kepuasan promosi, kepuasan supervisi, dan kepuasan tunjangan. Ketujuh variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan atau memiliki persentase kontribusi
terbesar terhadap komitmen organisasi karyawan yayasan X, dengan perincian yaitu budaya organisasi inovasi dan pengambilan resiko memberikan sumbangan sebesar
15,4 , budaya organisasi stabilitas dan keamanan memberikan sumbangan sebesar 6,1 , budaya organisasi orientasi hasil memberikan sumbangan sebesar 2,7 , budaya
organisasi orientasi tim dan kolaborasi memberikan sumbangan sebesar 2,8 , kepuasan promosi memberikan sumbangan sebesar 21,7 , kepuasan supervise
memberikan sumbangan sebesar 2,0 , dan kepuasan tunjangan memberikan sumbangan sebesar
1,4 . Dalam hal ini meskipun ketujuh variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi, tetapi sumbangannya relatif
kecil. Sedangkan IV lain seperti, pendidikan dan lama bekerja, tidak signifikan dan hanya memberi sumbangan kontribusi yang lebih kecil.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara variabel budaya organisasi terhadap komitmen organisasi, hanya satu budaya yang memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap komitmen organisasi, yaitu budaya organisasi tim dan kolaborasi. Budaya organisasi orientasi tim dan kolaborasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap komitmen organisasi dengan nilai regresi sebesar 0,446 P 0,005. Pengaruh pada budaya tim dan kolaborasi bernilai positif, artinya semakin tinggi
budaya ini semakin tinggi komitmen organisasi karyawan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ilmi 2007 yang menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki budaya yang menekankan pada nilai-nilai hubungan interpersonal orientasi orang dan orientasi tim memiliki tingkat rasa menolong sukarela yang lebih baik
daripada perusahaan yang memiliki budaya yang menekankan pada penyelesaian tugas pekerjaan. Perusahaan yang berorientasi pada orang-orang, nilai-nilai, menghormati
orang dan memperlakukan mereka secara adil dan toleransi akan menimbulkan respon timbal balik dari para karyawan, yaitu berupa kepuasan dan komitmen kecenderungan
untuk tetap bergabung dengan perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh O’Reilly, Chatman, dan
Caldwell Munandar, 2001 bahwa budaya organisasi orientasi tim dan kolaborasi memiliki ciri dimana anggota organisasi bekerja sama secara terkoordinasi dan
berkolaborasi dalam menyelesaikan tugasnya. Saat budaya ini tercipta dalam suatu organisasi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, banyak dampak positif yang akan
terjadi dan dapat meningkatkan komitmen karyawan dalam suatu organisasi. Pada
sub variabel
inovasi dan
pengambilan resiko
bernilai positif
mempengaruhi komitmen organisasi tetapi tidak signifikan. Artinya semakin tinggi skor inovasi dan pengambilan resiko maka semakin tinggi komitmen organisasi
karyawan. Budaya inovasi dan pengambilan resiko ini sangat di butuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan suatu organisasi. Sesuai dengan teori yang dikatakan
oleh Robbins 2003 bahwa inovasi dan pengambilan resiko ialah sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. Rela berkorban
untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan.
Budaya inovasi dan pengambilan resiko tidak signifikan dalam penelitian ini, mungkin disebabkan masih kurangnya dukungan dari organisasi terhadap inovasi yang
akan dilakukan dan kurangnya kemauan dari dalam diri sendiri. Pengalam kerja yang kurang akan menghambat dalam kemampuan berinovasi dan pengambilan resiko serta
dalam peningkatan komitmen karyawan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dyen dan Graham 2005 yang menjelaskan bahwa karakteristik dari personal juga
mempengaruhi komitmen seseorang yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja.
Pada dimensi budaya stabilitas dan keamanan secara positif mempengaruhi komitmen organisasi dan tidak signifikan. Artinya semakin tinggi skor stabilitas dan
keamanan maka semakin tinggi komitmen organisasi. Menurut peneliti, tidak signifikannya pengaruh dalam penelitian ini mungkin dikarenakan oleh tidak adanya
kerja sama dari para karyawan untuk membangun keamanan bersama, dan penggunaan dari aturan-aturan yang diciptakan. Hal tersebut dapat mengakibatkan tidak nyamannya
karyawan dalam menjalakan aktivitas pekerjaan dan rendahnya komitmen organisasi mereka. Karena sesuai dengan teori O’Reilly, Chatman, dan Caldwell Munandar,
2001 untuk mewujudkan organisasi yang dapat bertahan dalam persaingan, maka perlu didukung oleh stabilitas dan keamanan, para karyawan dapat menghargai hal-hal yang
dapat diduga sebelumnya, dapat membangun keamanan bersama, dan dapat mengarahkan perilaku para karyawan ke sikap yang lebih bertanggung jawab. Stabilitas
dari suatu budaya organisasi harus dijaga dengan baik sehingga mampu menjadi modal dasar untuk pengembangan organisasi pada masa yang akan datang.
Dimensi budaya penghargaan kepada orang secara positif mempengaruhi komitmen organisasi tetapi tidak signifikan. Artinya semakin tinggi skor penghargaan
kepada orang maka semakin tinggi komitmen organisasi karyawan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Ilmi, 2007 yang menyatakan terdapat hubungan yang
signifikan antara budaya penghargaan kepada orang dengan komitmen organisasi. Menurut peneliti, tidak adanya pengaruh yang signifikan antara budaya penghargaan
kepada orang terhadap komitmen organisasi dalam penelitian ini mungkin dikarenakan ada saatnya dimana budaya ini sangat baik untuk diciptakan karena memperlihatkan
adanya toleransi dan penghargaan terhadap orang lain, tetapi di sisi lain dengan budaya penghargaan kepada orang yang tidak adil atau tidak sama juga akan menimbulkan
konflik, yang akan membuat ketidaknyamanan dalam organisasi dan pada akhirnya mereka tidak betah bekerja dan berkomitmen rendah. Karena budaya penghargaan
kepada orang dicirikan dengan sikap menempatkan anggota sebagai bagian pengambilan keputusan yang mengandung resiko, memperlihatkan adanya suatu
tolereansi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain, O’Reilly, Chatman, dan Caldwell Munandar, 2001.
Dalam dimensi orientasi hasil secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi dan tidak signifikan. Hal ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini subjek
lebih cenderung menunjukkan arah negatif terhadap komitmen. Menurut teori O’Reilly, Chatman, dan Caldwell Munandar, 2001 Orientasi hasil yang tinggi dicirikan dengan
sikap memiliki perhatian dan harapan yang tinggi terhadap hasil dan pencapaian
mereka. Karyawan yang memiliki karakteristik skor budaya orientasi hasil yang tinggi tentunya
akan selalu
memikirkan dan
mementingkan kepada
hasil tanpa
memperdulikan prosesnya. Hal demikian tentunya akan menimbulkan kurangnya perhatian akan proses pekerjaan, bahkan mungkin karyawan akan selalu memirkan
pencapaian dan hasil tanpa adanya kerja keras dalam mencapainya. Sikap seperti itu tentunya menjadikan komitmen yang dirasakan akan rendah.
Selain itu, terdapat pula ketidaksesuaian lain antara hasil pada penelitian ini yang menemukan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi
keagresifan dan persaingan terhadap komitmen organisasi dengan hasil penelitian Ilmi, 2007 yang mengemukakan adanya pengaruh yang yang signifikan antara budaya
persaingan dengan komitmen organisasi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh O’reilly, Chatman, dan Caldwell Munandar, 2001 bahwa budaya
keagresifan dan persaingan ditandai dengan perilaku mengambil tindakan-tindakan tegas, agresif dan kompetitif daripada santai dalam melaksanakan tugas. Dalam budaya
keagresifan dan persaingan ada saatnya dimana budaya ini sangat baik untuk diciptakan karena akan menimbulkan keinginan untuk bersaing dalam menunjukkan yang terbaik
diantara para karyawan, tetapi disisi lain dengan adanya keagresifan dan persaingan terhadap komitmen juga menjadi negatif disaat terbentuk budaya agresif yang tinggi
dan persaingan yang ada menjadi tidak sehat ini tentunya akan menimbulkan konflik internal pada organisasi, yang akan menurunkan komitmen mereka terhadap organisasi.
Selanjutnya, untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi, hanya dua tipe kepuasan kerja yang mempengaruhi
secara signifikan yaitu kepuasan promosi dan supervisi. Dimensi kepuasan kerja promosi secara positif mempengaruhi komitmen
organisasi dan signifikan, artinya semakin tinggi kepuasan promosi semakin tinggi
komitmen organisasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Lumley, dkk 2011 yang menyimpulkan tingkat tinggi promosi berkaitan dengan komitmen organisasi yang
tinggi. Menurut teori Robbins Lumley dkk, 2011 dan penelitian yang ada dijelaskan bahwa promosi memberikan kesempatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki
tanggung jawab lebih dan mempunyai peningkatan status sosial. Karyawan yang memiliki kepuasan promosi yang tinggi dicirikan dengan sikap bahwa dirinya memiliki
peluang dan keadilan yang sama dengan karyawan lainnya dalam mendapatkan promosi, Spector 1994. Seorang karyawan yang memiliki pandangan seperti ini akan
bekerja lebih rajin untuk menampilkan yang terbaik sehingga dirinya dapat dipromosikan dalam karirnya. Sehingga semakin tinggi rasa kepuasan akan promosi,
maka tentunya semakin tinggi komitmen yang mereka rasakan. Selanjutnya, kepuasan supervisi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
komitmen organisasi dan bernilai positif, artinya semakin tinggi kepuasan supervisi semakin tinggi pula komitmen organisasi karyawan. Hal tersebut mungkin dikarenakan
karyawan yang memiliki kepuasan supervisi memiliki pandangan bahwa ada kompentensi dan keadilan penugasan oleh atasan terhadap semua karyawan, atasan
yang menghargai pekerjaan bawahannya, atasan yang mengerti kebutuhan karyawan dan mau menjalin hubungan baik, serta menjadi contoh yang baik dalam hal disiplin.
Sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Spector 1994 bahwa kepuasan supervisi ditandai dengan adanya keadilan dan kompetensi penugasan manajerial oleh atasan.
Hal- hal positif tersebut bila diciptakan dan dikembangkan dalam suatu organisasi tentunya akan menghasilkan performance yang baik. Selain kinerja yang akan
meningkat, komitmen dalam organisasi pun akan meningkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu Lumley dkk, 2011.
Dimensi gaji memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap komitmen organsasi hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Mathieu and Zajac Lumley dkk,
2011 yang menjelaskan bahwa gaji dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif. Penelitian Meyer dan Allen 1997 menekankan bahwa persepsi keadilan gaji
memiliki pengaruh langsung terhadap komitmen organisasi. Kepuasan akan gaji akan tercipta dengan adanya usaha atau kerja yang dilakukan oleh seseorang sebab secara
pribadi seseorang akan merasa puas jika hasil pekerjaannya dihargai dalam bentuk materi maupun non materi. Pemberian gaji yang layak akan menjadi penentu kepuasan
seseorang dalam bekerja yang selanjutnya menumbuhkan sikap loyalitas terhadap organisasi. Jika hal tersebut tidak dapat terwujud, maka karyawan akan memiliki
pandangan yang negatif atau tidak terlalu berharap banyak pada gaji yang mereka terima, sehingga menimbulkan rendahnya komitmen organisasi dan memiliki keinginan
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan gaji yang layak. Terjadi ketidaksesuaian antara hasil penelitian ini yang melaporkan bahwa
dimensi kepuasan tunjangan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dengan komitmen organisasi. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Suliman Iles
Lumley dkk, 2011 yang menyatakan bahwa meningkatkan tunjangan intrinsik dan ekstrinsik akan menarik perhatian karyawan, selanjutnya dapat meningkatkan kinerja
mereka dan mendorong komitmen organisasi yang lebih tinggi. Ketidaksesuaian hasil penelitian mungkin dikarenakan oleh rendahnya tunjangan dan fasilitas yang mereka
terima dalam organisasi sehingga menimbulkan kepuasan kerja yang rendah dan
mengakibatkan komitmen yang rendah pula terhadap organisasi. Karena menurut teori Spector 1994 kepuasan kerja akan tunjangan akan terpenuhi dengan ciri adanya
asuransi, liburan, dan bentuk fasilitas lain yang dapat diperoleh oleh para karyawan. Kemudian dimensi penghargaan, berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
dimensi penghargaan tidak signifikan dan bernilai negatif terhadap komitmen organisasi. Menurut teori Spector Lumley dkk, 2011 contoh dari bentuk penghargaan
adalah apresiasi, pengakuan dan penghargaan bagi mereka yang melaksanakan pekerjaan dengan baik. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Lumley dkk,
2011. Ketidaksesuaian hasil dalam dimensi penghargaan mungkin dikarenakan pada penelitian ini subjek lebih cenderung menunjukkan arah negatif terhadap komitmen
organisasi mereka. Kepuasan penghargaan yang tinggi dicirikan dengan sikap ingin selalu diakui, dihormati dan diberikan apresiasi yang tinggi Robbins 2003. Karyawan
yang memiliki karakteristik skor penghargaan yang tinggi tentunya akan selalu ingin diberi apresiasi atau imbalan yang lebih setiap mereka melakukan pekerjaan. Hal
demikian tentunya akan menimbulkan kesenjangan antara karyawan, bahkan mungkin akan menimbulan ketidakadilan. Keadaan seperti itu tentunya menjadikan komitmen
yang dirasakan akan rendah. Dimensi kepuasan kerja prosedur operasional memiliki pengaruh yang tidak
signifikan terhadap komitmen organisasi dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,019 P 0,05. Pengaruh pada gaya ini bernilai negatif, artinya, semakin tinggi prosedur
operasional maka semakin rendah komitmen organisasi karyawan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukam oleh Lumley dkk, 2011 yang
menyimpulkan tingkat tinggi prosedur operasional berkaitan dengan komitmen
karyawan yang rendah. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada dijelaskan bahwa organisasi dengan tingkat prosedur yang tinggi dicirikan dengan ketatnya penetapan
peraturan yang diberlakukan perusahaan, sehingga karyawan merasa kurang leluasa dalam menjalankan aktivitas pekerjaan. Jadi, organisasi yang memiliki karaktersitik
skor prosedur operasional yang tinggi tentunya selalu menerapkan aturan dan prosedur- prosedur yang ketat sehingga gerak karyawan terbatas. Kurang leluasanya para
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan ini yang menghalangi terciptanya kepuasan kerja. Sehingga semakin tinggi prosedur operasional dalam sebuah organisasi, maka
tentunya samkin rendah kepuasan yang mereka rasakan, dan berdampak pula pada rendahnya komitmen organisasi mereka.
Terdapat ketidaksesuaian antara hasil penelitian ini yang menemukan tidak adanya pengaruh yang signifikan kepuasan rekan kerja terhadap komitmen organisasi
dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja salah satunya rekan kerja memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi yang tinggi Lumley dkk,
2011. Apabila rekan kerja dapat menciptakan sesuatu yang positif, dan dapat bekerja sama, maka akan menimbulkan kenyamanan dalam bekerja dan komitmen organisasi
akan meningkat. Menurut peneliti, ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan hubungan rekan kerja diantara para karyawan tidak terbangun dengan baik, rekan kerja yang tidak
saling mendukung dan seringnya terjadi konflik diantara mereka. Karena menurut teori Spector 1994 kepuasan akan rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten akan
mempengaruhi tingginya komitmen organisasi karyawan.
Dimensi sifat pekerjaan secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi. Menurut peneliti tidak signifikannya sifat pekerjaan dalam penelitian ini dikarenakan
oleh para karyawan yang tidak dapat menikmati tugas mereka yang menimbulkan rendahnya kepuasan kerja dan rendah pula komitmen yang mereka rasakan. Karena
menurut teori Spector 1994 kepuasan kerja akan sifat pekerjaan itu sendiri akan timbul jika karyawan merasakan nyaman dan puas dengan jenis pekerjaan yang mereka
lakukan. Semakin karyawan tersebut menyukai pekerjaannya maka semakin bertahan ia pada organisasi.
Dimensi komunikasi secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi. Menurut peneliti, tidak signifikannya dimensi ini dikarenakan oleh rendahnya
komunikasi yang terjalin di organisasi tersebut maka semakin memperkuat keinginan karyawan untuk keluar dari organisasi dan berkomitmen rendah. Karena menurut
Spector 1994 komunikasi yang baik berbagi informasi di dalam organisasi baik verbal maupun nonverbal merupakan suatu cara untuk mempertahankan kualitas
perusahaan. Kemudian variabel tingkat pendidikan dalam penelitian ini tidak signifikan
terhadap komitmen organisasi. Berbeda dengan penjelasan Adeyemo 2000, dalam Tella dkk, 2007 yang menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tingkat
pendidikan dengan komitmen organisasi. Lain halnya dengan penjelasan Mowday, Porter dan Steers 1982 yang menjelaskan bahwa tingkat pendidikan sering ditemukan
berhubungan negatif dengan komitmen terhadap organisasi, meskipun hasil penelitian tersebut tidak seluruhnya konsisten. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sering
membentuk keterampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya
dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi. Dengan demikian, makin tinggi tingkat pendidikan
individu makin banyak pula harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak sesuai dengan organisasi tempat ia bekerja.
Selanjutnya variabel masa kerja dalam penelitian ini juga tidak mempengaruhi komitmen organisasi karyawan yayasan X, sementara Kreitner dan Kinicki 2004
menyatakan bahwa, masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah
beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa masa kerja yang lama atau sebentar tidak mempengaruhi komitmen mereka terhadap organisasi.
Dalam penelitian ini juga terdapat keterbatasan, dimana ada beberapa hasil penelitian
yang dilakukan
ternyata tidak
mendukung penelitian
sebelumnya. Keterbatasan
tersebut berasal
dari kemungkinan
keterbatasan dalam
proses menterjemahkan alat ukur hasil adaptasi, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara apa
yang diinginkan peneliti dengan pemahaman yang dimiliki responden. Selain itu keadaan populasi yang bersifat heterogen, sehingga sampel yang dihasilnya dapat
bersifat tidak representatif atau tidak dapat menggambarkan karakteristik populasi.
5.3 Saran