1
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura yang pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan
para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan pasar internasional. Untuk memenuhi kebutuhan buah dalam negeri dengan
mengurangi nilai impor, pemerintah berusaha meningkatkan produksi buah- buahan dengan cara mengembangkan agribisnis buah-buahan. Namun
peningkatan produksi saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu buah-buahan. Dalam agribisnis, mutu buah-buahan sangatlah penting dan
menentukan keberhasilan usaha. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak
merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan. Indonesia banyak menghasilkan buah-buahan tropika eksotik yang
potensial untuk dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri seperti pisang, mangga, jeruk, pepaya dan nenas Tabel 1.
Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia ton.
Tahun 2001
2002 2003
2004 2005
Apukat 141,703 238,182
255,959 221,774
22,577 Belimbing 53,157
56,753 67,261
78,117 65,967
DukuLangsat 113,071 208,350 233,086 146,067 163,389
Pisang 137,598 162,120
239,107 210,320
178,576 Nenas 73,061
97,296 115,209
117,576 110,704
Durian 415,079 537,186
694,654 710,795
712,693 Manggis 681,255
768,015 928,613
800,975 937,930
Pepaya 500,571
605,194 626,745
732,611 548,657 Sumber : Biro Pusat Statistik 2006.
Salah satu buah tropikal Indonesia yang dikenal luas dan digemari masyarakat adalah buah pepaya. Buah ini termasuk komoditas pangan yang cepat
rusak perishable sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50 hasil panen akan
mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan karena setelah dilakukan pemanenan, respirasi lanjutan atau proses hidup masih
2 terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang
menyebabkan pembusukan karena aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga
berpengaruh pada kualitas buah. Kualitas produk yang rendah menimbulkan permasalahan serius, antara
lain pangsa pasar buah-buahan Indonesa masih sangat kecil yaitu pada tahun 1990 hanya berkisar 0.2 Sunarjono, 1998. Menurut ITC International Trade
Centre, Indonesia belum termasuk dalam daftar negara penghasil buah tropis karena nilai ekspornya masih sangat kecil. Menurut Dr. Sumarno 2005,
Indonesia cenderung sebagai pengimpor produk-produk hortikultura. Sebagai contoh pada tahun 2003 Indonesia mengekspor produk sayuran sebesar 125 ribu
ton dan mengimpor sebesar 362 ribu ton sayuran segar dan olahan. Pada produk buah-buahan, Indonesia mengekspor sebesar 209 ribu ton dan mengimpor sebesar
215 ribu ton buah-buahan segar dan olahan. Dari data tersebut, nilai defisit perdagangan Indonesia mencapai 122.6 juta US dolar. Masing-masing berasal dari
defisit perdagangan produk sayuran yang mencapai 54.8 juta US dolar dan buah- buahan mencapai 67.8 juta US dolar.
Kendala yang menyebabkan kecilnya nilai ekspor yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, pengusaha komoditi buah-buahan sebagian besar
masih bersifat tradisional, dan ketatnya sistem pangawasan mutu dan karantina yang harus dijalani. Produk hortikultura Indonesia merupakan produk-produk
yang dilarang masuk ke Jepang oleh Divisi Karantina Tanaman Jepang. Larangan tersebut disebabkan karena produk-produk pertanian tropis seperti Indonesia
disinyalir mengandung hama dan penyakit tanaman yang di Jepang sendiri telah lama diselesaikan melalui program eradikasi Indonesian Agricultural Sciences
Association, 2005.httpiasa-online.org. Salah satu penanganan pascapanen sebagai salah satu program eradikasi
hama dan penyakit adalah dengan teknologi karantina. Teknologi ini diperlukan dalam rantai pemasaran komoditi yang merupakan inang dari suatu hama dan
penyakit dari daerah yang terinfestasi ke daerah yang tidak terinfestasi yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tersebut. Dalam
beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan dalam penggunaan metode perlakuan
3 panas heat treatment sebagai salah satu teknologi karantina setelah adanya
pelarangan penggunaan senyawa kimia seperti etilen dibromida untuk proses disinfestasi hama dan pengendalian penyakit sejak tahun 1984 Lurie, 1998.
Dalam penelitian ini digunakan metode perlakuan panas dengan vapor heat treatment
. Teknologi karantina dengan metode VHT merupakan salah satu metode disinfestasi hamapenyakit pascapanen buah-buahan yang cukup efektif
tanpa menggunakan senyawa kimia sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya residu kimia yang membahayakan kesehatan. Proses disinfestasi ini secara umum
semakin tinggi suhu yang digunakan akan semakin efektif untuk membunuh hama dan penyakit. Akan tetapi dapat mengakibatkan penurunan mutu produk seperti
rasa, tekstur, perubahan warna, dan kandungan nutrisi. Kombinasi suhu-waktu yang tepat perlu dikaji agar proses disinfetasi tercapai tanpa merusak mutu
produk.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan panas metode vapor heat treatment VHT terhadap mutu buah pepaya.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1.
Mengamati perkembangan suhu buah selama proses perlakuan panas metode VHT.
2. Mengamati pengaruh VHT dan pelilinan terhadap perubahan mutu yang
terjadi selama proses penyimpanan dan menentukan perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu pepaya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEPAYA