kenaikan harga beras sangat berdampak negatif terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi beras mereka. Harga beras yang tinggi menyebabkan responden pada
kelas ini lebih sering melakukan pembelian beras dibandingkan dengan responden kelas atas dan menengah. Frekuensi pembelian yang lebih sering ini disebabkan
responden hanya mampu membeli beras untuk kebutuhan satu hari saja dan juga disesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga tersebut.
Terdapat 37 persen dari keseluruhan responden yang tidak mengalami perubahan pola konsumsi berasnya. Proporsi terbesar pada responden kelas atas
yaitu sebesar 95 persen. Responden ini memiliki daya beli yang tinggi sehingga dengan terjadinya kenaikan harga beras tidak akan mempengaruhi pola konsumsi
beras mereka. Pada responden kelas bawah, 30 persen responden tidak mengalami perubahan pola konsumsi beras, hal ini disebabkan karena beras yang mereka
konsumsi adalah beras dengan kualitas terendah dan jumlah konsumsi beras tidak dapat dikurangi lagi.
Analisis perubahan pola konsumsi beras rumah tangga di Jakarta Timur akibat kenaikan harga beras dilakukan dengan membandingkan pola konsumsi
sebelum dan sesudah kenaikan harga beras. Adapun variabel penyusun pola konsumsi diantaranya adalah frekuensi konsumsi beras per hari, jumlah konsumsi
beras per hari, jeniskualitas beras, frekuensi pembelian beras per bulan, jumlah pembelian beras per frekuensi pembelian dan tempat pembelian beras.
4.2.1 Frekuensi Konsumsi
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa perubahan frekuensi konsumsi setelah kenaikan harga beras pada kelas bawah tampak dengan berkurangnya jumlah
rumah tangga yang mengkonsumsi beras tiga kali sehari dan muncul responden yang mengkonsumsi beras satu kali sehari, serta diikuti dengan meningkatnya
responden yang mengkonsumsi beras dua kali sehari. Responden kelas bawah cenderung mengkonsumsi beras lebih sering dibandingkan dengan responden
kelas menengah dan atas. Sebelum harga beras naik, 60 persen dari responden kelas bawah mengkonsumsi beras tiga kali sehari. Hal ini menunjukkan bahwa
rumah tangga kelas bawah masih bergantung pada beras sebagai sumber karbohidrat. Setelah harga beras naik, muncul responden dari kelas bawah yang
mengkonsumsi beras satu kali sehari. Responden kelas bawah mengurangi frekuensi konsumsi berasnya karena tidak mampu untuk membeli beras kualitas
rendah dalam jumlah yang sama seperti sebelum harga beras naik.
Tabel 10. Perubahan Frekuensi Konsumsi Beras per hari
Kelas Sosial Kelas Bawah
Kelas Menengah Kelas Atas
Total Frekuensi
Konsumsi
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
1 kali 1
9 8
1 1
10 10
2 kali 16
17 21
22 14
15 51
54 3 kali
24 22
10 10
5 4
39 36
Secara keseluruhan perubahan frekuensi konsumsi beras terlihat dengan adanya penurunan jumlah responden yang mengkonsumsi beras tiga kali sehari
sebesar tiga persen dan diikuti dengan peningkatan jumlah responden yang mengkonsumsi beras dua kali sehari.
Perubahan frekuensi konsumsi beras setelah kenaikan harga beras secara statistik tidak terlihat secara nyata, hal ini ditunjukkan oleh uji Chi-Square yang
menghasilkan nilai ?-value lebih besar dari nilai a 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga beras tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap
frekuensi konsumsi beras.
Frekuensi konsumsi beras cenderung lebih sering dilakukan pada rumah tangga kelas bawah karena responden pada kelas ini jarang atau tidak sama sekali
mengkonsumsi jenis pangan pokok lain sebagai pengganti beras karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimilikinya. Pada rumah tangga kelas
menengah dan atas, responden telah melakukan penganekaragaman pangan sehingga frekuensi konsumsi berasnya lebih sedikit dibandingkan kelas bawah.
Berdasarkan hasil penelitian, rumah tangga kelas bawah pada umumnya mengkonsumsi mie instan dan roti sebagai pangan alternatif pengganti beras,
karena harga kedua jenis pangan ini terjangkau. Responden kelas menengah dan atas juga telah melakukan penganekaragaman jenis pangan, responden pada kelas
ini mengkonsumsi jenis pangan yang lebih beragam seperti mie instan, roti, sereal dan kentang. Harga sereal dan kentang yang lebih mahal dibandingkan roti dan
mie instan menyebabkan hanya respoden dengan daya beli tinggi yang mampu mengkonsumsinya.
Tabel 11 menunjukkan perubahan konsumsi jenis pangan lain. Peningkatan konsumsi mie instan pada responden kelas bawah disebabkan karena
mie instan dapat dikonsumsi sebagai pengganti beras dan juga pengganti sayur. Harganya yang terjangkau menyebabkan responden memilih untuk meningkatkan
konsumsi mie instan dan mengurangi konsumsi beras karena harga beras yang tinggi. Tetapi, seluruh responden menyatakan bahwa mie instan tidak dapat
menggantikan beras sebagai pangan pokok. Responden tetap akan mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya walaupun harganya tinggi. Secara keseluruhan,
terjadi penurunan dari jumlah responden yang mengkonsumsi roti 16 dan
sereal 4, namun terjadi peningkatan jumlah responden yang mengkonsumsi mie instan sebesar 10 persen.
Tabel 11. Perubahan Jumlah Responden yang Mengkonsumsi Pangan Lain
Kelas Sosial Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas Total
Jenis Pangan Lain
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Mie Instan 34
40 31
35 10
10 75
85 Roti
17 10
29 20
18 18
64 48
Sereal 4
10 10
14 10
Kentang 10
10 12
12 22
22
Keterangan : Jawaban boleh lebih dari satu
Perubahan jumlah responden yang mengkonsumsi jenis pangan lain setelah kenaikan harga beras dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.
Hasil dari uji ini diperoleh bahwa perubahan jumlah responden yang mengkonsumsi jenis pangan lain setelah kenaikan harga beras tidak terlihat secara
nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ?-value lebih besar dari nilai a 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga beras tidak berdampak secara signifikan
terhadap jumlah responden yang mengkonsumsi jenis pangan lain selain beras.
4.2.2 Jumlah Konsumsi Beras