

Karena mengkombinasikan data cross section dan time series maka panel data memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) :

1. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek secara yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.

2. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section.

3. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien. 4. Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjusment karena

terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang. 5. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih

kompleks.

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek random (random effect).


(27)

27 1. Metode Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Merupakan metode yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Misalkan dalam persamaan berikut ini :

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengansumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t=1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut :

Yit= α + β Xit + є

Dimana : Y

it

it

X

= variabel endogen

it

α = intersep

= variabel eksogen

β = slope

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t є = error

Dari persamaan di atas akan diperoleh parameter α dan β yang konstan dan efisien yang melibatkan sebanyak N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah data cross section dan T menunjukkan jumlah data time series. Pada metode ini asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang diobservasi.


(28)

28 2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect).

Model fixed effect atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covarians Model adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu :

Yit =

αiDi + β Xit+ є

Dimana : Y

it

it

X

= variabel endogen

it

α

= variabel eksogen

i

β = slope = intersep

D = variabel boneka (dummy) i = individu ke-i

t = periode waktu ke-t є = error / simpangan

Pada metode fixed effect estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukan pembobotan


(29)

29 ini adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 1995).

3. Metode Efek Acak (Random Effect)

Keputusan untuk memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam model random effect yaitu :

Yit = α0+ β Xit+ є

є

it

it = uit + Vit + W

Dimana : u

it

it ~ N (0,δu2

v

) = komponen cross section error

it ~ N (0,δv2

w

) = komponen time series error

it ~ N (0,δw2

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya.

) = komponen combinations error

Penggunaan model random effect dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi kepada parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model yang akan didapat semakin baik.


(30)

30 3.2.2 Pemilihan Model

Dugaan model yang digunakan berdasarkan pertimbangan statistik perlu dianalisis agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk dipilih.

1) Chow Test

Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan untuk memilih apakah lebih baik menggunakan model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa berikut :

H0

H

: model pooled square

1

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan F statistik (Uji Chow) yang dirumuskan dalam persamaan berikut ini :

: model fixed effect

Dimana: ESS1

ESS

= residual sum square hasil pendugaan model fixed effect

2

square

= residual sum square hasil pendugaan model pooled least

N = jumlah data cross section T = jumlah data time series K = jumlah variabel penjelas

Jika nilai chow statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang


(31)

31

2) Hausmann Test

Hausmann Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau menggunakan model random effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

H0

H

: model random effect

1

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan statistik Hausmann dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausmann dirumuskan dengan:

: model fixed effect

m = ( β – b ) ( M0 – M1 )-1 – χ2

Dimana : β = vektor statistik variabel fixed effect ( K )

B = vektor statistik variabel random effect (M0

(M

) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

1

K = degrees of freedom

) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

Jika nilai χ2

– statistik hasil pengujian lebih besar dari χ2 – tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0

3) LM Test

sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.

LM test (The Breush – Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar pertimbangan stastisik dalam memilih model random effect dan pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu :

H0

H

: model pooled effect


(32)

32 Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik LM

dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ2 – tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model

yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya.

3.2.3 Pengujian Model

Model yang dianalisis merupakan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan. Setelah mendapatkan paramater estimasi yang dianggap sesuai maka langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam uji terhadap parameter estimasi tersebut. Terdapat tiga kriteria yang umum digunakan dalam menentukan baik tidaknya sebuah model yaitu :

3.2.3.1 Kriteria Statistik

Kriteria statistika digunakan untuk menganalisis kesesuaian model regresi yang telah diperoleh. Adapun beberapa ujinya antara lain :

A. Uji-F

Tujuan dari uji-F yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesisnya yaitu :

H0 : β1= β2 = ... = βt

terhadap variabel dependennya).

= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh

H1 : minimal ada satu βt

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya).

≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang

- Probability F-stastistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat

disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.


(33)

33 - Probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0

B. Uji-t

dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.

Tujuan dilakukannya uji-t untuk melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini yaitu statistik t. Hipotesisnya adalah :

H0 : β1

H

= 0 t = 1,2,...,n

1 : β1

Rumus perhitungan statistiknya yaitu : ≠ 0

Dimana : β = parameter dugaan βt

S

= parameter hipotesis

e

- Jika t-stat > t-tabel, maka tolak H

β = standard error parameter β

0

- Jika t-stat < t-tabel, maka terima H

dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

0

Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

C. Uji R2 ataupun adj-R

Tujuan dari uji ini adalah untuk melihat sejauh mana besar keseragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R

2


(34)

34 atau R2

R

adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu semakin baik. Rumus perhitungannya yaitu :

2

= [ (Yt – Y) (Yt – Y) / (Yt – Y)2 (Yt – Y)2

Dimana : Y

]

t =

Y

Y aktual

t

Y = Y rata-rata = Y dugaan

3.2.3.2 Kriteria Ekonometrika

Kriteria ini mengisyaratkan pengujian terhadap asumsi-asumsi dasar ekonometrika agar variabel yang diestimasi bersifat BLUE (Best Linier unbiased Estimate). Pengujian ini terdiri dari :

A. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang penting dalam regresi linier berganda yang harus dipenuhi agar model bersifat BLUE adalah Var (ui) = σ2

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam data panel digunakan metode General Least Square (Cross Section Weights). Jika sum square resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square resid

(konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas). Adapun yang disebut dengan heteroskedastisitas adalah sebaliknya, yaitu semua residual atau error mempunyai varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Pada umumnya heteroskedastisitas terjadi pada data kerat lintang (cross section). Menurut Gujarati (2004), jika pada model terjadi masalah heteroskedastisitas maka model akan menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dan jika regresi tetap dilakukan, hasil regresi yang diperoleh menjadi “misleading”.


(35)

35 unweighted statistics dapat dikatakan bahwa dalam model panel tersebut terjadi masalah heteroskedastisitas. Cara yang dilakukan untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas ini adalah dengan mengestimasi GLS dengan white heteroskedasticity.

B. Autokorelasi

Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimated, sehingga R2

Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

akan besar serta uji t dan uji F akan menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Nilai DW Hasil

4-dl<DW<4 Tolak H0, korelasi serial negatif 4-dl<DW<4-dl Hasil tidak dapat ditentukan

2<DW<4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial du<DW<2 Terima H0, tidak ada korelasi serial dl<DW<du Hasil tidak dapat ditentukan

0<DW<dl Tolak H0, korelasi serial positif Sumber : Gujarati, 2004

Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan


(36)

36 persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehingga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan.

C. Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel independen. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t statistik banyak yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan maka patut diduga terjadi masalah multikolinearitas. Masalah ini dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. D. Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut :

H0

H

: α = 0, error term terdistribusi normal

1

Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X

: α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal

2

df-2 atau probabilitas (p-value) >

α) sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2

df-2 atau probabilitas

(p-value) < α).

3.2.3.3 Kriteria Ekonomi

Kriteria ekonomi mensyaratkan penggunaan tanda dan besaran yang diperoleh dalam model sesuai dengan teori ekonomi. Apabila tanda dan besaran model yang diperoleh relevan dengan teori ekonomi maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi.


(37)

37 3.3 Model Penelitian

Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu persamaan umum. Sebelumnya telah dilakukan uji coba menggunakan variabel nilai tukar tetapi variabel ini tidak mendukung dengan hasil yang baik sehingga didapat model yang terbaik. Model ini digunakan untuk melihat hubungan volume permintaan ekspor dengan variabel-variabel penyusunnya. Model tersebut adalah :

VEB = α +β0HB + β1GDP + β2POP + β3

Dimana :

KURS + Ut

VEB = Volume ekspor batubara Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (Juta ton) HB = Harga ekspor batubara negara tujuan ekspor tahun ke-t (US$/kg)

GDP = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke-t (US$) POP = Jumlah penduduk negara tujuan ekspor tahun ke-t (Juta orang) KURS = Nilai Tukar Riil negara tujuan ekspor tahun ke-t (Rp/mata uang) Ut = error term perode ke-t

α = intersep β = slope

Nilai dalam variabel-variabel ini memiliki skala yang berbeda. Transformasi dalam bentuk ln dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2004). Untuk mengurangi perbedaan tersebut, maka model menggunakan ln sehingga didapat model penelitian sebagai berikut :


(38)

38 VEB = Volume ekspor batubara Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (persen) HB = Harga ekspor batubara negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen)

GDP = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen) POP = Jumlah penduduk negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen) KURS = Nilai Tukar Riil negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen) Ut = error term perode ke-t

α = intersep β = slope

3.4 Definisi Operasional

1. Volume permintaan ekspor batubara Indonesia di Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina yang menjadi variabel tak bebas dalam model merupakan total permintaan batubara Indonesia ke Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina yang dinyatakan dalam satuan juta ton.

2. Harga ekspor batubara negara tujuan ekspor merupakan harga masing-masing negara yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor dinyatakan dalam satuan dollar Amerika.

3. GDP adalah ukuran daya beli masyarakat suatu negara terhadap suatu produk. GDP perkapita yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pembagian antara GDP nominal dengan populasi penduduk negara Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina.

4. Populasi penduduk merupakan jumlah total penduduk yang mendiami suatu wilayah atau negara. Jumlah penduduk dinyatakan dalam satuan jiwa.


(39)

39 5. Nilai Tukar Riil adalah perbandingan dari perubahan nilai tukar mata

uang negara tujuan ekspor batubara Indonesia terhadap mata uang Indonesia yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Kurs Riil = Kurs Nominal x

IHK Indonesia

IHK negara tujuan ekspor

Nilai tukar riil dinyatakan dalam satuan rupiah per mata uang negara tujuan ekspor.


(40)

40 IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Pertambangan Batubara Indonesia

Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier Bawah dan Tersier Atas. Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi (Dirjen ESDM, 2007).

Komoditi batubara dihasilkan melalui tahapan kegiatan pertambangan. Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak dan bijih mangan (BPS, 2009). Tahapan kegiatan pertambangan meliputi: Prospeksi, Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan (Pemurnian). Batubara dalam


(41)

41 sektor pertambangan merupakan komoditi utama kedua yang mempunyai prospek yang cerah, yang ditandai dengan nilai ekspor yang besar dan memberikan kontribusi besar terhadap total ekspor pertambangan.

Menurut World Coal Institute (2005), dalam industri pertambangan pemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batubara. Adapun dua metode yang dipakai dalam penambangan batubara adalah sebagai berikut:

(1) Penambangan permukaan (terbuka)

Tambang terbuka dapat memberikan proporsi endapan batubara yang lebih banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batubara dapat dieksploitasi. Cara penambangan ini hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan berada dekat dengan permukaan tanah yaitu dengan perbandingan tebal batuan penutup dengan tebal lapisan batubara sebesar 5 : 1 atau 6 : 1. Kegiatan utama dalam penambangan terbuka adalah penggalian, pemisahan, pemuatan, pengangkutan dan pemupukan atau pembuangan.

(2) Penambangan bawah tanah (dalam)

Penambangan bawah tanah dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

(a) Room and pillar, penambangan dengan cara ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu proses produksi yang lebih cepat dengan biaya yang murah karena hanya dengan 5 juta dolar penambangan ini sudah bisa dilakukan. Pilar-pilar penyangga batubara memiliki kandungan lebih dari 40 persen dari jumlah lapisan batubara.

(b) Longwall caving, penambangan ini harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang lebih hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang


(42)

42 mendukung sebelum diadakannya eksploitasi, sehingga penambangan ini terbilang cukup mahal karena peralatan tambang longwall mencapai 50 juta dolar. Namun, penambangan ini menghasilkan rendemen batubara yang tinggi yaitu sebesar 75 persen yang dapat diambil dari panil batubara sejauh 3 km pada lapisan batubara. Kekurangan dari cara ini adalah dapat membuat permukaan tanah menjadi amblas.

(c) Cut and fill, penambangan dengan cara ini prosesnya cukup rumit dan membutuhkan banyak air untuk menyalurkan pasir atau tanah guna mengisi rongga-rongga bekas penggalian, tetapi batubara yang dihasilkan melalui cara ini memiliki rendemen yang tinggi.

Industri penambangan batubara mengolah komoditinya sesuai dengan kandungan dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau memerlukan proses pengolahan yang lebih kompleks untuk mengurangi kandungan campuran seperti batu dan lumpur.

4.2 Jenis dan Karateristik Batubara Indonesia

Batubara yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air memerlukan waktu yang panjang dalam proses pembentukannya. Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah. Lamanya waktu pembentukan batubara ini menentukan mutu dari setiap endapan batubara. Selain itu suhu dan tekanan juga mempengaruhi mutu dari endapan batubara. Proses awalnya adalah gambut yang kemudian berubah menjadi lignit (batubara muda) atau brown coal (batubara


(43)

43 cokelat), kedua batubara tersebut memiliki kandungan kalori yang rendah. Dengan mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda berubah secara bertahap menjadi batubara sub bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika yang berlangsung terus menerus akan mengubah batubara sub bitumen menjadi batubara yang lebih keras dan berwarna gelap yaitu bitumen atau antrasit. Antrasit merupakan jenis batubara yang memiliki kandungan kalori paling tinggi.

Tabel 4.1 Kualitas, Sumber daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2007

Kelas Nilai Kalori Sumber Daya Cadangan

(kal/gr) Juta ton % Juta ton %

Rendah < 5100 21038.80 22.50 5397.55 28.90 Sedang 5100-6100 58937.91 63.10 11184.88 59.80 Tinggi 6100-7100 12424.16 13.30 1946.65 10.40 Sangat tinggi >7100 1001.65 1.07 182.47 0.97 Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi dalam

Batubara, dan Geothermal, 2008 (diolah)

Direktorat Pengusahaan Mineral,

Secara kualitas, cadangan batubara Indonesia umumnya mempunyai kandungan abu dan sulfur yang rendah. Namun cadangan batubara Indonesia mempunyai volatilitas (volatile) dan kandungan air (moisture) yang relatif tinggi. Kualitas batubara Indonesia dibedakan berdasarkan kalorinya, batubara dengan kualitas rendah memiliki nilai kalori kurang dari 5100 kal/gr dan kadar air 30-45 persen. Batubara jenis ini sering disebut sebagai lignit. Sedangkan batubara sub bituminus (kualitas sedang) memiliki nilai kalori antara 5100 sampai 6100 kal/gr dengan kadar air 10-25 persen . Sementara itu, bitumin atau batubara berkualitas tinggi memiliki nilai kalori antara 6100 sampai 7100 kal/gr dengan 57 kadar air sekitar 5-10 persen. Semakin tinggi kalori batubara maka semakin tinggi kualitasnya.


(44)

44 Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras, kuat serta seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit merupakan batubara dengan kualitas terbaik. Batubara jenis ini memiliki nilai kalori diatas 7100 kal/gr dan kadar air hanya 1-3 persen.

Jenis batubara yang mendominasi di Indonesia adalah sub bituminus atau batubara berkalori sedang yaitu dengan sumber daya sebesar 63,10 persen dan cadangan sebesar 59,80 persen dari batubara yang tersedia di Indonesia. Selain sub bituminus, batubara jenis lignit juga melimpah di Indonesia yaitu dengan sumber daya sebesar 22,50 persen dengan cadangan sebesar 28,90 persen. Indonesia memiliki sumber daya batubara berkualitas tinggi yang terbatas seperti bitumen dan antrasit padahal kedua jenis batubara ini yang paling diminati oleh importir batubara Indonesia. Sumber daya dan cadangan bitumen di Indonesia sendiri adalah sebesar 13,30 persen dan 10,40 persen, dan batubara antrasit yang tersedia di Indonesia hanya sebesar 1,07 persen dengan cadangan sebesar 0,97 persen.

