Pengaruh Pra-perlakuan Biologis-Gelombang Mikro Terhadap Morfologi Bambu

Elemen minor seperti silikon hanya sedikit teridentifikasi ketika pra- perlakuan gelombang mikro 5 menit 770 W, 12.5 menit 330 W. Nitrogen hanya ditemukan ketika iradiasi gelombang mikro menggunakan daya 770 W. Nilai presentasi total dari elemen ini mewakili spot yang diamati.

4.3.4 Struktur Kristal Selulosa Alomorf

Struktur kristal selulosa alomorf pada sampel setelah pra-perlakuan yang diobservasi dengan analisis XRD ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Semua pra-perlakuan mempunyai struktur monoklinik kecuali pada inokulum 5 dengan iradiasi 10 menit 330 W dan 5 menit 770 W dengan inokulum 10. Fase kristal I α diharapkan akan memperbaiki ketercernaan selulosa terkait dengan kemampuan yang lebih mudah didegradasi dibandingkan dengan fase kristal I β Wada dan Okano 2001. Selain itu struktur triklinik ini bersifat tidak stabil dan lebih reaktif dibandingkan dengan struktur monklinik O’Sullivan 1997; Sassi et al. 2000. Tabel 4.3 Struktur kristal selulosa alomorf bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Pra-perlakuan Biologis Pra-perlakuan Gelombang mikro Struktur kristal alomorf Kristal alomorf Inokulum Inkubasi hari Daya W Iradiasi min d 101 nm d 10-1 nm z Kontrol 0.58 0.53 -45.47 I β 5 30 330 5 0.60 0.55 -28.49 I β 10 0.61 0.52 13.69 I α 12.5 0.60 0.55 -34.50 I β 770 5 0.61 0.54 -5.58 I β 10 30 30 5 0.55 0.52 -80.11 I β 10 0.56 0.51 -66.92 I β 12.5 0.57 0.52 -44.48 I β 770 5 0.62 0.53 28.32 I α 4.3.5 Pola Biodegradasi Bambu Setelah Pra-perlakuan Biologis- Gelombang Mikro Biodegradasi bambu setelah pra-perlakuan dievaluasi dengan analisis FT IR. Analisis spektroskopi FTIR yang detail berdasarkan metode analisis Pandey dan Pitman 2003 dilakukan untuk mengitung intensitas vibrasi gugus aromatik terhadap pita-pita ciri karbohidrat pada bambu setelah pra- perlakuan. Perubahan relatif intensitas gugus aromatik skeletal puncak lignin pada bilangan gelombang 1512 cm -1 terhadap empat ikatan karbohidrat tidak terkonjugasi yaitu 1736 cm -1 C=0 di xylan, 1373 cm -1 deformasi C-H dalam selulosa dan hemiselulosa, 1165 cm -1 vibrasi C-O- C dalam selulosa dan hemiselulosa, 895 cm -1 deformasi C-H atau regangan C-O- C pada karakteristik ikatan β glikosida dalam selulosa yang dihitung berdasarkan tinggi puncak dan luas daerah puncak diringkas pada Tabel 3.6. Empat puncak ciri karbohidrat dan gugus aromatik lignin disajikan pada Gambar 4.4 A dan B. Gambar 4.4A Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis inokulum 10 inkubasi 30 hari dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro Gambar 4.4B Spektra FTIR bambu dengan pra-perlakuan biologis inokulum 5 inkubasi 30 hari dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro Pada inokulum 5, penambahan lama iradiasi cenderung meningkatkan nisbah ligninkarbohidrat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu iradiasi gelombang mikro dapat menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Degradasi karbohidrat setelah perlakuan berkontribusi menyebabkan fenomena ini. Pada inokulum 10, A B selektifitas delignifikasi cenderung tidak selektif setelah iradiasi gelombang mikro selama 10 menit. Tabel 4.4 Nisbah intensitas lignin berasosiasi dengan pita karbohidrat bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Pra-perlakuan Biologis Pra-perlakuan Gelombang mikro Intensitas relatif a vibrasi gugus aromatik I 1512 terhadap pita ciri untuk karbohidrat Inokulum Inkubasi hari Daya Iradiasi min I 1512 I 1736 I 1512 I 1373 I 1512 I 1165 I 1512 I 897 kontrol 1.041.06 1.021.06 0.980.95 1.281.29 5 30 330 5 1.240.83 0.860.6 0.670.33 1.743.75 10 1.491.19 0.880.57 0.640.34 1.593.57 12.5 1.741.88 0.940.81 0.580.48 3.262.5 770 5 0.990.57 0.791.12 0.690.79 1.110.87 10 30 330 5 1.421.37 0.830.74 0.590.48 1.551.51 10 1.280.75 0.780.48 0.560.29 1.584.0 12.5 1.361.33 0.840.77 0.570.47 1.731.69 770 5 0.830.68 0.781.02 0.721.02 0.720.25 Intensitas relatif dihitung menggunakan tinggi puncak diluar tanda kurung dan luas dalam tanda kurung

4.3.6 Indeks Kristalinitas Bahan dan Ukuran Kristal Selulosa

Struktur kristalin dan amorf selulosa dapat diidentifikasi dari puncak utama dari pola difraksi XRD yang antara 22-23  dan puncak kedua pada kisaran sudut 2 θ 16-18  Lai dan Idris 2013; Liu et al. 2012. Puncak- puncak ini dalam kisaran sudut 2 θ yang disebutkan tersebut teridentifikasi pada semua perlakuan, yang mengindikasikan daerah kristalin dan amorf selulosa Gambar 4.5A dan B. Transformasi intensitas dalam ikatan hidrogen dalam selulosa dapat ditentukan dari variasi lebar puncak kristalin. Pemanasan yang bersumber dari iradiasi gelombang mikro dapat merusak ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan efek pemutusan pada daerah kristalin dan memaksimalkan ekspansiperluasan daerah amorf Liu et al. 2012. Indeks kristalinitas bambu setelah pra-perlakuan dapat digunakan untuk menginterpretasikan perubahan selulosa yang terjadi akibat perlakuan yang dilakukan. Indeks kristalinitas ini cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan lama iradiasi. Peningkatan ini disebabkan oleh hilangnya fraksi amorf seperti lignin dan hemiselulosa dari serat selama perlakuan. Fenomena ini didukung oleh kehilangan komponen lignin yang disajikan pada Gambar 4.1. Indeks kristalinitas merupakan salah satu sifat terpenting yang berpengaruh terhadap kemudahan proses hidrolisis yang dapat juga dianalisis dengan spektroskopi FTIR. Perubahan kristalinitas dapat dipelajari dari LOI dari data spektrum FTIR Tabel 4.5. Peningkatan waktu iradiasi cenderung meningkatkan LOI. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh