Stum Sopiah, 2008 menjelaskan bahwa terdapat 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi, diantara yaitu: 1 budaya keterbukaan 2 kepuasan
kerja 3 kesempatan personal untuk berkembang 4 arah organisasi dan 5 penghargaan kerja yang sesuai kebutuhan. Sedangkan Young dkk Sopiah, 2008
mengemukakan terdapat 8 faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi, yaitu: 1 kepuasan terhadap promosi 2 karaktersitik pekerjaan 3
komunikasi 4 kepuasan terhadap kepemimpinan supervisi 5 pertukaran ekstrinsik 6 pertukaran intrinsiK 7 imbalan intrinsiK 8 imbalan ekstrinsik.
2.1.3 Komponen komitmen organisasi
Berdasarkan Meyer dan Allen’s 1990 terdapat tiga komponen dari komitmen yang merupakan karakteristik komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Affective Commitment Komitmen afektif didefinisikan sebagai emosi attachment yang positif pada
organisasi. Pekerja yang memiliki komitmen yang kuat mengidentifikasikan organisasi dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi. Dengan
demikian, karyawan yang memliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin want to melakukan hal
tersebut. 2. Continuance Commitment
Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan
untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap
bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran
akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif timgkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama
bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh need to melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain.
3. Normative Commitment Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue
employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki
komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib ought to bertahan dalam organisasi. Wiener dalam Allen Meyer, 1990 mendefinisikan
komponen komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan
minat organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang ”apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral.
Allen dan Meyer 1990 lebih memilih untuk menggunakan istilah komponen komitmen organisasi daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan
dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut. Selain itu, setiap komponen komitmen berkembang sebagai hasil dari pengalaman yang berbeda
serta memiliki implikasi yang berbeda pula.
Jadi, karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance dan
normative. Karyawan dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi. Hal ini berarti bahwa individu tersebut akan
memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Karyawan dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam
organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi.
Karyawan terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga memungkinkannya melakukan usaha yang tidak maksimal. Berkaitan
dengan hal ini, maka individu tersebut kurang atau tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi secara berarti pada organisasi.
Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai.
Komitmen normatif didasarkan pada pendekatan obligation, di mana komitmen sebagai tekanan normatif yang telah diinternalisasikan agar individu bertindak sesuai dengan
tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
Karyawan dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas yang memang sudah
sepantasnya dilakukan atas penghargaan yang telah diberikan organisasi.
2.1.4 Aspek – aspek komitmen organisasi