Pelarut FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRAKSI

13 Temperatur yang lebih tinggi viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan solute lebih besar pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun, temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap. Biasanya temperatur ekstraksi yang paling baik adalah sedikit di bawah titik didih pelarut [16]. Kelarutan bahan yang diekstraksi akan meningkat dengan suhu untuk memberikan tingkat yang lebih tinggi dari ekstraksi, koefisien difusi meningkat dengan kenaikan suhu dan ini juga akan meningkatkan laju ekstraksi [30]. Dalam beberapa kasus, batas atas temperatur ditentukan oleh pertimbangan sekunder, seperti kebutuhan untuk menghindari aksi enzim selama ekstraksi gula.

2.3.3 Pelarut

Pada proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari satu fase cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua zat terlarut yang berbeda untuk memurnikan fasa cairan dari kontaminasi. Sebuah sistem ekstraksi pelarut mengandung dua fasa cair yang bercampur, satu fase rafinat dan satu cair organik, pengencer, dan satu atau lebih zat terlarut. Selain itu, sistem ekstraksi di sebagian besar satu atau lebih ekstraktan ditambahkan ke pengencer untuk meningkatkan ekstraksi dan pemisahan. Kadang-kadang pengubah fase digunakan untuk mencegah pembentukan tahap ketiga mengganggu [12]. Jenis pelarut merupakan faktor penting dalam ekstraksi minyak dari biji pepaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Sejumlah solvent yang digunakan dalam ekstraksi adalah faktor lain yang dipertimbangkan. Pemilihan solvent pengekstrak harus berdasarkan sifat alami dari sampel. Selain itu, efisiensi ekstraksi dan matriks yang tak larut, pemilihan ini harus mempertimbangkan aspek-aspek lain. Solvent harus lebih banyak daripada jumlah sampel. Volume solvent yang rendah terkadang berguna untuk menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam penganalisaan [27] Ada beberapa faktor spesifik yang dipertimbangkan dalam pemilihan solvent yang meliputi: 1. Selektifitas Universitas Sumatera Utara 14 Kemampuan untuk menghilangkan dan konsentrat solute dari komponen Lainnya [33]. 2. Ketersediaan Solvent harus tersedia selama proses ekstraksi [33]. 3. Kemampuan melarut dalam umpan Diperlukannya pemulihan solvent dari rafinat atau penyegaran kembali solvent yang digunakan [33]. 4. Perbedaan Densitas Perbedaan densitas yang terlalu rendah antara fasa-fasa akan menghasilkan masalah dalam pemisahan. Perbedaan densitas yang terlalu tinggi dapat menyulitkan untuk menentukan proses ekstraksi yang terbaik yang diinginkan [33]. Dengan meningkatnya densitas, laju ekstraksi akan meningkat pada suhu yang konstan. Hasil ekstraksi akan berbeda untuk densitas yang sama pada suhu yang berbeda [33]. 5. Sifat Fisik Solvent yang terlalu kental akan menghalangi perpindahan massa dan kapasitasnya. Tegangan permukaan yang terlalu rendah akan mendorong kearah masalah pengemulsian. Titik didih solvent harus berbeda dengan titik didih solute [33]. 6. Toksisitas Toksisistas harus dipertimbangkan untuk kesadaran kesehatan dan kemurnian dari produk yang dihasilkan [33]. 7. Tidak Bersifat Korosif Disyaratkan menggunakan konstruksi material yang mahal untuk peralatan proses ekstraksi. 8. Mudah untuk dipulihkan Pemulihan dan pemurnian solvent yang sempurna dibutuhkan sebaik mungkin ketika solvent dikembalikan lagi ke dalam ekstraktor untuk meminimalisasikan kehilangan banyak solvent [33]. Menurut Kumar dan Bangaraiah 2013 pilihan pelarut untuk ekstraksi terbatas pada beberapa pelarut dengan kemurnian tertentu karena hukum nasional dan internasional dalam memproses material makanan. Heksana, aseton, alkohol etanol, Universitas Sumatera Utara 15 metanol, isopropanol dan etil asetat digunakan dalam ekstraksi oleoresin dari bumbu-bumbu. Pelarut terbagi menjadi 3 kelas. Pelarut Kelas 1 tidak boleh digunakan dalam pembuatan zat obat, bahan pembantu dan produk obat, karena toksisitas tidak dapat diterima atau efek merusak lingkungan [14]. Namun jika penggunaannya tidak dapat dihindari untuk menghasilkan produk obat dengan kemajuan yang signifikan, maka konsentrasi harus dibatasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5, kecuali dibenarkan. Pelarut 1,1,1-Trichloroethane termasuk dalam Tabel 2.6, karena bahaya terhadap lingkungan. Batas menyatakan 1.500 ppm didasarkan pada review data keselamatan. Tabel 2.6 Pelarut Kelas 1 yang Harus Dihindari dalam Bidang Farmasi dan Makanan [14] Pelarut Batas konsentrasi ppm Keterangan Benzene 2 Dapat menyebabkan kanker Carbon tetrachloride 4 Beracun dan berbahaya pada lingkungan 1,2-Dichloroethane 5 Beracun 1,1-Dichloroethene 8 Beracun 1,1,1Trichloroethane 1,500 Berbahaya pada lingkungan Pelarut kelas 2 sama halnya dengan pelarut kelas 1 yang berbahaya bagi tubuh manusia dan lingkungan, penggunaan pelarut kelas 2 ini dibatasi. PPM yang diperbolehkan adalah 0,1 mg hari, dan konsentrasi yang diberikan 10 ppm. Universitas Sumatera Utara 16 Tabel 2.7 Pelarut Kelas 2 DiBatasi dalam Produk Farmasi [14] Pelarut PDE mgday Batas konsentrasi ppm Acetonitrile 4,1 410 Chlorobenzene 3,6 360 Chloroform 0,6 60 Cyclohexane 38,8 3,880 Cumene 0,7 70 1,2-Dichloroethene 18,7 1,870 Dichloromethane 6,0 600 1,2-Dimethoxyethane 1,0 100 N,N- Dimethylacetamide 10,9 1,090 N,N- Dimethylformamide 8,8 880 1,4-Dioxane 3,8 380 2-Ethoxyethanol 1,6 160 Ethyleneglycol 6,2 620 Formamide 2,2 220 Hexane 2,9 290 Methanol 30,0 3,000 2-Methoxyethanol 0,5 50 Methylbutyl ketone 0,5 50 Methylcyclohexane 11,8 1,180 N-Methylpyrrolidone 5,3 530 Nitromethane 0,5 50 Pyridine 2.0 200 Sulfolane 1,6 160 Tetrahydrofuran 7,2 720 Tetralin 1,0 100 Toluene 8,9 890 1,1,2-Trichloroethene 0,8 80 Xylene 1 21,7 2,170 N-butil asetat termasuk dalam pelarut kelas 3 dapat dianggap kurang beracun dan risiko yang lebih rendah untuk kesehatan manusia, Pelarut kelas pada umumnya digunakan dalam bidang farmasi. Namun, tidak semua dapat digunakan dalam Universitas Sumatera Utara 17 jumlah banyak. N-butil asetat sangat cocok digunakan sebagai pelarut dalam industi makanan [14]. Pada penelitian ini menggunakan pelarut n-Butil Asetat yang memiliki sifat fisika dan kimia seperti table 2.8: Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia N-Butil Asetat [8] dan [9] Parameter n-Butil Asetat Struktur Rumus Molekul C 6 H 12 O 2 Nama Umum Eter asetat, asetatdien, , etil ester, etill etanoat, napta Berat Molekul 116 Sifat Fisik Jernih, tidak mudah menguap, cairan yang dapat terbakar; bau seperti buah-buahan Titik leleh -73 C Titik Didih 126 C Kelarutan dalam Air 10 pada 25 C Kelarutan Larut dengan alkohol, aseton, kloroform, eter Densitas Relatif 0.902 pada 20 C Densitas Uap Relatif 3.04 Tekanan Uap 1,39 mmHg pada 20 C Log P ow 1,4 Tabel 2.9 Penggunaan Pelarut Dan Hasil Yang Diperoleh Pada Ekstraksi Minyak Biji Pepaya [23] Pelarut Hasil g g -1 Etanol 151 Aseton 286 n-Heksan 285 Etil Asetat 290 Etanol merupakan pelarut yang menghasilkan ekstrak kurkumin yang paling tinggi dibandingan dengan pelarut lain, yakni aseton, etil asetat, metanol, dan isopropanol, hal ini dikarenakan kelarutan dari konstituen aktif [21]. Universitas Sumatera Utara 18

2.3.4 Pengadukan Dalam pemisahan yang mengunakan pengadukan, waktu kontak dapat dibuat