III. KERANGKA PEMIKIRAN
Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang melandasi penelitian ini dalam sub bab kerangka pemikiran teoritis dan alur pemikiran penulis mengenai
topik penelitian ini dalam sub bab kerangka pemikiran operasional. Pada bab ini juga akan diulas mengenai hipotesis-hipotesis yang digunakan dalam penelitian
ini, dimana hipotesis tersebut menjadi jawaban sementara dari permasalahan yang kebenarannya akan diuji secara empiris.
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan suatu proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak yang melakukan pertukaran.
Kesediaan kedua belah pihak untuk bertransaksi akan menimbulkan keinginan masing-masing pihak semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya
agar dapat bersaing di pasar global. Selain itu, perdagangan internasional juga dapat digunakan untuk membantu dalam menjelaskan arah serta komposisi
perdagangan antar dua atau lebih negara serta bagaimana dampaknya terhadap perekonomian negara tersebut.
Perdagangan internasional juga merupakan kegiatan memperdagangkan output barang-barang dan jasa, yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk dari negara lain Deliarnov, 1995. Perdagangan internasional juga dapat diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui
batas-batas negara. Perdagangan internasional sangat diperlukan untuk
mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing negara akan memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukan secara efisien,
sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang diproduksinya Lipsey, 1997. Adam smith dalam Hady
2004 menyatakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional gain from trade karena melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak serta mengimpor barang yang tidak ada keunggulan mutlak di negara tersebut.
Gonarsyah dalam Sinaga 2007 mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional yaitu:
1. Adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara.
2. Tidak semua negara menghasilkan komoditi yang diperdagangkan.
3. Adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.
Selanjutnya Salvatore 1997 mengemukakan bahwa pada dasarnya model perdagangan internasional harus berlandaskan empat hubungan utama sebagai
berikut: 1.
Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif.
2. Hubungan antara harga-harga relatif.
3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan
permintaan relatif dunia. 4.
Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan terms of trade yakni harga ekspor dari suatu negara dibagi dengan harga impornya
terhadap kesejahteraan suatu negara.
Menurut Deliarnov 1995, keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas perdagangan internasional yaitu pertama, apa saja yang tidak bisa dihasilkan
dalam negeri, sekarang bisa dinikmati dengan jalan mengimpornya dari negara lain. Kedua, perdagangan luar negeri memungkinkan dilakukannya spesialisasi
sehingga barang-barang bisa dihasilkan secara lebih murah karena lebih cocok dengan kondisi negara tersebut, baik dari segi bahan mentah maupun cara
berproduksi. Ketiga, negara yang melakukan perdagangan luar negeri dapat memproduksi lebih besar daripada yang dibutuhkan pasar dalam negeri.
A Dx
E B
Sx Ekspor
D P
1
P
3
P
2
B A
Impor E
’
B
’
PxPy PxPy
Panel B Hubungan
Perdagangan Internasional dalam
Komoditi X Panel C
Pasar di Negara 2 untuk komoditi X
A” Sx
A
’
P
3
S E
Panel A Pasar di
Negara 1 untuk
komoditi X PxPy
Dx
Gambar 1. Analisis Keseimbangan Parsial Aliran Perdagangan X 0
X X
Gambar 1 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan
parsial. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar 1, masing- masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X
di Negara 1, dan Negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X PxPy, atau jumlah komoditi Y yang harus
dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditi X. Sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas komoditi X.
Panel A pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di
titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P
1
, sedangkan Negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi dititik A
’
berdasarkan harga relatif P
3
. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di antara kedua negara tersebut, harga relatif
komoditi X akan berkisar antara P
1
dan P
3
seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P
1
, maka Negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada
tingkat permintaan konsumsi domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor lihat panel A ke
Negara 2. Di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P
3
, maka Negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari Negara 1 lihat
panel C. Keseimbangan perdagangan internasional tersebut dipengaruhi oleh GDP,
populasi, jarak dan nilai tukar. Perubahan variabel-variabel tersebut dapat menyebabkan pergeseran kurva penawaran dan kurva permintaan di setiap negara
dan di dunia. Oleh karena itu akan dipaparkan perubahan yang akan terjadi akibat beberapa perubahan dari faktor diatas baik di negara pengekspor maupun di
negara pengimpor. GDP
Gross Domestik Product merupakan total pendapatan nasional suatu negara. GDP suatu negara juga dapat diartikan sebagai ukuran kapasitas
untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Terjadinya perubahan
variabel GDP pada negara pengekspor dan negara pengimpor akan memberikan dampak yang berbeda pada keseimbangan. Dampak dari perubahan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2, dimana pada negara asal impor atau negara pengekspor, GDP menggambarkan kapasitas ekonomi negara tersebut dalam memproduksi
suatu komoditi. Apabila GDP negara pengekspor meningkat maka kapasitas produksinya juga akan meningkat yang mengakibatkan supply komoditi tersebut
juga meningkat, dimana dalam hal ini komoditi Tekstil dan Produk Tekstil TPT. Peningkatan supply menggeser kurva penawaran negara pengekspor ke arah kanan
S → Sx’. Dengan bergesernya kurva supply tersebut, maka keseimbangan
negara pengekspor terjadi pada titik A’. Excess supply meningkat dari B-E menjadi B-F. Dengan demikian, ekspor Tekstil dan Produk Tekstil TPT negara
pengekspor meningkat dan excess supply Tekstil dan Produk Tekstil TPT di pasar dunia juga meningkat sehingga terjadi pergeseran kurva excess supply dunia
ke arah kanan dari kurva ES menjadi ES’. Dengan keseimbangan E dan ED yang tetap, excess supply yang terjadi di pasar dunia bertambah. Hal ini mendorong
keseimbangan turun dari E menjadi E, sehingga harga TPT pasar dunia turun menjadi B. Penurunan harga TPT dunia ini mendorong negara importir untuk
meningkatkan impor TPT-nya dari B’-E’ menjadi B”-E”.
A’
D
x
P
3
X ES
D
x
Pasar Dunia S
x
Negara Pengimpor Komoditi TPT
Px Px
Negara Pengekspor Komoditi TPT
B’ B’’
E’ E’’
Impor X
X ED
ES’ Ekspor
S
x
’ S
x
B B
A A
A’ B
E F
E
E A’’
P
3
P
2
P
1
Gambar 2. Dampak Peningkatan GDP Negara Pengekspor terhadap Keseimbangan Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore dalam Napitupulu 2007
Dampak perubahan GDP negara importir terhadap keseimbangan perdagangan internasional ditunjukkan pada Gambar 3. Pada negara importir,
terjadinya peningkatan GDP menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat di negara tersebut. Adanya peningkatan pendapatan tersebut akan
meningkatkan permintaan terhadap suatu komoditi, yang dalam hal ini komoditi Tekstil dan Produk Tekstil TPT. Peningkatan tersebut menyebabkan terjadinya
pergeseran kurva demand negara pengimpor menjadi D
x
’, sehingga keseimbangan berubah menjadi A’’. Pada titik A’’, jumlah excess demand bertambah dari B’-E’
menjadi B’-E’’. Peningkatan jumlah impor menyebabkan kurva excess demand TPT di pasar dunia juga bergeser ke kanan menjadi ED’. Excess demand TPT di
pasar dunia semakin besar, sehingga mendorong harga untuk naik. Keseimbangan baru terjadi pada titik E pada tingkat harga TPT di pasar dunia menjadi B.
Peningkatan harga dunia tersebut memberikan insentif bagi negara eksportir untuk meningkatkan ekspor TPT-nya. Peningkatan ekspor terjadi dari titik B-E menjadi
B-E. Kondisi keseimbangan di atas terbentuk setelah terjadinya peningkatan GDP negara importir yaitu peningkatan aliran perdagangan TPT di pasar dunia.
D
x
P
3
X X
Impor A
A’’
D
x
’ Px
Negara Pengimpor Komoditi TPT
S
x
Ekspor E
ES E
E’’ E’
B’
ED ED’
A B
B A
E E
B B
D
x
S
x
Px Negara Pengekspor
Komoditi TPT A’’
P
3
Px Pasar Dunia
P
2
P
1
X
Gambar 3. Dampak Peningkatan GDP Negara Pengimpor terhadap Keseimbangan Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore dalam Napitupulu 2007 Untuk faktor populasi, peningkatan populasi di negara pengekspor akan
meningkatkan ketersediaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi. Semakin bertambahnya populasi, maka bertambah pula tenaga kerja yang
digunakan untuk memproduksi TPT. Produksi TPT meningkat, cateris paribus, penawaran meningkat dan menggeser kurva supply negara pengekspor ke kanan
menjadi S
x
’ Gambar 2. Peningkatan ini menyebabkan terjadinya peningkatan excess supply
TPT dunia. Selanjutnya, proses yang sama berlangsung seperti yang terdapat pada uraian perubahan faktor GDP di atas. Peningkatan populasi di
negara pengekspor akan meningkatkan jumlah ekspor TPT dunia dengan harga yang lebih rendah dari harga yang terbentuk sebelum terjadi perubahan GDP
tersebut. Demikian halnya, dengan dampak yang diberikan apabila terjadi peningkatan populasi di negara pengimpor. Peningkatan populasi di negara
pengimpor menjadi faktor yang berkaitan erat dengan permintaan, dimana hal ini
berarti akan terjadi peningkatan demand TPT negara pengimpor. Kurva excess demand
TPT dunia akan bergeser ke kanan menjadi D
x
’ Gambar 3. Selanjutnya, proses yang sama terjadi seperti pada peningkatan GDP negara pengimpor, maka
keseimbangan berada pada harga yang lebih tinggi dari harga keseimbangan sebelumnya dengan jumlah ekspor dan impor yang meningkat.
Faktor jarak, dimana jarak antara dua negara berimplikasi pada munculnya biaya transportasi atau biaya pengangkutan dari titik produksi ke titik konsumsi.
Biaya ini memiliki pengaruh langsung yang sangat besar terhadap perubahan harga maupun jumlah komoditi yang diperdagangkan, baik bagi negara
pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Semakin jauh jarak antara dua negara, maka semakin besar biaya transportasi yang dibutuhkan untuk
memperdagangkan suatu komoditi tersebut. Sebaliknya, semakin dekat jarak antar negara semakin kecil pula biaya transportasinya.
Gambar 4 menunjukkan bahwa ketika belum terjadi perdagangan internasional, Negara 1 sebagai negara asal komoditi X memiliki keseimbangan
antara permintaan sisi konsumsi dan penawaran sisi produksi di titik A pada harga relatif sebesar P
1
. Negara 2 memproduksi dan mengkonsumsi komoditi X di titik A’ pada tingkat harga relatif sebesar P
3
yang nilainya lebih besar dari harga relatif komoditi X di Negara 1 P
3
P
1
. Adanya perbedaan harga inilah yang menjadi pendorong terjadinya perpindahan komoditi X dari Negara 1 ke Negara 2
timbulnya perdagangan. Hubungan perdagangan antara Negara 1 dan 2 akan berdampak pada harga komoditi X yang akan berkisar antara P
1
dan P
3
P
1
P P
3
. Pada tingkat harga relatif di bawah P
3
akan meningkatkan permintaan dalam negeri di Negara 2, dimana produksi dalam negeri di Negara 2 tidak akan mampu
memenuhi peningkatan permintaan tersebut. Peningkatan permintaan tersebut akan ditutupi dengan impor dari Negara 1. Sementara itu, pada tingkat harga
relatif di atas P
1
akan mendorong peningkatan produksi dalam negeri di Negara 2 yang mengakibatkan terjadinya kelebihan penawaran. Selanjutnya, kelebihan
penawaran inilah yang diekspor ke Negara 2. Sehingga terjadi keseimbangan yang baru bagi kedua negara setelah perdagangan, yang diperlihatkan oleh perpotongan
fungsi permintaan D dan fungsi penawaran S dititik E. Dengan demikian, harga P
2
merupakan harga relatif keseimbangan untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Akan tetapi, jarak
yang memisahkan kedua negara mengindikasikan adanya biaya transportasi untuk membawa komoditi X dari Negara 1 ke Negara 2. Adanya biaya transportasi akan
mempengaruhi penawaran ekspor dan secara langsung dinyatakan dalam fungsi penawaran yang bergeser ke kanan atas dari S ke S’. Sehingga keseimbangan
permintaan dan penawaran komoditi X pada perdagangan internasional dengan adanya biaya transportasi karena faktor jarak berada pada titik E’.
Gambar 4. Analisis Parsial atas Biaya Transportasi Sumber: Salvatore dalam Napitupulu 2007
PxPy PxPy
Bagian 1 Bagian 2
Bagian 3 PxPy
S
II
P
3
S’ S
I
S A’’
A’ E’
B P
4
B
1
B E P
2
P
1
D
I
A A
D E
B’ D
II
X X
X X
1
X
2
Pasar di Negara 1 untuk Komoditi X
Hubungan Perdagangan Internasional komoditi X dengan adanya biaya
transportasi Pasar di Negara 2
untuk Komoditi X
Nilai tukar perdagangan dari suatu negara merupakan rasio harga komoditi ekspornya terhadap harga komoditi impornya. Apabila kondisi penawaran dan
permintaan mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka kurva keseimbangan parsial aliran perdagangan akan mengalami pergeseran. Pergeseran
kurva keseimbangan parsial akan menyebabkan volume dan nilai tukar perdagangan dari negara yang bersangkutan juga mengalami perubahan.
