69 Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dinyatakan biaya yang
dikeluarkan pada tanaman kakao lebih besar dibandingkan dengan tanaman kayu manis. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja pada tanaman kakao lebih
besar daripada tanaman kayu manis, sehingga petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk tenaga kerja.
7.1.2 Arus Penerimaan
Arus penerimaan berupa hasil produksi dari tanaman kayu manis yang dikalikan dengan harga jual dari kulit manis. Pada usaha perkebunan kayu manis
tidak terdapat nilai sisa. Hal ini dikarenakan bangunan dan peralatan sebagai sarana produksi diasumsikan habis terpakai sampai pada umur ekonomis tanaman
yaitu 16 tahun. Tanaman kayu manis mulai dipanen pada umur sepuluh tahun.
Pemanenan tersebut sekaligus merupakan proses penjarangan agar tanaman kulit manis yang tersisa memiliki kulit yang tebal sehingga dapat berproduksi dengan
maksimal. Hasil produksi dijual langsung di kebun, dimana proses pemanenan dilakukan oleh pemborong setelah terdapat kesepakatan harga antara pemilik dan
pemborong. Pemborong menetapkan harga kayu manis yang berumur sepuluh tahun Rp 50.000 per batang sedangkan umur kayu manis diatas 16 tahun berkisar
antara Rp 81.400. Penerimaan rata-rata dari panen perdana tanaman kayu manis yaitu sebesar Rp 72.000.000. Pemanenan terakhir memberikan penerimaan kepada
petani sebesar Rp 117.216.000 Lampiran 14. Pola penanaman kayu manis secara tumpang sari memberikan penerimaan
tambahan kepada petani. Penerimaan yang berasal dari tanaman sela kopi berupa hasil penjualan biji kopi. Rata-rata penerimaan dari penjualan biji kopi yaitu
70 Rp 8.266.700 yang dipanen hanya pada tahun ke empat. Pemanenan yang
dilakukan hanya pada tahun keempat dikarenakan setelah tahun keempat tanaman kopi yang berada di sekitar tanaman kayu manis dibongkar agar tanaman kayu
manis memperoleh berproduksi lebih maksimal. Arus penerimaan tanaman kakao berasal jumlah produksi kakao dikalikan
dengan harga jual. Pada perkebunan tanaman kakao tidak terdapat nilai sisa yang dikarenakan bangunan dan peralatan yang habis terpakai sampai umur ekonomis
tanaman. Tanaman kakao mulai panen pada umur tiga tahun dan terus berproduksi
sampai umur 25 tahun. Produksi yang terus meningkat setiap tahunnya memberi pengaruh yang positif terhadap pendapatan petani. Hasil panen setelah melalui
pengeringan dijual kepada pedagang besar dengan harga kakao kering yang ditawarkan oleh pembeli sebesar Rp 8.000 per kg. Cara pembayaran hasil
penjualan dilakukan secara tunai. Hasil penjualan kakao dapat dilihat pada tabel lampiran 16.
7.1.3 Kriteria Kelayakan Finansial Perhitungan arus biaya dan manfaat dapat menentukan kelayakan finans ial
dari usaha perkebunan yang dilakukan oleh petani. Pada metode penelitian telah diuraikan kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan secara finansial yaitu
Net Present Value NPV, Net Benefit Cost Ratio Net BC dan Internal Rate of Return IRR. Incremental Net Benafit digunakan untuk melihat besarnya manfaat
yang diterima sebelum dan sesudah dilaksanakan proyek. Pada penelitian ini
71 sebelum proyek yaitu pada saat petani masih melaksanakan tanaman kayu manis
dan setelah proyek yaitu pada saat prtani mengusahakan tanaman kakao. Nilai NPV yang diperoleh dari usaha perkebunan kayu manis adalah Rp
23.186.800 . Hal ini berarti usaha perkebunan kayu manis selama 16 tahun akan memberikan keuntungan sebesar Rp 23.186.800 menurut nilai sekarang. Net BC
yang diperoleh nilai besar dari satu yaitu Rp 2,1, berarti bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp 2,1. Nilai IRR yang diperoleh lebih
besar dari tingkat suku bunga yang digunakan 11,47 yaitu sebesar 18 persen. Hal ini berarti bahwa kemampuan perkebunan untuk mengembalikan modal yang
digunakan lebih besar dari pada tingkat suku bunga. Berdasarkan kriteria investasi tersebut maka dapat dinyatakan bahwa usaha perkebunan kulit manis layak
dilaksanakan dan dapat memberikan keuntungan kepada petani. Nilai NPV yang diperoleh pada tanaman perkebunan kakao sebesar
Rp 108.665.366 yang berarti bahwa menurut nilai sekarang tanaman kakao dapat memberikan keuntungan Rp 108.665.366. Nilai Net BC yang diperoleh lebih
besar dari satu yaitu sebesar Rp 4,6 yang berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp 4,6. Nilai IRR yang dihasilkan yaitu
sebesar 40 persen lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan 11,47 . Berdasarkan kriteria investasi tersebut maka dapat dinyatakan bahwa usaha
perkebunan kakao layak untuk dilaksanakan. Konversi tanaman dilakukan apabila tanaman
pengganti dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan tanaman sebelumnya.
Berdasarkan kriteria investasi dalam analisis finansial tanaman perkebunan kayu manis dan tanaman perkebunan kakao, maka dapat dilihat bahwa tanaman kakao
72 memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada tanaman kayu manis sehingga
tanaman kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu manis.
Tabel 16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi antara Kayu Manis dan Kakao dengan Luas Lahan Rata-rata 4 hektar
Kriteria Investasi Hasil Perhitungan
Kayu Manis Kakao
Net Present Value NPV Net Benefit Cost Ratio Net BC ratio
Internal Rate of Return 23.186.800
2,1 18
108.665.366 4,6
40
Tanaman kakao merupakan tanaman pengganti kayu manis sehingga manfaat yang diperoleh dari menanam kakao dapat dilihat dari Incremental Net
Benafit INB. Incremental Net Benefit merupakan salah satu dari empat unsur cashflow yang menggambarkan manfaat bersih tambahan dari adanya proyek baru.
Nilai Incremental Net Benefit dari menanam kakao adalah sebesar Rp. 85.478.566 berarti bahwa jika petani melaksanakan konversi tana man kayu manis
menjadi kakao maka kakao akan memberikan manfaat tambahan sebesar Rp. 85.478.566 selama umur proyek. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan
tanaman kaka dapat memerikan keuntungan bagi petani.
7.2 Analisis Sensitivitas