Pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi karyawan yayasan

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA

TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI

KARYAWAN YAYASAN X

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh:

PURI NOVIANTI

NIM: 107070002461

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Puri Novianti NIM : 107070002461

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Yayasan X”

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta,10 November 2011

Puri Novianti


(3)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“Anda akan meraih kesuksesan persis seperti yang bisa Anda

bayangkan terjadi pada diri Anda sendiri. Pupuklah bayangan

sukses Anda setiap hari” (Napoleon Hill)

Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan Untuk

orang-orang yang ku sayangi dan

menyayangiku.


(4)

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) November 2011 C) Puri Novianti

D) Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Yayasan X

E) XV + 117 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Komitmen organisasi merupakan hal yang penting untuk keberlangsungan suatu organisasi, karena komitmen organisasi tidak terbatas pada keputusan karyawan untuk mempertahankan keberadannya dalam organisasi semata, tetapi juga menentukan seberapa besar upaya karyawan memberikan kontribusi yang optimal bagi pengembangan organisasi. Tingkat komitmen organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, dua faktor yang sangat berperan penting adalah budaya organisasi dan kepuasan kerja. Budaya organisasi yang digunakan terdiri dari inovasi dan pengambilan resiko, stabilitas dan keamanan, penghargaan kepada orang, orientasi hasil, orientasi tim dan kolaborasi, keagresifan dan persaingan. Kepuasan kerja yang digunakan terdiri dari gaji, promosi, supervisi, tunjangan, penghargaan, prosedur operasional, rekan kerja, sifat pekerjaan, dan komunikasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi karyawan yayasan X. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi berganda melibatkan sampel sebanyak 120 karyawan yang memenuhi kriteria (minimal masa kerja satu tahun). Alat ukur komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi alat ukur OCQ (Allen Meyer, 1990), sedangkan alat ukur budaya organisasi yang digunakan berdasarkan karakteristik budaya organisasi menurut O’Reilly, Chatman, dan Caldwell (Munandar, 2001), kemudian untuk alat ukur kepuasan kerja yang digunakan adalahJSS(Spector, 1994).

Hasil penelitian menyatakan bahwa secara bersamaan budaya organisasi dan kepuasan kerja secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi (P < 0,05). Dalam penjabarannya terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen organisasi, yaitu budaya tim dan kolaborasi, kepuasan promosi dan supervisi. Hasil penelitian tersebut dapat diketahui pula bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi adalah variabel budaya organisasi dan kepuasan kerja. Dengan demikian implikasi manajerial meliputi: usaha untuk menciptakan atmosfer budaya organisasi yang positif dan usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Syukur Alhamdulillah Peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Yayasan X.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.

Melalui perjalanan panjang peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan segala kekurangan dan kelemahan yang dimiliki peneliti. Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bimbingan, arahan, dukungan, masukan, doa dan banyak bantuan yang diberikan kepada peneliti dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala ketulusan hati peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi, dosen pembimbing satu, terima kasih peneliti ucapkan atas kesabaran, bimbingan, arahan, saran, dan waktu yang diberikan dalam proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan membaca skripsi dan memberikan umpan balik yang bermanfaat untuk menyempurnakan skripsi peneliti.

3. Bapak Miftahuddin, M.Si, pembimbing dua, terimakasih peneliti ucapkan atas waktu, saran, arahan, dan bimbingan dalam proses pengerjaan skripsi. Terima kasih atas kesediaan membaca skrispi dengan sabar dan teliti sehingga dapat memberikanfeedbackyang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan skripsi.

4. Bapak M. Avicenna, M.H.Sc., Psy, dosen penasehat akademik, terima kasih telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu kepada peneliti, dengan sabar dan ikhlas telah


(6)

mengajarkan peneliti banyak ilmu yang sangat berharga sehingga peneliti dapat sampai pada tahap ini.

6. Kedua orang tuaku, mama dan papa tercinta yang selalu memberikan doa, kasih saying, kesabaran dan bantuan moril maupun materil, serta tak pernah jenuh untuk membimbing dan mengarahkanku hingga aku bisa menjadi seperti ini. Terima kasih atas kesabaran mama dan papa dalam menanti kelulusanku selama ini. Untuk adik tercinta (Puji dan Fikri) yang memberikan semangat agar bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk seluruh keluargaku, nenek kakek, dan sanak saudara yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat yang bijak kepadaku.

8. Untuk orang yang selalu menemaniku, Gusfar, terima kasih karena sudah sabar membantu dan menemani selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih karena terus menyemangati untuk segera menyelesaikan skripsi. Terima kasih karena telah menjadi pendengar yang baik dan mau menerima keluh kesalku selama ini.

9. Untuk sahabatku tercinta, Wiwien. Terima kasih banyak atas segala kebaikan, kesabaran, kebersamaan, dan ketulusan selama ini. Terima kasih sudah menemaniku selama ini, menjadi tempat untuk berbagi, baik suka maupun duka. 10. Untuk sahabat-sahabatku Mala, Ana, Hayu, Septi, Putri, Nuni,the fam girls, seleb

and exist, terimakasih sudah memberikan warna yang paling indah selama perkuliahan. Terimakasih untu kebersamaan dan ketulusan kalian.

11. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku Bd1, terima kasih telah memberikan tempat yang indah selama perkuliahan.

12. Untuk seluruh teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas B, terima kasih sudah memberikan tempat yang indah selama perkuliahan.

13. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan.


(7)

Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan.Amiin. Selain itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, 10 November 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing... ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Lembar Orisinalitas ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xv

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 10

1.2.1 Perumusan masalah ... 10

1.2.2 Pembatasan masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB 2 Landasan Teori ... 14

2.1 Komitmen organisasi ... 14

2.1.1 Definisi komitmen organisasi ... 14

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi ... 17

2.1.3 Komponen komitmen organisasi ... 21

2.1.4 Aspek-aspek komitmen organisasi ... 24

2.1.5 Proses pembentukan komitmen organisasi ... 26

2.1.6 Pengukuran komitmen organisasi ... 27

2.2 Budaya Organisasi ... 28


(9)

2.2.2 Karakteristik budaya organisasi ... 30

2.2.3 Fungsi budaya organisasi ... 32

2.2.4 Tipologi budaya organisasi ... 33

2.3 Kepuasan kerja ... 36

2.3.1 Definisi kepuasan kerja ... 36

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja ... 37

2.3.3 Teori kepuasan kerja ... 42

2.3.4 Mengukur kepuasan kerja ... 47

2.4 Kerangka Berpikir... 50

2.5 Hipotesis Penelitian... 55

BAB 3 Metode Penelitian ... 58

3.1 Populasi dan Sampel ... 58

3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 59

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 59

3.3.1 Variabel penelitian ... 59

3.3.2 Definisi operasional variabel penelitian ... 60

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.3.1 Metode dan isntrumen pengumpulan data ... 61

3.5 Teknik Uji Instrumen ... 65

3.5.1 Uji validitas ... 65

3.5.2 Uji reliabilitas... 66

3.6 Penyajian Data ... 67

3.6.1 Uji instrumen penelitian ... 67

3.6.2 Hasil uji reliabilitas ... 73

3.7 Teknik Analisa Data ... 73

3.8 Prosedur Penelitian ... 77

BAB 4 Hasil Penelitian ... 79

4.1 Analisis Deskriptif ... 79

4.2 Kategorisasi Subjek Penelitian ... 84

4.3 Uji Hipotesi Penelitian ... 87


(10)

4.3.2 Pengujian proporsi masing-masing IV ... 94

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Diskusi ... 101

5.3 Saran ... 112

5.3.1 Saran metodologis ... 112

5.3.2 Saran praktis... 113

Daftar Pustaka ... 115


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Format Skoring Skala Likert ... 61

Tabel 3.2 Blueprinttry-out Komitmen Organisasi ... 63

Tabel 3.3 Blueprinttry-out Budaya Organisasi ... 63

Tabel 3.4 Blueprinttry-out Kepuasan Kerja. ... 64

Tabel 3.5 Kaidah Reliabilitas Guilford ... 66

Tabel 3.6 Hasil Uji Instrumen Komitmen Organisasi ... 67

Tabel 3.7 Blue Printkomitmen organisasi setelah uji instrumen ... 68

Tabel 3.8 Hasil Uji Instrumen Budaya Organisasi ... 69

Tabel 3.9 Blue Print Budaya Organisasi Setelah Uji Instrumen ... 70

Tabel 3.10 Hasil Uji Instrumen Kepuasan Kerja ... 71

Tabel 3.11 Blue Print Kepuasan kerja Setelah Uji Instrumen ... 72

Tabel 4.1 Distribusi Populasi penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 80

Tabel 4.3 Distribusi Skor Komitmen Organisasi Berdasarkan jenis Kelamin .. 80

Tabel 4.4 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Tingkat pendidikan ... 81

Tabel 4.5 Tabel Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 83

Tabel 4.6 Distribusi sampel Penelitian Berdasarkan Status Karyawan ... 82

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif variabel penelitian ... 84

Tabel 4.8 Penyebaran Skor Komitmen Organisasi ... 85

Tabel 4.9 Penyebaran Skor Budaya Organisasi ... 86

Tabel 4.10 Penyebaran Skor Kepuasan Kerja ... 86

Tabel 4.11 Tabel Rquare ... 87

Tabel 4.12 Tabel Anova ... 88

Tabel 4.13 Koefesien Regresi ... 89


(12)

DAFTAR GAMBAR


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala PenelitianTry-out

Lampiran 2 : SkalaField Test

Lampiran 3 : Reliabilitas dan Validitas Skala Komitmen Organisasi Lampiran 4 : Reliabilitas dan Validitas Skala Budaya Organisasi Lampiran 5 : Reliabilitas dan Validitas Skala Kepuasan Kerja Lampiran 6 : Uji Regresi Seluruh IV Terhadap DV

Lampiran 7 : Proporsi Varians Untuk Masing-Masing IV Lampiran 8 : Uji t Jenis Kelamin

Lampiran 9 : Oneway Pendidikan

Lampiran 10 : Regresi Masa Kerja Lampiran 11 : Uji t Status Karyawan


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah nasional yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia, jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada saat ini mengharuskan suatu organisasi berpikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Banyak organisasi atau perusahaan yang menghadapi tantangan ini dengan membangun komitmen organisasi dari para karyawan dalam upaya meningkatkan kualitas.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi masalah dalam mempertahankan karyawan (turnover) sebagai bentuk minimnya komitmen seorang karyawan pada organisasi. Hasil survey Global Startegic Rewards 2007/2008 yang dilakukan oleh Watson Wyatt (Setiadi dkk, 2010), pada sektor perbankan di Indonesia memperlihatkan bahwa tingkat turnover untuk posisi-posisi penting (level manajerial dan di atasnya) berkisar antara 6,3 – 7,5 %. Sedangkan turnover karyawan di Industri pada umumnya hanya berkisar 0,1 – 0,74 %. Tingginya perputaran tenaga kerja dapat menimbulkan masalah yang serius, terutama pada sektor jasa yang mempunyai


(15)

aktivitas melayani manusia maupun para klien di mana tingkat perputaran tenaga kerja sering melebihi 25 % per tahunnya, Gallon, Gabriel, & Knudsen (dalam Aarons & Sawitzky, 2006) dan bahkan ada yang melebihi 50 % (Glisson, dkk (dalam Aarons & Sawitzky, 2006).

Bagi kehidupan organisasi, komitmen organisasi merupakan prasyarat mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi. Dalam konteks ini, komitmen yang dibutuhkan adalah komitmen dari segenap anggota organisasi untuk kepentingan organisasinya. Komitmen organisasi dalam artian ini sekurang-kurangnya mencakup tiga hal penting, yaitu identifikasi atau kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi, keterlibatan atau kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, dan loyalitas atau keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan (Steers, Porter, dan Bigley, 1996). Komitmen organisasi bukan sekedar kesetiaan pasif terhadap organisasi, melainkan dinamika yang aktif dari segenap anggota organisasi dengan organisasinya. Dengan kondisi demikian, maka unsur-unsur dalam komitmen organisasi menjadi dasar yang sangat penting bagi anggota organisasi untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya.

Selama bertahun-tahun komitmen organisasi telah dikonseptualisasikan dan didefinisikan dalam beberapa cara oleh penulis yang berbeda. Porter dan kawan-kawan mendefinisikan komitmen organisasi sebagai identifikasi kekuatan individu dengan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Komitmen organisasi terdiri dari tiga dimensi: (a) keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan organisasi dan nilai-nilai (b) kemauan atau motivasi untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi dan (c)


(16)

keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mowday dalam George & Sabapathy, 2011)

Komitmen organisasi menentukan suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasi keterlibatannya dalam suatu bidang organisasi, oleh karena itu komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki bagi pekerjaan terhadap organisasi. Dengan adanya komitmen, organisasi dan karyawan dapat berkembang searah dan seiring sejalan dalam usaha mewujudkan program organisasi.

Mowday dan kawan-kawan (Widyastuti, 2007) menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi cenderung lebih stabil dan produktif sehingga lebih menguntungkan organisasi.

Terkait dengan komitmen organisasi, ada berbagai penelitian yang mengeksplorasi variabel-variabel yang berkaitan dengan komitmen organisasi, diantaranya adalah budaya organisasi (Balay dan Ipek, 2010). Menurut Lund, konsep budaya organisasi didefinisikan sebagai filosofi bersama, ideologi, nilai-nilai, asumsi, keyakinan, harapan, sikap dan norma dalam organisasi (Balay dan Ipek, 2010). Makna bersama, keyakinan dan nilai-nilai komponen utama dari budaya organisasi dan mereka akhirnya membentuk perilaku karyawan dalam organisasi (Rashid dkk, dalam Balay dan Ipek, 2010). Budaya organisasi menghasilkan norma dalam struktur formal organisasi, dan mengembangkan sebuah sistem sosial yang terdiri dari keyakinan nilai-nilai dan kebiasaan. Dengan demikian, karyawan memperoleh kesadaran organisasi sebagai perilaku yang sesuai dalam organisasi.


(17)

Definsi-definisi yang dikemukakan di atas semuanya membicarakan adanya pengaruh budaya terhadap perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi memiliki karakteristik yang akan membedakan suatu organisasi satu dengan yang lain. Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi yang positif dapat menciptakan komitmen organisasi yang tinggi.

Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama para anggota dalam organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi, sebagaimana Deal, dkk (dalam Wu, A. dkk, 2001) menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi produktivitas, kinerja, komitmen, kepercayaan diri, dan perilaku etis.

Penelitian yang dilakukan Zain, dkk (2009) mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Penelitian ini dilakukan pada karyawan

Bandara Malaysia Holding Berhad (MAHB) sebanyak 190 karyawan. Hasilnya menunjukkan budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen para karyawan dan penentu dalam memotivasi karyawan untuk berkomitmen pada organisasi. Hal ini menimbulkan pemahaman tentang pentingnya budaya organisasi, terbukti ketika sebagian besar organisasi mengakui jika budaya organisasi diciptakan maka dapat berkontribusi terhadap prestasi kerja dalam setiap aspek kinerja baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun keuangan.

Dalam beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Lok Peter, dkk (2005) mengenai Persepsi Subkultur Organisasi yang dilakukan dengan survei kepada 258


(18)

perawat yang diambil dari Rumah Sakit Sydney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan komitmen organisasi.

Selain itu terdapat variabel yang berasal dari diri individu itu sendiri (internal) yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan komitmen terhadap organisasi yaitu kepuasan kerja. Robbin (Muhadi, 2007) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Penelitian Feinstein (2002) terhadap 137 karyawan menyatakan bahwa memperbaiki kepuasan karyawan dapat meningkatkan komitmen organisasi karyawan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthan dan Ganzach (Muhadi, 2007) yang menyatakan bahwa variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji atau bayaran, kesempatan dapat promosi, atasan mereka dan rekan kerja dapat terpenuhi maka komitmen terhadap organisasi akan timbul dengan baik, sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen organisasi. Andini (2006) dalam penelitiannya menemukan pengaruh positif kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi, di mana semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan, maka semakin tinggi pula komitmen organisasional karyawan tersebut.

Apabila dalam lingkungan kerja seorang karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan diantaranya peluang promosi yang adil, pendapatan yang baik, rekan kerja dan atasan yang menyenangkan serta kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri maka dapat dipastikan kinerja karyawan akan buruk. Lumley (2011) menemukan hasil yang konsisten dengan penelitian sebelumnya yaitu kepuasan kerja berkorelasi positif


(19)

dengan komitmen organisasi. Kepuasan kerja sangat penting karena menyumbang keberhasilan organisasi, antara lain dapat meningkatkan produktivitas dengan produk dan pelayanan yang berkualitas, dan juga dapat menurunkan tingkat absensi. Disamping itu kepuasan kerja sangat penting karena dapat meningkatkan komitmen organisasi.

Dalam pembahasan komitmen organisasi yang terjadi pada karyawan, kondisi tersebut juga berlaku pada karyawan yayasan X. Yayasan X adalah organisasi non profit yang bergerak pada bidang sosial yang terletak di Cirendeu. Sampai bulan Mei 2011, yayasan X memiliki karyawan sebanyak 167 karyawan yang terdiri dari 105 karyawan laki-laki dan 62 karyawan perempuan. Berdiri sejak tahun 1998, Yasmin (Yayasan Imdad Mustadh’afin) diarahkan menjadi lembaga nirlaba yang identik dengan ‘social enterprise’. Dengan visi menjadi social enterprise terkemuka di Indonesia untuk pengembangan model pendidikan gratis berkualitas. Berbagai unit usaha dibangun dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk membiayai program-program sosial. Melalui unit usaha ini, diharapkan kemandirian lembaga dalam menyediakan dana dapat dipenuhi. Ketua badan pendiri yayasan adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam yayasan X yang meliputi segala bentuk lembaga di bawah naungannya. Kemudian, Ketua yayasan melakukan pengawasan serta memberi masukan dan nasihat kepada badan pengurus yaitu general manager, sekretaris dan para manager per divisi agar tercapainya kemandirian lembaga berbasis entrepreneurship. General manager bertanggung jawab pada seluruh program pemberdayaan dan pengembangan bisnis yayasan X. Lalu sekretaris bertugas mengelola administrasi yayasan. Yayasan X memiliki 5 manager divisi, yaitu manager keuangan yang


(20)

membawahi kabag SDM, kabag keuangan dan kabag umum. Kemudian, manager tour dan haji, manager Fundraising dan promosi yang bertugas memperluas cakupan promosi yayasan, meningkatkan pendapatanfundraising (penggalangan dana) yayasan, dan penyambung komunikasi antara donator dan mitra kerja yayasan. Juga, membawahi administrasi yayasan, koordinator pelayanan hibah, koordinator ZIS, dan staff IT. Selanjutnya, manager barbeku (barang bekas berkualitas) merupakan pimpinan unit usaha yayasan yang bertanggung jawab dan membawahi 5 outlet barbeku, yaitu barbeku Cirendeu, Cinere, Pamulang, Bintaro, dan Klaten (Jawa Tengah). Selanjutnya manager program bertanggung jawab pada program pemberdayaan yayasan X, diantaraya adalah klinik Afiat, SMP Utama, SMK Utama, Pusat Terapi, Sanggar Belajar Al-Hikmah, SMP Cendikia, SMK Cendikia, Tk Ceria, dan SRC (School Resources Centre).

Memiliki karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi juga diharapkan oleh organisasi ini. Produktivitas organisasi dari hasil sebuah komitmen karyawan diinginkan karena dapat meningkatkan kepuasan para donator atau masyarakat terhadap yayasan ini. Setelah diadakan wawancara dengan manager yayasan X, ditemukan bahwa dalam beberapa tahun terakhir terdapat indikasi terjadinya komitmen organisasi yang rendah pada karyawan yayasan X. Tingkatturnover(pergantian karyawan) cukup tinggi. Dalam satu tahun terakhir didapatkan 20 karyawan yang keluar dan 14 karyawan baru yang masuk.


(21)

Terkait dengan budaya organisasi yang terjadi pada karyawan yayasan X tersebut, yayasan X memiliki efektivitas bekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya organisasi yang tercipta dalam atmosfir organisasi adalah positif. Sedangkan penilaian karyawan atas kepuasan kerja yang mereka rasakan berada dalam posisi tengah-tengah, karena di satu sisi mereka merasa bangga melakukan pekerjaan demi orang banyak, dan bersosial tinggi. Namun, di sisi lain mereka juga merasa fasilitas dan kondisi kerja yang kurang kondusif, dan ketidakjelasan jenjang karir.

Peneliti melakukan wawancara pada beberapa karyawan yayasan X pada tanggal 10 Juni 2011, di kantor yayasan X yang bertempat di daerah Cirendeu. Hasil yang diperoleh setelah melakukan wawancara adalah mayoritas dari para karyawan mengatakan bahwa mereka bekerja di organisasi ini mungkin tidak untuk selamanya, jika mereka menemukan pekerjaan yang lebih baik, mereka akan berpindah ke pekerjaan itu dan meninggalkan yayasan X. Ketika ditanyakan tentang budaya organisasi yang terjadi di yayasan X, peneliti tidak menemukan adanya indikasi budaya organisasi yang negatif. Namun ketika ditanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kepuasan kerja, mereka mengatakan ada kepuasan kerja di bidang sosial dapat membantu orang yang membutuhkan, namun di satu sisi mereka tidak puas akan penghargaan yang mereka dapatkan, lingkungan kerja yang kurang nyaman, dan ketidakjelasan jenjang karir. Dari berbagai fenomena tersebut didapatkan bahwa budaya organisasi yang tercipta bersifat positif, namun dirasakan kurang pada hal-hal yang berkaitan dengan kepuasan kerja.


(22)

Kemudian di luar independent variabel (IV) yang telah disebutkan di atas, faktor lain yang diduga dapat memberi pengaruh pada komitmen organisasi adalah tingkat pendidikan dan masa kerja. Oleh karena itu peneliti menambahkan variabel-variabel tersebut agar faktor yang akan diteliti lebih bervariasi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan kerja, tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap komitmen organisasi karyawan Yayasan X.

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Perumusan masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, perumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi, kepuasan kerja, tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap komitmen organisasi karyawan Yayasan X?”.

1.2.2 Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh budaya organisasi, kepuasan kerja, tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap komitmen organisasi karyawan Yayasan X. Adapun mengenai batasan-batasan obyek atau variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:

1. Komitmen Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu bentuk loyalitas yang lebih kongkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana pegawai mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggung jawabnya dalam upaya perusahaan atau


(23)

organisasi mencapai tujuan. Komitmen menyangkut sikap individu dan nilai-nilai yang diberikan terhadap organisasi.

2. Budaya Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan nilai dan keseluruhan sistem nilai, dan kebijakan yang menjadi makna bersama bagi anggotanya sebagai cara berpikir, cara bekeja dan cara berperilaku yang membedakan organisasi itu dari organisasi lain.

3. Kepuasan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan emosional yang positif dan merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang serta diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan. Kepuasan kerja terhadap faktor gaji, promosi, supervisi, tunjangan, penghargaan, prosedur operasional, rekan kerja, sifat pekerjaan, dan komunikasi.

4. Pendidikan dan masa kerja tidak dibatasi pada rentang tertentu hanya disesuaikan saja dengan sampel yang nantinya akan didapatkan.

5. Yang akan menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yayasan X yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih, baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak. Yayasan X adalah organisasi non profit yang bergerak pada bidang sosial yang terletak di Cirendeu. Sampai bulan Mei 2011, yayasan X memiliki karyawan sebanyak 167 karyawan.


(24)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi, kepuasan kerja, tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap komitmen organisasi pada karyawan Yayasan X.

1.3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan teori psikologi industri dan organisasi serta dapat memberikan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitan ini dapat menjadi landasan bagi organisasi dalam mengambil kebijakan tentang pengembangan sumber daya manusia, terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari:

Bab 1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(25)

Bab 2. Landasan Teori

Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan komitmen organisasi, budaya organisasi, kepuasan kerja, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

Bab 3. Metode Penelitian

Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari delapan sub bab. Sub bab tersebut adalah populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, variabel dan definisi operasional, teknik pengumpulan data, teknik uji instrumen, penyajian data, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.

BAB 4. Analisis Hasil Penelitian

Berisi tentang analisis deskriptif subjek, dan pengujian hipotesis penelitian.

BAB 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.


(26)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab dua ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Seperti teori tentang komitmen organisasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Kemudian kerangka berpikir penelitian yang menjelaskan hubungan budaya organisasi, kepuasan kerja dengan komitmen berorganisasi.

2.1 Komitmen Organisasi

2.1.1 Definisi komitmen organisasi

Allen dan Meyer (1990) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga dimensi, yaitu affective, normative, dan continuance commitment. Affective commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi. Continue commitment adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi. Normative commitment menunjukkan kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dll. Sementara itu, pendapat yang hampir sama mengenai definisi komitmen organisasi dikemukakan oleh Caldwell, Chatman dan O'Reilly (Singh dkk, 2008) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan ikatan psikologis antara karyawan dan organisasi. Komitmen terhadap organisasi ini dapat dinyatakan dalam tiga dasar kelekatan yang terpisah, yaitu compliance, identification, dan


(27)

internalization. (1) Compliancemengarah kepada kelekatan instrumental dalam bentuk reward khusus (2)identificationmengarah pada kelekatan berdasarkan keinginan untuk bergabung dengan organisasi dan (3)internalizationmengarah kepada kesamaan antara nilai individu dan organisasi. O’Reilly dan Chatman lebih jauh menunjukkan bahwa konsekuensi dari komitmen tergantung kepada dasar kelekatan individu.

Sedangkan menurut Mowday (Sopiah, 2008), komitmen kerja merupakan istilah lain dari komitmen organisasional. Menurutnya komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relative kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Hal senada dikemukakan oleh Newstorm dan Davis (1997) yang menjelaskan bahwa komitmen organisasi, atau kesetiaan karyawan mencerminkan seberapa jauh karyawan merasa terikat dan terlibat dengan organisasi sehingga karyawan tersebut bersedia untuk tetap aktif dalam organisasi tersebut. Ini adalah ukuran dari kesediaan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi tersebut, dan mencerminkan keyakinan karyawan dalam misi dan tujuan organisasi, kesediaan untuk bekerja keras guna mencapai tujuan, dan memiliki niat untuk terus bekerja dalam organisasi tersebut. Komitmen yang kuat biasanya dimiliki oleh para karyawan yang telah bekerja dalam waktu jangka panjang, mereka telah mengalami kesuksesan pribadi dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen akan memiliki catatan absensi


(28)

yang baik, menunjukkan kepatuhan pada kebijakan organisasi, dan memiliki tingkat turnover yang rendah.

Kemudian pendapat Mathis dan Jackson (2008) mengenai komitmen organisasi adalah sejauh mana karyawan percaya dan menerima tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap dengan organisasi. Hal ini berhubungan dengan sejauh mana keterlibatan karyawan untuk berkontribusi pada organisasi tersebut. Berbagai penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa karyawan yang relative puas dengan pekerjaannya, maka mereka lebih berkomitmen terhadap organisasi. Karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan mereka atau yang tidak berkomitmen terhadap organisasinya cenderung lebih menarik diri dari organisasi. Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (2007) menjelaskan bahwa komitmen organisasi mencerminkan sejauh mana seorang individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan terkait dengan tujuan-tujuannya. Ini merupakan sikap kerja yang penting, karena karyawan-karyawan yang berkomitmen diharapkan mampu menampilkan kemauan untuk bekerja keras guna mencapai tujuan organisasi dan mempunyai keinginan yang besar untuk tetap bekerja dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah sikap karyawan yang tertarik dengan tujuan, nilai dan sasaran organisasi yang ditunjukkan dengan adanya penerimaan individu atas nilai dan tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk berafiliasi dengan organisasi dan kesediaan bekerja keras untuk organisasi sehingga membuat individu betah dan tetap ingin bertahan di organisasi tersebut demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi.


(29)

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi

Komitmen pada suatu organisasi tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Schultz (1998) mengidentifikasi bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

(1). Faktor personal Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang karyawan atau anggota organisasi yang berusia lebih tua, dimana karyawan tersebut telah bergabung dengan organisasi lebih dari satu tahun dan mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi maka mereka memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi (Schultz, 1998). Hal yang sama ditemukan oleh Robbins (2003) yang menyatakan bahwa, “Semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi”.

Masa kerja

Penelitian yang dilakukan terhadap 119 orang karyawan Bank di New Guinea menunjukkan bahwa komitmen organisasi berkembang enam bulan setelah karyawan bergabung dengan organisasi O’driscoll (1987) seperti dikutip (Schultz, 1998). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen anggota terhadap organisasi, karyawan


(30)

dengan masa kerja yang lebih lama memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan sering membentuk ketrampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi, sehingga dapat dikatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan individu makin banyak pula harapan yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak dapat diakomodir oleh organisasi tempat ia bekerja. Pegawai yang tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitasnya, baik secara kualitas maupun kuantitas, akan menurunkan komitmennya terhadap organisasi. Menurut Schultz (1998), karyawan dengan tingkat pendidikan yang tinggi seperti ilmuan, insiyur atau seorang ahli spesialis menunjukkan bahwa mereka memiliki komitmen yang lebih rendah.

Jenis kelamin

Hasil penelitian Angel dan Perry (Dahesihsari, 2002) menunjukkan bahwa karyawan perempuan memliliki komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada karyawan pria. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Seniati (Dahesihsari, 2002) pada penelitiannya mengenai komitmen karyawan di Jakarta, meskipun responden pria dan perempuan memiliki skor komitmen organisasi yang cukup


(31)

tinggi, tetapi ditemukan justru karyawan pria memiliki skor secara signifikan lebih tinggi dibanding karyawan perempuan.

(2). Peran karyawan dan karakteristik pekerjaan

Mowday, dkk (Dahesihsari, 2002) mengungkapkan terdapat tiga aspek yang berhubungan dengan peran karyawan dan karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:

Tantangan dalam pekerjaan

Menurut Lyman, komitmen organisasi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang mana karyawan memiliki kebebasan untuk melakukan dan menggunakan keterampilannya serta keahliannya dalam menjalankan tugas tanpa dipengaruhi keputusan-keputusan dari atasan. Menurut Arnold dkk (1998) adanya tantangan dalam bekerja dapat menaikkan komitmen karyawan. Tantangan kerja dapat dibangun dengan memperkaya pekerjaan dan tugas-tugas yang diberikan pada karyawan.

Karakteristik peran

Menurut Lyman, karakteristik yang berkaitan dengan karakteristik peran, dalam hal ini adalah komitmen terhadap organisasi cenderung dimiliki oleh karyawan yang mempunyai pekerjaan yang bernilai tinggi dan


(32)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dahesihsari (2002) karakteristik unit kerja yakni kebijakan-kebijakan organisasi dan perilaku atasan kepada bawahan. pekerjaan dengan resiko atau bahaya yang rendah.

Karakteristik unit kerja

Kebijakan organisasi menyangkut nilai, tujuan dan tuntutan organisasi kepada karyawan.

(3). Pengalaman kerja

Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaanya. Hasil penelitian Mathieu & Zajac (Chairy, 2002) yang menemukan korelasi yang cukup besar antara kepemimpinan partisipatori dan komunikasi pimpinan, yang merupakan bentuk pengalaman kerja dengan komitmen organisasi.


(33)

Stum (Sopiah, 2008) menjelaskan bahwa terdapat 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi, diantara yaitu: (1) budaya keterbukaan (2) kepuasan kerja (3) kesempatan personal untuk berkembang (4) arah organisasi dan (5) penghargaan kerja yang sesuai kebutuhan. Sedangkan Young dkk (Sopiah, 2008) mengemukakan terdapat 8 faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi, yaitu: (1) kepuasan terhadap promosi (2) karaktersitik pekerjaan (3) komunikasi (4) kepuasan terhadap kepemimpinan (supervisi) (5) pertukaran ekstrinsik (6) pertukaran intrinsiK (7) imbalan intrinsiK (8) imbalan ekstrinsik.

2.1.3 Komponen komitmen organisasi

Berdasarkan Meyer dan Allen’s (1990) terdapat tiga komponen dari komitmen yang merupakan karakteristik komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Affective Commitment

Komitmen afektif didefinisikan sebagai emosi attachment yang positif pada organisasi. Pekerja yang memiliki komitmen yang kuat mengidentifikasikan organisasi dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut.

2. Continuance Commitment

Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap


(34)

bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif timgkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain.

3. Normative Commitment

Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Wiener (dalam Allen & Meyer, 1990) mendefinisikan komponen komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang ”apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral.

Allen dan Meyer (1990) lebih memilih untuk menggunakan istilah komponen komitmen organisasi daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut. Selain itu, setiap komponen komitmen berkembang sebagai hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula.


(35)

Jadi, karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif

memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance dan

normative. Karyawan dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi. Hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Karyawan dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Karyawan terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga memungkinkannya melakukan usaha yang tidak maksimal. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut kurang atau tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi secara berarti pada organisasi. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komitmen normatif didasarkan pada pendekatanobligation, di mana komitmen sebagai tekanan normatif yang telah diinternalisasikan agar individu bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. Karyawan dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas penghargaan yang telah diberikan organisasi.


(36)

2.1.4 Aspek – aspek komitmen organisasi

Menurut Steers (1996) komitmen karyawan terhadap organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya.

a. Identifikasi, merupakan keyakinan dan penerimaan terhadap serangkaian nilai dan tujuan organisai. Dimensi ini tercermin dalam beberapa perilaku seperti adanya kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi, penerimaan terhadap kebijakan organisasi serta adanya kebanggan menjadi bagian dari organisasi. Aspek identifikasi ini dapat dikembangkan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

b. Keterlibatan yaitu keinginan yang kuat untuk berusaha demi kepentingan organisasi. Hal ini tercermin dari usaha karyawan untuk menerima dan melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Karyawan bukan hanya sekedar melaksanakan tugas-tugasnya melainkan selalu berusaha melebihi standar minimal yang ditentukan oleh organisasi. Karyawan akan terdorong pula untuk melakukan pekerjaan diluar tugas dan peran yang dimilikinya apabila bantuannya dibutuhkan oleh organisasi. bekerja sama baik dengan pimpinan


(37)

ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Oleh Steers, Ongson & Mowday (1985) dikatakan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah.

c. Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya demi mencapai kesuksesan dan keberhasilan organisasi tersebut. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

2.1.5 Proses pembentukan komitmen organisasi

Menurut Mowday (Sopiah, 2008), faktor-faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi karyawan yang baru bekerja, setelah menjalani masa kerja yang cukup lama, serta bagi karyawan yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap perusahaan atau organisasi tersebut sudah menjadi bagian hidupnya.


(38)

Sedangkan menurut Minner (Sopiah, 2008) proses terjadinya komitmen karyawan pada suatu organisasi atau perusahaan berbeda-beda. Pada fase awal(initial commitment), faktor yang berpengaruh terhadap karyawan pada organisasi yaitu karakteristik individu, harapan-harapan karyawan pada organisasi atau perusahaan dan karakteristik dari pekerjaan itu sendiri. Fase kedua disebut sebagai (commitment during early employment). Pada fase ini karyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor yang berpengaruh yaitu: pengalaman kerja yang dirasakan karyawan pada tahap awal karyawan tersebut bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana hubungan karyawan tersebut dengan teman sejawat atau hubungannnya dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja. tahap yang ketiga diberi nama Commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi maupun perusahaan dan pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.

2.1.6 Pengukuran komitmen organisasi

Mowday dkk (Sopiah, 2008) mengembangkan suatu skala yang disebut Self Report Scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dari tiga aspek komitmen, yaitu (a) penerimaan terhadap tujuan organisasi (b) keinginan untuk bekerja keras, dan (c) hasrat untuk bertahan menjadi bagian organisasi.


(39)

Mowday, Steers dan Porter (Allen & Meyer, 1990) menjelaskan untuk mengukur komitmen organisasi menggunakan kuesioner, daftar pertanyaan yang biasanya digunakan adalah organizational commitment questionnaire (OCQ) terdiri dari 15 buah pertanyaan, (1) affective commitment scale (ACS), (2) continuance commitment scale (CCS), dan (3) normative commitment scale (NCS). Ketiga daftar pertanyaan yang terakhir dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990). Daftar pertanyaan ini masing-masing memiliki 8 buah pertanyaan.

Dalam penelitian ini akan digunakan pengukuran Mowday, Steers dan Porter (1979) yaitu organizational commitment questionnaire (OCQ) yang telah dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990) yang mengukur 3 dimensi komitmen

affective commitment ,continuance commitment, dan normative commitment yang masing-masing terdiri dari 8 buah pertanyaan, dan total pertanyaan sebanyak 24 item. Hal ini dikarenakan skala Allen dan Meyer (1990) adalah skala yang terperinci mengukur setiap komponen komitmen organisasi (afektif, kesinambungan dan normatif) dan lebih banyak digunakan khususnya pada bidang industri.


(40)

2.2 Budaya Organisasi

2.2.1 Definisi budaya organisasi

Menurut O’Reilly, Chatman, dan Caldwell (1991), budaya organisasi ialah suatu bentuk acuan interaksi para anggota organisasi dan bentuk acuan interaksi dengan pihak luar. Bentuk acuan itu adalah nilai, norma-norma, dan aturan-aturan sebagai dasar para anggota untuk berpikir dan berperilaku. Maka hakikatnya budaya organisasi adalah alat untuk menafsirkan dan mereaksi kondisi obyektif, dan budaya organisasi dapat dijadikan sumber tenaga keunggulan kompetitif. Sedangkan menurut Robbins (Siswanto dan Sucipto, 2008) budaya organisasi memiliki definisi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, atau cara pekerjaan dilakukan di tempat kerja, atau asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Schein (Munandar, 2001) yang menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungan, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar tetap bertahan. Asumsi–asumsi dasar yang dianggap absah diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat dalam hal mengamati, memikirkan dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah tersebut.


(41)

Kemudian, Sedarmayanti (2007) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi, lebih lanjut dijelaskan budaya adalah cara kita melakukan sesuatu di dalam suatu organisasi. Pola nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi mungkin tidak diungkapkan, tetapi akan membentuk cara orang berperilaku dalam melakukan sesuatu. Nilai mengacu kepada apa yang diyakini merupakan hal penting mengenai cara karyawan dan organisasi berperilaku. Norma adalah peraturan tidak tertulis mengenai perilaku. Budaya organisasi merupakan aspek subjektif dari apa yang terjadi di dalam organisasi. Hal ini mengacu kepada abstraksi, seperti nilai dan norma yang meliputi seluruh atau bagian dari bisnis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keyakinan bersama dan nilai bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan atau pedoman berperilaku di dalam organisasi.

2.2.2 Karakteristik budaya organisasi

Dalam penelitiannya O’Reilly, Chatman, dan Caldwell (Munandar, 2001) menemukan karakteritik dari budaya organisasi. Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu kontinum dari rendah ke tinggi. Dengan menilai organisasi berdasarkan enam karakteristik, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi. Gambaran tersebut menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi, terutama dalam menemukan solusi alternatif bagi setiap masalah yang dihadapi, dan cara para anggota berperilaku sesuai dengan harapan organisasi.


(42)

Karakteritik budaya organisasi dibangun oleh suatu kreativitas dan aktivitas anggota yanginovatif dan pengambilan resiko, yang berusaha membangun image yang baik tentang organisasinya. Diharapkan anggota dapat bergerak aktif dalam mencari peluang atau sesuatu yang baru, berani mengambil resiko, bereksperimen, dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan dan praktek-praktek formal. Pembaruan terhadap kinerja dengan mempertimbangkan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi menjadi faktor pendorong yang sangat kuat untuk merangsang anggota organisasi agar senantiasan memiliki kecerdasan dan kreativitas yang inovatif dan kosntruktif.

Inovasi yang diwujudkan melalui aktivitas organisasi tidak bersifat setengah hati, dan untuk mewujudkannya maka perlu didukung oleh adanya stabilitas dan keamanan, anggota dapat menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya, membangun keamanan bersama, dan penggunaan dari aturan-aturan yang diciptakan dapat mengarahkan kepada perilaku yang bertanggung jawab. Sehingga budaya organisasi merupakan budaya yang memperhatikan stabilitas keamanan dan kewajiban yang harus dimanifestasikan dalam perilaku konkret.

Proses pembentukan kebudayaan dalam berorganisasi sangat ditentukan oleh orang-orang yang menjadi pelaku organisasi. Oleh sebab itu, organisasi yang berkeinginan membangun budayanya dengan baik, senantiasa berorientasi pada personal organisasi(penghargaan kepada orang), penempatan anggota sebagai bagian pengambilan keputusan yang mendukung resiko, memperlihatkan adanya suatu toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain. Baik dan buruknya pembentukan budaya organisasi bergantung pada professional dan tidaknya dalam


(43)

melaksanakan perencanaan organisasi dan pengelolaannya. Perwujudan perilaku konkret merupakan proses membentuk kebudayaan positif dalam berorganisasi. Oleh karena itu, seluruh kegiatan organisasi diorientasikan pada hasil-hasil yang akan dicapai dengan memperhitungkan berbagai resiko lainnya berikut alternatif pemecahan masalah.

Setiap anggota bekerja menurut tugasnya masing-masing, tetapi sebagai sistem yang utuh, aktivitas organisasi diwujudkan melalui pembentukan tim kerja dan kolaborasi yang solid dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu, budaya organisasi perlu diorientasikan pada kinerja anggota yang sinergis sebagai suatu kesatuan yang solid terhadap tugasnya masing-masing. Tim yang mewujudkan aktivitas organisasi bergerak dinamis dan agresif dalam persaingan yang sering terjadi sehingga program demi program dapat dituntaskan sesuai dengan jadwal yang disepakati. Pelaksanaan program kerja dilakukan secara sistematis dan penuh perhitungan.

2.2.3 Fungsi budaya organisasi

Budaya organisasi mendorong terciptanya komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi sikap karyawan. Dari sudut pandang karyawan, budaya menjadi bermanfaat karena budaya organisasi tersebut mengurangi keambiguan. Budaya organisasi menyampaikan kepada karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan dan hal apa saja yang bernilai penting.


(44)

Melaksanakan budaya organisasi mempunyai arti penting karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi dalam menghadapi masa depan. Dalam bukunya, Robbins (1996) menyatakan budaya memiliki beberapa fungsi di dalam organisasi, yaitu:

1. Budaya sebagai tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

2. Budaya dapat dijadikan sebagai identitas bagi anggota organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi masing-masing.

4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat.

5. Sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Di samping fungsi yang telah disebutkan, budaya organisasi juga mempengaruhi motivasi, panduan diri, dan komitmen. Hal itu memainkan peranan penting dalam pengembangan organisasi sebab mempengaruhi tindakan karyawan dalam organisasi. Budaya organisasi antara lain menentukan apakah karyawan termotivasi untuk belajar dan bersedia mengembangkan kemampuannya.


(45)

Fungsi-fungsi budaya organisasi merupakan kekuatan yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku anggotanya dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu, budaya organisasi mendorong terciptanya komitmen dan mengakibatkan konsistensi sikap karyawan.

2.2.4 Tipologi budaya organisasi

Dalam konteks budaya organisasi terdapat tipologi budaya yang erat hubungannya dengan karakteristik budaya organisasi. Jeffrey Sonnenfeld dari Universitas Emory sebagaimana di jelaskan oleh Robbins (1996) menjelaskan empat tipe budaya organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Tipe akademi

Suatu akademi adalah tempat untuk pemanjat ajek (steady) yang ingin menguasasi pekerjaan baru yang diterimanya. Perusahaan ini suka merekrut para lulusan muda universitas, anggota mereka banyak pelatihan istimewa, kemudian dengan seksama mengemudikan mereka melalui ribuan pekerjaan khusus dalam fungsi tertentu. Seperti IBM, Coca-cola dan General Motors. 2. Tipe kelab

Menurut Sonnenfeld, kelab menaruh nilai tinggi pada kecocokan dalam sistem kesetiaan dan pada komitmen. Senioritas merupakan kunci pada kelab-kelab. Usia dan pengalaman diperhitungkan. Kontras dengan akademi, kelab menumbuhkan manajer sebagai generalis. Seperti Delta Airlines, badan pemerintahan, dan militer.


(46)

3. Tipe bisbol

Tipe bisbol memandang bahwa organisasi adalah pelabuhan yang diorientasikan pada wiraswasta bagi para pengambil resiko dan innovator. Tim bisbol mencari orang-orang yang berbakat dari segala usia dan pengalaman untuk dipekerjakan, dan setiap hasil kerja akan diberi upah. Organisasi menawarkan insentif yang besar bagi tim yang bekerja dengan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, seluruh anggota semakin semangat bekerja dan berprestasi. Seperti bidang hukum, akutansi, perbankan investasi dan konsultasi.

4. Tipe benteng

Tipe budaya ini lebih berorientasi pada upaya mempertahankan stabilitas keamanan eksistensi organisasi. Benteng tidak banyak menawarkan keamanan pekerjaan, namun perusahaan semacam ini dapat merupakan tempat yang mengasyikkan untuk bekerja bagi mereka yang menyukai tantangan dari suatu perubahan haluan. Seperti pengecer besar, perusahaan hasil hutan, dan perusahaan eksplorasi gas alam.

Tipe budaya yang dijelaskan di atas sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri, sebagaimana tipe akademi, yang tidak dapat bertahan lama jika hanya berorientasi kepada karyawan baru yang kemudian dilatih. Hal tersebut karena karyawan lama yang memiliki pengalaman dalam menghadapi masalah organisasi akan sangat dibutuhkan.

Demikian pula, dengan tipe organisasi tipe bisbol. Rekrutmen anggota dengan cara yang acak dan tidak menempatkan posisinya sesuai dengan keahliannya akan memperlambat tercapainya tujuan organisasi. Insentif, reward, dan berbagai bonus


(47)

yang ditawarkan hanya akan menambah pengeluaran organisasi, sementara hasil yang dicapai belum tentu bermanfaat untuk masa depan organisasi, karena keahlian anggota dalam bekerja merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan kerja organisasi. Organisasi yang mengutamakan pertahanan hidup memerlukan sokongan dana yang kuat, dana talangan yang memadai, dan anggaran tidak terduga yang diperlukanpun lebih besar. Oleh sebab itu, organisasi dengan tipe benteng memerlukan kompromisasi integral dengan tipe-tipe lainnya. Pertahanan organisasi didukung oleh profesionalitas kerja anggota, prestasi kerja, dantim workyang solid dan loyal terhadap norma-norma organisasi.

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.1 Definisi kepuasan kerja

Spector (1994) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap yang merefleksikan bagaimana perasaan evaluatif individu mengenai pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun dari berbagai aspek (facet) pekerjaannya. Perasaan tersebut berkisar antara kesukaan atau kepuasan terhadap pekerjaannya ataupun ketidaksukaan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. Selanjutnya Howel dan Dipboye (Munandar, 2001) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Sedangkan menurut Robbins (Andini, 2006), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka


(48)

terima. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Organ dan Hamner (1982) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini merupakan kumpulan kompleks kognisi (keyakinan atau pengetahuan), emosi (perasaan, sentiment, atau evaluasi), dan kecenderungan perilaku. Seseorang dengan tingkat kerpuasan kerja yang tinggi memiliki sikap yang sangat positif tentang pekerjaannya, dan sebaliknya orang yang merasa tidak puas dengan pekerjaanya akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya tersebut.

Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (2007) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relative puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan yang menggambarkan senang atau tidaknya dan puas atau tidaknya seseorang dalam pekerjaannya.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut Kreitner dan Kinicki (2007) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

1. Need fulfillment(pemenuhan kebutuhan)

Model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.


(49)

2. Discrepancies(perbedaan)

Model ini menjelaskan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan yang terpenuhi. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan, seperti upah dan kesempatan yang baik, dan apa yang diperoleh secara nyata. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterimanya, seseorang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.

3. Value attainment(pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. Locke menjelaskan bahwa kepuasan seseorang bergantung pada discrepancy antara should be expectation, need or values dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah dicapai atau diperoleh melalui pekerjaannya. 4. Equity(keadilan atau persamaan atau keseimbangan)

Dalam model ini, kepuasan merupakan suatu fungsi dari bagian dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relative

lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya. Teori ini juga menjelaskan bahwa keadilan ditentukan oleh keseimbangan antara apa yang dirasakan seseorang sebagai hal yang seharusnya ia terima dengan apa yang secara nyata ia terima. Teori keadilan adalah bahwa karyawan akan membandingkan usaha dan imbalan


(50)

mereka dengan usaha dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima rekannya dalam situasi kerja yang sama.

5. Disposition / genetic components(komponen genetic)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetic. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Sedangkan menurut Job descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja adalah:

1. Pekerjaan itu sendiri(Work it self)

Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.


(51)

2. Gaji atau upah(Pay)

Gaji atau upah merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup karyawan yang dianggap layak atau tidak. Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Kepuasan terhadap gaji akan tercipta dengan adanya usaha atau kerja yang dilakukan oleh seseorang sebab secara pribadi seseorang akan merasa puas jika hasil pekerjaannya dihargai dalam bentuk materi maupun non materi. Pemberian gaji yang layak akan menjadi penentu kepuasan seseorang dalam bekerja.

3. Kesempatan atau promosi(Promotion)

Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. Kesempatan untuk dipromosikan merupakan sebuah variasi dampak dalam kepuasan kerja, karena promosi mengakibatkan perbedaan bentuk dan memperoleh bermacam-macam tunjangan dari perusahaan untuk level manajer, lain halnya apabila promosi pada pegawai biasa karena pengalaman kerjanya atau senioritas yang telah dimiliki. Dengan demikian kepuasan akan lebih besar bagi individu yang mendapat promosi untuk menduduki suatu jabatan, dibandingkan pegawai yang dipromosikan karena senioritasnya sehingga memperoleh kenaikan imbalan.


(52)

4. Penyelia(Supervision)

Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan. Kepuasan terhadap supervisor bergantung pada kemampuan atasannya untuk memberikan bantuan teknis dalam memotivasi. Pegawai di Amerika umumnya memprotes para pengawas yang tidak bekerja dengan baik pada pekerjaannya. Suatu survey skala besar menemukan bahwa lebih dari setengah responden merasa supervisor mereka secara reguler menampung umpan balik atau mencoba untuk memecahkan masalah mereka.

5. Rekan kerja(Workers)

Rekan kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan karyawan dengan atasannya dan karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjannya. Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.

2.3.3 Teori kepuasan kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual karena setiap orang memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda. Semakin positif penilaian seseorang terhadap suatu pekerjaan semakin tinggi pula kepuasan kerjanya. Begitu pun sebaliknya, semakin negatif penilaian seseorang terhadap suatu pekerjaan semakin


(53)

rendah kepuasan kerjanya. Adapun teori mengenai kepuasan kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:

a. Teori pertentangan(Disrepancy Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Porter yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan. Locke menambahkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila kondisi yang aktual sesuai dengan harapan atau yang diinginkannya. Semakin sesuai antara harapan seseorang dengan kenyataan yang ia hadapi semakin puaslah orang tersebut. Teori pertentang dari Locke menyatakan bahwa kepuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang diterima dan pentingnya apa yang diinginkan bagi individu (Munandar, 2001). Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu.

Menurut Locke, seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, bergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil keluarannya. Tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan tenaga kerja yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak dapat dinikmati.


(54)

b. Teori Proses-bertentangan(Opponent-Process Theory)

Teori ini kemukakan oleh Landy (Sopiah, 2008) yang menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Maksudnya, perasaan puas atau tidak puas merupakan masalah emosional. Rasa puas atau tidak puas seseorang atau individu sangat ditentukan oleh tingkat penghayatan emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Bila situasi dan kondisi yang dihadapi dapat memberikan keseimbangan emosional, orang tersebut akan merasa puas. Sebaliknya bila situasi dan kondisi yang dihadapi menimbulkan ketidakstabilan emosi maka orang tersebut merasa tidak puas.

c. Teori dua faktor Herzberg

Fredrick Herzberg mengembangkan teori dua faktor (Sopiah, 2008). Menurut teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg, kepuasan dan ketidakpuasan merupakan sesuatu hal yang berbeda. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja disebut juga sebagai “factor motivator” yang berkaitan dengan isi pekerjaan atau disebut faktor intrinsik dari pekerjaan. Sementara, faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja disebut sebagai“factor hygiene”

yang berkaitan dengan konteks dari pekerjaan atau disebut juga sebagai faktor ekstrinsik. Adapun faktor motivator atau intrinsik dari pekerjaan, yaitu tanggung jawab (besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan kepada seorang tenaga kerja), kemajuan (besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya), pekerjaan itu sendiri (besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya), capaian (besar kecilnya


(55)

kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi), dan pengakuan (besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya).

Sementara itu, faktor hygiene atau ekstrinsik dari pekerjaan meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan (derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijkan dan peraturan yang berlaku di perusahaan), penyeliaan (derajat kewajaran yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja), gaji (derajat kewajaran gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya), hubungan antar pribadi (derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinterkasi dengan tenaga kerja lainnya), dan kondisi kerja (derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya). Apabilafactor motivator

dan factor hygiene sudah terpenuhi semua, tentu karyawan akan merasakan kepuasan kerja pada pekerjannya (Rivai, 2009).

d. Model dari kepuasan bidang atau bagian(Facet Satisfaction)

Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adam. Menurut model Lawler, orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan dan gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima (Munandar, 2001).

Menurut Lawler, jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang sebagai sesuai tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaannya, dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan


(56)

keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding bagi mereka. Tambahan lagi, jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang dari apa yang secara aktual mereka terima tergantung dari hasil keluaran yang secara aktual mereka terima dan hasil keluaran yang dipersepsikan dari orang dengan siapa mereka bandingkan diri mereka sendiri.

e. Teori pemenuhan kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi, karyawan tersebut tidak akan merasa puas.

f. Teori pertentangan kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, namun juga sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi karyawan akan mersa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

g. Teori keseimbangan(Equity Theory)

Teori keseimbangan (Equity theory) dikembangkan oleh Adams pada tahun 1963. Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan


(57)

adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah atau gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau beraktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di organisasi yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingkan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan (Rivai, 2009).

2.3.4 Mengukur kepuasan kerja

Menurut Robbins ( Wibowo, 2007) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:

1. Single global rating,

yaitu dengan meminta individu merespons atas satu pertanyaan dengan mempertimbangkan semua hal seperti: “Seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda?” Responden menjawab antara “ Highly Satisfied” dan “Highly Dissatified”.


(58)

2. Summation score

Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah: sifat pekerjaan, supervise upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan co-worker. Faktor ini diperingkat pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakanjob satisfaction scoresecara menyeluruh.

Penelitian dari Paul Spector’s (1994) mendefinisikan kepuasan sebagai cluster perasaan evaluatif tentang pekerjaan dan ia dapat mengidentifikasikan indikator kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu :

1.Pay: jumlah dan rasa keadilannya

2.Promotion: peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi 3. Supervision: keadilan dan kompetensi penugasan menajerial oleh

penyelia

4.Benefit: asuransi, liburan dan bentuk fasilitas yang lain

5. Contingent rewards: rasa hormat, diakui dan diberikan apresiasi 6.Operating procedures: kebijakan, prosedur dan aturan

7.Coworkers: rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten 8.Nature of work: tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak

9. Communication : berbagai informasi didalam organisasi (vebal maupun nonverbal)


(59)

Sementara itu, Greenberg dan Baron (Wibowo, 2007) menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, diantaranya adalah:

1. Rating scales dan kuesioner

Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner di mana rating scales secara khusus disiapkan.

2. Critical incidents

Individu menjelaskan kejadian menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari.

3. Interviews

Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja.

Dalam penelitian ini, akan menggunakan pendekatan Summation score

(Robbins, 2003) dengan mengaplikasikan alat ukur The Job Satisfaction Survey (JSS) yang dibuat oleh Spector (1994). JSS menilai 9 aspek dari kepuasan kerja (gaji, promosi, tunjangan, penghargaan, prosedur operasioanl, rekan kerja, sifat kerja, dan komunikasi) yang terdiri dari 36 item. Hal ini dikarenakan skala JSS adalah skala yang terperinci dalam mengukur kepuasan kerja (gaji, promosi, tunjangan, penghargaan, prosedur operasioanl, rekan kerja, sifat kerja, dan komunikasi) dan sesuai dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini. Selain itu, instrument ini sudah banyak digunakan dan teruji secara baik pada penelitian-penelitian terdahulu.


(60)

2.4 Kerangka Berpikir

Keberhasilan suatu organisasi tidak akan lepas dari sumbangan sumber daya manusia, karena manusia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat melalui sumbangan-sumbangan yang berupa tenaga maupun pikiran-pikirannya. Manusia sebagai anggota organisasi memegang peranan penting bagi usaha mencapai tujuannya tersebut. Dalam hal ini dilihat seberapa jauh dukungan yang diberikan manusia tersebut kepada organisasi. Dukungan tersebut berupa komitmen yang tinggi kepada organisasi atau perusahaan

Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Karyawan yang mempunyai komitmen kepada organisasi mampu menunjukan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap tugasnya, mereka sangat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta sangat loyal terhadap organisasi. Dalam komitmen terkandung keyakinan, pengikat, yang akan menimbulkan energi untuk melakukan yang terbaik. Secara nyata, komitmen berdampak kepada performansi kerja sumber daya manusia, dan pada akhirnya juga sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu organisasi.

Yayasan X adalah organisasi nirlaba atau organisasi non profit yaitu suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Dalam kesehariannya, pelayanan terbaik terhadap donator dan masyarakat menjadi hal mutlak yang harus dicapai, hal ini guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Yayasan X. Oleh karena itu, untuk bisa


(61)

selalu mencapai target pekerjaan, organisasi memerlukan karyawan-karyawan yang lazim disebut karyawan yang mempunyai totalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Yayasan X mempekerjakan 167 karyawan yang terdiri dari 105 karyawan laki-laki dan 62 karyawan perempuan.

Sayangnya, komitmen organisasi tidak mudah terbentuk dalam diri karyawan di Yayasan X, tingkat turnover yang terjadi pada satu tahun terakhir cukup tinggi. Adanya perbedaan-perbedaan fasilitas yang diterima di yayasan X dengan organisasi lain dapat mengakibatkan tingkat komitmen yang rendah. Oleh sebab itu, sangat penting bagi organisasi untuk selalu meningkatkan komitmen yang tinggi pada setiap karyawannya dengan cara mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen organisasi diantaranya adalah memperhatikan aspek-aspek budaya organisasi. Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap efektifitas organisasi, terutama pada organisasi yang mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dapat mempunyai pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap karyawannya. Nilai inti organisasi itu akan dipegang secara insentif dan dianut secara meluas dalam suatu budaya yang kuat. Suatu budaya kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi dikalangan karyawan tentang apa yang harus dipertahankan oleh organisasi tersebut. Budaya yang kuat semacam ini akan membina kohesifitas, kesetiaan dan komitmen organisasional. Kualitas ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan perlu meningkatkan faktor kinerja organisasi dengan membentuk dan mengembangkan suatu budaya organisasi yang mendukung terciptanya komitmen karyawan.


(1)

Total 8721.219 119

a. Predictors: (Constant), communication, supervision, benefit, operation, persaingan, promotion, cowoker, reward, pay, penghargaan, timdankolabirasi, hasil, nature, stabilitas, inovasi

b. Predictors: (Constant), communication, supervision, benefit, operation, persaingan, promotion, cowoker, reward, pay, penghargaan, timdankolabirasi, hasil, nature, stabilitas, inovasi, pendidikan

c. Predictors: (Constant), communication, supervision, benefit, operation, persaingan, promotion, cowoker, reward, pay, penghargaan, timdankolabirasi, hasil, nature, stabilitas, inovasi, pendidikan, masakerja

d. Dependent Variable: komitmen

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 21.066 6.695 3.147 .002

inovasi .115 .136 .116 .842 .402

stabilitas .160 .106 .169 1.506 .135

penghargaan .171 .131 .161 1.299 .197

hasil -.021 .089 -.024 -.236 .814

timdankolabir asi

-.177 .098 -.183 -1.815 .072

persaingan .046 .069 .054 .666 .507

pay .010 .083 .011 .123 .902

promotion .505 .080 .585 6.311 .000

supervision -.170 .083 -.199 -2.048 .043

benefit .092 .067 .104 1.387 .168

reward -.047 .087 -.055 -.540 .591

operation -.021 .063 -.024 -.331 .741

cowoker .001 .108 .001 .011 .992

nature -.079 .122 -.072 -.649 .518

communicatio n

-.006 .065 -.007 -.088 .930

2 (Constant) 21.118 7.072 2.986 .004

inovasi .115 .137 .116 .837 .404

stabilitas .160 .107 .169 1.497 .137

penghargaan .171 .133 .162 1.288 .201

hasil -.021 .089 -.024 -.236 .814

timdankolabir asi

-.177 .098 -.183 -1.801 .075

persaingan .046 .070 .053 .657 .513

pay .010 .084 .011 .119 .905

promotion .505 .080 .585 6.275 .000

supervision -.170 .084 -.199 -2.033 .045


(2)

nature -.079 .124 -.073 -.641 .523 communicatio

n

-.006 .066 -.007 -.085 .932

pendidikan -.012 .487 -.002 -.024 .981

3 (Constant) 20.534 7.121 2.883 .005

inovasi .094 .140 .095 .676 .501

stabilitas .173 .108 .182 1.594 .114

penghargaan .166 .133 .157 1.245 .216

hasil -.029 .090 -.034 -.321 .749

timdankolabir asi

-.174 .099 -.179 -1.761 .081

persaingan .044 .070 .051 .624 .534

pay .006 .084 .007 .075 .941

promotion .497 .081 .576 6.130 .000

supervision -.167 .084 -.195 -1.988 .049

benefit .092 .067 .103 1.365 .175

reward -.045 .089 -.052 -.504 .615

operation -.019 .064 -.022 -.288 .774

cowoker .001 .109 .001 .012 .990

nature -.055 .128 -.050 -.428 .670

communicatio n

-.011 .066 -.013 -.173 .863

pendidikan -.005 .488 .000 -.009 .993

masakerja .291 .362 .058 .806 .422

a. Dependent Variable: komitmen

Excluded Variablesc

Model Beta In t Sig.

Partial Correlation

Collinearity Statistics Tolerance

1 pendidikan -.002a -.024 .981 -.002 .860

masakerja .058a .810 .420 .080 .843

2 masakerja .058b .806 .422 .080 .843

a. Predictors in the Model: (Constant), communication, supervision, benefit, operation, persaingan, promotion, cowoker, reward, pay, penghargaan, timdankolabirasi, hasil, nature, stabilitas, inovasi b. Predictors in the Model: (Constant), communication, supervision, benefit, operation, persaingan, promotion, cowoker, reward, pay, penghargaan, timdankolabirasi, hasil, nature, stabilitas, inovasi, pendidikan


(3)

LAMPIRAN 8

UJI T JENIS KELAMIN

T-Test

Group Statistics

Gender N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Komitmen perempuan 48 48.9177 9.20057 1.32799

laki-laki 72 50.7221 8.09179 .95363

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Komitmen Equalvariances assumed

4.140 .044 -1.132 118 .260 -1.80438 1.59332 -4.95959 1.35084

Equal variances not assumed


(4)

Oneway PENDIDIKAN

ANOVA PENDIDIKAN Komitmen

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 161.205 1 161.205 2.222 .139

Within Groups 8560.014 118 72.542

Total 8721.219 119

Descriptives PENDIDIKAN Komitmen

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound

Upper Bound

.00 113 49.7119 8.61963 .81087 48.1052 51.3185 30.21 76.75

1.00 7 54.6571 6.30650 2.38363 48.8246 60.4897 43.56 61.84


(5)

LAMPIRAN 10

REGRESI MASA KERJA

Regression

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .163a .026 .018 8.48238

a. Predictors: (Constant), lamakerja

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 231.037 1 231.037 3.211 .076a

Residual 8490.181 118 71.951

Total 8721.219 119

a. Predictors: (Constant), lamakerja b. Dependent Variable: Komitmen

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 47.822 1.441 33.177 .000

lamakerja .814 .454 .163 1.792 .076


(6)

UJI T STATUS KARYAWAN

T-Test

Group Statistics

Statuskary

awan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

komitmen kontrak 23 49.0239 9.50695 1.98234

tetap 97 50.2319 8.35769 .84859

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper komitmen Equal

variances assumed

1.663 .200 -.607 118 .545 -1.20794 1.99073 -5.15013 2.73424

Equal variances not assumed


Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

10 176 168

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Disiplin Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus pada Karyawan Yayasan Dompet Dhuafa)

0 5 132

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

0 4 86

Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 2 15

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI, GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP Pengaruh Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Organisasi Publik (StudiEmpiris pada SKPD Pemerintah Kab

1 6 17

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. DJITOE Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pt. Djitoe Indonesian Tobacco Di Surakarta.

0 2 15

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi: Studi pada Organisasi Lintas Budaya.

1 5 32

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DIMEDIASI BUDAYA ORGANISASI

0 0 10

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK JATENG KUDUS

0 0 14

Skripsi Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi

0 0 14