4.3 Produksi Batubara

Selain minyak dan gas bumi, batubara merupakan salah satu komoditi tambang yang berpotensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah. Produksi batubara di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 1990 dan diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan semakin berkurangnya produksi minyak bumi di Indonesia. Total produksi


(45)

45 batubara sejak tahun 2005 mengalami peningkatan dan pada tahun 2007 hingga Oktober 2009 mencapai 83,45 juta ton.

Rata-rata pertumbuhan produksi batubara dari tahun 1984 sampai dengan 2005 sangat tinggi, yakni mencapai 32,09 persen. Pertumbuhan produksi batubara tertinggi terjadi pada tahun 1984 yang mencapai 123,33 persen dengan produksi sebesar 1.084.652 metrik ton. Produksi batubara pada tahun 2005 sebesar 141.048.545 metrik ton atau tumbuh sebesar 6,65 persen. Produksi batubara dari tahun 2006 hingga tahun 2025 diperkirakan akan tumbuh sebesar 112,8 persen (DSEM, 2006).

Peningkatan produksi batubara Indonesia dipicu oleh kenaikan permintaan pada pasar ekspor batubara Indonesia, salah satunya di negara Cina. Hal ini terkait dengan pembatasan impor batubara dari Australia terkait dengan pemberlakukan peraturan pengiriman barang yang semakin ketat. Oleh sebab itu permintaan batubara dari Cina kepada Indonesia mengalami peningkatan. Setiap tahunnya lebih dari 70 persen dari total produksi batubara Indonesia dikirim untuk memenuhi permintaan importir batubara di luar negeri, sedangkan sisanya untuk memenuhi konsumsi batubara domestik.

Berdasarkan perhitungan cadangan batubara Indonesia diperkirakan kapasitas produksi batubara Indonesia adalah sebesar 200 juta ton dan bisa diperkirakan bahwa cadangan batubara Indonesia mampu memenuhi produksi hingga 93 tahun lagi. Pada tahun 2009, sumber daya batubara Indonesia diperhitungkan mencapai 104,76 miliar ton. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya batubara meningkat dengan pertumbuhan rata-rata hampir 6 persen per tahun dimana dua tahun sebelumnya sumber daya batubara hanya mencapai 93,4 miliar


(46)

46 ton. Cadangan batubara Indonesia tersebar cukup luas di berbagai daerah di Indonesia yaitu di wilayah-wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Maluku, dan Papua.

Tabel 4.2 Sumber Daya dan Cadangan Batubara di Indonesia per Januari 2009 (juta ton)

Provinsi Sumber Daya Cadangan

Banten 13,31 0,00

Jawa Barat 0,00 0,00

Jawa Tengah 0,82 0,00

Jawa Timur 0,08 0,00

Nanggroe Aceh Darussalam 450,15 0,00

Sumatera Utara 26,97 0,00

Riau 1767,54 1940,37

Sumatera Barat 732,16 36,75

Bengkulu 198,65 21,12

Jambi 2069,07 9,00

Sumatera Selatan 47085,08 9542,01

Lampung 106,95 0,00

Kalimantan Barat 527,52 0,00

Kalimantan Tengah 1586,34 74,28

Kalimantan Selatan 12265,56 3523,24

Kalimantan Timur 37537,98 3633,04

Sulawesi Selatan 231,12 0,12

Sulawesi Tengah 1,98 0,00

Maluku Utara 2,13 0,00

Irian Jaya 151,26 0,00

Papua 2,16 0,00

Total 104756,84 18779,93

Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia, 2009 (diolah) Berdasarkan laporan Pusat Sumber Daya Geologi dalam Direktorat Pengusahaan Mineral, Batubara, dan Geothermal per Januari 2009, batubara Indonesia berjumlah 104.756,84 juta ton. Cadangan batubara ini tersebar cukup luas di berbagai daerah dengan cadangan yang dapat ditambang sebesar 18.779,93 juta ton. Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia sebagian besar terletak di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hanya sebesar 3,8 persen sumber daya batubara


(47)

47 Indonesia yang tersebar di pulau-pulau besar lainnya. Sumber daya batubara yang terbesar terletak di provinsi Sumatera Selatan sebesar 47.085,08 juta ton dan Kalimantan Timur sebesar 37.537,98 juta ton. Sedangkan cadangan batubara terbesar terletak di Sumatera Selatan yaitu sebesar 9.542,01 juta ton dan Kalimantan Timur sebesar 3.633,04 juta ton. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan batubara yang begitu melimpah.

4.4 Konsumsi Domestik

Berdasarkan Outlook Energi Indonesia 2010, delapan tahun terakhir konsumsi batubara di Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Sebagian besar dari konsumsi batubara tersebut digunakan oleh pembangkit listrik. Konsumen utama bahan bakar batubara di Indonesia adalah PLN. Perusahaan negara ini mengkonsumsi lebih dari 80 persen pasokan batubara domestik atau sekitar 34 juta ton pada 2010, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh industri domestik, seperti baja dan semen. Penggunaan batubara pada sektor industri meliputi industri-industri semen dan keramik, pulp dan kertas, besi dan baja, serta industri lainnya yang meliputi tekstil dan makanan.

Kebutuhan industri dalam negeri akan batubara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Industri semen merupakan konsumen batubara yang cukup besar. Kebutuhan batubara pada industri semen pada tahun 2008 mencapai sekitar 6.8 juta ton. Pada industri-industri besi dan baja, pulp dan kertas, dan lain-lain meliputi pabrik-pabrik tekstil, makanan, genteng, bata, dan manufaktur, penggunaan batubara digunakan sebagai sumber energi panas dan


(48)

48 bahan bakar pembangkit listrik. Semakin meningkatnya penggunaan batubara pada pabrik-pabrik tersebut diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya harga minyak dan tidak tercukupinya listrik dari PLN (Petromindo, 2009).

Selain untuk pembangkit listrik dan industri, batubara juga dimanfaatkan dalam bentuk briket untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor rumah tangga serta industri kecil dan menengah. Briket batubara diperkirakan akan semakin kompetitif karena adanya pengurangan minyak bersubsidi untuk sektor rumah tangga. Namun secara pangsa, batubara untuk briket masih tidak signifikan bila dibandingkan dengan batubara untuk pembangkit listrik maupun industri.

4.5 Ekspor

Dalam perdagangan dunia, Indonesia menempati urutan kedua setelah Australia sebagai eksportir batubara terbesar dunia. Pada tahun 2009, nilai ekspor batubara Indonesia mencapai 161.34 juta ton.

Sumber : Data Warehouse Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2009 Gambar 4.1 Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia

Ekspor batubara Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan tertinggi adalah pada tahun 2001 yaitu

38,4 41,9844,98 42,23 65,36 79,39 84,02 93,29 105,82 129,12140,05140,52 161,34 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Ju

ta T


(49)

49 sebesar 54 persen dengan total kenaikan ekspor sebesar 23.13 juta ton. Sejak saat itu ekspor batubara Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2008 ekspor batubara mencapai 140.52 juta ton. Kemudian naik sebesar 14,8 persen pada tahun 2009 dengan jumlah ekspor mencapai 161.34 juta ton. Sebagian besar negara tujuan ekspor batubara Indonesia adalah negara-negara di Asia seperti Jepang, Cina, Korea Selatan, India, Taiwan, Malaysia, Thailand, dan Filipina sedangkan sisanya diekspor ke negara-negara di Eropa seperti Spanyol, Itali, Belanda, Switzerland, dan Inggris serta kawasan Asia Pasifik yaitu Amerika Serikat.

Jepang merupakan tujuan ekspor batubara Indonesia yang utama. Ekspor batubara Indonesia ke Jepang tersebut diperkirakan akan meningkat terus setelah adanya perjanjian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) yang memuat kerjasama untuk meningkatkan permintaan batubara oleh adanya pembatasan ekspor batubara Cina ke Jepang. Hal ini terjadi karena Cina akan memprioritaskan penggunaan batubara untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur dalam negerinya. Sehingga peran batubara Indonesia semakin besar dikarenakan ekspor semakin meningkat. Meningkatnya ekspor batubara Indonesia menunjukkan kemampuan industri batubara Indonesia untuk memenuhi pesatnya pertumbuhan permintaan batubara di negara-negara pengimpor yang ditunjang oleh keberadaan kapasitas transportasi dan pelabuhan yang memadai (Petromindo, 2009)

Sampai saat ini kebutuhan batubara dunia terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Selain dipicu oleh booming harga batubara, hal ini pun dipengaruhi oleh semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar


(50)

50 negeri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Tingginya permintaan dengan harga dunia yang terus mengalami peningkatan menjadi insentif bagi eksportir batubara dalam negeri untuk terus meningkatkan ekspornya.

4.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Batubara Indonesia 4.6.1 Permintaan Batubara Negara Tujuan Ekspor

Besarnya permintaan suatu komoditi akan dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan akan komoditi tersebut. Kebutuhan akan batubara Indonesia setiap tahunnya di negara tujuan ekspor volumenya berfluktuatif.

Sumber : Kementerian Perdagangan, 2010

Gambar 4.2 Permintaan Batubara Indonesia oleh Negara Tujuan Ekspor Jepang merupakan negara yang menempati urutan pertama sebagai negara yang mengimpor batubara Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Energy Agency, 2010 pasokan listrik yang dihasilkan oleh Jepang pada tahun 2009 terdiri dari tenaga Batubara sebesar 28 persen, Nuklir sebesar 27 persen, Gas sebesar 26 persen, Minyak sebesar 9 persen, dan Hidro sebesar 8 persen.

0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000 45.000.000.000

Ju

ta

T

o

n Negara Jepang

Negara India

Negara Korea Selatan Negara Cina


(51)

51 Walaupun pasca bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011, tidak menurunkan jumlah permintaan batubara Indonesia. Saat ini produksi listrik Jepang terganggu dengan rusaknya beberapa PLTN setelah gempa yang terjadi. Pemerintah kemudian mencari alternatif untuk memenuhi pasokan listrik dikarenakan rusaknya PLTN yang menyumbang lebih dari seperempat pasokan listrik Jepang. Salah satunya adalah dengan menambah impor batubara. Menurut data Ditjen Minerba pada tahun 2010, Jepang mengimpor batubara Indonesia sebesar 24 juta ton atau hampir sebesar 10 persen dari total produksi batubara Indonesia 2010 sebesar 275 juta ton. Realisasi impor batubara Jepang pada tahun 2010 berjumlah 116.5 juta ton. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2010 sekitar 20 persen kebutuhan impor batubara Jepang dipasok dari Indonesia.

Bagi India, batubara merupakan sumber utama pasokan energi untuk pembangkit listrik. Batubara memberikan kontribusi sebesar 66 persen. Kebutuhan batubara di India terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan membutuhkan batubara sekitar 609 juta ton, sementara produksi batubara India pada tahun 2010 sebesar 533 juta ton. Sehingga India harus mengimpor batubara sebesar 76 juta ton. Indonesia menjadi pengekspor batubara terbesar untuk kebutuhan pembangkit listrik India yaitu sekitar 18 juta ton. Peluang kerjasama bidang batubara antara India dan Indonesia masih terbuka di antaranya dalam kerjasama ekplorasi batubara, penelitian dan pengembangan pemanfaatan batubara kelas rendah (low rank coal), kesempatan investasi dan kerjasama dalam pendidikan dan pelatihan. Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan India ini diharapkan akan terus berlanjut sehingga memberikan kontribusi positif dalam


(52)

52 pemanfaatan dan pengelolaan batubara pada kedua negara (Kementerian ESDM, 2010).

Korea Selatan juga menggunakan batubara sebagai salah satu sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik. Sebagian besar kebutuhan batubara Korea Selatan diimpor dari Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, Korea Selatan mengimpor batubara Indonesia dengan volume sebesar 33 juta ton.

Pada tahun 2009 konsumsi batubara Cina mencapai 340 juta ton dengan laju pertumbuhan sepanjang tahun 2005 sampai tahun 2009 sebesar 5 sampai 15 persen per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan domestik, sekitar 180 juta ton batubara akan diimpor Cina. Indonesia merupakan pemasok batubara terbesar bagi Cina pada tahun 2010 dengan volume sebesar 55 juta ton untuk kebutuhan pembangkit listrik maupun rumah tangga di Cina.

4.6.2 Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia

Berdasarkan teori ekonomi GDP merupakan ukuran daya beli masyarakat suatu negara terhadap suatu produk. GDP Riil yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa daya beli suatu masyarakat menjadi lebih tinggi. Semakin tingginya daya beli suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula tingkat konsumsinya.


(53)

53

Sumber :

Gambar 4.3 GDP Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia tahun 2001-2009

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa GDP negara-negara pengimpor batubara Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi akan batubara semakin tinggi diikuti dengan semakin tingginya daya beli masyarakat. Negara Jepang memiliki GDP per kapita tertinggi dari negara India, Korea Selatan, dan Cina. Oleh sebab itu, negara Jepang mengimpor batubara Indonesia terbesar untuk memenuhi kebutuhannya. Begitu juga halnya dengan Korea Selatan, pada tahun 2010 GDP riil meningkat hingga 5,5 persen. Sehingga daya beli akan batubara pun semakin meningkat.

4.6.3 Jumlah Penduduk Negara Tujuan Ekspor

Dalam teori permintaan disebutkan bahwa jumlah penduduk memiliki korelasi positif terhadap jumlah komoditi yang diminta. Jika jumlah penduduk suatu negara meningkat maka akan meningkatkan jumlah suatu komoditi yang diminta dan menggeser kurva permintaan ke arah kanan atas (ceteris paribus).

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

U

S

D

o

lla

r NEGARA Jepang

NEGARA India

NEGARA Korea Selatan NEGARA Cina


(54)

54

Sumber :

Gambar 4.4 Jumlah Penduduk Negara Jepang, India, Korea Selatan, Cina Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa Cina menempati urutan pertama dengan jumlah penduduk terbanyak dalam daftar pengimpor batubara dan bahkan terbanyak di dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Cina memang merupakan salah satu negara yang mengimpor batubara terbanyak keempat setelah Jepang, India, Korea Selatan. Peningkatan jumlah penduduk Cina disertai juga dengan peningkatan jumlah batubara Indonesia yang diimpor. Selain Cina, India juga merupakan salah satu negara yang berpenduduk banyak di dunia. Penduduk yang besar membutuhkan pasokan energi yang besar juga.

0 20000000 40000000 60000000 80000000 1E+09 1,2E+09 1,4E+09

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Ji

w

a

Negara Jepang Negara India

Negara Korea Selatan Negara Cina


(55)

55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. Bagian kedua akan dijabarkan mengenai hasil uji ekonometrika yang terdiri dari uji heteroskedastisitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan normalitas. Sedangkan bagian ketiga merupakan bagian yang paling penting karena akan dijelaskan pemaparan hasil secara ekonomi yang dibandingkan dengan fakta yang terjadi di negara Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina.