Kondisi nilai tukar seperti terdepresiasinya mata uang suatu negara misalnya rupiah terhadap USD merupakan faktor yang dapat menyebabkan
pergeseran kurva penawaran ke kanan. Terdepresiasinya rupiah terhadap USD membuat harga Tekstil dan Produk Tekstil TPT Indonesia relatif lebih murah
sehingga mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran ekspor. Mekanisme pengaruh perubahan nilai tukar terhadap ekspor dapat dilihat pada
Gambar 5. Apabila di negara A terjadi depresiasi nilai tukar yang diperlihatkan dengan terjadinya penurunan nilei tukar e
1
→ e
2
. Penurunan nilai tukar yang terjadi menyebabkan terjadinya peningkatan output pada kurva IS. Peningkatan
output ini terjadi disebabkan adanya peningkatan ekspor bersih seperti yang ditunjukkan pada gambar perpotongan keynesian. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penurunan nilai tukar depresiasi menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor yang terjadi tidak menyebabkan terjadinya
penggeseran kurva supply negara pengekspor melainkan hanya menggeser dengan slope yang berbeda SW
1
. Perpotongan SW
1
dengan DW menghasilkan harga dunia yang lebih rendah. Turunnya harga dunia memberikan insentif negara
importir untuk meningkatkan impornya seperti yang terlihat pada gambar impor meningkat dari m
1
m
2
menjadi m
3
m
4
.
Kurs, e Kurs, e
NX
Y
2
Y
1
Pengeluaran aktual
NX
E Pengeluaran
x
4
x
1
x
2
x
3
NX
1
NX
2
Ekspor bersih
DA SA
Output e
1
e
2
e
1
e
2
Y
2
Y
1
Pw
DW SW
SW1 DB
SB
m
4
m
1
m
2
m
3
Q Q
1
Negara Pengekspor Negara Pengimpor
Perdagangan Internasional Gambar 5. Dampak depresiasi Mata uang Negara Eksportir terhadap USD pada
Keseimbangan Perdagangan Internasional
Perdagangan bebas free trade dilakukan untuk memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya. Namun dalam
kenyataannya, hampir setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Karena
hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan
perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, maka hambatan- hambatan tersebut disebut sebagai kebijakan perdagangan.
Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting dan yang paling menonjol adalah tarif tariff. Tarif merupakan pajak yang dikenakan untuk suatu
komoditi yang diperdagangkan lintas-batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan tradisional yang telah digunakan
sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif, yakni tarif impor import tariff, yakni pajak yang
dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain, dan tarif ekspor export tariff yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Jika ditinjau dari mekanisme penghitungannya, tarif dapat dibedakan menjadi tarif ad valorem yaitu pajak yang nilainya dinyatakan dalam persentase
dari nilai barang yang dikenakan pajak tersebut, tarif spesifik yaitu pajak yang nilainya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik dari barang per unit, dan tarif
gabungan yaitu pajak yang merupakan kombinasi antara spesifik dan ad valorem. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pemberlakuan tarif terhadap
keseimbangan parsial dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam gambar tersebut Dx adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi di
negara pengimpor. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi C adalah Px = 1 dolar per unit. Negara pengimpor akan mengkonsumsinya sebanyak 70X
AB, 10X AC di antaranya merupakan produksi domestik, sedangkan 60X CB harus diimpor dari negara lain. Jika negara pengimpor memberlakukan tarif
sebesar 100 persen terhadap komoditi X maka harga akan naik menjadi 2 dolar per unit. Itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen di negara pengimpor.
Sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk di negara pengimpor ini menurunkan konsumsinya menjadi 50X GH dimana 20X
dipenuhi dari domestik dan 30X JH dari impor. Dari sini terlihat bahwa dengan adanya pemberlakuan tarif, mengakibatkan penurunan impor komoditi tersebut.
Pada Gambar 6 juga memperlihatkan pengenaan tarif menyebabkan terjadinya increased production cost
sebesar CMJ, government revenue sebesar MNHJ, consumption inefficiency
sebesar NBH, surplus konsumen sebesar ABHG dan surplus produsen sebesar ACJG.
P
x
E 5
2 G
J H
1 A
T M
N B
C
S
x
4 3
S
f
+ T S
f
D
x
X
30 40 60
70 80
10 20
50
Gambar 6. Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif Penetapan
CEPT-AFTA sebagai integrasi ekonomi perdagangan bebas di
ASEAN bertujuan untuk menurunkan tarif di negara-negara anggota hingga 0-5. Hal ini berarti, penurunan tarif untuk Tekstil dan Produk Tekstil TPT yang
dilakukan negara-negara anggota ASEAN akan meningkatkan jumlah ekspor TPT sehingga konsumen di negara pengimpor dapat meningkatkan konsumsinya
terhadap komoditi tersebut.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional