17 menyebabkan perubahan yang signifikan pada rasa. Dan banyak survei
menunjukan bahwa jeruk tidak tahan pada radiasi lebih dari 0.50 kGy, sementara cendawan penyebab penyakit pascapanen pada jeruk membutuhkan dosis radiasi
hingga 3 kGy. Pada buah cherry, aprikot dan peach dibutuhkan dosis radiasi lebih dari 2 kGy untuk mengontrol pertumbuhan cendawan Monilia fructicola yang
menyebabkan penyakit brown rot. Hanya Mangga Kent dari Afrika Selatan yang tahan terhadap iradiasi.
4. Perlakuan panas heat treatment
Teknologi ini digunakan dalam pengendalian hama penyakit produk- produk pertanian khususnya buah-buahan segar mangga, pepaya, kesemak, jeruk,
pisang dan sayuran segar lada, terong, tomat, dan timun yang merupakan komoditi mudah rusak perishable. Teknologi perlakuan panas terdiri dari 3
perlakuan, yaitu hot water treatment, high temperature forced air, dan vapor heat treatment
. Perlakuan panas untuk disinfestasi pada buah sudah dilakukan sejak 1929 ketika Baker dan pekerjanya mengembangkan pencegahan lalat buah
Williamson M, 2002. Pengembangan perlakuan panas ini semakin berkurang daripada penggunaan bahan-bahan kimia yang lebih mudah dan murah dalam
aplikasinya. Obat-obatan kimia yang biasa digunakan adalah methyl bromide. Karena beberapa komoditi sangat sensitive dengan bahan-bahan kimia
penggunaan methyl bromide memerlukan suhu dan dosis khusus. Teknologi perlakuan panas penerapannya relatif mudah dan sama sekali
tidak menggunakan bahan kimia dalam pengendaliannya terhadap hama dan penyakit pada komoditi yang mudah rusak perishable. Penggunaan teknologi ini
lebih disukai oleh konsumen daripada penggunaan methyl bromide. Teknologi perlakuan panas tidak mempunyai risiko kesehatan dari residu bahan-bahan kimia.
Pada tahun 1984, penggunaan perlakuan panas menjadi alternatif utama sejak adanya pembatasan bahkan larangan penggunaan bahan kimia seperti ethylen
dibromida , phosphine untuk proses disinfestasi hama dan penyakit. Proses
disinfestasi pada buah dilakukan dengan cara memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah
fruit fly atau mengendalikan penyakit seperti antraknosa dan busuk pangkal buah stem end rot tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri.
18 Beberapa negara seperti Jepang dan USA mensyaratkan penggunaan
teknologi karantina ini untuk produk hortikultura yang akan diimpornya. Lembaga pengawas kesehatan hewan dan tanaman Amerika USDA-APHIS dalam JFTA,
1996 menyatakan bahwa perlakuan pencelupan buah ke dalam air panas hot- water immersion
selama waktu dengan suhu tertentu sesuai jenis buah, terbukti efektif untuk disinfestasi hama dan penyakit pada buah. Pemanasan dilakukan
hingga inti buah mencapai suhu 43º – 46,7ºC dan dipertahankan selama 30-90 menit Williamson M, 2002.
Setiap bahan pangan memiliki toleransi panas yang berbeda, tergantung pada kultivar, ukuran dan bentuk, serta kematangan dan metode yang digunakan.
Penentuan waktu dan suhu yang optimum diperlukan dalam proses heat treatment bahan pangan untuk mencegah terjadinya kerusakan. Kerusakan yang terjadi
dapat berupa kerusakan eksternal maupun internal. Kerusakan eksternal umumnya berupa pencoklatan browning pada kulit dan terjadinya penguningan
pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang terjadi diantaranya adalah pelunakan abnormal dan penghitaman pada daging buah, misalnya pada
buah leci. Buah mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam pada
suhu 50 °C mengalami pelunakan yang lebih cepat. Pada umumnya buah-buahan
dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50 °-60°C selama 10 menit, tetapi
pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab penyakit pada komoditas tersebut. Pencelupan buah-buahan dalam air panas pada
suhu 46 °C membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas
menggunakan suhu 40-50 °C sudah dapat membunuh telur serangga yang
terinfestasi pada buah atau sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat dilakukan dalam hitungan menit pada suhu di atas 50
°C. Hot water treatment
adalah dengan mencelupkan komoditas ke dalam air panas pada suhu dan waktu tertentu, tergantung kepada varietas, jenis dan stadia
serangga yang akan dibasmi APHIS, 1993. Untuk buah-buahan yang bersifat perishable
, pemanasan dapat dilakukan hingga suhu pusat buah mencapai 43
o
- 46.7
o
C selama 35-90 menit. Variasi tergantung kepada jenis dan stadium hama yang ditargetkan dan varietas buah. Air panas merupakan media yang efektif
19 untuk menghantarkan panas secara seragam keseluruh bagian buah dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Metode hot water treatment ini juga dapat mengontrol penyakit pascapanen seperti antraknose dan stem end rot Couey, 1989 dan Mc
Guire, 1991. Pencelupan komoditas non-food perishable seperti bunga ke dalam air
panas dengan suhu 43.3
o
-49
o
C selama 6 menit hingga 1 jam efektif untuk membunuh serangga dan tidak merusak kualitas produk. Saat ini hot water
treatment digunakan pada mangga yang terinfestasi lalat buah Mediterenean dan
beberapa lalat buah dari jenis Anastrepha, yang diimpor dari Meksiko, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan ke Amerika Serikat. Kesuksesan
penerapan hot water treatment pada karantina mangga juga dikembangkan pada pepaya, jambu biji, dan pisang. Namun demikian metode ini tidak
direkomendasikan untuk anggur, belimbing, plum, dan peach karena dapat merusak mutu buah.
Penggunaan perlakukan udara panas hot air treatment juga digunakan sebagai salah satu perlakuan karantina. Pemanasan dengan udara hingga suhu
40
o
-50
o
C selama kurang dari 8 jam dapat digunakan untuk mengontrol lalat buah pada buah-buhan tropika Amstrong et. al., 1989. Kondensasi pada permukaan
buah atau pada ruang perlakuan dihindari dengan menjaga titik embun 2
o
-3
o
C dibawah temperatur bola kering. Hal ini akan mengontrol kelembaban relatif
ruangan sehingga menghindari kondensasi pada ruang perlakukan dan pada permukaan buah yang ditreatment.
USDA-APHIS telah menggunakan perlakuan udara panas ini pada pepaya, mangga, dan anggur APHIS, 1993. Metode ini efektif digunakan untuk
mengendalikan lalat buah seperti lalat buah Meksiko pada anggur dari Meksiko, lalat buah Mediteranean, Oriental, dan Melon fly pada pepaya dari Hawai serta
lalat buah Meksiko, West Indian, dan lalat buah hitam pada mangga dari Meksiko.
Vapor heat treatment VHT merupakan penggunaan uap panas jenuh
pada komoditas perishable dengan suhu dan waktu tertentu untuk memastikan semua hama yang ditargetkan terbunuh APHIS, 1993. Penggunaan vapor heat
dengan kelembaban lebih dari 90 digunakan oleh USDA-APHIS untuk
20 mentreatment buah clementine, anggur, jeruk, mangga, yang diimpor untuk
membebaskannya dari lalat buah Meksiko. Juga pada paprika, terong, pepaya, tomat, zuchini dan markisa yang diimpor dari area yang terinfestasi Oriental dan
Melon fly APHIS, 1993. Perlakuan vapor heat juga efektif membunuh serangga codling meth
pada cherry, Caribbean fly pada bunga potong begitu juga untuk aphid, thrips, dan mealybug Hansen et al., 1992.
Dalam prakteknya, penggunaan panas pada mangga dengan metode VHT dilakukan pada suhu buah dekat biji 46.5
o
C selama 10-30 menit dan terbukti efektif untuk membunuh lalat buah jenis Oriental fruit fly dan Melon fruit fly dari
mangga ‘Nang Klangwan’ Thailand dan mangga ‘Irwin’ Taiwan dan Okinawa serta mampu mengendalikan penyakit stem end rot dari mangga ‘Kensington’
JFTA, 1996; Rokhani et. al., 2001. Rokhani et. al. 2001 melaporkan bahwa dengan metode vapor heat treatment, mangga varietas ‘Irwin’ yang diproduksi di
Okinawa tahan pada suhu 46.5
o
C selama 30 menit. Proses tersebut cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah
stem end rot pada mangga serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21 hari penyimpanan pada suhu 13
o
C. Semua komoditas buah-buahan dari Hawai yang terserang oleh Oriental
fruit fly Dacus dorsalis Hendel, Melon fly D. Cucurbitae Coquillet dan
Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata Wiedermann harus didisinfeksi
terlebih dahulu sebelum diekspor ke USA, Jepang dan beberapa negara lainnya yang diketahui tidak memiliki spesies hama ini. Dan untuk buah-buahan yang
diimpor dari Philipina pemerintah Australia mengharuskan penerapan vapor heat treatment
dengan suhu 46º C selama 10 menit, untuk membunuh semua stadium lalat buah, Bactrocera cucurbitae, B. occipotalis dan B. philipiniensis. Dua
metode yang non kimia yang digunakan untuk membunuh Oriental dan Mediteranean fruit fly
yang terinfestasi di dalam Pepaya Hawai adalah dengan pencelupan berulang ke dalam air panas dan penggunaan uap panas.