5.1 Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Batubara Indonesia

Model yang disajikan berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis dan tujuan studi terdahulu serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba. Analisis yang digunakan adalah regresi data panel. Setelah dilakukan regresi panel data, maka diperoleh estimasi persamaan sebagai berikut :

LnVEB = 179,443 + 0,112LnHB + 5,822LnGDP - 8,870LnPOP - 0,494LnKURS + Ut

Dimana:

VEB = Volume ekspor batubara Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (persen) HB = Harga ekspor batubara negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen)

GDP = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen) POP = Jumlah penduduk negara tujuan ekspor tahun ke-t (persen)


(1)

66

LAMPIRAN


(2)

67 Lampiran 1. Data Penelitian

Negara Tahun Volume Ekspor

Harga

Batubara GDP Populasi Nilai Tukar (Juta Ton) (US$/Kg) (US$) (Juta Orang) Riil Jepang 2001 15.011.059.724 23.95773003 36.776 127.149.000 118.8936273 2002 16.717.868.385 22.42407508 36.787 127.445.000 93.55157918 2003 20.472.024.026 34.88105027 37.227 127.718.000 87.14418685 2004 22.699.937.014 48.02242102 38.236 127.761.000 91.53596692 2005 27.312.807.557 38.00000000 38.972 127.773.000 88.26683333 2006 35.295.664.290 27.88032033 39.772 127.756.000 69.83485627 2007 35.255.506.580 57.18444973 40.707 127.770.750 64.79291667 2008 36.259.746.265 56.10601416 40.238 127.704.000 72.40685235 2009 32.217.820.983 152.8807394 38.177 127.560.000 80.36389832 India 2001 4.335.395.010 17.51816391 469 1.032.473.426 257.7083997 2002 5.092.534.781 16.09530368 479 1.048.640.721 213.7691938 2003 7.812.699.400 25.54040148 512 1.064.398.612 199.7931182 2004 10.674.103.472 35.00000000 546 1.079.721.194 209.1904069 2005 16.255.416.221 27.00000000 589 1.094.583.000 220.5375 2006 20.742.398.003 22.00000000 635 1.109.811.147 190.4258989 2007 25.179.146.595 50.00000000 688 1.124.786.997 208.5682976 2008 26.396.640.263 46.00000000 712 1.139.964.932 206.2967355 2009 39.108.918.130 112.00000000 766 1.155.347.678 210.1042181 Korea Selatan 2001 5.427.419.340 18.59205322 11.711 47.357.000 9.758487878 2002 7.461.749.189 17.8898223 12.478 47.622.000 8.488084457 2003 7.856.883.018 31.18397914 12.764 47.859.000 7.933981221 2004 11.740.787.186 40.00000000 13.304 48.039.000 8.398149536 2005 14.376.567.954 31.00000000 13.802 48.138.000 9.482566667 2006 21.314.096.718 23.00000000 14.469 48.297.000 8.677445009 2007 27.371.494.943 53.00000000 15.158 48.456.000 8.56709815 2008 26.355.551.782 48.00000000 15.458 48.607.000 7.362085412 2009 33.418.449.116 124.00000000 15.444 48.747.000 6.623130849 Cina 2001 656.720.000 24.45531002 1.021 1.271.850.000 1621.876972 2002 2.531.438.169 25.44629037 1.106 1.280.400.000 1316.532268 2003 554.566.000 45.97996145 1.209 1.288.400.000 1149.104191 2004 1.473.143.859 37.3628904 1.323 1.296.075.000 1170.97943 2005 2.503.155.834 23.21219808 1.464 1.303.720.000 1186.749167 2006 6.656.464.350 21.89093852 1.641 1.311.020.000 1031.252859 2007 14.186.311.184 50.0757981 1.864 1.317.885.000 1061.855171 2008 15.673.734.380 44.7685307 2.033 1.324.655.000 1185.506757 2009 38.790.622.290 118.978574 2.206 1.331.460.000 1225.928941


(3)

68 Sumber : UNComtrade, Worldbank, Kementrian Perdagangan, tahun 2001-2009, diolah

Lampiran 2. Data Penelitian (Ln)

Negara Tahun

Volume Harga GDP Populasi Nilai Tukar Ekspor Batubara (US$) (Juta Orang) Riil

(Juta Ton) (US$/Kg)

Jepang 2001 23.43205 3.176291 3.60485 18.66087 4.778229 2002 23.53974 3.110135 3.60514 18.6632 4.538513 2003 23.74233 3.551944 3.61703 18.66534 4.467564 2004 23.84563 3.871668 3.64378 18.66567 4.516732 2005 24.03062 3.637586 3.66284 18.66577 4.480364 2006 24.28703 3.327921 3.68316 18.66563 4.246133 2007 24.28589 4.046282 3.7064 18.66575 4.171196 2008 24.31397 4.027243 3.69481 18.66523 4.282301 2009 24.19579 5.029658 3.64223 18.6641 4.386565 India 2001 22.19008 2.863238 6.1506 20.75522 5.551829 2002 22.35104 2.778528 6.1717 20.77076 5.364897 2003 22.77902 3.240262 6.23832 20.78568 5.297282 2004 23.09109 3.555348 6.30262 20.79997 5.343245 2005 23.51169 3.295837 6.37843 20.81364 5.396068 2006 23.75545 3.091042 6.45362 20.82746 5.249263 2007 23.94928 3.912023 6.53379 20.84086 5.340267 2008 23.9965 3.828641 6.56808 20.85426 5.329316 2009 24.38962 4.718499 6.64118 20.86767 5.347604 Korea Selatan 2001 22.41473 2.922734 2.46053 17.67323 2.278137 2002 22.73306 2.884232 2.52397 17.67881 2.138663 2003 22.78466 3.439904 2.54663 17.68377 2.071155 2004 23.18633 3.688879 2.58806 17.68752 2.128011 2005 23.38887 3.433987 2.62481 17.68958 2.249455 2006 23.78263 3.135494 2.67201 17.69288 2.160727 2007 24.03277 3.970292 2.71853 17.69617 2.147929 2008 23.99494 3.871201 2.73813 17.69928 1.996343 2009 24.23237 4.820282 2.73722 17.70215 1.890568 Cina 2001 20.30277 3.196847 0.02078 20.96374 7.391339 2002 21.65205 3.23657 0.10075 20.97044 7.182756 2003 20.1337 3.828206 0.18979 20.97667 7.046738 2004 21.11066 3.620678 0.2799 20.98261 7.065596 2005 21.64082 3.144678 0.38117 20.98849 7.078973


