23 hijau. Hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas
dari tanaman kakao tersebut. Beberapa jenis hama dan penyakit kakao yaitu penggerek cabang, kepik penghisap buah kakao, kutu putih, penyakit busuk buah
hitam dan kanker batang dan penyakit vascular steak dieback VSD, Pemungutan hasil adalah memetik buah kakao yang matang atau masak
dari pohon, kemudian memecah buah tersebut dan mengambil biji-bijinya yang basah. Tanda-tanda buah kakao yang telah matang dapat diketahui dari perubahan
warna sepanjang alur kulit buah menjadi kuning, poros buah kakao terlihat kering dan terbentuk rongga pada antara biji dan kulit buah. Proses pematangan buah
semenjak dari proses penyerbukan adalah 5,5 bulan. Pemungutan hasil dapat dilakukan setiap tujuh hari sampai empatbelas hari. Pemungutan buah dapat
dilakukan menggunakan pisau atau sabit yang tajam. Tangkai buah dekat bantalan buah dipotong secara hati-hati supaya tidak merusak bantalan buah.
2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia
Perkebunan kakao di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Pada perkebunan rakyat, kakao ditanam
dengan teknologi yang masih sederhana. Pada perkebunan besar, pengusahaan tanaman kakao lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih maju.
Pengembangan kakao oleh perkebunan besar dilakukan melalui pola Perkebunan Inti Rakyat PIR dan pola Unit Pelaksanaan Proyek UPP. Pola PIR merupakan
pola pengembangan perkebunan yang bertujuan untuk meningkatkan peranan perkebunan besar sebagai milik negara atau swasta sebagai pembina atau inti bagi
perkebunan rakyat. Pola UPP bertujuan untuk intensifikasi dengan tujuan
24 meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat melalui suatu pembinaan terpadu
yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman, pengolahan dan pemasaran hasil serta pengembangan kelembagaan ekonomi Rismanto, dalam
Junaidi 1998. Pemerintah terus berusaha untuk mempercepat pengembangan tanaman
kakao dengan memperluas areal tanaman kakao dari seluas 213.612 pada tahun 1988 menjadi 917. 634 hektar pada tahun 2003. Pesatnya perluasan kebun kakao
tersebut karena gencarnya upaya penanaman kakao baik berupa rehabilitasi kebun tua maupun perluasan tanaman baru. Pertambahan luas areal kakao juga
dikarenakan berbagai fasilitas dari pemerintah sehingga memikat swasta asing maupun nasional untuk masuk kedalam bisnis perkakaoan. Harga yang terus
membaik di pasar dunia mendorong peningkatan luas areal pertanaman kakao. Usaha pengembangan kakao memiliki arti penting dalam aspek sosial ekonomi
dikarenakan kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa negara dan penyedia lapangan kerja bagi petani di Indonesia.
Volume produksi kakao Indonesia semakin meningkat namun ekspor biji kakao cenderung mengalami fluktuasi. Ekspor biji kakao pada tahun 1990
mencapai 335.300 ton mengalami peningkatan pada tahun 2003 yaitu 367.700 ton. Pada tahun 2004, volume ekspor kakao menurun menjadi 277.000 ton. Hal ini
disebabkan oleh harga kakao di Indonesia di pasar dunia terus menurun sehingga pengusaha kakao mengurangi ekspor ke luar negeri.
Indonesia mempunyai suatu lembaga atau wadah orang-orang untuk pengembangan kakao yang dikenal dengan asosiasi kakao Indonesia ASKINDO.
Lembaga ini didirikan tanggal 18 Februari 1989. Asosiasi ini beranggotakan
25 eksportir, pabrikan petani atau pengusaha kakao. Tujuan dari ASKINDO adalah
sebagai wadah komunikasi, konsultasi antar anggota, masyarakat dan pemerintah. Tujuan lainnya yaitu dapat menjadi sarana hubungan kerjasama dan hubungan
internasional khusus nya masalah perkakaoan serta dapat tersebar informasi.
2.6 Konversi Tanaman Perkebunan