Perlakuan panas juga efektif mengontrol penyakit yang disebabkan Phytophthora citrophthora
pada lemon, Rhizopus dan Molinia pada peach, Colletrotichum gloesporoides
pada mangga dan pepaya serta Gloesporium sp. pada apel. Disinfektan dengan perlakuan panas suhu 45
°C selama 42 menit
21 dapat menghilangkan spora dipermukaan, mengurangi viabilitas spora Penicillium
dan Colletotrichum, dan tidak merusak lapisan lilin ataupun kualitas buah. Perendaman jeruk pada suhu 45
°C selama 42 menit dapat mengurangi pembusukan yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides, Penicillium
digitatum dan Penicillium italicum. VHT pada suhu 47
° - 49°C dapat mengontrol pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides pada mangga. Sedangkan VHT
pada suhu 46.5 °C selama 10 - 30 menit dapat mengontrol penyakit stem end rot
pada mangga ’Kensington’. Perlakuan panas dengan metode VHT pada suhu 38
°C selama 3 hari sebelum penyimpanan dapat mencegah busuk pada tomat yang disebabkan oleh jamur Botrytis cinerea.
Pada suhu tinggi, konsumsi O
2
serangga meningkat, kemudian serangga akan sulit bergerak “heat stupor” kemudian diikuti dengan kematian. Temperatur
kritis tergantung pada spesiesnya, lama perlakuan, dan faktor lain seperti kelembaban RH dan konsentrasi O
2
. Kematian serangga pada suhu tinggi dapat disebabkan oleh inaktifasi enzim, pengumpalan protein, ketidakseimbangan
metabolisme, produksi toksin, perubahan tingkat lemak pada dinding sel dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Selain itu karena serangga hidup di dalam
daging buah kematian juga dapat disebabkan karena suhu tinggi menyebabkan peningkatan respirasi buah, sehingga konsentrasi O
2
di dalam sel menurun dan konsentrasi CO
2
meningkat. Menurut Niven, 2000 perubahan ekstrim suhu misal pada saat perlakuan
karantina setelah panen dapat menimbulkan respon metabolisme yang berbeda. Pada beberapa jenis serangga responnya dapat berupa peningkatan metabolisme
anaerob seperti yang terjadi pada larva Cochliomyia macellaria yang menghasilkan penyingkatan polyols dan polipospat. Enzim juga merupakan salah
satu yang sangat terpengaruhi dengan adanya perbedaan suhu ini. Perubahan suhu mempengaruhi ikatan pada enzim sehingga mempengaruhi metabolismenya
seperti perubahan katalisasi enzim yang menyebabkan kekurangan energi, aktivasi, perubahan fluiditas pada lapisan membrane pospolipid. Respon-respon
seperti ini akan semakin kritis pada suhu diatas 40
o
C. Metabolisme seringkali diukur dari tingkat konsumsi O
2
atau CO
2
yang dihasilkan. Serangga yang berbeda memiliki tingkat respirasi yang berbeda pada
22
5 1 0
1 5 2 0
2 5 3 0
3 5
4 6 4 7
4 8 4 9
5 0 5 1
5 2
Garis maksimum kerusakan buah
Garis minimum mortalitas 100
Daerah aplikasi perlakuan panas
suhu yang sama. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan panas dalam kaitannya mortalitas lalat buah dan kualitas produk diilustrasikan secara grafik
seperti pada Gambar 2 JFTA, 1996. Pilihan kombinasi suhu-waktu yang berada pada daerah yang diarsir merupakan kondisi proses perlakuan panas yang dapat
mencapai mortalitas lalat buah 100 tanpa menyebabkan kerusakan pada buah. Penggunaan panas yang berlebih di atas daerah yang diarsir dapat menyebabkan
kerusakan pada buah heat injury meskipun mortalitas 100 tercapai. Sebaliknya apabila penggunaan panas belum cukup di bawah daerah yang diarsir maka
tujuan untuk membunuh lalat buah belum tercapai.
