Indeks Kristalinitas Bahan dan Ukuran Kristal Selulosa

peningkatan ukuran kristal pada bidang kristal 002. Panjang kristal bidang kisi 040 tertinggi ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 10 diiradiasi selama 5 menit. Tidak terdapat kecenderungan yang sama pada panjang kristalin setelah pra-perlakuan gelombang mikro antara inokulum 5 dan 10. Gambar 4.5A Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis inokulum 5 inkubasi 30 hari dilanjutkan dengan pra- perlakuan gelombang mikro Gambar 4.5B Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis inokulum 10 diinkubasi 30 hari dilanjutkan dengan pra- perlakuan gelombang mikro A B

4.4 Simpulan

Pra-perlakuan menyebabkan kehilangan berat dan komponen kimia. Selektifitas delignifikasi tertinggi diberikan pada pra-perlakuan biologis- gelombang mikro dengan inokulum 5 dengan iradiasi 5 menit. Berdasarkan spektrum FTIR, terjadi kehilangan gugus fungsional C-Ph gugus aromatik lignin ketika iradiasi 5 menit 770 W. Selain itu terjadi kecenderungan penurunan intensitas absorbansi gugus fungsional sejalan dengan penambahan waktu iradiasi yang mengindikasikan terjadinya perubahan struktural setelah pra-perlakuan. Intensitas unit guiacyl propana lebih tinggi dibandingkan dengan unit syringy propana. Peningkatan indeks kristalinitas bahan berhubungan dengan hilangnya bagian amorf. Pra- perlakuan menyebabkan kerusakan struktur serat berdasarkan hasil gambar SEM. Semakin lamanya waktu iradiasi, tingkat kerusakan serat cenderung semakin intensif. Penambahan waktu iradiasi pada inokulum 5 cenderung menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Struktur kristal alomorf monoklinik pada kontrol bertransformasi menjadi struktur triklinik pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5 diiradiasi 10 menit 330 W dan inokulum 10 diiradiasi selama 5 menit 770 W.

5. KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO

PADA BAMBU BETUNG BIOLOGIS SETELAH PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS

5.1 Pendahuluan

Pra-perlakuan biologis bahan berlignoselulosa menggunakan JPP dapat memperbaiki hidrolisis enzimatiknya Sun et al. 2011; Zhang et al. 2007b. Berdasarkan hasil pra-perlakuan biologis bab 1 juga mengindikasikan bahwa JPP lebih cenderung mendegradasi lignin daripada komponen karbohidrat bambu, dalam hal ini selektifitas delignifikasi dengan inkubasi selama 30 hari lebih tinggi dibandingkan dengan 15 dan 45 hari. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa pra-perlakuan FPP selama 30 hari pada bambu lebih potensial sebagai menghasilkan gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pra-perlakuan pada waktu inkubasi lain. Selain itu pra-perlakuan jamur juga dapat menurunkan kadar lignin pada bahan lignoselulosa Hermiati et al. 2013. Konversi bioetanol dari bambu belum banyak dipelajari pada tingkat yang lebih luas. De Menezes et al. 1983 dan Ram dan Seenayya 1991 memfokuskan penelitiannya pada pengembangan proses pra-perlakuan untuk meningkatkan laju hidrolisis enzimatik dalam produksi bioetanol dari bambu. Biodegradasi lignin pada bambu oleh FPP, Cariolus versicolor efektif meningkatkan rendemen gula pereduksi dan laju hidrolisisnya Zhang et al. 2007b. Pra-perlakuan gelombang mikro pada bambu juga mampu meningkatkan rendemen gula pereduksi sebesar 2.3 Husnil 2009. Meskipun terdapat kecenderungan bahwa hidrolisis enzimatis menghasilkan rendemen gula yang rendah dan mengkonsumsi waktu yang lama, namun dalam kondisi prosesnya relatif tidak keras pH 4.8 dan suhu 45-50C dan dapat menghidarkan efek korosi Duff dan Murray 1996. Hidrolisis asam pada produksi bioetanol memungkinkan aplikasi secara komersial, tetapi metode ini menimbulkan masalah korosi dan membutuhkan netralisasi pH sebelum fermentasi. Hidrolisis gelombang mikro merupakan metode yang menjanjikan dalam proses konversi bahan berlignoselulosa yang efektif. Metode ini dipertimbangkan sebagai metode yang ramah lingkungan, efisien energinya, konsumsi waktu yang lebih singkat Husnil 2009 dan berpotensi untuk meningkatkan rendemen gula pereduksi. Iradiasi gelombang mikro mendorong terjadinya vibrasi molekul polar dalam kecepatan tinggi sehingga menyebabkan friksi antar molekul Kheswani et.al. 2007. Iradiasi pada substrat menyebabkan vibrasi molekul polar pada medan elektromagnet dari gelombang mikro secara selektif sehingga menimbulkan panas bagian polar pada molekul. Efek iradiasi gelombang mikro dapat ditingkatkan melalui penambahan asam organik, asam sulfat, asam inorganik tergantung produk targetnya Tsubaki dan Azuma 2011 atau karbon aktif. Didalam iradiasi gelombang mikro, karbon aktif berfungsi sebagai absorban yang kuat untuk energi gelombang mikro. Ketidakseragaman molekul dalam iradiasi gelombang mikro menciptakan “hot spots” pada permukaan partikel dari karbon aktif Zhang et al. 2007. Hermiati et al. 2012a telah melaporkan bahwa penambahan karbon aktif dalam hidrolisis gelombang mikro dalam medium air pada onggok meningkatkan rendemen glukosa pada suhu pemanasan yang lebih rendah. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh informasi rendemen gula dari hidrolisis enzimatis dan gelombang mikro pada bambu betung setelah pra-perlakuan dengan TV. Pengaruh penambahan karbon aktif pada iradiasi gelombang mikro pada sampel setelah pra-perlakuan tersebut juga didiskusikan.

5.2 Bahan dan Metode

Sebuk bambu hasil pra-perlakuan biologis terpilih bab 2 yaitu inokulum 5 dan 10 dengan waktu inkubasi selama 30 hari pada suhu 27  C dijadikan substrat untuk proses hidrolisis enzimatis dan asam dengan bantuan iradiasi gelombang mikro. Hidrolisis enzimatis menggunakan enzim selulase aktivitas enzim 200 FPUg dengan konsentrasi enzim 10 dan 20 FPUg substrat kering. Hidrolisis ini dilakukan pada suhu 50 °C selama 48 jam menggunakan shaking incubator pada kecepatan 50 rpm. Metode hidrolisis ini mengikuti prosedur analisis laboratorium untuk hidrolisis eznimatis bahan berlignoselulosa dari National Renewable Energy Laboratory NREL Selig et al. 2008. Sampel hasil pra-perlakuan jamur juga dihidrolisis dengan asam berbantu gelombang mikro. Hidrolisis ini dilakukan dengan oven gelombang mikro pada frekuensi 2450 MHz dan daya 330 W. Di dalam hidrolisis ini sebanyak 0.1 g berat kering oven BKO substrat sebesar 1 bb dari berat total dimasukkan dalam tabung teflon dan selanjutnya ditambahkan larutan asam sulfat dengan variasi 1, 2.5 dan 5 sampai mencapai berat akhir 10 g. Larutan tersebut dipaparkan dengan gelombang mikro selama 5-12.5 menit pada daya 330 W. Hidrolisis asam-gelombang mikro dengan penambahan katalis karbon aktif 0.5 g dari berat sampel juga dilakukan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah disampaikan diatas. Karbon aktif hasil reaktivasi berbentuk granular dihasilkan pada suhu 800 C selama 120 menit. Setelah proses iradiasi selesai, sampel langsung didinginkan dalam air es. Sampel yang sudah dingin kemudian disaring untuk memisahkan bagian hidrolisat dan pulp untuk kemudian ditentukan rendemen gula pereduksi hidrolisat mengikuti metode Nelson-Somogyi Wrolstad et al. 2005. Nisbah hidrolisis, yang merupakan nisbah antara rendemen gula pereduksi terhadap kadar holoselulosa dihitung mengikuti prosedur dari Yu et al. 2009 dengan mempertimbangkan kehilangan berat selama pra-perlakuan sebelum hidrolisis enzimatik dan gelombang mikro sebagai faktor pengurang. Senyawa coklat dalam hidrolisat juga diukur dengan spektrofotometer UV VIS Hitachi U-2001 pada panjang gelombang 490 nm Warrand dan Janssen 2007. Selain itu juga dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter Eutech dengan tiga kali ulangan. Rendemen gula pereduksi dihitung berdasarkan berat kering substrat yang dihidrolisis bambu setelah pra-perlakuan jamur dan berdasarkan