Perubahan Struktur Selulosa pada Bambu

skeletal dan uluran C-O, 1053 cm -1 14 untuk regangan C-O di selulosa dan hemiselulosa, pita tajam pada 897 cm -1 15 untuk uluran C-O-C pada karakteristik ikatan β glikosida pada selulosa Li et al. 2010 atau deformasi C-H di selulosa Pandey dan Pitman 2003, dan 833 cm -1 16 untuk vibrasi C-H di lignin Cheng et al. 2013. Gugus O-H pada daerah bilangan gelombang 3000-3600 cm -1 pada spektrum bambu identik daerah regangan O-H region dari selulosa I Gambar 2.2. Vibrasi ikatan hidrogen dari gugus OH pada selulosa I merupakan gabungan tiga ikatan hidrogen yang berbeda yaitu ikatan hidrogen intramolekul 2-OH ... O-6, ikatan hidrogen intramolekul 3-OH....O-5 dan ikatan hidrogen intramolekul 6-OH .... O-3 Oh et al. 2005. Absorbansi pada bilangan gelombang ini menurun sepanjang waktu inkubasi, mengindikasikan penurunan ikatan hidrogen. Pita pada 1635- 1640 cm -1 , yang dihubungkan dengan vibrasi tekukan molekul air yang diserap, juga menurun setelah pra-perlakuan jamur. Penemuan ini mirip dengan pra- perlakuan dengan larutan ionik pada Asclepias syriaca dan kayu poplar Spiridon et al. 2010. Intensitas relatif semua pita pada seluruh pra-perlakuan bambu pada inokulum 10 lebih rendah daripada inokulum 5 karena aktivitas degradasi jamur pelapuk putih. Pita spektrum IR pada 1378 cm -1 , 1735 cm -1 , 1164 cm -1 dan 897 cm -1 sebagai gugus fungsional selulosa dan hemiselulosa menunjukkan penurunan intensitas dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pra-perlakuan juga menghilangkan hemiselulosa dan selulosa pada aktivitas degradasi lignin oleh jamur. Puncak pita lignin dari sampel setelah pra-perlakuan pada 1512 cm -1 cincin aromatik Pandey dan Pitman 2003 cenderung menurun. Hal ini terkait dengan pelepasan lignin dari matriks lignoselulosa. Fakta ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Nazarpour et al. 2013 yang mengindikasikan intensitas puncak lignin menurun signifikan dibandingkan dengan karbohidrat. Spektrum IR dari tandan kosong kelapa sawit TKKS dengan pra-perlakuan jamur, P. florindanus mengindikasikan penyerangan ikatan lignin dan hemiselulosa dari jamur ini Faix 1991. Perubahan ini terkait dengan terpisahnya antara atom karbon benzylic α- dan β pada pra-perlakuan jamur Wistara et al. 1999. Penurunan intensitas pada bilangan gelombang 1246 cm -1 guaiacyl dari lignin lebih besar daripada penurunan intensitas pada bilangan gelombang 1328 cm -1 deformasi kombinasi syringyl dan xylan setelah pra-perlakuan jamur baik pada inokulum 5 dan 10. Hal ini berarti syringyl lebih rendah kadarnya dibandingkan dengan guiacyl setelah pra-perlakuan jamur. Hal ini berhubungan dengan reaktivitas syringil yang lebih tinggi dibandingkan dengan guiacyl, sehingga syringyl lebih mudah diserang oleh mikroorganisme. Reaktivitas syringyl ini karena gugus metoksilnya lebih banyak dibandingkan dengan guiacyl. Selain itu syringyl juga memiliki derajat polimerisasi dan titik leleh yang lebih rendah dan lebih mudah direkolasi dibandingkan dengan guiacyl sehingga dapat memperbaiki kinerja dalam hidrolisis enzimatis Stewart et al. 2009; Li et al. 2010. Akan tetapi, penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Isroi et al. 2012 menunjukkan bahwa pra- perlakuan jamur pada TKKS tidak menunjukkan perubahan intensitas serapan setelah pra-perlakuan jamur dengan P. floridanuss. Puncak lignin dan hemiselulosa dari sampel setelah pra-perlakuan selama 15 hari menunjukkan intensitas yang paling rendah daripada kondisi pra-perlakuan lain. Jamur ini menyerang baik hemiselulosa dan lignin secara simultan. Jamur menunjukkan aktifitas yang lebih selektif ketika sampel dipaparkan selama 30 dan 45 hari. Jumlah relatif selulosa kristalin dan amorf telah didiskripsikan sebelumnya oleh Wistara et al. 1999 menggunakan nisbah puncak inframerah. Lateral order index LOI yang merupakan nisbah antara absorbansi pada bilangan gelombang 1420 dan 893 cm -1 juga dapat digunakan untuk menghitung CI dari selulosa I karena sensitifitas jumlah struktur kristalin terhadap amorf dalam selulosa Oh et al. 2005. LOI menunjukkan korelasi linier dengan kadar hemiselulosa karena pita pada 893 cm -1 yang diidentikkan dengan frekuensi gugus karbon pada selulosa dan hemiselulosa Ramos 2003. Dalam penelitian ini, pasangan pita puncak pada bilangan gelombang 1426 cm -1 kristalin dan 833 cm - 1 amorf tampak jelas pada sampel Gambar 2.2. Pola spektrum FTIR bambu dengan inokulum 5 dan 10 menunjukkan kecenderungan yang sama kecuali inokulum 5 selama 30 hari. Penurunan kadar xylan 1736 cm -1 dari pra-perlakuan selama 30 hari lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diinkubasi selama 15 dan 45 hari Gambar 2.2. Intensitas puncak pada bilangan gelombang 1512 cm -1 gugus aromatik pada lignin untuk inkubasi 30 hari tampak yang tertinggi. Hal ini berarti jamur ini lebih bersifat menyerang lignin daripada hemiselulosa.

2.3.3 Karakteristik Morfologi Bambu

SEM digunakan untuk mengobservasi secara visual perubahan morfologi struktur pada permukaan bambu setelah pra-perlakuan biologis. Sampel yang diinkubasi selama 30 hari dipilih untuk observasi karena selektifitas delignifikasinya lebih baik daripada pra-perlakuan lain. Seperti tampak pada Gambar 2.3, perlakuan jamur TV menyebabkan kerusakan serat bambu. Bambu tanpa perlakuan menunjukkan struktur serat yang kaku dan kompak sedangkan bambu setelah pra-perlakuan mengalami kerusakan serat dan memiliki stuktur yang terpisah. Kerusakan pada matriks dinding sel ini meliputi pemutusan ikatan antara karbohidrat dan lignin, depolimerisasi lignin dan terlarutnya polimer hemiselulosa Ramos 2003. Gambar 2.3 Mikrograf SEM bahan dengan pra-perlakuan biologis pada kondisi terpilih. Kontrol 5 inokulum 10 inokulum Degradasi lignin disebabkan oleh pra-perlakuan jamur dapat meningkatkan ukuran pori dalam substrat dan menyediakan daerah permukaan yang lebih mudah diakses oleh selulase. Perlakuan dengan jamur pada TKKS telah terbukti merusak permukaan serat akibat menghilangnya bagian silika yang meninggalkan ruang kosong sehingga memudahkan penetrasi miselium ke dalam lapisan sampel Isroi et al. 2010. Pada serat jerami, luas permukaan serat meningkat akibat degradasi oleh Pleurotus ostreatus Taniguchi et al. 2010. Degradasi lignin berpotensi meningkatkan ketercernaan selulosa Nazarphour et al.2013. Sebagian serat terpisah oleh pra-perlakuan biologis, diasumsikan karena terputusnya beberapa ikatan eter dalam lignin dan ikatan lignin-karbohidrat. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkat kerusakan antara konsentrasi inokulum 5 dan 10 selama 30 hari. Observasi lanjut pada tingkat ultrastruktur diperlukan untuk mempelajari perubahan dinding sel akibat degradasi lignin oleh aktifitas jamur. Degradasi dinding sel mungkin terjadi dan mekanisme dari proses ini dinyatakan oleh Akhtar et al. 1998. Jamur mungkin berkolonisasi dalam lapisan substrat dan mengambil nutrisi untuk mengembangkan jaringan dan mendistribusikan miseliumnya. Jumlah elemen yang ada dan jenisnya direkapitulasi pada Tabel 2.1 berdasarkan analisis EDS. Fluorin dan silikon tidak ditemukan setelah sampel diberikan perlakuan jamur, sedangkan elemen lain masih ada dengan tingkat yang berbeda-beda. Karbon dan oksigen adalah elemen dominan kemungkinankarena bambu adalah polimer lignoselulosa dengan komponen utama karbon, hidrogen dan oksigen. Dalam jumlah sedikit, magnesium dan aluminium masih ditemukan dalam sampel setelah pra-perlakuan. Pra-perlakuan jamur menurunkan kadar karbon, karena karbon digunakan oleh jamur sebagai nutrisi untuk mendukung pertumbuhannya. Tabel 2.1 Perubahan berat elemen bambu sebelum dan setelah pra-perlakuan biologis Elemen Kontrol bv Inokulum 5 bv Inokulum 10 bv Karbon C 44.65±13.7 42.30±13.0 43.05±13.2 Oksigen O 44.71±13.8 55.72±17.2 55.30±17.7 Fluorin F 9.05±3.2 - - Magnesium Mg 0.84±0.1 1.11±0.1 0.96±0.1 Aluminium Al 1.11±0.1 0.87±0.1 0.69±0.1 Silikon Si 0.87±0.1 - - Total 100 100 100

2.3.4 Struktur Kristal Selulosa Alomorf

Struktur kristal selulosa alomorf dari bambu setelah pra-perlakuan disajikan pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.4 yang dipelajari menggunakan analisis XRD dan FTIR. Selulosa asli terdiri dari dua modifikasi kristalin yang berbeda yaitu I α satu rantai triklinik dan I β dua rantai sel monoklinik, yang memiliki fraksi yang sangat bergantung pada asal sampel selulosa Sugiyama et al.1991. Z- diskriminan 0 mengindikasikan struktur kristal alomorf tipe I β monoklinik, sedangkan Z 0 mengindikasikan struktur kristal tipe triklinik I α . Tabel 2.2 Struktur kristal selulosa alomorf dari bambu setelah pra-perlakuan biologis Inokulum Inkubasi hari Struktur kristal alomorf Jenis kristal alomorf d 101 nm d 10-1 nm Z 45 0.566041 0.534862 -73.13 I β 5 15 0.588426 0.522358 -23.96 I β 30 0.615201 0.521747 21.92 Iα 45 0.615201 0.546641 -0.53 I β 10 15 0.588426 0.566041 -63.36 I β 30 0.616903 0.520533 25.89 Iα 45 0.602733 0.535504 -11.59 I β Selulosa monoklinik I β secara termodinamika lebih stabil dibandingkan dengan triklinik I α , karena tidak hanya padat, tetapi cenderung menjadi produk akhir dalam pemanasan dari semua selulosa Sassi et al. 2000. Struktur monoklinik dari selulosa berubah menjadi struktur triklinik pada pra-perlakuan jamur selama 30 hari. Penentuan Z-diskriminan dilakukan berbasis pada bidang 101 and 10- 1 dari sampel bambu. Struktur triklinik diharapkan beprengaruh lebih baik terhadap kinerja hidrolisis karena fase I α lebih mudah terdegradasi daripada I β Wada dan Okano 2001. Selulosa I α bersifat meta-stabil dan lebih reaktif daripada I β O’Sullivan 1997. Selain itu, selulase Tricoderma viride lebih memilih mendegradasi selulosa Iα dibandingkan selulosa I β dan dengan bertambahnya waktu, mikro kristalin yang tertinggal menjadi kaya I β Hayashi et al .1998a,b. Selulosa fase Iα memiliki reaktivitas yang lebih tinggi daripada fase I β Sassi et al. 2000 dan fase ini lebih banyak pada permukaan mikro kristal Hayashi et al. 1998a,b. Gambar 2.4 Spektra FTIR pada bilangan gelombang 750-760 cm -1 vibrasi CH 2 dalam selulosa I α dan 710 cm -1 vibrasi CH 2 dalam selulosa I β Puncak pada bilangan gelombang sekitar 750-760 cm -1 dan 710 cm -1 diidentifikasi sebagai vibrasi CH 2 dalam selulosa I α dan selulosa I β . Seperti tampak pada Gambar 2.4, tidak ada puncak pada bilangan gelombang 750-760