Gambar 2. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses
karantina produk hortikultura JFTA, 1996. C. PELILINAN
Pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran befungsi sebagai lapisan pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan
oksigen untuk respirasi. Dengan kata lain pelapisan lilin dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih
lama dan nilai jualnya dapat dipertahankan. Roosmani 1975 menyatakan bahwa pada konsentrasi emulsi lilin tertentu dapat memperpanjang masa simpan
beberapa komoditas hortikultura. Suhu ºC
Lama perlakuan
menit
23 Pemberian lapisan lilin dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan
kecil pada permukaan buah. Keuntungan yang lain adalah peningkatan mengkilapnya buah-buahan. Dengan demikian penampilannya menjadi lebih
menarik dan lebih lama dapat diterima oleh konsumen Pantastico, 1986. Pemberian lilin semata-mata tidak dapat mengendalikan pembusukan dan bahkan
sering menaikkannya. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air sedangkan pemberian lilin yang terlalu tebal
dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang. Hal ini disebabkan karena udara di dalam buah-buahan terlalu banyak mengandung CO
2
dan sedikit O
2
Park et al, 1994 dalam Nugraha, 2002. Lapisan lilin yang digunakan umumnya menggunakan lilin lebah yang
dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12, dengan syarat lilin tersebut tidak mempengaruhi bau dan flavor dari komoditas yang akan dilapisi,
mudah kering, tidak lengket, mudah diperoleh, tidak bersifat racun dan murah harganya. Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah hasil sekresi
dari lebah madu, karnauba dari pohon palem dan spermaceti dari kepala ikan paus. Emulsi 6 lilin karnauba dapat memperpanjang daya simpan dan
memperbaiki kualitas buah pepaya, buah belimbing, Rambutan Binjai, dan Pisang Mas Sri Nuryawati, 2005.
Tabel 6. Konsentrasi emulsi lilin karnauba
yang optimal pada beberapa komoditi hortukultura.
Komoditas Konsentrasi optimal
Alpukat 4
Apel 8 Jeruk 12
Nanas 6 Pisang Raja
9 Pepaya 6
Kentang 12 Wortel 12
Cabe 12 Tomat 9
Sumber : Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu
1987 dan dalam Rizki W 2006.
Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam- garam yang terkandung dalam air tersebut dapat merusak emulsi lilin. Pemberian
24 lilin dapat dilakukan dengan teknik pembusaan, penyemprotan, pencelupan dan
pengolesan. Pelapisan lilin sebaiknya dilakukan menggunakan mesin untuk menghasilkan pelapisan yang merata. Sesudah buah dicuci dan dicelup dalam
larutan fungisida atau dengan perlakuan panas heat treatment, kemudian buah dicelup atau disemprot dengan emulsi lilin.
Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertama kali dikenal sejak abad 12-13 oleh bangsa Cina. Pelapisan lilin pada saat itu tanpa memperhatikan adanya efek-
efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan respirasi anaerob dan menghasilkan jeruk yang masam dan busuk.
Kemudian bangsa Cina menemukan cara pelapisan lilin yang lebih baik yang dilakukan pada buah-buahan lain.
Roosmani 1975 melakukan percobaan menggunakan Mangga Indramayu, Apel Malang, Jeruk Siam dan tomat varietas Money Maker
menggunakan emulsi lilin yang mengandung 6, 8 dan 9 solid untuk mengetahui pengaruh pelilinan terhadap hortikultura di Indonesia. Kemudian disimpan pada
suhu ruang 20-29.9
o
C dan RH 54-85. Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan.
Jenis buah Daya simpan hari
Tanpa pelilinan Dengan pelilinan
Apel malang 12
30 Jeruk siam
10 21
Mangga indramayu 6
12 Tomat
20 50-60
Sumber: Roosmani, 1975. Pada buah mangga pelilinan juga biasa diterapkan, berdasarkan SPO buah
Mangga Arumanis dijelaskan bahwa untuk membuat emulsi lilin standar 12 terlebih dahulu diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g
dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat,
triethanolamin dan air panas, larutan diblender kurang lebih dari 2-5 menit agar tercampur dengan sempurna kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin
dapat digunakan setelah proses pendinginan selesai dilaksanakan.
25
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN