Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis Komoditas Kakao

20

2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis

Ekspor kayu manis mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi. Untuk memenuhi permintaan kayu manis tersebut pemerintah telah menggalakkan upaya perluasan areal baik melalui perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Pengusahaan perkebunan kayu manis di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat. Belum banyak dijumpai pengelolaan yang dilakukan oleh perkebunan besar atau swasta. Pada umumnya pengelolaan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan besar atau swasta kualitas kayu manis lebih bagus dan harga lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pengusahaan kayu manis dilakukan dengan menggunakan teknologi yang tinggi. Pengembangan kayu manis dapat dilakukan hampir seluruh wilayah Indonesia karena kondisi wilayah Indonesia memiliki topografi yang berbukit- bukit dan ketinggian ideal untuk tanaman kayu manis. Penggalakan tanaman kayu manis selain untuk memenuhi permintaan pasar juga untuk penghijauan yang pengusahaannya dikelola oleh perkebunan rakyat. Jalur pemasaran kulit manis dari produsen ke eksportir memiliki banyak pelaku pemasaran diantaranya pedagang, baik pedagang desa, kecamatan, maupun kabupaten. Hal ini memperpanjang jalur tata niaga kayu manis sehingga keuntungan yang diperoleh oleh petani ataupun produsen semakin kecil. Penyebabnya adalah setiap pelaku pemasaran menginginkan keuntungan. Tujuan pasar yang akan dicapai oleh pelaku pemasaran adalah pasar lokal dan pasar ekspor. Pasar lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sedangkan pasar ekspor untuk memenuhi kebutuhan luar negeri. 21

2.4 Komoditas Kakao

Kakao Theobroma cacao L berasal dari lembah- lembah sungai perairan di hulu Sungai Amazone. Wilayah ini merupakan pusat primer dari aneka ragam tanaman, suatu wilayah yang mempunyai banyak variasi dalam sifat-sifat morfologi maupun fisiologis. Populasi asli dari Theobroma cacao L. Disebarluaskan dari bagian tengah Amazone sampai dengan Guiana ke arah barat dan utara sampai bagian selatan Mexico. Tanaman kakao di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1780 di Minahasa Sulawesi Utara yang dibawa masuk oleh orang Spanyol dan Meksiko, kemudian ditanam di Ambon pada tahun 1858. Kakao mulai ditanam di pulau Jawa pada tahun 1920, kemudian tersebar ke seluruh perkebunan rakyat di pulau Jawa. Perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat kakao ditanam dengan teknologi yang masih sederhana. Pengusahaan tanaman kakao pada pekebunan besar lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih maju. Pengembangan luas areal tanaman kakao di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan berbagai upaya pemerintah untuk pengembangan perkebunan. Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang memiliki ketinggian 1 sampai dengan 600 m dpl. Namun, kakao dapat juga tumbuh pada ketinggian 800 m dpl. Curah hujan yang baik untuk tanaman kakao berkisar antara 1600 sampai dengan 3000 mmtahun atau dengan rata-rata curah hujan 1500 mmtahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang baik untuk tipe tanah berpasir curah hujan yang baik adalah 2000 mmtahun. Suhu 22 sehari- hari antara 24 -28 C dan kelembaban udaranya konstan dan tinggi sepanjang tahun yaitu 80 persen baik untuk tanaman kakao. Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang memiliki tebal kurang lebih 90 cm, memgandung banyak humus, kadar hara tinggi dan pH tanah 6 sampai dengan 7,5 dan mengandung cukup udara dan air. Tanaman kakao yang diambil bibitnya adalah tanaman yang memiliki kondisi yang sehat, pertumbuhannya normal dan kokoh, menghasilkan produksi tinggi, dan berumur antara 12 sampai dengan 18 tahun. Pengembangan tanaman kakao dapat dilakukan dengan biji ataupun dengan stek dan cangkok. Pengembangan secara generatif lebih efektif dikarenakan secara generatif lebih banyak menghasilkan benih. Penanaman kakao dapat dilakukan secara monokultur ataupun dengan cara tumpang sari. Tanaman kakao juga membutuhkan pohon pelindung yang berfungsi untuk melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari dan juga untuk menghambat kecepatan angin. Pemeliharaan tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara penyulaman, pemangkasan, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan sampai tanaman tersebut berumur sepuluh tahun, sebab umur bongkar tanaman kakao adalah 25 tahun. Dengan demikian sebelum tanaman tua dibongkar maka tanaman sisipan sudah mulai berproduksi. Pemupukan dapat dilakukan secara umum yaitu sebagai sumber N dapat menggunakan pupuk urea atau ZA, sedangkan sebagai sumber P Phosfor dapat menggunakan pupuk TSP dan sebagai sumber K dapat menggunakan pupuk KCl. Pupuk yang digunakan dapat juga berupa pupuk organik yang berupa pupuk kandang, kompos atau pupuk 23 hijau. Hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas dari tanaman kakao tersebut. Beberapa jenis hama dan penyakit kakao yaitu penggerek cabang, kepik penghisap buah kakao, kutu putih, penyakit busuk buah hitam dan kanker batang dan penyakit vascular steak dieback VSD, Pemungutan hasil adalah memetik buah kakao yang matang atau masak dari pohon, kemudian memecah buah tersebut dan mengambil biji-bijinya yang basah. Tanda-tanda buah kakao yang telah matang dapat diketahui dari perubahan warna sepanjang alur kulit buah menjadi kuning, poros buah kakao terlihat kering dan terbentuk rongga pada antara biji dan kulit buah. Proses pematangan buah semenjak dari proses penyerbukan adalah 5,5 bulan. Pemungutan hasil dapat dilakukan setiap tujuh hari sampai empatbelas hari. Pemungutan buah dapat dilakukan menggunakan pisau atau sabit yang tajam. Tangkai buah dekat bantalan buah dipotong secara hati-hati supaya tidak merusak bantalan buah.

2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia