Pola Biodegradasi Hasil dan Pembahasan .1 Perubahan Komponen Kimia

Highley et al. 1989; Kleman-Leyer et al.1992.Kehilangan komponen lignin dan hemiselulosa dapat menyebabkan hornifikasi pada selulosa ketika dikeringkan dan pengujian kristalinitas dilakukan pada sampel yang kering. Hornifikasi meningkatkan indeks kristinitas lignoselulosa. Setelah inkubasi 30 hari, indeks kristalinitas mulai menurun pada inokulum 5, mungkin karena berlanjutnya serangan jamur pada bagian selulosa kristalin setelah mendegradasi bagian amorf yang lebih mudah terakses untuk digunakan sebagai nutrisi. Namun, fenomena ini tidak terjadi pada inokulum 10 dimana indeks kristalinitas cenderung meningkat setelah inkubasi 30 hari. Penyebab pasti perbedaan fenomena ini belum diketahui pasti. Tetapi indeks kristalinitas sampel setelah pra-perlakuan masih lebih tinggi daripada indeks kristalinitas kontrol. Tabel 2.4 Lateral order index LOI dan indeks kristalinitas CI bambu setelah pra-perlakuan biologis Inoku lum Inku basi hari CI LOI Fc Kristalin Fa Amorf CI A 1427 Kristalin A 897 Amorf LOI 45 0.662 1.513 30.43 0.42 0.33 1.27 5 15 0.759 1.437 34.57 0.60 0.48 1.25 30 0.982 1.575 38.39 0.38 0.31 1.23 45 0.471 1.002 32.00 0.31 0.25 1.24 10 15 0.991 1.715 36.62 0.50 0.40 1.25 30 0.698 1.567 30.83 0.27 0.21 1.29 45 0.926 1.545 37.48 0.59 0.48 1.23 Ketercernaan bambu setelah pra-perlakuan berkorelasi negatif dengan nilai LOI. Nilai LOI dari sampel setelah pra-perlakuan lebih rendah daripada kontrol kecuali pada inokulum 10 selama 30 hari Tabel 2.4. Pada kondisi inkubasi 30 hari terjadi perubahan fase kristal selulosa menjadi triklinik dari fase monoklinik pada kontrol dan perlakuan dengan inkubasi selama 15 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa pra-perlakuan jamur dapat memperbaiki aksesibilitas permukaan selulosa dan secara teori akan mendukung proses hidrolisis selulosa menjadi lebih efisien pada sampel setelah pra-perlakuan. Jamur lebih mudah mendegradasi hemiselulosa dan menyisakan lebih banyak selulosa Yu et al. 2009. Transformasi struktur kristalin selulosa menjadi bentuk amorf dapat meningkatkan nilai LOI. Kecenderungan yang sama juga terjadi dengan pra- perlakuan larutan ionik terhadap selulosa dimana perlakuan menyebabkan konversi struktur kristalin menjadi amorf Li et al. 2010. Selain melalui nilai LOI dan CI, perubahan kristalinitas dapat diduga melalui pendekatan nisbah antara A 3308 A 1330 , yang menunjukkan intensitas ikatan hidrogen HBI. Nilai ini dapat dihitung dari absorbansi IR Oh et al. 2005; Siroky et al. 2010. Tabel 2.5 dan Gambar 2.6 menunjukkan perubahan ukuran kristal bambu dan pola spektrum XRD setelah pra-perlakuan biologis. Tabel 2.5 Ukuran kristal bambu setelah pra-perlakuan biologis Gambar 2.6 Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan dengan TV A inokulum 10 dan B inokulum 5 pada berbagai waktu inkubasi Ukuran kristal selulosa dalam bambu bervariasi pada bidang kisi 101, 10- 1 dan 002. Berdasarkan Tabel 2.5 tampak bahwa ukuran kristal selulosa terbesar terdapat dalam bambu tanpa pra-perlakuan pada bidang 002 yaitu 5.59 Inokulum Waktu inkubasi days Ukuran kristal nm D 101 D 10-1 D 002 D 040 5.46 8.71 5.59 129.39 5 15 8.04 - 5.47 17.45 30 17.79 - 5.57 64.70 45 - 23.40 7.40 258.83 10 15 7.96 4.30 5.64 25.88 30 13.84 - 5.61 25.46 45 10.68 - 5.47 19.39 A B