commit to user 6
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
20092010? 2.
Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun
pelajaran 20092010?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 20092010. 2.
Latihan plimetrik yang lebih baik pengaruhnya antara
bounding
dan
depth jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
20092010.
commit to user 7
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat antara lain: 1.
Bagi siswa dapat meningkatkan penguasaan teknik lompat jauh gaya berjalan di udara dan faktor-faktor yang mendukungnya khususnya peranan power otot
tungkai, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara menjadi lebih baik.
2. Bagi guru Penjaskes dan siswa SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang
dapat menambah pengetahuan dalam ilmu olahraga pada umumnya dan metode latihan lompat jauh untuk mendukung pencapaian lompat jauh gaya
berjalan di udara.
commit to user 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Lompat Jauh
a. Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara Menurut Aip Syarifuddin 1992:90 bahwa, “Lompat jauh adalah suatu
bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara melayang di udara yang
dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya”.
Berdasarkan gayanya, gaya lompat jauh dibedakan menjadi tiga macam, salah satunya adalah gaya berjalan di udara. Menurut Tamsir Riyadi 1985:100
bahwa, “Lompat jauh gaya berjalan di udara
walking in the air
disebut juga gaya lari di udara
running in the air
atau gaya menyepak dengan menghentak
hitch kick
dan sering disebut pula gaya melangkah di udara
stride in the air
”. Lompat jauh gaya berjalan di udara lebih sulit dibandingkan dengan gaya
jongkok maupun gaya
snepper
. Pada umumnya lompat jauh gaya berjalan di udara digunakan oleh atlet-atlet lompat yang sudah berpengalaman. Adapun
tujuan dari gaya berjalan di udara, menurut Jess Jerver 1999:40 adalah: 1
Untuk mendapatkan keseimbangan sewaktu melayang di udara dan memperoleh posisi
landing
yang efisien. 2
Untuk mengurangi arah rotasi ke depan dengan mencari
resultante
ke arah gerak menyudut. Caranya adalah dengan memutar tungkai dan
tangan pada saat lari dan melayang.
Pelaksanaan gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara, menurut Aip Syarifuddin 1992:94 sebagai berikut:
commit to user 9
Pada waktu atau setelah dari papan tolakan, kaki yang belakang diayunkan jauh ke atas depan, kedua tangan lengan diayun jauh ke atas, agar dapat
melompat lebih tinggi dan lebih jauh. Sambil melayang di udara kaki digerakkan melangkah ke depan secara bergantian
hitch kick
untuk menghasilkan jangkauan yang luas dari pinggang. Paha diangkat ke atas
untuk memperoleh jangkauan kaki jauh ke depan pada waktu akan mendarat. Kemudian mendarat pada kedua kaki, kedua tangan ke depan.
Teknik pelaksanaan gaya berjalan di udara harus dipahami dan dikuasai dengan baik dan benar. Kesalahan gerakan atau teknik saat melayang di udara
akan mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh atau bahkan badan akan cepat mendarat.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh
Tujuan utama lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh- jauhnya. Untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya dipengaruhi oleh
banyak faktor. Gunter Bernhard 1993: 45 menyatakan unsur-unsur dasar bagi suatu prestasi pada lompat jauh adalah: “1 Faktor kondisi terutama kecepatan,
tenaga loncat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan, 2 Faktor teknik yaitu: ancang-ancang, persiapan loncat dan perpindahan, fase melayang dan
pendaratan”. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi lompat jauh, Jonath U., Haag E., Krempel R. 1987: 196 menggambarkan
persyaratan yang harus dipenuhi pelompat jauh yaitu:
+ +
Gambar 1. Skema Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh Jonath U., Haag E., Krempel R. 1987: 196
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, faktor yang
mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh adalah faktor kondisi fisik dan faktor teknik melompat. Ditinjau dari teknik melompat meliputi awalan, tolakan,
melayang di udara dan pendaratan. Ditinjau dari kondisi fisik, komponen fisik
Kecepatan Kondisi
- Tenaga loncat - Kemudahan gerak
- Ketangkasan - Rasa irama
Teknik -
Ancang-ancang -
Lepas tapak - Tahap melayang
- Pendaratan
commit to user 10
yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh antara lain kecepatan dan tenaga loncat power. Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi 1985: 95 bahwa,
“Kemampuan fisik yang harus dimiliki seorang pelompat antara lain: daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi. Untuk mencapai
oprestasi lompat jauh gaya berjalan di udara secara maksimal, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya harus dilatih dan ditingkatkan melalui latihan yang
sistematis dan kontinyu.
c. Teknik Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan tercapainya hasil-hasil yang baik dalam suatu pertandingan
atau perlombaan. Teknik melompat merupakan salah satu bagian yang akan mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh. Untuk mencapai prestasi lompat
jauh, maka seorang pelompat harus menguasai macam-macam teknik melompat yang benar.
Teknik lompat jauh terdiri beberapa bagian yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan secara baik dan harmonis. Pada prinsipnya semua teknik
lompat jauh adalah sama baik gaya jongkok, gaya berjalan di udara maupun gaya menggantung. Letak perbedaannya pada saat melayang di udara. Seperti
dikemukakan Tamsir Riyadi 1985: 95 bahwa, “Yang menyebabkan adanya perbedaan dari ketiga gaya hanya terletak pada saat melayang di udara. Tinjauan
secara teknis pada lompat jauh meliputi 4 masalah yaitu: cara melakukan awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan”.
Berdasarkan pendapat tersebut menujukkan, teknik lompat jauh gaya berjalan di udara terdiri empat bagian yaitu, awalan, tumpuan, melayang di udara
dan mendarat. Dari keempat teknik gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara tersebut merupakan satu pola gerakan yang tidak boleh diputus-putus
pelaksanaannya. Untuk mencapai prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara secara maksimal, maka teknik-teknik tersebut harus dikuasai dengan baik dan
benar. Untuk lebih jelasnya teknik lompat jauh gaya berjalan di udara diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
commit to user 11
1 Awalan
Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa
pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-
jauhnya. Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum
salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan untuk mendapatkan dorongan ke depan pada waktu melompat. Pelompat harus berlari semakin cepat sehingga
mencapai kecepatan penuh pada saat sebelum salah satu kaki menumpu. Jes Jerver 1999: 34 menyatakan “Maksud berlari sebelum melompat ini adalah
untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu
take of
”. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh, tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki
menolak. Jarak awalan lompat jauh tidak ada aturan khusus, namun bersifat
individual tergantung dari masing-masing pelompat. Kecepatan awalan harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpuan. Tiga atau empat
langkah terakhir sebelum bertumpu tersebut dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak dibalok tumpuan. Menurut Soegito 1992: 36-38 memberikan petunjuk
pelaksanaan awalan sebagai berikut: 1
Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasilah sejenak.
2 Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok
tumpuan. 3
Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.
4 Pada saat melakukan tumpuan badan agak condong ke belakang.
Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau
diperlebar untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpuan. Aip Syarifuddin 1992: 91 menyatakan, Untuk menjaga kemungkinan pada waktu
melakukan awalan itu tidak cocok, atau ketidak tepatan antara awalan dan tolakan,
commit to user 12
biasanya pelompat membuat dua buah tanda
cherkmark
antara permulaan akan memulai melakukan awalan dengan papan tolakan.
Bak Pasir Tanda Tanda
pertama kedua Papan tolak
Gambar 2. Awalan Lompat Jauh Aip Syarifuddin, 1992: 91
2 Tumpuan
Tumpuan merupakan perubahan gerak horisontal ke gerak vertikal yang dilakukan secara cepat. Tumpuan dilakukan dengan cara yaitu, sebelumnya
pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuat-kuatnya pada langkah terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di
udara. Tolakan dilakukan dengan menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke depan atas
yang besar. Jes Jerver 1999:35 menyatakan, “Maksud dari
take off
adalah merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak
lurus, sambil mempertahankan kecepatan horisontal semaksimal mungkin”. Lompatan dilakukan dengan mencondongkan badan ke depan membuat sudut
lebih kurang 45° dan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi horisontal.
Untuk mendapatkan daya dorong ke depan dan ke atas yang maksimal sebaiknya menggunakan kaki tumpu yang paling kuat. Tumpuan kaki yang kuat
memberi peluang yang besar untuk memperoleh lompatan yang tinggi dan jauh ke depan, sehingga lompatan lebih maksimal. Di samping itu juga, ketepatan
melakukan tumpuan akan menunjang keberhasilan lompatan. Kesalahan menumpu melewati balok tumpuan, lompatan dinyatakan gagal atau
diskualifikasi. Sedangkan penempatan kaki tumpu berada jauh sebelum balok tumpuan akan sangat merugikan terhadap pencapaian jarak lompatan. Untuk
mencapai lompatan yang maksimal, maka harus dilakukan dengan kaki yang kuat
commit to user 13
dan tepat pada balok tumpuan. Menurut Tamsir Riyadi 1985:96 teknik menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:
1 Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.
2 Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang jangan
berlebihan untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik sekitar 45°.
3 Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.
4 Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas.
Pandangan ke depan atas jangan melihat ke bawah. 5
Pada kaki ayun kanan diangkat ke depan setinggi pinggul dalam posisi lutut ditekuk
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan teknik pelaksanaan menumpu sebagai berikut:
Gambar 3. Sikap dan Gerakan pada Waktu akan Melakukan Tolakan Aip Syarifuddin, 1992: 92
3 Melayang Di Udara
Melayang di udara merupakan letak perbedaan gaya dalam lompat jauh. Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan
dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu lepas dari papan tolak, badan si pelompat dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang disebut “daya penarik bumi”.
Daya penarik bumi ini bertitik tangkap pada suatu titik yang disebut titik berat badan T.B.
center of gravity
. Titik berat badan ini letaknya kira-kira pada pinggang si pelompat sedikit di bawah pusar agak ke belakang.
Salah satu usaha untuk mengatasi daya tarik bumi tersebut yaitu harus melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya disertai dengan ayunan kaki dengan
commit to user 14
kedua tangan ke arah lompatan. Semakin cepat awalan dan semakin kuat tolakan yang dilakukan, maka akan semakin lebih lama dapat membawa titik berat badan
melayang di udara. Dengan demikian akan dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh, karena kedua kecepatan itu akan mendapatkan perpaduan
resultante
yang menentukan lintasan gerak dari titik berat badan tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan pada saat melayang di udara yaitu menjaga keseimbangan tubuh, sehingga akan membantu pendaratan. Jonath et al. 1987: 200 mengemukakan
“Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan”.
Gambar 4. Sikap Melayang Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara Aip Syarifuddin, 1992: 94
4 Pendaratan
Pendaratan merupakan tahap terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Mendarat dengan
sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh seorang pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke
depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh tanah, pelompat memegaskan lutut dan menggeserkan pinggang ke depan, sehingga
badan bagian atas menjadi agak tegak dan lengan mengayun ke depan. Gerakan tersebut harus dilakukan dalam satu rangkaian gerakan yang utuh dan harmonis.
Keberhasilan dalam lompat jauh tergantung dari pendaratan yang baik dan benar. Menurut Soegito 1992: 41 teknik pendaratan sebagai berikut:
commit to user 15
1 Pada saat badan akan jatuh di tanah lakukan pendaratan sebagai
berikut : a
Luruskan kedua kaki ke depan. b
Rapatkan kedua kaki. c
Bungkukkan badan ke depan. d
Ayunkan kedua tangan ke depan. e
Berat badan dibawa ke depan. 2
Pada saat jatuh di tanah atau mendarat : a
Usahakan jatuh pada ujung kaki rapatsejajar. b
Segera lipat kedua lutut. c
Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah belakang.
Berikut ini diisajikan ilustrasi gambar teknik gerakan mendarat lompat jauh gaya berjalan di udara sebagai berikut:
Gambar 5. Sikap Badan Waktu Mendarat Lompat Jauh Aip Syarifuddin, 1992: 95
2. Hakikat Latihan
a. Tujuan Latihan
Latihan bukan merupakan hal yang baru, atau baru saja ditemukan pada jaman sekarang ini, namun latihan sudah ada sejak jaman Mesir Purba dan
Yunani. Pada saat itu orang-orang melakukan latihan secara sistematis dalam usaha mencapai tujuan militer maupun untuk olimpik. Pada prinsipnya latihan
merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer 1995: 6
menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Menurut Yusuf
commit to user 16
Adisasmita dan Aip Syarifuddin 1996: 145 bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Menurut Bompa 1990: 3 bahwa, “Latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematik
dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan indicidual yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan”. Hal senada dikemukakan Russel R. Pate., Bruce Mc. Clenaghan Robert Rotella 1993: 317 bahwa, “Latihan dapat didefinisikan
sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan”.
Latihan
training
merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara berulang-ulang
dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan akhir latihan menurut Russel R. Pate., BruceMc. Clenaghan
Robert Rotella 1993: 317 yaitu, “Untuk meningkatkan penampilan olahraga”. Menurut Yusuf Adisasmita Aip Syarifuddin 1996: 126 bahwa, “Tujuan utama
latihan adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin”. Sedangkan Bompa 1990: 4 menyatakan
tujuan umum latihan yaitu: 1
Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multiralteral.
2 Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang
spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni. 1
Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya.
2 Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi
yang diperlukan. 3
Untuk mengelola kualitas kemauan. 4
Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.
5 Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit.
6 Untuk pencegahan cidera.
7 Untuk meningkatkan pengetahuan teori.
Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang utama dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan dan
commit to user 17
mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk mencapai tujuan tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam latihan yaitu, “1
Latihan fisik, 2 latihan teknik, 3 latihan taktik dan, 4 latihan mental Yusuf Adisasmita Aip Syarifuddin, 1996: 12-127.
Dari keempat aspek latihan tersebut harus dilatih dan dikembangkan secara serempak agar tujuan latihan dapat tercapai. Namun demikian, dari
keempat aspek latihan tersebut dapat dilatih dan ditingkatkan salah satu aspek saja menurut kebutuhan. Jika ingin meningkatkan kemampuan fisik, maka latihan fisik
menjadi prioritas dari latihan. Untuk mencapai kemampuan fisik yang maksimal, maka harus diterapkan metode latihan yang tepat.
b. Latihan Fisik
Kondisi fisik yang baik merupakan faktor yang mendasar untuk mengembangkan faktor lainnya, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi
yang optimal. Andi Suhendro 1999: 4.1 menyatakan, “Kondisi fisik merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahkan
sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga”. Menurut Depdiknas 2001: 101 bahwa, “Salah satu unsur atau faktor untuk
meraih suatu prestasidalam olahraga adalah kondisi fisik, di samping penguasaan teknik, taktik dan kemampuan mental”.
Pentingnya peranan kondisi fisik dalam kegiatan olahraga, maka harus dilatih dan ditingkatkan secara maksimal. Untuk memperoleh kualitas fisik yang
baik, maka harus dilakukan latihan fisik secara sistematis dan terprogram. Latihan fisik pada prinsipnya untuk memberikan beban fisik pada tubuh secara teratur,
sistematik, berkesinambugan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja. Latihan fisik yang teratur, sistematik dan
berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program latihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Berkaitan dengan latihan fisik
Harsono 1988: 153 menyatakan, Latihan fisik merupakan usaha untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh
sehingga mencapai prestasi yang lebih baik”. Pendapat lain dikemukakan Andi
commit to user 18
Suhendro 1999: 3.5 bahwa, “Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini mencakup
semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot, daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina,
kelentukan dan lain-lain”. Latihan fisik merupakan salah satu unsur latihan olahraga secara
menyeluruh, yaitu untuk meningkatkan prestasi olahraga serta untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Dalam pelaksanaan latihan fisik dapat
ditekankan pada salah satu komponen kondisi fisik tertentu misalnya, power otot tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada peningkatan unsur-unsur
kondisi fisik power otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus bersifat spesifik sesuai dengan karakteristik komponen kondisi fisik yang dikembangkan.
c. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Fisik
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai melalui latihan secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar.
Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik Nosseck, 1982: 14. Agar tujuan latihan
dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat.
Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe dan beban latihan yang diberikan serta tergantung dari kekhususan latihan. Menurut
Fox, Bowers, dan Foss 1999: 25-27 prinsip-prinsip dasar latihan fisik dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara lain:
1 Prinsip Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan tubuh
warming-up
penting dilakukan sebelum berlatih. Pemanasan biasanya berisi peregangan, kalestenik dan aktivitas formal, dan
setelah latihan diakhiri pendinginan. Pemanasan dapat dikerjakan secara umum dan khusus, yaitu dengan berbagai macam latihan aktif dan pasif. Atau dapat juga
commit to user 19
pemanasan dikerjakan dengan kombinasi latihan aktif dan pasif. Rusli Lutan 1992: 91 menyatakan bahwa:
Pemanasan tubuh
warming-up
penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan dalam fungsi
organ tubuh kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan lainnya ialah agar 1 atlet
terhindar dari kemungkinan bahaya cidera, 2 terjadi koordinasi gerak yang mulus, 3 organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang lebih
berat dan 4 kesiapan mental atlet kian meningkat.
Melalui pemanasan yang dilakukan dengan aktif dan pasif akan meningkatkan suhu tubuh yang kemudian akan membantu meningkatkan
kelancaran peredaran darah, meningkatkan penyaluran oksigen dan pertukaran zat. Selain itu pemanasan juga akan mempertinggi elasitas otot, dengan demikian
akan memperkecil terjadinya cidera.
2 Prinsip Kekhususan
Setiap latihan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan pengaruh secara khusus terhadap tujuan yang diingikan sesuai dengan karakteristik gerakan
keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Soekarman 1987: 60 menyatakan, “Latihan itu harus khusus untuk
meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Sadoso Sumosardjuno 1994:
10 menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis
kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.
commit to user 20
3 Prinsip Interval
Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah jasmani
melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval digunakan hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno HP. 1993: 17 bahwa,
“Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian, mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan fisik dan mental
atlet dalam menjalankan latihan”. Ciri khas latihan interval yaitu adanya istirahat yang diselingkan pada
waktu melakukan latihan. Istirahat diantara latihan tersebut dapat berupa istirahat pasif ataupun aktif, tergantung dari sistem energi mana yang akan dikembangkan.
Istirahat disetiap rangsangan latihan memegang peranan yang menentukan. Sebab organisme yang mendapat beban latihan sebelumnya harus dipulihkan lagi.
Istirahat yang terlalu panjang dan terlalu pendek dapat menghambat keefektifan suatu latihan. Setiap rangsangan gerak menyebabkan penggunaan energi dan
pengurangan cadangan energi, akan tetapi juga mengandung rangsangan untuk pembentukan energi baru. Menurut Suharno HP. 1993: 17 bahwa kegunaan
prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk: “1 menghindari terjadinya
overtraining
, 2 memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, 3 pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses
latihan”. Kesediaan organisme yang lebih tinggi untuk menunjukkan gejala
penyesuaian, terlihat pada pembebanan dalam istirahat berikutnya, sudah tentu tidak dalam jangka waktu yang tidak terbatas, melainkan dalam saat yang pendek
sewaktu pemulihan kembali organisme secara menyeluruh. Jangka waktu istirahat yang pendek tetapi penting harus disesuaikan dan dipergunakan dengan baik,
sebab dalam waktu yang pendek itulah tersusun rangsangan latihan yang baru. Oleh karena itu istirahat tidak boleh terlalu pendek, karena bila demikian saat
yang baik dan menguntungkan belum tercapai. Juga istirahat tidak boleh terlalu panjang, karena dalam hal demikian saat yang penting berlalu tanpa dapat
commit to user 21
dimanfaatkan. Rangsangan yang baru harus cukup tetapi tersusun dalam tahap superkompensasi keseimbangan organisme secara keseluruhan.
4 Prinsip Beban Lebih Secara Progresif
Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif. Yang dimaksud dengan peningkatan beban secara progresif yaitu peningkatan beban secara teratur
dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman 1987: 60 menyatakan, Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum, dan
jangan berlatih melebihi kemampuan. Dengan pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan
memberikan efektifitas kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta ditingkatkan setahap demi
setahap. Pelatih harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan diberikan. Harus diperhatikan bahwa perlu dihindari pemberian beban yang
berlebihan. Pemberian beban yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi olahragawan itu sendiri.
Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah atot-otot tidak akan terasa sakit dan kemungkinan melemahkan cedera tubuh.
Dengan diberi beban lebih akan menambah latihan otot pada saat melakukan program latihan berbeban. Akibatnya pada latihan berikutnya beban lebih yang
pertama tidak memberikan pangaruh yang memadai untuk meningkatkan kekuatan. Dengan kata lain, beban yang pertama itu akhirnya menjadi
underload
, karena kekuatannya telah bertambah.
Peningkatan beban latihan paling tidak dilakukan setelah 1 minggu latihan, karena organisme tubuh baru akan beradaptasi setelah kurun waktu 1 minggu. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suharno HP. 1993: 14 bahwa, “Peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan
baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu
paling sedikit dua puluh empat jam agar timbul superkompensasi”. Penambahan beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh
commit to user 22
terhadap latihan secara yang tepat pula. Dengan hal tersebut, maka hasil latihan akan lebih optimal.
5 Prinsip Latihan Beraturan
Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan terjadi menuntut kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. Menurut M. Sajoto 1995: 31
bahwa, “Latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini dilaksanakan agar
kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan lebih dulu”. Alasan penyusunan ini bahwa otot-otot yang lebih kecil cenderung lebih
cepat dan lebih lemah daripada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk menentukan beban lebih yang tepat mendahulukan melatih otot-otot yang
lebih besar, kemudian otot-otot yang lebih kecil sebelum mengalami kelelahan. Lebih lanjut M. Sajoto 1995: 31 mengemukakan bahwa, Program latihan
hendaknya diatur agar tidak terjadi dua bagian otot pada tubuh yang sama mendapat dua kali latihan secara berurutan. Pembebanan diberikan pada
kelompok otot-otot yang lebih besar, kemudian otot-otot yang kecil sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha dilatih lebih dahulu
dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil.
6 Prinsip Perbedaan Individu
Konsep latihan harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai. Perbedaan antara atlet yang satu
dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan
latihan. Sadoso Sumosardjuno 1994: 13 mengemukakan, Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan
kemajuan dan perkembangannya tidak sama. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus
bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi
commit to user 23
atlet. Kemampuan atlet akan meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun
program latihan untuk atletnya agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
7 Prinsip Kembali Asal
Prinsip kembali asal ini penting untuk diperhatikan oleh seorang atlet. Kualitas yang diperoleh dari latihan akan menurun kembali ke kondisi semula
apabila tidak melakukan latihan secara teratur dan kontinyu. Penuruan yang bermakna akan terjadi sesudah seseorang menghentikan latihan. Soekarman
1987: 60 menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali keadaan semula. Oleh karena itu setiap atlet harus berlatih terus untuk memelihara
kondisinya”. Berlatih secara baik dan teratur adalah hal penting untuk menjaga kondisi
dan prestasi seorang atlet. Jika latihan dihentikan maka secara otomatis kondisi dan prestasinya akan menurun.
8 Prinsip Nutrisi
Untuk menunjang tercapainya tujuan latihan fisik, maka prinsip nutrisi atau gizi makanan perlu diperhatikan juga. Hal ini penting karena, banyaknya
kalori yang dikeluarkan selama latihan fisik harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Sarwoto Bambang Soetedjo 1993: 231 menyatakan,
“Kualitas makanan yang kita makan dengan didukung oleh kegiatan fisik yang teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat kesehatan seseorang”.
Seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat memerlukan konsumsi makanan, terutama makanan yang mengandung zat energi yang lebih
besar dari pada aktivitasnya ringan. Seperti dikemukakan Patte Rotella Mc. Clenaghan 1993: 263 bahwa, ”Karbohidrat dan lemak menggantikan sumber
energi makanan yang dapat digunakan selama olahraga”. Makanan yang tidak
commit to user 24
seimbang dengan kegiatan fisik yang dilakukan akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh sehingga akan mengakibatkan sakit.
d. Pengaruh Latihan Fisik
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan dosis latihan dan waktu yang cukup menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah
pada kemampuan yang menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan fisik. Menurut Fox, Bowers dan Fos 1988 yang dikutip Sarwono
1994: 24 menyatakan bahwa perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan yaitu:
1 Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yaitu perubahan yang
berhubungan dengan biokimia. 2
Perubahan yang terjadi pada sitemik yaitu perubahan pada sistem sirkulasi-respirasi dan sistem pengakutan oksigen.
3 Perubahan lain yang terjadi pada kompisisi tubuh, kadar kolesterol
darah dan trigliseril, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh
latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu program latihan aerobik atau anaerobik. Pengaruh latihan anaerobik
secara khusus akan dikemukakan disini, hal ini karena bentuk latihan dalam penelitian ini menggunakan program latihan anaerobik.
1 Perubahan-Perubahan Biokimia
Menurut Soekarman 1987: 83 bahwa perubahan yang terjadi pada biokimia akibat latihan anaerobik dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: “1
perubahan-perubahan dalam serabut otot, 2 perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik dan 3 perubahan aerobik”.
commit to user 25
a Perubahan-Perubahan dalam Serabut Otot
Akibat latihan akan terlihat
hipertropi
otot, karena di dalam tubuh terdapat dua macam ototyaitu otot lambat
slow twich fiber
dan otot cepat
fast twich fiber
, maka dengan sendirinya juga terjadi perubahan pada kedua macam otot tersebut. Soekarman 1987: 82 menyatakan bahwa, “
Hipertropi
itu tergantung dari macam latihannya. Untuk ketahanan, yang akan menjadi besar adalah otot
lambat, sedangkan untuk kecepatan, maka yang menjadi hipertropi adalah otot cepat”. Sedangkan perubahan-perubahan hipertropi akibat latihan menurut hasil
penelitian Sarwono 1994: 25 meliputi: “1 peningkatan diameter
miofibril
, 2 peningkatan jumlah
miofibril
, 3 peningkatan protein
kontraktil
, 4 peningkatan jumlah
kapiler
dan 5 peningkatan kekuatan jaringan ikat,
tendon
,
ligamen
”.
b Perubahan-Perubahan dalam Sistem Anaerobik
Perubahan-perubahan dalam otot akibat latihan meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: 1 peningkatan kapasitas
phospagen
, 2 peningkatan
glikolisis anaerobik
Soekarman, 1987: 83. Peningkatan kapasitas
phospagen
disebabkan oleh banyaknya persediaan ATP PC dan oleh lebih aktifnya sistem enzim yang perlu dalam sistem ATP-PC.
Terhadap peningkatan ATP-PC dari 3,8 mMkg menjadi 4,8 mMkg otot atau sebesar 25. Pada anak-anak, peningkatan itu lebih besar yaitu 40. Peningkatan
enzim-enzim meliputi peningkatan penguraian ATP, maupun pembentukan kembali ATP. Penguraian ATP dipercepat oleh enzim ATP-ase, sedangkan
pembentukan kembali dipercepat oleh enzim miokinase kreatin kinase. Menurut Fox, Bowers dan Foss 1988 dalam penelitian Sarwono 1994:
27 perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan- perubahan : “1 peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot, 2 peningkatan
aktivitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik 3 peningkatan aktivitas enzim glikolitik”.
commit to user 26
c Perubahan-Perubahan dalam Sistem Aerobik
Menurut Soekarman 1987: 83-84 perubahan aerob meliputi 1 peningkatan mioglobin, 2 peningkatan oksidasi karbohidrat, 3 peningkatan
oksidasi lemak”. Pendapat lain dikemukakan Fox 1984 dalam Sarwono 1994: 27 bahwa “Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan
anaerobik. Tampak pula pada konsumsi oksigen maksimal VO
2
-maxnya”. 2 Perubahan-Perubahan pada Sistem Kardiorespiratori
Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran
jasmani atlet akan menigkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer 1996: 21 adaptasi
atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai berikut “1 Frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu
istirahat, 2 Pengembangan otot jantung delatasi, 3 Hemoglobin Hb dan glikogen dalam otot bertambah 4 Frekuensi pernapasan turun dan kapasitas vital
bertambah”. Latihan yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan kemampuan
kerja jantung dan pernapasan, sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani atlet secara umum. Kesegaran jasmani yang baik maka akan membantu
penampilannya dalam usaha mencapai prestasi olahraga secara maksimal.
3 Perubahan-Perubahan Lain yang Terjadi dalam Latihan
Di samping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespitarori, latihan juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti: “1
perubahan dalam komposisi tubuh, 2 perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida, 3 perubahan dalam tekanan darah, 4 perubahan dalam aklimatisasi
panans dan 5 perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung Fox, Bowers dan Foss, 1988:37”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman 1987: 86 perubahan
lain akibat latihan antara lain:
commit to user 27
1 Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan.
2 Tendon dan ligamen. Terdapat kenaikan kekuatan dari tendon dan
ligamen. Di samping itu terdapat penebalan ligamen maupun tendon. 3
Tulang rawan dan persendian. Terdapat penebalan tulang rawan di persendian-persendian.
4 Terdapat penurunan tekanan distole maupun sistole. Hal ini sangat
penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung peredaran darah. 5
Kadar HDL
High Density Lipoprotein
meningkat, sedangkan kadar LDL
Low Density Lipoprotein
menurun. Peningkatan HDL merupakan pencegahan terhadap timbulnua kelainan jantung koroner.
Latihan secara baik dan teratur merupakan langkah untuk mempertahankan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Tanpa melakukan latihan
secara teratur, maka akan terjadi kemunduran yang cepat. Lebih lanjut Soekarman 1987: 87 menyatakan, “VO2 max akan mundur sesudah istirahat 7 hari.
Besarnya kemunduran 6-7. Jumlah Hb total juga akan mundur dalam seminggu istirahat. Karena cepatnya kemunduran itu, maka harus dilakukan latihan untuk
mempertahankannya”.
3. Latihan Pliometrik a.
Hakikat dan Tujuan Latihan Pliometrik
Pliometrik merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak
explosive power
, yaitu suatu komponen penting dari sebagian besar prestasi atau kinerja olahraga termasuk lompat jauh gaya berjalan di udara. Dari sudut pandang
praktis, latihan pliometrik relatif mudah diajarkan dan dipelajari, serta menempatkannya lebih sedikit tuntutan fisik tubuh daripada latihan kekuatan atau
daya tahan. Pliometrik dengan cepat menjadi bagian integral dari program latihan keseluruhan dalam berbagai cabang olahraga.
Latihan pliometrik merupakan bentuk latihan yang menjebatani antara kecepatan dan kekuatan. Ciri dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan
pendahuluan
pre-stretching
dan tegangan awal
pre-tension
pada saat melakukan kerja. Tipe dari latihan pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan
reaktif. Tipe-tipe ini merupakan tipe dari gerakan kemampuan daya ledak atau power. James C. Radcliffe Robert C.Farentinos 1985: 3-7 menyatakan
commit to user 28
bahwa, “Latihan pliometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau
regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang atau reflek miotatik atau
reflek muscle spidle
”. Pendapat lain dikemukakan Chu A. Donald 1992: 1-3 bahwa, “Latihan pliometrik adalah latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat mungkin”.
Latihan pliometrik merupakan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isontonik eksentrik-konsentrik dengan pembebanan dinamik Sarwono
Ismaryati 1999: 38. Pola gerakan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep
power chain
rantai power yang sebagian besar melibatkan otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai merupakan pusat power
yang memiliki keterlibatan yang besar dalam semua gerakan olahraga. Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan tiga jenis
kontraksi otot, yakni konsentrik memendek, isometrik tetap, dan eksentrik memanjang. Lokomosi gerak manusia jarang melibatkan tipe-tipe gerak otot
yang hanya melulu konsentrik, eksentrik atau isometrik saja. Hal ini disebabkan karena segmen-segmen tubuh secara periodik sewaktu-waktu berbenturan seperti
dalam lari, lompat, loncat atau karena sesuatu kekuatan eksternal sebagai akibat gravitasi, sehingga otot memanjang Menurut Komi yang dikutip Sarwono
Ismaryati 1999: 39 bahwa, “Kombinasi gerak eksentrik dan konsentrik merupakan fungsi gerak otot alami yang disebut
Stretch-Shortening Cycle atau SSC.
SSC merupakan suatu cara ekonomis yang menyebabkan otot menjadi lebih bertenaga.
b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam latihan pliometrik, harus berpedoman pada cara-cara yang baik dan benar. Menurut M. Furqon dan
Muchsin Doewes 2002: 17-23 pedoman pelaksanaan latihan pliometrik yang harus perhatian antara lain:
commit to user 29
1 Pemanasan dan pendinginan
Warm up and warm down
Karena latihan pliometrik membutuhkan kelenturan dan kelincahan, maka semua latihan harus diikuti dengan periode pemanasan dan
pendinginan yang tepat dan memadai.
Jogging
, lari, peregangan dan kalistenis sederhana merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan
sebelum dan sesudah latihan. 2
Intensitas tinggi Intensitas merupakan faktor penting dalam latihan pliometrik.
Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk memperoleh efek latihan yang optimal. Kecepatan peregangan otot
lebih penting dari pada besarnya peregangan. Respon refleks yang dicapai makin besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena latihan-
latihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh intensif, maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara
serangkaian latihan yang terus menerus.
3 Beban lebih yang progresif
Program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih yang resisif, temporal, dan spatial. Beban lebih memaksa otot-otot bekerja pada
intensitas yang tinggi. Beban lebih yang tepat ditentukan dengan mengontrol ketinggian turun atau jatuhnya atlet, beban yangd igunakan
dan jarak tempuh. Beban lebih yang tidak tepat dapat mengganggu keefektifan latihan atau bahkan menyebabkan cidera. Jadi, dengan
menggunakan beban yang melampaui tututan beban lebih yang resisif dari gerakan-gerakan pliometrik tertentu dapat meningkatkan
kekuatan, tetapi tidak selalu meningkatkan power eksplosif. Beban lebih resisif pada kebanyakan latihan pliometrik adalah berupa gaya
momentum dan gravitasi dengan menggunakan beban, seperti bola medesin,
dumbell
, atau sekedar berat tubuh. 4
Memaksimalkan gayameminimalkan waktu Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan
pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi tertentu dapat dilakukan. Misalnya, nomor lompat
tinggi, sasaran utama adalah menggunakan gaya maksimum selama gerak menolak untuk melompat. Semakin cepat rangkaian aksi yang
dilakukan, maka makin besar gaya yang dihasilkan dan makin tinggi lompatan yang dicapai.
5 Lakukan sejumlah ulangan
Biasanya banyaknya ulangan atau repitisi berkisar antara 8 sampai 10 kali, dengan semakin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat
dan lebih banyak ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Banyaknya set tampaknya juga beragam. Kebanyakan latihan
pliometrik termasuk salah satu dari dua kategori, yaitu latihan respon tunggal
single response drill
dan latihan respon ganda
multiple response drill
. Latihan respon tunggal
single renponse drill
adalah usaha tunggal yang sungguh-sungguh yang digunakan pada waktu
mulai melompat
take off
, pada permulaan gerak yang berat, dan
commit to user 30
pelepasan
release
. Latihan respon ganda
multiple renponse drill
juga berat, tetapi lebih menekankan pada stamina dan kecepatan keseluruhan dengan melibatkan beberapa usaha secara berturut-turut.
6 Istirahat yang cukup
Periode istirahat di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk sistem neuromuskular yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk
pulih kembali. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang semestinya untuk otot, ligamen, dan tendon. Latihan
pliometrik 2-3 hari per minggu tampaknya dapat memberikan hasil optimal. Yang penting, jangan mendahului pliometrik, terutama
latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan latihan berat pada tubuh bagian bawah. Otot, tendon, ligamen yang
telah lelah sebelumnya dalam mengalami tekanan yang berlebihan dengan adanya beban resisif yang tinggi yang dibebankan pada otot,
tendon dan ligamen tersebut selama latihan pliometrik.
7 Bangun landasan yang kuat terlebih dahulu
Karena dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam pliometrik, maka suatu program latihan beban harus dirancang untuk
mendukung dan bukannya menghambat power eksplosif. Mewujudkan landasan kekuatan sebelum latihan pliometrik tidak perlu berlebihan.
8 Program latihan individualisasi Untuk memperoleh hasil terbaik, maka program latihan harus dibuat
berdasarkan atas kemampuan masing-masing individu. Hal ini atas dasar pada perbedaan kemampuan masing-masing individu. Program
latihan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu akan memperoleh hasil yang optimal. Untuk memperoleh hasil terbaik,
anda tentunya menginginkan agar program latihan pliometrik dapat diindividualisasikan, berarti anda harus tahu apa yang dapat dilakukan
oleh setiap atlet dan seberapa banyak latihan yang dapat membawa manfaat.
c. Penyusunan Program Latihan Pliometrik
Latihan power dapat memberikan hasil yang maksimal, maka harus direncanakan secara dinamik dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang
menjadi komponen-komponennya. Menurut hasil penelitian Sarwono Ismaryati 1999: 43-44 aspek-aspek yang menjadi komponen dalam latihan pliometrik
meliputi “1 volume, 2 intensitas yang tinggi, 3 frekuensi dan 4 pulih asal”.
commit to user 31
1 Volume
Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri
atau set dan panjang jarak yang ditempuh Andi Suhendro 1999:3.17. Dalam volume latihan ini menyangkut repetisi dan set. Pengertian repetisi menurut
Suharno HP. 1993:32 menyatakan repetisi adalah “Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran. Sedangkan pengertian seri atau set,
menurut M. Sajoto 1995:34 adalah, “Suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi”.
Untuk meningkatkan power anggota gerak bawah, Radcliffe Farentinos 1985:21-27 dan Chu 1992:13-16 memberikan pedoman sebagai berikut : “a
Jangka waktu kerja 4-15 detik, b Jarak yang ditempuh tidak lebih dari 30 meter, c Dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi, dan d Repetisi antara 15-
30 dalam 2-4 set dengan istirahat 2 menit”.
2 Intensitas yang Tinggi
Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Makin berat latihan
sampai batas tertentu makin baik efek yang diperoleh. Suharno HP. 1993:31 menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan
pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.
Intensitas merupakan faktor yang penting dalam latihan pliometrik. Pelaksanaan yang cepat dengan usaha yang maksimal adalah penting untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Kecepatan regangan otot lebih penting daripada panjang regangannya. Respon reflek yang terbesar dicapai jika otot dibebani secar
acepat Radcliffe Farentinos, 1985:21. Agar memperoleh hasil yang maksimal latihan pliometrik harus dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi.
commit to user 32
3 Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah waktu ulangan berapa kali latihan dikerjakan setiap sesi atau minggunya. Olahraga yang mengutamakan power ternyata
pengeluaran energinya sangat tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kelelahan lebih cepat timbul dalam latihan power. Sehingga disarankan frekuensi
latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali per minggu Sarwono Ismaryati, 1999: 43.
4 Pulih Asal
Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan untuk meningkatkan power menggunakan rasio perbandingan antara kerja dan istirahat
1:5, 1:10 Chu, 1992:14.
4. Latihan Pliometrik
Bounding
a. Pengertian Latihan Pliometrik
Bounding
Bounding
merupakan bentuk latihan pliometrik untuk meningkatkan power tungkai dan panggul. Latihan pliometrik
bounding
pada prinsipnya merupakan latihan melompat-lompat yang dilakukan dengan satu kaki secara
bergantian atau dua kaki bersama-sama untuk mencapai ketinggian maksimum dan jarak ke depan sejauh-jauhnya. Hal ini sesuai pendapat M. Furqon H.
Mucshin Doewes 2002: 12 bahwa, “
Bounding
menekankan pada meloncat untuk mencapai ketinggian maksimum dan juga jarak horisontal.
Bounding
dilakukan baik dengan dua kaki atau dengan cara bergantian.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan, latihan pliometrik
bounding
menekankan pada kemampuan melompat-lompat yang tinggi dan jauh ke depan dengan satu kaki secara bergantian atau dua kaki bersama-sama. Dengan latihan
melompat-lompat akan dapat mengembangkan kekuatan dan kecepatan otot-otot anggota gerak bahwah. Lebih lanjut M. Furqon dan Muchsin Doewes 2002: 12-
13 menyatakan, anatomi fungsional
bounding
meliputi:
commit to user 33
1 Fleksi paha melibatkan otot-otot
sartorius, illiacus,
dan
gracilis
. 2
Ekstensi lutut melibatkan otot-otot
rectus femoris, vastus lateralis, medialis
dan
intermedius
kelompok
quadriceps
. 3
Ekstensi paha melibatkan otot-otot
biceps femoris, semitendinosus,
dan
semimembranosus
kelompok
gluteais
. 4
Fleksi lutut dan kaki melibatkan otot
gastrocnemius
. 5
Abduksi
abduction
paha melibatkan otot-otot
gluteals
dan
adductor longus, brevis, magnus, minimus
dan
hallucis
. Pendapat tersebut menunjukkan, otot-otot bagian bawah tersebut sangat
berperan penting untuk menghasilkan power otot tungkai. Hal ini karena, sebagian besar gerakan olahraga berasal dari panggul dan tungkai seperti gerakan lari,
lempar, lompat dan loncat. Dengan dikembangkannya otot-otot tungkai dengan gerakan
bounding,
maka otot-otot tungkai akan berkembang secara maksimal baik kekuatan maupun kecepatannya sehingga akan mendukung gerakan-gerakan yang
melibatkan power otot tungkai termasuk lompat jauh gaya jberjalan di udara. Berkiatan dengan latihan pliometrik
bounding,
bentuk latihan pliometrik yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan lompat juah gaya berjalan di
udara yaitu
double leg bound
. Adapun pelaksanaan latihan pliometrik
double leg bounding
menurut M. Furqon Muchsin Doewes 2992: 28 sebagai berikut: 1
Posisi awal: mulailah dengan posisi
half squat
. Lengan berada di samping badan, bahu condong ke depan melebihi posisi lutut.
Usahakan punggung dan pandangan ke depan. 2
Pelaksanaan: lincatlah ke depan dan ke atas menggunakan ekstensi pinggul dan gerakan lengan untuk mendorong ke depan. Usahakan
mencapai ketinggian dan jarak maksimum dengan posisi tubuh tegak. Setelah mendarat, kembali lagi ke posisi dan memulai
bounding
berikutnya. Lakukan 3-5 set, jumlah ulangan 8-12 kali, dan waktu istirahat kira-kira 2 menit di antara set.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan latihan pliometrik
double leg bounding
sebagai berikut:
commit to user 34
Gambar 6. Latihan Pliometrik
Double Leg Bounding
M. Furqon H. Muchsin Doewes, 2002: 28
b. Pengaruh Latihan Pliometrik
Bounding
dengan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Ditinjau dari pelaksanaan latihan pliometrik
double leg bounding
, latihan pliometrik ini bertujuan meningkatkan power otot tungkai dan pinggul, khususnya
gluteus, hamstring, quadriceps
dan
gastrocnemius
. Otot-otot lengan dan bahu secara tidak langsung juga terlibat M. Furqon H. Muchsin Doewes, 2002: 28.
Latihan pliometrik
alternate leg bounding
dilakukan dengan kuat dan cepat agar dapat melompat setinggi-tinggnya dan sejauh-jauhnya dengan dua kaki.
Setelah mendarat dengan memantul atau mengeper untuk selanjutnya melompat kembali yang dilakukan dengan kuat dan cepat secara berkesinambungan. Untuk
membuat lompatan yang tinggi dan jauh ke depan dibantu dengan ayunan kedua lengan. Unsur kekuatan dan kecepatan pada gerakan
double leg bounding
ini dikembangkan secara optimal, sehingga akan terbentuk power otot tungkai.
Menurut Pyke 1991: 144 bahwa, Semua latihan lompat memantul itu sangat baik untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan, karena latihan-latihan itu
menjembatani perbedaan antara kekuatan dan power. Sedangkan M. Furqon H. Mucshin Doewes 2002: 28 menyatakan, “Latihan pliometrik
double leg bounding
ini memiliki aplikasi yang luas untuk berbagai cabang olahraga yang melibatkan lompatloncat, lari, angkat besi dan renang”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, latihan melompat memantul
bounding
sangat bermanfaat untuk mengembangkan power otot tungkai. Sedangkan power otot tungkai sangat membantu dalam gerakan lompat
commit to user 35
jauh. Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi 1985: 71 bahwa, Salah satu hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan tumpuan adalah dilakukan dengan sekuat
tenaga, cepat dan meledak eksplosif. Berdasarkan karakteritik latihan pliometrik
double leg bounding
dilakukan dengan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Gerakan ini akan sangat
membantu gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara terutama gerakan menumpu untuk menolak dan melayang di udara. Dengan melakukan gerakan
menumpu untuk menolak setinggi mungkin membantu gerakan menumpu untuk menolak setinggi mungkin. Lompatan yang tinggi sangat membantu untuk
membuat gerakan berjalan di udara lebih baik. Dengan gerakan melompat tinggi jauh ke depan dalam latihan pliometrik
double leg bounding
, maka akan mengembangkan power otot tungkai dan mengembangkan unsur teknik lompat
jauh gaya berjalan di udara. Dengan dikembangkan du unsur tersebut dalam latihan latihan pilometrik
double leg bounding
, maka akan mendukung pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara lebih optimal.
5. Latihan Pliometrik
Depth Jump
a.
Pengertian Latihan Pliometrik
Depth Jump
Pada prinsipnya latihan pliometrik
depth jump
merupakan bentuk latihan melompat dari ketinggian tertentu melalui kotak. Menurut Bosco dan Komi 1979,
1981 yang dikutip M. Furqon H Muchsin Doewes 2002: 22 bahwa, “Jatuh atau turun dari ketinggian 29 inci mengembangkan kecepatan, sedangkan jatuh
dari ketinggian 43 inci lebih banyak mengembangkan kekuatan dinamis”. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan pliometrik
depth jump
mengembangkan kecepatan dan kekuatan. Sedangkan kecepatan dan kekuatan merupakan unsur utama dari power. Seperti dikemukakan M. Sajoto
1995: 9 bahwa, “Daya otot = kekuatan
force
X kecepatan
velocity
”. Dengan dibentuknya power otot tungkai dari latihan pliometrik
depth jump
sangat berperan penting dalam lompat jauh gaya berjalan di udara. Menurut Aip
Sraifuddin 1992: 91 bahwa, “Tolakan adalah perubahan atau perpindahan
commit to user 36
gerakan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal yang dilakukan dengan secara cepat. Dimana sebelumnya pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan
tolakkan sekuat-kuatnya pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara”.
Perpadauan kecepatan dan kekuatan dari otot-otot tungkai sangat penting untuk melakukan tolakan yang semaksimal. Kemampuan kecepatan yang
maksimal dan dirubah dengan tolakan yang kuat memberi peluang yang besar untuk dapat melakukan lompatan yang sejauh-jauhnya.
Latihan pliometrik
depth jump
adalah latihan yang bertujuan mengembangkan power otot tngkai yang dilakukan dengan cara jatuh dari kotak
pada ketinggian tertentu dan mendarat pada tanah yang agak lunak berumputmatas. Berkaitan dengan latihan pliometrik
depth jump
M. Furqon H. Muchsin Doewes 2002: 45 menyatakan:
Latihan
depth jump
memerlukan kotak atau bangku yang tingginya kira- kira 25-45 inci. Permukaan pendaratan agak lunak, seperti rumput atau
matras gulat. Latihan ini sangat baik untuk otot-otot
quadriceps
dan
hip girdle
dan juga untuk punggung bagian bawah serta
hmastring
.
Depth jump
dapat diterapkan untuk berbagai cabang olahraga, karena menggunakan kekuatan dan kecepatan tungkai.
Lebih lanjut M. Furqon H. Muchsin Doewes 2002: 45 menyatakan pelaksanaan latihan
depth jump
sebagai berikut: 1
Posisi awal: mulailah dengan sikap berdiri pada ujung kotak, dan ujung kaki menjulur ke luar. Usahakan lutut agak ditekuk dan lengan
di samping badan dengan rileks.
2 Pelaksanaan: jatuh atau turulah dari kotak ke tanah jangan meloncat.
Mendaratlah dengan kedua kaki dan lutut ditekuk untuk mengatasi goyangan pada saat mendarat. Setelah mendarat di tanah, segeralah
mulai meloncat dengan mengayunkan lengan ke atas dan membentangkan tubuh setinggi dan sejauh mungkin.Latihan ini
memerlukan intensitas dan kerja maksimum agar mencapai hasil optimal. Lakukan 3-6 set, dengan waktu istirahat kira-kira 1 menit di
antara loncatan.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrsi gambar latihan pliometrik
depth jump
sebagai berikut:
commit to user 37
Gambar 7. Latihan Pliometrik
Depth Jump
M. Furqon H. Muchsin Doewes, 2002: 45
b. Pengaruh Latihan Pliometrik
Depth Jump
dengan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Latihan pliometrik
depth jump
merupakan bentuk latihan untuk meningkatkan power otot tungkai dengan menjatuhkan tubuh dari atas kotak dan
dilanjutkan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Gerakan latihan pliometrik
depth jump
memberikan beban berat pada otot-otot tungkai. Berdasarkan pelaksanaan latihan pliometrik
depth jump
menunjukkan bahwa, gerakan turun atau jatuh dari atas kotak dan dilanjutkan melompat setinggi
dan sejauh mungkin memberikan beban kerja yang maksimal pada otot-otot tungkai. Dari gerakan jatuh dari kotak dan dilanjutkan melompat setinggi dan
sejauh mungkin, maka otot-otot tungkai harus dikerahkan secara maksimal. Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan pliometrik
depth jump
bahwa, gerakan dilakukan menjatuhkan tubuh dari atas kotak, kemudian dilajutkan
melompat setinggi dan sejauh mungkin. Berdasarkan gerakan pliometrik
depth jump
sedikit relaksasi, dimana setelah jatuh dari atas kotak tidak mampu menjaga keseimbangan, maka akan sulit melakukan gerakan melompat setinggi dan sejauh
mungkin. Berdasarkan hal ini maka unsur kecepatan sedikit tidak berkembang secara bersamaan dengan unsur kecepatan. Namun demikian, agar terbentuk
power otot tungkai, maka latihan pliometrik
depth jump
harus dilakukan dengan cepat dan penuh tenaga secara berkesinambungan, sehingga otot-otot tungkai
dituntut bekerja dengan cepat dan kuat supaya tidak banyak waktu relaksasi. Jika pada latihan pliometrik unsur dari power tidak dikembangkan bersama-sama,
commit to user 38
maka power tidak akan berkembang secara optimal, tetapi justru hanya kekuatan yang meningkat. Hal ini sesuai pendapat James Radcliffe Robert C. Farentinos
1985:18 bahwa, Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana
suatu aksi tertentu dapat dilakukan.
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjau pustaka yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik
Bounding
dan
Depth Jump
terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
, keduanya merupakan bentuk latihan pliometrik yang mempunyai manfaat untuk meningkatkan power otot
tungkai. Latihan pliometrik
bounding
merupakan bentuk latihan melompat memantul yang dilakukan dengan dua kaki secara bersamaan. Sedangkan latihan
pliometrik
depth jump
merupakan bentuk latihan melompat memantul dengan menggunakan kotak yang dalam pelaksanaan menjatuhkan tubh dari atas kotak
dilanjutkan gerakan melompat setinggi dan sejauh mungkin ke depan. Ditinjau dari sarana atau alat yang digunakan antara latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
jelas memiliki perbedaan. Pada latihan pliometrik
bounding
gerakannya dilakukan dengan melompat memantul setinggi dan sejauh mungkin dengan dua kaki secara berkesinambungan. Dengan melakukan gerakan
melompat memantul setinggi dan sejauh mungkin, maka otot-otot tungkai harus dikerahkan secara maksimal dan secepat mungkin. Dengan gerakan melompat
memantul dengan dua kaki secara bersama-sama, maka akan berkembang power otot tungkai yang seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Sedangkan latihan
pliometrik
depth jump
merupakan latihan melompat memantul yang dilakukan dengan cara menjatuhkan badan dari atas kotak. Setelah badan jatuh dari kotak
dilanjutkan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Namun dari latihan
commit to user 39
pliometrik
depth jump
ada sedikit relaksasi, jika setelah jatuh dari kotak tidak dapat menjaga keseimbangan, sehingga gerakan melompat memantul tidak dapat
dilakukan secara berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur kecepatan sedikit terbaikan dalam latihan pliometrik
depth jump
. Perbedaan karakteristik antara latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
tentu akan menimbulkan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan power otot tungkai. Perbedaan perlakuan yang diberikan pada pelaku akan menimbulkan
respon yang berbeda pula, sehingga akan berpengaruh pada perbedaan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Dengan demikian diduga antara
latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
memiliki perbedaan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
2. Latihan Pliometrik
Bounding
Lebih Baik Pengaruhnya terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Berdasarkan pelaksanaan dari latihan pliometrik
bounding
dan
depth jump
menunjukkan bahwa, latihan pliometrik
bounding
lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Hal ini
karena, pada latihan pliometrik
bounding
unsur kekuatan dan kecepatan dikembangkan secara bersama-sama. Dengan melakukan lompatan memantul
dengan dua kaki bersama-masa, maka akan terbentuk power otot tungkai yang seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Berkembanganya power otot tungkai
yang seimbangan antara kaki kanan dan kaki kiri sangat membantu dalam gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara. Sehingga pada saat melakukan
gerakan menumpu untuk menolak tidak perlu memilikirkan kaki mana yang lebih baik digunakan untuk melakukan gerakan menumpu untuk menolak.
Sedangkan latihan pliometrik
depth jump
unsur kecepatan sedikit terabaikan, jika setelah jatuh dari kota tidak dapat menjaga keseimbangan. Keseimbangan yang
tidak terjaga setelah jatuh dari kotak, maka gerakan melompat setinggi dan sejauh mungkin tidak dapat dilakukan secara maksimal. Di samping itu juga, latihan
pliometrik
depth jump
rawan cidera karena harus jatuh dari atas kotak. Dengan
commit to user 40
demikian diduga bahwa, latihan pliometrik
bounding
lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
C. Perumusan Hipotesis