Konsumsi Rumah Tangga TINJAUAN PUSTAKA

dikonsumsi, termasuk jumlah, jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya Cameron and Stavern dalam Predesha, 2004. Berdasarkan beberapa pengertian teoritis, pola konsumsi pangan secara umum menggambarkan bagaimana sikap dan tingkah laku konsumen terhadap produk pangan itu sendiri. Pola konsumsi tercermin dari kualitas dan kuantitas produk yang dikonsumsi serta frekuensi yang terbentuk dari kebiasaan khususnya kebiasaan makan. Pola konsumsi pangan dapat diamati melalui frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi, jenis pangan, frekuensi pembelian, jumlah setiap kali pembelian, dan tempat pembelian.

2.6 Konsumsi Rumah Tangga

Pengertian rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik, dan biasanya mereka melakukan kegiatan konsumsi makan secara bersama-sama dalam satu dapur BPS, 2006. Pola pengeluaran rumah tangga dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Rumah tangga membayar pengeluaran terutama dari pendapatannya, dan besar pengeluaran konsumsi tersebut ditentukan oleh tingkat pendapatannya. Dalam melakukan konsumsi, rumah tangga akan memenuhi kebutuhan konsumsi yang paling mendesak terlebih dahulu yaitu kebutuhan pangan lalu sandang pakaian dan papan tempat tinggal. Setelah ketiga kebutuhan tersebut terpenuhi, rumah tangga akan terus berusaha memuaskan kebutuhan lainnya, seperti sarana transportasi, sarana komunikasi sampai pemenuhan kebutuhan akan gaya hidup. Selain mengeluarkan pengeluaran untuk bentuk-bentuk konsumsi diatas, biasanya rumah tangga melakukan saving menabung untuk cadangan dana kebutuhan yang tidak terduga. Pola pengeluaran rumah tangga secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu penge luaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Tarik-menarik antara kedua bagian pengeluaran tersebut mencerminkan keadaan pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan menurunkan proporsi pengeluaran makanan. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan per kapita diharapkan dapat menurunkan proporsi pengeluaran makanan sehingga pengeluaran dapat beralih ke sektor bukan makanan, seperti sandang, papan, sarana transportasi, sarana komunikasi dan lainnya. Dengan meningkatnya proporsi pengeluaran untuk bukan makanan maka diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat. Telah disadari bahwa pertumbuhan tingkat pendapatan masyarakat yang merupakan akibat dari pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi tingkat pengeluaran. Di negara berkembang kenaikan pendapatan akan berpengaruh besar pada peningkatan konsumsi rumah tangga, terutama konsumsi pangan untuk memenuhi tingkat kecukupan gizi. Tingginya proporsi konsumsi makanan berkaitan erat dengan rendahnya persentase pembagian pendapatan yang diterima oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, pola pengeluaran konsumsi rumah tangga suatu daerah merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya setiap manusia untuk mempertahankan hidupnya akan mendahulukan kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan. Setelah kebutuhan pokok terpenuhi, barulah kebutuhan lainnya akan dipenuhi seperti kesehatan, pendidikan, rekreasi, pesta dan sebagainya. Apabila seseorang atau suatu rumah tangga berpenghasilan sangat rendah, maka hampir seluruh penghasilannya akan digunakan untuk menutup keperluan pangan saja. Keadaan ini akan berlainan sekali pada mereka yang mempunyai penghasilan tinggi, karena untuk memenuhi kebutuhan pangannya mereka hanya memerlukan sebagian kecil saja dari seluruh penghasilannya. Selain sudah tercukupi kebutuhan gizinya juga tercukupi kenikmatannya. Kelebihan dari penghasilannya digunakan untuk memenuhi keinginan yang lain termasuk pengeluaran yang bersifat mewah dan umumnya dalam porsi yang relatif besar. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyebutkan bahwa rumah tangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok. Sebaliknya, rumah tangga dengan pendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokoknya. Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk hidup sehingga sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Seseorang atau rumah tangga akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, karena pada dasarnya kebutuhan manusia akan mempunyai titik jenuh. Apabila neraca kuantitas kebutuhan pangan seseorang sudah terpenuhi maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian, ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan.

2.7 Kelas Sosial