(4)

69 2006 22.61885 3.086073 0.49531 20.99407 6.93853 2007 23.37554 3.913538 0.62272 20.99929 6.967773 2008 23.47525 3.801505 0.70951 21.00442 7.077926 2009 24.38144 4.778943 0.79118 21.00954 7.111454 Sumber : UNComtrade, Worldbank, Kementrian Perdagangan, tahun 2001-2009, diolah

Lampiran 3. Hasil Estimasi Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10

-0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6

Series: Standardized Residuals Sample 2001 2009

Observations 36 Mean -5.02e-16 Median -0.026066 Maximum 0.673593 Minimum -0.470501 Std. Dev. 0.261484 Skewness 0.457280 Kurtosis 3.074953 Jarque-Bera 1.263059 Probability 0.531778


(5)

RINGKASAN

RENI TILOVA.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Batubara

Indonesia di Empat Negara Tujuan Ekspor Terbesar (dibimbing oleh

WIDYASTUTIK

).

Batubara adalah salah satu pilihan energi alternatif yang saat ini banyak

digunakan oleh industri-industri di dunia. Menurut

International Energy Agency

(2010), konsumsi batubara dunia akan tumbuh rata-rata 2,6 persen per tahun

antara periode 2005-2015 dan kemudian melambat menjadi rata-rata 1,7 persen

per tahun sepanjang 2015-2030.

Konsumsi batubara terbesar adalah Asia yaitu sekitar 65,6 persen dari

konsumsi batubara dunia. Adanya pembangunan pembangkit listrik di sejumlah

kawasan Asia membuat komoditi ini sangat dibutuhkan di kawasan tersebut

(

World Coal Institute

, 2008). Hal inilah yang menjadikan Asia sebagai pasar

terbesar batubara dunia. Tingginya konsumsi batubara menyebabkan naiknya

permintaan batubara oleh negara-negara di Asia, seperti Jepang, India, Taiwan,

Korea Selatan, Cina, Hongkong, Thailand, dan Malaysia. Tingginya permintaan

batubara di Asia memberikan prospek pasar yang menarik bagi para eksportir

batubara. Indonesia merupakan salah satu eksportir batubara yang memiliki peran

penting sebagai pemasok batubara di pasar dunia yaitu sebesar 24 persen. Jepang,

India, Korea Selatan, Taiwan, dan Cina merupakan lima negara terbesar tujuan

ekspor batubara Indonesia. Jumlah permintaan batubara dari negara Jepang, India,

Korea Selatan, dan Cina dari tahun ke tahun tidak stabil karena volume dan

nilainya berfluktuatif. Kondisi ini dirasakan belum maksimal mengingat Indonesia

masih memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi eksportir utama

batubara di dunia.

Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

permintaan ekspor batubara Indonesia di Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina.

Negara Taiwan tidak diikutsertakan dalam penelitian ini dikarenakan adanya

keterbatasan data dari variabel-variabel yang akan dianalisis. Penelitian ini

menggunakan metode panel data dengan data sekunder, berupa deret waktu (

time

series

) dari tahun 2001 hingga tahun 2009. Pengolahan data menggunakan

program

Eviews

6 dan

Microsoft Excel

2007. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil estimasi yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen (0,1)

terhadap permintaan batubara Indonesia adalah harga ekspor batubara negara

tujuan ekspor, GDP per kapita negara tujuan ekspor, jumlah penduduk negara

tujuan ekspor, dan nilai tukar riil negara tujuan ekspor. Variabel harga ekspor

batubara memiliki tanda koefisien yang tidak sesuai dengan hipotesis.

Ketidaksesuaian ini diduga karena adanya kontrak berjangka pada penjualan dan

pembelian batubara antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor sehingga harga

yang meningkat tidak menjadi masalah bagi para importir.

Variabel jumlah penduduk negara tujuan ekspor juga memiliki tanda

koefisien yang tidak sesuai dengan hipotesis. Jumlah penduduk berpengaruh

negatif terhadap permintaan ekspor batubara Indonesia. Hal tersebut diduga

karena batubara merupakan salah satu komoditi yang tidak langsung dikonsumsi

masyarakat tetapi dikonsumsi oleh industri.


(6)

Berdasarkan hasil penelitian variabel yang diteliti, hanya variabel nilai

tukar yang dapat dikendalikan oleh pemerintah Indonesia sehingga disarankan

perlunya peran pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam menstabilkan nilai

tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor. Dengan demikian harga

ekspor menjadi lebih kompetitif di pasar internasional sehingga akan

meningkatkan volume ekspor batubara.