PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG

(1)

commit to user

vi

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN

DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP

NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Skripsi Oleh:

Zulva Adi Ermawan NIM. K.4602050

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

vi

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN

DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP

NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Oleh:

Zulva Adi Ermawan NIM. K.4602050

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

S U R A K A R T A 2010


(3)

commit to user

vi

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Agus Margono, M.Kes. Drs. Waluyo M.Or.


(4)

commit to user

vi

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 30 April 2010

Tim Penguji Skripsi :

(Nama Terang) (Tanda Tangan)

Ketua : Drs. Mulyono, MM Sekretaris : Drs. H. Sunardi, M.Kes

Anggota I : Drs. H. Agus Margono, M.Kes Anggota II : Drs. Waluyo, M.Or

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727198702 1 001


(5)

commit to user

vi

ABSTRAK

Zulva Ardi Ermawan. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII

SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN

PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pebruari 2010.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. (2) Latihan plimetrik yang lebih baik pengaruhnya antara bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri Pabelan 3 Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 berjumlah 104 orang yang terbagi dalam lima kelas. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proportional random sampling. Sampel yaitu diambil 30% dari jumlah populasi tiap kelasnya, sehingga besarnya sampel yang digunakan sebanyak 32 orang. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran yaitu kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara dari Tamsir Riyadi (1985:166). Teknik analsis data yang digunakan dengan uji t pada taraf signifikansi 5%.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagi berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010, dengan nilai perhitungan thit

sebesar 1,1772 dan ttabel sebesar 1,75 pada taraf signifikasi 5%. (2) Latihan

pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Kelompok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik bounding) memiliki peningkatan sebesar


(6)

commit to user

vi

79,12621%. Sedangkan kelompok 2 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik depth jump) memiliki peningkatan sebesar 18,81884%.


(7)

commit to user

vi

MOTTO

v Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi

indah dengan agama hidup menjadi terarah dan bermakna.

(A.H. Mukti Ali)

v Kesungguhan, kerja keras dan berdo’a adalah senjata yang ampuh untuk meraih cita-cita

(Penulis)


(8)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada: Bapak dan Ibu tercinta Adik tersayang

Teman-teman Angkatan 2002 Adik-adik JPOK FKIP UNS Almamater


(9)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Rekreasi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. H. Agus Margono, M.Kes. sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5. Drs. Waluyo, M.Or., sebagai pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6. Kepala SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

7. Siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Pabruari 2010 ZAE


(10)

commit to user vi DAFTAR ISI Halaman JUDUL ...……… PENGAJUAN ...………. PERSETUJUAN ...………. PENGESAHAN ...………. ABSTRAK ...……… PERSEMBAHAN ...………. MOTTO ...……….. KATA PENGANTAR ...……….. DAFTAR ISI ...……… DAFTAR GAMBAR ...………... DAFTAR TABEL ...……….. DAFTAR LAMPIRAN ...……….

BAB I PENDAHULUAN ………..

A. Latar Belakang Masalah ………... B. Identifikasi Masalah ..………...

C. Pembatasan Masalah ...………..… D. Perumusan Masalah ...………. E. Tujuan Penelitian ...………. F. Manfaat Penelitian ...……… BAB II LANDASAN TEORI ……….

A. Tinjauan Pustaka ...………. 1. Lompat Jauh………

a. Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara………..

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh

c. Teknik Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……….

i ii iii iv v vii ix ix x xiii xiv xv 1 1 5 5 6 6 7 8 8 8 8 9 10


(11)

commit to user

vi

2. Hakikat Latihan……….. a. Tujuan Latihan……….

b. Latihan Fisik………

c. Prinsip-Prinsip dasar Latihan Fisik……….

d. Pengaruh Latihan Fisik………

3. Latihan Pliometrik……….

a. Hakikat dan Tujuan Latihan Pliometrik………..

b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik………..

c. Penyusunan Program Latihan Pliometrik………

4. Latihan Pliometrik Bounding……….

a. Pengertian Latihan Pliometrik Bounding………

b. Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dengan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……..

5. Latihan Pliometrik Depth Jump………

a. Pengertian Latihan Pliometrik Depth Jump……….

b. Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump dengan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara…….. B. Kerangka Pemikiran ...………. C. Perumusan Hipotesis ...……….………… BAB III METODE PENELITIAN ...………. A. Tempat dan Waktu Penelitian ....……….. B. Metode Penelitian ……… C. Variabel Penelitian………

D. Treatment………..

E. Populasi dan Sampel Penelitian………. F. Teknik Pengumpulan Data……… G. Teknik Analisis Data………. BAB IV HASIL PENELITIAN ...………..

A. Deskripsi Data ...………..

B. Mencari Reliabilitas………

15 15 17 18 24 27 27 28 30 32 32 34 35 35 37 38 40 41 41 41 42 42 43 44 44 47 47 47


(12)

commit to user

vi

C. Pengujian Persyaratan Analisis……….

1. Uji Normalitas……….. 2. Uji Homogenitas……….. D. Hasil Analisis Data………

1. Uji Perbedaan sebelum Diberi Perlakuan……… 2. Uji Perbedaan sesudah Diberi Perlakuan………. E. Pengujian Hipotesis……….. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...………. ………… A. Simpulan………. B. Implikasi ...……… C. Saran ...……….. DAFTAR PUSTAKA ...………. LAMPIRAN...………

48 48 49 50 50 50 53 55 55 55 56 57 59


(13)

commit to user

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh……….. Gambar 2. Awalan Lompat Jauh………. Gambar 3. Sikap dan Gerakan pada Waktu akan Melakukan Tolakan Gambar 4. Sikap Melayang Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara…… Gambar 5. Sikap Badan Waktu mendarat Lompat Jauh……….

Gambar 6. Latihan Pliometrik Double Leg Bounding………

Gambar 7. Latihan Pliometrik Depth Jump………

Gambar 8. Tes dan Pengukuran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara

9 12 13 14 15 34 37 75


(14)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Populasi Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010………… Tabel 2. Deskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara Kelompok 1 dan Kelompok 2……… Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Tes Akhir……… Tabel 4. Range Kategori Reliabilitas……… Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Normalitas……….. Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data……… Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 1 dan Kelompok 2……… Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 1……….. Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 2……….. Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara Kelompok 1 dan Kelompok 2………. Tabel 11. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara Kelompok 1 dan Kelompok 2………..

44

47

47 48 48 49

50

51

51

52


(15)

commit to user

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Tes Awal Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok………. Lampiran 2. Uji Reliabilitas Data Tes Awal………. Lampiran 3. Uji Normalitas Data Tes Awal Kelompok 1…………. Lampiran 4. Uji Normalitas Data Tes Awal Kelompok 2……… Lampiran 5. Uji Homogenitas Data Tes Awal……….. Lampiran 6. Data Tes Akhir Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara………. Lampiran 7. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir………. Lampiran 8. Uji Perbedaan Tes Awal Kelompok 1 dan 2……… Lampiran 9. Uji Perbedaan Data Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 1……….. Lampiran 10.Uji Perbedaan Data Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 2……….. Lampiran 11.Uji Perbedaan Data Tes Akhir antara Kelompok 1 dan Kelompok 2……….. Lampiran 12. Menghitung Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara dalam Persen antara Kelompok 1 dan Kelompok 2………. Lampiran 13.Tes dan Pengukuran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara………. Lampiran 14. Program Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump Lampiran 15. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian……….. Lampiran 16. Ijin Penelitian Dari Universitas Sebelas Maret Surakarta………. Lampiran 17. Surat Keterangan Penelitian dari SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang………..

60 61 63 64 65 66 67 69 70 71 73 74 76 84 86 87


(16)

commit to user


(17)

commit to user


(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peran penting dan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan secara keseluruhan. Melalui pendidikan jasmani banyak manfaat yang diperolehnya. Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991/1992: 7) menyatakan, “Melalui pendidikan jasmani anak didik akan memperoleh berbagai pengalaman terutama yang sangat erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan, berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, keterampilan gerak, kebugaran jasmani, membiasakan hidup sehat, pengetahuan dan pemahaman terhadap sesama manusia”. Sedangkan Agus Mahendra (2004: 7-9) menyatakan, “Secara umum manfaat pendidikan jasmani di sekolah untuk memenuhi kebutuhan anak akan bergerak, mengenalkan anak pada lingkungan dan potensi lainnya, menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna, menyalurkan energi yang berlebihan dan, merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun emosional.

Ditinjau dari pengertian pendidikan jasmani, maka aktivitas gerak fisik siswa merupakan sarana pendidikan. Dengan dilaksanakannya pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan jasmani siswa, merangsang perkembangan sikap, mental, sosial dan emosi, serta dapat memberikan pemahaman tentang manfaat pendidikan jasmani. Salah satu pelajaran pendidikan jasmani yang diajarkan di sekolah-sekolah yaitu cabang olahraga atletik.

Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat penting. Atletik merupakan cabang olahraga yang di dalamnya mengandung unsur gerakan-gerakan dasar dari hampir semua cabang olahraga yang kita kenal. Nomor-nomor cabang olahraga atletik yang diajarkan meliputi nomor, jalan lari, lompat dan lempar. Salah satu nomor lompat yang diajarkan di sekolah adalah lompat jauh. Berdasarkan gaya lompat jauh dibedakan menjadi tiga, salah satunya adalah lompat jauh gaya berjalan di udara (walking in the air). Dikatakan gaya berjalan


(19)

commit to user

di udara karena pada saat melayang di udara membuat gerakan seperti orang berjalan. Agar lebih mudah melakukan gaya yang diinginkan pada saat di udara, maka harus melompat setinggi-tingginya. Lompatan yang tinggi merupakan bagian yang penting untuk melakukan gaya saat melayang di udara dan mendukung pencapaian jarak lompatan yang lebih maksimal, sehingga prestasi yang tinggi dapat dicapai secara maksimal.

Untuk mencapai prestasi dalam lompat jauh dipengaruhi oleh banyak

faktor. Menurut Gunther Bernhard (1993:45) bahwa, "Faktor kondisi fisik dan faktor teknik merupakan unsur-unsur dasar prestasi lompat jauh". Memiliki kondisi fisik serta menguasai teknik melompat yang baik merupakan faktor dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh. Ditinjau dari teknik melompat terdiri beberapa gerakan yaitu awalan, tumpuan, lompatan, saat melayang dan pendaratan. Bagian-bagian tersebut merupakan teknik-teknik lompat jauh yang harus dirangkaikan secara harmonis dan berkesinambungan untuk memperoleh lompatan yang maksimal.

Ditinjau dari kondisi fisik, salah satu komponen kondisi fisik yang dapat mendukung pencapaian prestasi lompat jauh adalah power otot tungkai. Hal ini sesuai pendapat Tamsir Riyadi (1985: 69) menyatakan, “Salah satu komponen fisik yang dapat mendukung kemampuan lompat jauh adalah daya ledak (explosive power)”. Pencapaian jarak lompatan sangat tergantung pada daya dorong badan ke depan atas yang dapat dikembangkan dari power otot tungkai. Daya ini dapat dikembangkan dari awalan lari yang cepat dan lompatan ke atas yang kuat dari salah satu kaki pada saat menolak pada balok tolakan. Untuk mendapatkan lompatan yang maksimal, maka otot-otot tungkai harus dilatih dan dikembangkan dengan latihan yang tepat. Menurut Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati (1993: 59) bahwa, "Untuk dapat melompat dengan kuat dan baik, diperlukan latihan-latihan penguatan otot-otot kaki".

Power merupakan aplikasi kombinasi antara kekuatan dan kecepatan yang dikerahkan dalam waktu yang singkat. Power dapat dilatih dan dikembangkan melalui beberapa cara atau metode latihan, antara lain dengan pliometrik. Menurut Radcliffe dan Farentinos (2002: 4) bahwa, "Setiap keterampilan yang menuntut


(20)

commit to user

power, yaitu kombinasi atau perpaduan antara kekuatan dan kecepatan dapat memperoleh manfaat dari latihan pliometrik".

Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga dan secara khusus latihan pliometrik sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Hal ini karena, pola gerakan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep “power chain” (rantai power) dan sebagian besar latihan khusus melibatkan otot-otot anggota gerak bawah, karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power.

Prinsipnya latihan pliometrik didasarkan pada prinsip pra peregangan otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon untuk penyerapan kejutan dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai metode latihan fisik latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan yaitu: (1) latihan untuk anggota gerak bawah, (2) latihan untuk batang tubuh, dan (3) latihan untuk anggota gerak atas.

Berdasarkan bagian-bagian latihan dari pliometrik tersebut, latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yaitu latihan anggota gerak bawah, khusunya power otot tungkai. Menurut James C. Radcliffe & Farentinos, (1985) dan Chu (1992) beberapa bentuk latihan pliometrik yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak anggota gerak bawah antara lain: “Bounds, hops, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in place, standing jumps, multiple hop and jump, box drills, bounding dan dept jump”.

Berdasarkan bentuk-bentuk latihan pliometrik anggota gerak bawah tersebut dapat diterapkan ke dalam berbagai macam cabang olahraga termasuk lompat jauh. Bentuk latihan pliometrik yang akan dikaji dan diteliti untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yaitu bounding dan dept jump. Dari kedua bentuk latihan pliometrik tersebut belum diketahui bentuk latihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dibuktikan dengan mengujicobakan kedua bentuk latihan pliometrik tersebut melalui penelitian eksperimen.


(21)

commit to user

Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas III SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Ditinjau dari pelaksanaan pendidikan jasmani termasuk cabang olahraga atletik khususnya lompat juah telah berjalan dengan baik. Namun disisi lain, kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 masih rendah. Banyak para siswa kurang menguasai teknik lompat jauh gaya berjalan di udara dan kemampuan kondisi fisik yang dimiliki belum terlatih serta belum mampu memanfaatkannya dalam teknik lompat juah gaya berjalan di udara. Kondisi semacam ini harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah termasuk SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang pada umumnya banyak kendala yang dihadapi oleh guru Penjas. Terbatasnya jam pelajaran merupakan kendala yang menyulitkan bagi pihak guru. Waktu yang tersedia tidak

memungkinkan untuk mengembangkan faktor-faktor yang mendukung

pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara, termasuk penerapan metode latihan seperti pada olahraga prestasi. Pembelajaran yang diberikan hanya terbatas pengenalan teknik lompat jauh, itu pun siswa belum menguasai dengan benar, sehingga penguasaan teknik lompat jauh gaya berjalan di udara masih rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara masih rendah. Untuk meningkatkan kemampuan lompat juh gaya berjalan di udara, maka perlu dilakukan latihan secara sistematis dan kontinyu di luar jam pelajaran sekolah. Di samping itu, dalam menerapkan latihan harus dengan bentuk latihan yang tepat, sehingga diperoleh hasil latihan yang maksimal. Upaya meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya jongkok dapat dilakukan dengan latihan pliometrik di antaranya dengan latihan pliometrik bounding dan depth jump.

Permasalahan yang telah dikemukakan di atas yang melatar belakangi judul penelitian, ”Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara pada Siswa


(22)

commit to user

Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Perlu ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 masih rendah.

2. Para siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 belum menguasai teknik lompat jauh gaya berjalan di udaradan kemampuan kondisi fisik masih rendah.

3. Kurangnya latihan untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya

berjalan di udara SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.

4. Belum diketahui pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.

5. Kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 belum teruji.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar tidak menyimpang dari permasalahan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.

2. Kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.


(23)

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010?

2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. 2. Latihan plimetrik yang lebih baik pengaruhnya antara bounding dan depth

jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.


(24)

commit to user

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat antara lain: 1. Bagi siswa dapat meningkatkan penguasaan teknik lompat jauh gaya berjalan

di udara dan faktor-faktor yang mendukungnya khususnya peranan power otot tungkai, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara menjadi lebih baik.

2. Bagi guru Penjaskes dan siswa SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang dapat menambah pengetahuan dalam ilmu olahraga pada umumnya dan metode latihan lompat jauh untuk mendukung pencapaian lompat jauh gaya berjalan di udara.


(25)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Lompat Jauh

a. Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara

Menurut Aip Syarifuddin (1992:90) bahwa, “Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya”.

Berdasarkan gayanya, gaya lompat jauh dibedakan menjadi tiga macam, salah satunya adalah gaya berjalan di udara. Menurut Tamsir Riyadi (1985:100) bahwa, “Lompat jauh gaya berjalan di udara (walking in the air) disebut juga gaya lari di udara (running in the air) atau gaya menyepak dengan menghentak (hitch kick) dan sering disebut pula gaya melangkah di udara (stride in the air)”.

Lompat jauh gaya berjalan di udara lebih sulit dibandingkan dengan gaya jongkok maupun gaya snepper. Pada umumnya lompat jauh gaya berjalan di udara digunakan oleh atlet-atlet lompat yang sudah berpengalaman. Adapun tujuan dari gaya berjalan di udara, menurut Jess Jerver (1999:40) adalah:

1) Untuk mendapatkan keseimbangan sewaktu melayang di udara dan memperoleh posisi landing yang efisien.

2) Untuk mengurangi arah rotasi ke depan dengan mencari resultante ke arah gerak menyudut. Caranya adalah dengan memutar tungkai dan tangan pada saat lari dan melayang.

Pelaksanaan gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara, menurut Aip Syarifuddin (1992:94) sebagai berikut:


(26)

commit to user

Pada waktu atau setelah dari papan tolakan, kaki yang belakang diayunkan jauh ke atas depan, kedua tangan (lengan) diayun jauh ke atas, agar dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh. Sambil melayang di udara kaki digerakkan melangkah ke depan secara bergantian (hitch kick) untuk menghasilkan jangkauan yang luas dari pinggang. Paha diangkat ke atas untuk memperoleh jangkauan kaki jauh ke depan pada waktu akan mendarat. Kemudian mendarat pada kedua kaki, kedua tangan ke depan. Teknik pelaksanaan gaya berjalan di udara harus dipahami dan dikuasai dengan baik dan benar. Kesalahan gerakan atau teknik saat melayang di udara akan mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh atau bahkan badan akan cepat mendarat.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh

Tujuan utama lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya. Untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Gunter Bernhard (1993: 45) menyatakan unsur-unsur dasar bagi suatu prestasi pada lompat jauh adalah: “(1) Faktor kondisi terutama kecepatan, tenaga loncat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan, (2) Faktor teknik yaitu: ancang-ancang, persiapan loncat dan perpindahan, fase melayang dan pendaratan”. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi lompat jauh, Jonath U., Haag E.,& Krempel R. (1987: 196) menggambarkan persyaratan yang harus dipenuhi pelompat jauh yaitu:

+ +

Gambar 1. Skema Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh (Jonath U., Haag E.,& Krempel R. 1987: 196)

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, faktor yang

mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh adalah faktor kondisi fisik dan faktor teknik melompat. Ditinjau dari teknik melompat meliputi awalan, tolakan, melayang di udara dan pendaratan. Ditinjau dari kondisi fisik, komponen fisik

Kecepatan

Kondisi - Tenaga loncat - Kemudahan gerak - Ketangkasan - Rasa irama

Teknik - Ancang-ancang - Lepas tapak - Tahap melayang - Pendaratan


(27)

commit to user

yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh antara lain kecepatan dan tenaga loncat (power). Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 95) bahwa, “Kemampuan fisik yang harus dimiliki seorang pelompat antara lain: daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi". Untuk mencapai oprestasi lompat jauh gaya berjalan di udara secara maksimal, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya harus dilatih dan ditingkatkan melalui latihan yang sistematis dan kontinyu.

c. Teknik Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara

Teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan tercapainya hasil-hasil yang baik dalam suatu pertandingan atau perlombaan. Teknik melompat merupakan salah satu bagian yang akan mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh. Untuk mencapai prestasi lompat jauh, maka seorang pelompat harus menguasai macam-macam teknik melompat yang benar.

Teknik lompat jauh terdiri beberapa bagian yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan secara baik dan harmonis. Pada prinsipnya semua teknik lompat jauh adalah sama baik gaya jongkok, gaya berjalan di udara maupun gaya menggantung. Letak perbedaannya pada saat melayang di udara. Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 95) bahwa, “Yang menyebabkan adanya perbedaan dari ketiga gaya hanya terletak pada saat melayang di udara. Tinjauan secara teknis pada lompat jauh meliputi 4 masalah yaitu: cara melakukan awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan”.

Berdasarkan pendapat tersebut menujukkan, teknik lompat jauh gaya berjalan di udara terdiri empat bagian yaitu, awalan, tumpuan, melayang di udara dan mendarat. Dari keempat teknik gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara tersebut merupakan satu pola gerakan yang tidak boleh diputus-putus pelaksanaannya. Untuk mencapai prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara secara maksimal, maka teknik-teknik tersebut harus dikuasai dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya teknik lompat jauh gaya berjalan di udara diuraikan secara singkat sebagai berikut:


(28)

commit to user

1) Awalan

Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.

Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan untuk mendapatkan dorongan ke depan pada waktu melompat. Pelompat harus berlari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh pada saat sebelum salah satu kaki menumpu. Jes Jerver (1999: 34) menyatakan “Maksud berlari sebelum melompat ini adalah untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu take of ”. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh, tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki menolak.

Jarak awalan lompat jauh tidak ada aturan khusus, namun bersifat individual tergantung dari masing-masing pelompat. Kecepatan awalan harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpuan. Tiga atau empat langkah terakhir sebelum bertumpu tersebut dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak dibalok tumpuan. Menurut Soegito (1992: 36-38) memberikan petunjuk pelaksanaan awalan sebagai berikut:

1) Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasilah sejenak.

2) Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok tumpuan.

3) Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.

4) Pada saat melakukan tumpuan badan agak condong ke belakang.

Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau diperlebar untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpuan. Aip Syarifuddin (1992: 91) menyatakan, "Untuk menjaga kemungkinan pada waktu melakukan awalan itu tidak cocok, atau ketidak tepatan antara awalan dan tolakan,


(29)

commit to user

biasanya pelompat membuat dua buah tanda (cherkmark) antara permulaan akan memulai melakukan awalan dengan papan tolakan".

Bak Pasir Tanda Tanda pertama kedua

Papan tolak

Gambar 2. Awalan Lompat Jauh (Aip Syarifuddin, 1992: 91)

2) Tumpuan

Tumpuan merupakan perubahan gerak horisontal ke gerak vertikal yang dilakukan secara cepat. Tumpuan dilakukan dengan cara yaitu, sebelumnya pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuat-kuatnya pada langkah terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara. Tolakan dilakukan dengan menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke depan atas yang besar. Jes Jerver (1999:35) menyatakan, “Maksud dari take off adalah merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus, sambil mempertahankan kecepatan horisontal semaksimal mungkin”. Lompatan dilakukan dengan mencondongkan badan ke depan membuat sudut lebih kurang 45° dan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi horisontal.

Untuk mendapatkan daya dorong ke depan dan ke atas yang maksimal sebaiknya menggunakan kaki tumpu yang paling kuat. Tumpuan kaki yang kuat memberi peluang yang besar untuk memperoleh lompatan yang tinggi dan jauh ke depan, sehingga lompatan lebih maksimal. Di samping itu juga, ketepatan melakukan tumpuan akan menunjang keberhasilan lompatan. Kesalahan menumpu (melewati balok tumpuan), lompatan dinyatakan gagal atau diskualifikasi. Sedangkan penempatan kaki tumpu berada jauh sebelum balok tumpuan akan sangat merugikan terhadap pencapaian jarak lompatan. Untuk mencapai lompatan yang maksimal, maka harus dilakukan dengan kaki yang kuat


(30)

commit to user

dan tepat pada balok tumpuan. Menurut Tamsir Riyadi (1985:96) teknik menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:

1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.

2) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang (jangan

berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik (sekitar 45°.

3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.

4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas. Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah).

5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul dalam posisi lutut ditekuk

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan teknik pelaksanaan menumpu sebagai berikut:

Gambar 3. Sikap dan Gerakan pada Waktu akan Melakukan Tolakan (Aip Syarifuddin, 1992: 92)

3) Melayang Di Udara

Melayang di udara merupakan letak perbedaan gaya dalam lompat jauh. Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu lepas dari papan tolak, badan si pelompat dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang disebut “daya penarik bumi”. Daya penarik bumi ini bertitik tangkap pada suatu titik yang disebut titik berat badan (T.B./center of gravity). Titik berat badan ini letaknya kira-kira pada pinggang si pelompat sedikit di bawah pusar agak ke belakang.

Salah satu usaha untuk mengatasi daya tarik bumi tersebut yaitu harus melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya disertai dengan ayunan kaki dengan


(31)

commit to user

kedua tangan ke arah lompatan. Semakin cepat awalan dan semakin kuat tolakan yang dilakukan, maka akan semakin lebih lama dapat membawa titik berat badan melayang di udara. Dengan demikian akan dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh, karena kedua kecepatan itu akan mendapatkan perpaduan (resultante) yang menentukan lintasan gerak dari titik berat badan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melayang di udara yaitu menjaga keseimbangan tubuh, sehingga akan membantu pendaratan. Jonath et al. (1987: 200) mengemukakan “Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan”.

Gambar 4. Sikap Melayang Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara (Aip Syarifuddin, 1992: 94)

4) Pendaratan

Pendaratan merupakan tahap terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh seorang pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh tanah, pelompat memegaskan lutut dan menggeserkan pinggang ke depan, sehingga badan bagian atas menjadi agak tegak dan lengan mengayun ke depan. Gerakan tersebut harus dilakukan dalam satu rangkaian gerakan yang utuh dan harmonis. Keberhasilan dalam lompat jauh tergantung dari pendaratan yang baik dan benar. Menurut Soegito (1992: 41) teknik pendaratan sebagai berikut:


(32)

commit to user

1) Pada saat badan akan jatuh di tanah lakukan pendaratan sebagai berikut :

a) Luruskan kedua kaki ke depan. b) Rapatkan kedua kaki.

c) Bungkukkan badan ke depan.

d) Ayunkan kedua tangan ke depan.

e) Berat badan dibawa ke depan. 2) Pada saat jatuh di tanah atau mendarat :

a) Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar. b) Segera lipat kedua lutut.

c) Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah belakang.

Berikut ini diisajikan ilustrasi gambar teknik gerakan mendarat lompat jauh gaya berjalan di udara sebagai berikut:

Gambar 5. Sikap Badan Waktu Mendarat Lompat Jauh (Aip Syarifuddin, 1992: 95)

2. Hakikat Latihan

a. Tujuan Latihan

Latihan bukan merupakan hal yang baru, atau baru saja ditemukan pada jaman sekarang ini, namun latihan sudah ada sejak jaman Mesir Purba dan Yunani. Pada saat itu orang-orang melakukan latihan secara sistematis dalam usaha mencapai tujuan militer maupun untuk olimpik. Pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer (1995: 6) menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Menurut Yusuf


(33)

commit to user

Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Menurut Bompa (1990: 3) bahwa, “Latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan indicidual yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”. Hal senada dikemukakan Russel R. Pate., Bruce Mc. Clenaghan & Robert Rotella (1993: 317) bahwa, “Latihan dapat didefinisikan sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan”.

Latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan akhir latihan menurut Russel R. Pate., BruceMc. Clenaghan & Robert Rotella (1993: 317) yaitu, “Untuk meningkatkan penampilan olahraga”. Menurut Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin (1996: 126) bahwa, “Tujuan utama latihan adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin”. Sedangkan Bompa (1990: 4) menyatakan tujuan umum latihan yaitu:

1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara

multiralteral.

2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang

spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.

1) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang

olahraganya.

2) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan.

3) Untuk mengelola kualitas kemauan.

4) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.

5) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 6) Untuk pencegahan cidera.

7) Untuk meningkatkan pengetahuan teori.

Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang utama dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan dan


(34)

commit to user

mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk mencapai tujuan tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam latihan yaitu, “(1) Latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik dan, (4) latihan mental (Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin, 1996: 12-127).

Dari keempat aspek latihan tersebut harus dilatih dan dikembangkan secara serempak agar tujuan latihan dapat tercapai. Namun demikian, dari keempat aspek latihan tersebut dapat dilatih dan ditingkatkan salah satu aspek saja menurut kebutuhan. Jika ingin meningkatkan kemampuan fisik, maka latihan fisik menjadi prioritas dari latihan. Untuk mencapai kemampuan fisik yang maksimal, maka harus diterapkan metode latihan yang tepat.

b. Latihan Fisik

Kondisi fisik yang baik merupakan faktor yang mendasar untuk mengembangkan faktor lainnya, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi yang optimal. Andi Suhendro (1999: 4.1) menyatakan, “Kondisi fisik merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahkan sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga”. Menurut Depdiknas (2001: 101) bahwa, “Salah satu unsur atau faktor untuk meraih suatu prestasidalam olahraga adalah kondisi fisik, di samping penguasaan teknik, taktik dan kemampuan mental”.

Pentingnya peranan kondisi fisik dalam kegiatan olahraga, maka harus dilatih dan ditingkatkan secara maksimal. Untuk memperoleh kualitas fisik yang baik, maka harus dilakukan latihan fisik secara sistematis dan terprogram. Latihan fisik pada prinsipnya untuk memberikan beban fisik pada tubuh secara teratur, sistematik, berkesinambugan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja. Latihan fisik yang teratur, sistematik dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program latihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Berkaitan dengan latihan fisik Harsono (1988: 153) menyatakan, "Latihan fisik merupakan usaha untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih baik”. Pendapat lain dikemukakan Andi


(35)

commit to user

Suhendro (1999: 3.5) bahwa, “Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini mencakup semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot, daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, kelentukan dan lain-lain”.

Latihan fisik merupakan salah satu unsur latihan olahraga secara

menyeluruh, yaitu untuk meningkatkan prestasi olahraga serta untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Dalam pelaksanaan latihan fisik dapat ditekankan pada salah satu komponen kondisi fisik tertentu misalnya, power otot tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada peningkatan unsur-unsur kondisi fisik power otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus bersifat spesifik sesuai dengan karakteristik komponen kondisi fisik yang dikembangkan.

c. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Fisik

Prestasi dalam olahraga dapat dicapai melalui latihan secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik (Nosseck, 1982: 14). Agar tujuan latihan dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat.

Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe dan beban latihan yang diberikan serta tergantung dari kekhususan latihan. Menurut Fox, Bowers, dan Foss (1999: 25-27) prinsip-prinsip dasar latihan fisik dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara lain:

1) Prinsip Pemanasan dan Pendinginan

Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih. Pemanasan biasanya berisi peregangan, kalestenik dan aktivitas formal, dan setelah latihan diakhiri pendinginan. Pemanasan dapat dikerjakan secara umum dan khusus, yaitu dengan berbagai macam latihan aktif dan pasif. Atau dapat juga


(36)

commit to user

pemanasan dikerjakan dengan kombinasi latihan aktif dan pasif. Rusli Lutan (1992: 91) menyatakan bahwa:

Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan dalam fungsi organ tubuh kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan lainnya ialah agar (1) atlet terhindar dari kemungkinan bahaya cidera, (2) terjadi koordinasi gerak yang mulus, (3) organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang lebih berat dan (4) kesiapan mental atlet kian meningkat.

Melalui pemanasan yang dilakukan dengan aktif dan pasif akan meningkatkan suhu tubuh yang kemudian akan membantu meningkatkan kelancaran peredaran darah, meningkatkan penyaluran oksigen dan pertukaran zat. Selain itu pemanasan juga akan mempertinggi elasitas otot, dengan demikian akan memperkecil terjadinya cidera.

2) Prinsip Kekhususan

Setiap latihan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan pengaruh secara khusus terhadap tujuan yang diingikan sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Soekarman (1987: 60) menyatakan, “Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Sadoso Sumosardjuno (1994: 10) menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.


(37)

commit to user

3) Prinsip Interval

Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah jasmani melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval digunakan hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno HP. (1993: 17) bahwa, “Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian, mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan”.

Ciri khas latihan interval yaitu adanya istirahat yang diselingkan pada waktu melakukan latihan. Istirahat diantara latihan tersebut dapat berupa istirahat pasif ataupun aktif, tergantung dari sistem energi mana yang akan dikembangkan. Istirahat disetiap rangsangan latihan memegang peranan yang menentukan. Sebab organisme yang mendapat beban latihan sebelumnya harus dipulihkan lagi. Istirahat yang terlalu panjang dan terlalu pendek dapat menghambat keefektifan suatu latihan. Setiap rangsangan gerak menyebabkan penggunaan energi dan pengurangan cadangan energi, akan tetapi juga mengandung rangsangan untuk pembentukan energi baru. Menurut Suharno HP. (1993: 17) bahwa kegunaan prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk: “(1) menghindari terjadinya overtraining, (2) memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, (3) pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.

Kesediaan organisme yang lebih tinggi untuk menunjukkan gejala penyesuaian, terlihat pada pembebanan dalam istirahat berikutnya, sudah tentu tidak dalam jangka waktu yang tidak terbatas, melainkan dalam saat yang pendek sewaktu pemulihan kembali organisme secara menyeluruh. Jangka waktu istirahat yang pendek tetapi penting harus disesuaikan dan dipergunakan dengan baik, sebab dalam waktu yang pendek itulah tersusun rangsangan latihan yang baru. Oleh karena itu istirahat tidak boleh terlalu pendek, karena bila demikian saat yang baik dan menguntungkan belum tercapai. Juga istirahat tidak boleh terlalu panjang, karena dalam hal demikian saat yang penting berlalu tanpa dapat


(38)

commit to user

dimanfaatkan. Rangsangan yang baru harus cukup tetapi tersusun dalam tahap superkompensasi keseimbangan organisme secara keseluruhan.

4) Prinsip Beban Lebih Secara Progresif

Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif. Yang dimaksud dengan peningkatan beban secara progresif yaitu peningkatan beban secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987: 60) menyatakan, "Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum, dan jangan berlatih melebihi kemampuan". Dengan pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektifitas kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Pelatih harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan diberikan. Harus diperhatikan bahwa perlu dihindari pemberian beban yang berlebihan. Pemberian beban yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi olahragawan itu sendiri.

Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah atot-otot tidak akan terasa sakit dan kemungkinan melemahkan cedera tubuh. Dengan diberi beban lebih akan menambah latihan otot pada saat melakukan program latihan berbeban. Akibatnya pada latihan berikutnya beban lebih yang pertama tidak memberikan pangaruh yang memadai untuk meningkatkan kekuatan. Dengan kata lain, beban yang pertama itu akhirnya menjadi underload, karena kekuatannya telah bertambah.

Peningkatan beban latihan paling tidak dilakukan setelah 1 minggu latihan, karena organisme tubuh baru akan beradaptasi setelah kurun waktu 1 minggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno HP. (1993: 14) bahwa, “Peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit dua puluh empat jam agar timbul superkompensasi”. Penambahan beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh


(39)

commit to user

terhadap latihan secara yang tepat pula. Dengan hal tersebut, maka hasil latihan akan lebih optimal.

5) Prinsip Latihan Beraturan

Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan terjadi menuntut kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. Menurut M. Sajoto (1995: 31) bahwa, “Latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan lebih dulu”.

Alasan penyusunan ini bahwa otot-otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat dan lebih lemah daripada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk menentukan beban lebih yang tepat mendahulukan melatih otot-otot yang lebih besar, kemudian otot-otot yang lebih kecil sebelum mengalami kelelahan. Lebih lanjut M. Sajoto (1995: 31) mengemukakan bahwa, "Program latihan hendaknya diatur agar tidak terjadi dua bagian otot pada tubuh yang sama mendapat dua kali latihan secara berurutan". Pembebanan diberikan pada kelompok otot-otot yang lebih besar, kemudian otot-otot yang kecil sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha dilatih lebih dahulu dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil.

6) Prinsip Perbedaan Individu

Konsep latihan harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai. Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan, "Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama".

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi


(40)

commit to user

atlet. Kemampuan atlet akan meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.

7) Prinsip Kembali Asal

Prinsip kembali asal ini penting untuk diperhatikan oleh seorang atlet. Kualitas yang diperoleh dari latihan akan menurun kembali ke kondisi semula apabila tidak melakukan latihan secara teratur dan kontinyu. Penuruan yang bermakna akan terjadi sesudah seseorang menghentikan latihan. Soekarman (1987: 60) menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali keadaan semula. Oleh karena itu setiap atlet harus berlatih terus untuk memelihara kondisinya”.

Berlatih secara baik dan teratur adalah hal penting untuk menjaga kondisi dan prestasi seorang atlet. Jika latihan dihentikan maka secara otomatis kondisi dan prestasinya akan menurun.

8) Prinsip Nutrisi

Untuk menunjang tercapainya tujuan latihan fisik, maka prinsip nutrisi atau gizi makanan perlu diperhatikan juga. Hal ini penting karena, banyaknya kalori yang dikeluarkan selama latihan fisik harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Sarwoto & Bambang Soetedjo (1993: 231) menyatakan, “Kualitas makanan yang kita makan dengan didukung oleh kegiatan fisik yang teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat kesehatan seseorang”.

Seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat memerlukan konsumsi makanan, terutama makanan yang mengandung zat energi yang lebih besar dari pada aktivitasnya ringan. Seperti dikemukakan Patte Rotella Mc. Clenaghan (1993: 263) bahwa, ”Karbohidrat dan lemak menggantikan sumber energi makanan yang dapat digunakan selama olahraga”. Makanan yang tidak


(41)

commit to user

seimbang dengan kegiatan fisik yang dilakukan akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh sehingga akan mengakibatkan sakit.

d. Pengaruh Latihan Fisik

Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan dosis latihan dan waktu yang cukup menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan yang menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan fisik. Menurut Fox, Bowers dan Fos (1988) yang dikutip Sarwono (1994: 24) menyatakan bahwa perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan yaitu:

1) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yaitu perubahan yang berhubungan dengan biokimia.

2) Perubahan yang terjadi pada sitemik yaitu perubahan pada sistem sirkulasi-respirasi dan sistem pengakutan oksigen.

3) Perubahan lain yang terjadi pada kompisisi tubuh, kadar kolesterol darah dan trigliseril, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan aklimatisasi panas.

Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu program latihan aerobik atau anaerobik. Pengaruh latihan anaerobik secara khusus akan dikemukakan disini, hal ini karena bentuk latihan dalam penelitian ini menggunakan program latihan anaerobik.

1) Perubahan-Perubahan Biokimia

Menurut Soekarman (1987: 83) bahwa perubahan yang terjadi pada biokimia akibat latihan anaerobik dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: “(1) perubahan-perubahan dalam serabut otot, (2) perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik dan (3) perubahan aerobik”.


(42)

commit to user

(a) Perubahan-Perubahan dalam Serabut Otot

Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot, karena di dalam tubuh terdapat dua macam ototyaitu otot lambat (slow twich fiber) dan otot cepat (fast twich fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi perubahan pada kedua macam otot tersebut. Soekarman (1987: 82) menyatakan bahwa, “Hipertropi itu tergantung dari macam latihannya. Untuk ketahanan, yang akan menjadi besar adalah otot lambat, sedangkan untuk kecepatan, maka yang menjadi hipertropi adalah otot cepat”. Sedangkan perubahan-perubahan hipertropi akibat latihan menurut hasil penelitian Sarwono (1994: 25) meliputi: “(1) peningkatan diameter miofibril, (2) peningkatan jumlah miofibril, (3) peningkatan protein kontraktil, (4) peningkatan jumlah kapiler dan (5) peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, ligamen”.

(b) Perubahan-Perubahan dalam Sistem Anaerobik

Perubahan-perubahan dalam otot akibat latihan meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: (1) peningkatan kapasitas phospagen, (2) peningkatan glikolisis anaerobik (Soekarman, 1987: 83).

Peningkatan kapasitas phospagen disebabkan oleh banyaknya persediaan ATP PC dan oleh lebih aktifnya sistem enzim yang perlu dalam sistem ATP-PC. Terhadap peningkatan ATP-PC dari 3,8 mM/kg menjadi 4,8 mM/kg otot atau sebesar 25%. Pada anak-anak, peningkatan itu lebih besar yaitu 40%. Peningkatan enzim-enzim meliputi peningkatan penguraian ATP, maupun pembentukan kembali ATP. Penguraian ATP dipercepat oleh enzim ATP-ase, sedangkan pembentukan kembali dipercepat oleh enzim miokinase kreatin kinase.

Menurut Fox, Bowers dan Foss (1988) dalam penelitian Sarwono (1994: 27) perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-perubahan : “(1) peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot, (2) peningkatan aktivitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik (3) peningkatan aktivitas enzim glikolitik”.


(43)

commit to user

(c) Perubahan-Perubahan dalam Sistem Aerobik

Menurut Soekarman (1987: 83-84) perubahan aerob meliputi (1) peningkatan mioglobin, (2) peningkatan oksidasi karbohidrat, (3) peningkatan oksidasi lemak”. Pendapat lain dikemukakan Fox (1984) dalam Sarwono (1994: 27) bahwa “Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan

anaerobik. Tampak pula pada konsumsi oksigen maksimal (VO2-max)nya”.

2) Perubahan-Perubahan pada Sistem Kardiorespiratori

Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran jasmani atlet akan menigkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21) adaptasi atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai berikut “(1) Frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu istirahat, (2) Pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Hemoglobin (Hb) dan glikogen dalam otot bertambah (4) Frekuensi pernapasan turun dan kapasitas vital bertambah”.

Latihan yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan kemampuan kerja jantung dan pernapasan, sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani atlet secara umum. Kesegaran jasmani yang baik maka akan membantu penampilannya dalam usaha mencapai prestasi olahraga secara maksimal.

3) Perubahan-Perubahan Lain yang Terjadi dalam Latihan

Di samping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespitarori, latihan juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti: “(1) perubahan dalam komposisi tubuh, (2) perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida, (3) perubahan dalam tekanan darah, (4) perubahan dalam aklimatisasi panans dan (5) perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung (Fox, Bowers dan Foss, 1988:37)”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman (1987: 86) perubahan lain akibat latihan antara lain:


(44)

commit to user

1) Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan.

2) Tendon dan ligamen. Terdapat kenaikan kekuatan dari tendon dan ligamen. Di samping itu terdapat penebalan ligamen maupun tendon. 3) Tulang rawan dan persendian. Terdapat penebalan tulang rawan di

persendian-persendian.

4) Terdapat penurunan tekanan distole maupun sistole. Hal ini sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung peredaran darah. 5) Kadar HDL (High Density Lipoprotein) meningkat, sedangkan kadar

LDL (Low Density Lipoprotein) menurun. Peningkatan HDL

merupakan pencegahan terhadap timbulnua kelainan jantung koroner. Latihan secara baik dan teratur merupakan langkah untuk mempertahankan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Tanpa melakukan latihan secara teratur, maka akan terjadi kemunduran yang cepat. Lebih lanjut Soekarman (1987: 87) menyatakan, “VO2 max akan mundur sesudah istirahat 7 hari. Besarnya kemunduran 6-7%. Jumlah Hb total juga akan mundur dalam seminggu istirahat. Karena cepatnya kemunduran itu, maka harus dilakukan latihan untuk mempertahankannya”.

3. Latihan Pliometrik

a. Hakikat dan Tujuan Latihan Pliometrik

Pliometrik merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak (explosive power), yaitu suatu komponen penting dari sebagian besar prestasi atau kinerja olahraga termasuk lompat jauh gaya berjalan di udara. Dari sudut pandang praktis, latihan pliometrik relatif mudah diajarkan dan dipelajari, serta menempatkannya lebih sedikit tuntutan fisik tubuh daripada latihan kekuatan atau daya tahan. Pliometrik dengan cepat menjadi bagian integral dari program latihan keseluruhan dalam berbagai cabang olahraga.

Latihan pliometrik merupakan bentuk latihan yang menjebatani antara kecepatan dan kekuatan. Ciri dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat melakukan kerja. Tipe dari latihan pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif. Tipe-tipe ini merupakan tipe dari gerakan kemampuan daya ledak atau power. James C. Radcliffe & Robert C.Farentinos (1985: 3-7) menyatakan


(45)

commit to user

bahwa, “Latihan pliometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang atau reflek miotatik atau reflek muscle spidle”. Pendapat lain dikemukakan Chu A. Donald (1992: 1-3) bahwa, “Latihan pliometrik adalah latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat mungkin”.

Latihan pliometrik merupakan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isontonik (eksentrik-konsentrik) dengan pembebanan dinamik (Sarwono & Ismaryati (1999: 38). Pola gerakan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep power chain (rantai power) yang sebagian besar melibatkan otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai merupakan pusat power yang memiliki keterlibatan yang besar dalam semua gerakan olahraga.

Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan tiga jenis kontraksi otot, yakni konsentrik (memendek), isometrik (tetap), dan eksentrik (memanjang). Lokomosi gerak manusia jarang melibatkan tipe-tipe gerak otot yang hanya melulu konsentrik, eksentrik atau isometrik saja. Hal ini disebabkan karena segmen-segmen tubuh secara periodik sewaktu-waktu berbenturan seperti dalam lari, lompat, loncat atau karena sesuatu kekuatan eksternal sebagai akibat gravitasi, sehingga otot memanjang Menurut Komi yang dikutip Sarwono & Ismaryati (1999: 39) bahwa, “Kombinasi gerak eksentrik dan konsentrik merupakan fungsi gerak otot alami yang disebut Stretch-Shortening Cycle atau

SSC. SSC merupakan suatu cara ekonomis yang menyebabkan otot menjadi lebih

bertenaga.

b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik

Untuk mencapai hasil yang optimal dalam latihan pliometrik, harus berpedoman pada cara-cara yang baik dan benar. Menurut M. Furqon dan Muchsin Doewes (2002: 17-23) pedoman pelaksanaan latihan pliometrik yang harus perhatian antara lain:


(46)

commit to user

1) Pemanasan dan pendinginan (Warm up and warm down)

Karena latihan pliometrik membutuhkan kelenturan dan kelincahan, maka semua latihan harus diikuti dengan periode pemanasan dan pendinginan yang tepat dan memadai. Jogging, lari, peregangan dan kalistenis sederhana merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan sebelum dan sesudah latihan.

2) Intensitas tinggi

Intensitas merupakan faktor penting dalam latihan pliometrik. Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk memperoleh efek latihan yang optimal. Kecepatan peregangan otot lebih penting dari pada besarnya peregangan. Respon refleks yang dicapai makin besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena latihan-latihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara serangkaian latihan yang terus menerus.

3) Beban lebih yang progresif

Program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih yang resisif, temporal, dan spatial. Beban lebih memaksa otot-otot bekerja pada intensitas yang tinggi. Beban lebih yang tepat ditentukan dengan mengontrol ketinggian turun atau jatuhnya atlet, beban yangd igunakan dan jarak tempuh. Beban lebih yang tidak tepat dapat mengganggu keefektifan latihan atau bahkan menyebabkan cidera. Jadi, dengan menggunakan beban yang melampaui tututan beban lebih yang resisif dari gerakan-gerakan pliometrik tertentu dapat meningkatkan kekuatan, tetapi tidak selalu meningkatkan power eksplosif. Beban lebih resisif pada kebanyakan latihan pliometrik adalah berupa gaya momentum dan gravitasi dengan menggunakan beban, seperti bola medesin, dumbell, atau sekedar berat tubuh.

4) Memaksimalkan gaya/meminimalkan waktu

Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi tertentu dapat dilakukan. Misalnya, nomor lompat tinggi, sasaran utama adalah menggunakan gaya maksimum selama gerak menolak untuk melompat. Semakin cepat rangkaian aksi yang dilakukan, maka makin besar gaya yang dihasilkan dan makin tinggi lompatan yang dicapai.

5) Lakukan sejumlah ulangan

Biasanya banyaknya ulangan atau repitisi berkisar antara 8 sampai 10 kali, dengan semakin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih banyak ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Banyaknya set tampaknya juga beragam. Kebanyakan latihan pliometrik termasuk salah satu dari dua kategori, yaitu latihan respon tunggal (single response drill) dan latihan respon ganda (multiple response drill). Latihan respon tunggal (single renponse drill) adalah usaha tunggal yang sungguh-sungguh yang digunakan pada waktu mulai melompat (take off), pada permulaan gerak yang berat, dan


(47)

commit to user

pelepasan (release). Latihan respon ganda (multiple renponse drill) juga berat, tetapi lebih menekankan pada stamina dan kecepatan keseluruhan dengan melibatkan beberapa usaha secara berturut-turut. 6) Istirahat yang cukup

Periode istirahat di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk sistem neuromuskular yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk pulih kembali. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang semestinya untuk otot, ligamen, dan tendon. Latihan pliometrik 2-3 hari per minggu tampaknya dapat memberikan hasil optimal. Yang penting, jangan mendahului pliometrik, terutama latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan latihan berat pada tubuh bagian bawah. Otot, tendon, ligamen yang telah lelah sebelumnya dalam mengalami tekanan yang berlebihan dengan adanya beban resisif yang tinggi yang dibebankan pada otot, tendon dan ligamen tersebut selama latihan pliometrik.

7) Bangun landasan yang kuat terlebih dahulu

Karena dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam pliometrik, maka suatu program latihan beban harus dirancang untuk mendukung dan bukannya menghambat power eksplosif. Mewujudkan landasan kekuatan sebelum latihan pliometrik tidak perlu berlebihan. 8) Program latihan individualisasi

Untuk memperoleh hasil terbaik, maka program latihan harus dibuat berdasarkan atas kemampuan masing-masing individu. Hal ini atas dasar pada perbedaan kemampuan masing-masing individu. Program latihan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu akan memperoleh hasil yang optimal. Untuk memperoleh hasil terbaik, anda tentunya menginginkan agar program latihan pliometrik dapat diindividualisasikan, berarti anda harus tahu apa yang dapat dilakukan oleh setiap atlet dan seberapa banyak latihan yang dapat membawa manfaat.

c. Penyusunan Program Latihan Pliometrik

Latihan power dapat memberikan hasil yang maksimal, maka harus direncanakan secara dinamik dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen-komponennya. Menurut hasil penelitian Sarwono & Ismaryati (1999: 43-44) aspek-aspek yang menjadi komponen dalam latihan pliometrik meliputi “(1) volume, (2) intensitas yang tinggi, (3) frekuensi dan (4) pulih asal”.


(48)

commit to user

1) Volume

Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh (Andi Suhendro (1999:3.17). Dalam volume latihan ini menyangkut repetisi dan set. Pengertian repetisi menurut Suharno HP. (1993:32) menyatakan repetisi adalah “Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran". Sedangkan pengertian seri atau set, menurut M. Sajoto (1995:34) adalah, “Suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi”.

Untuk meningkatkan power anggota gerak bawah, (Radcliffe & Farentinos (1985:21-27) dan Chu (1992:13-16) memberikan pedoman sebagai berikut : “(a) Jangka waktu kerja 4-15 detik, (b) Jarak yang ditempuh tidak lebih dari 30 meter, (c) Dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi, dan (d) Repetisi antara 15-30 dalam 2-4 set dengan istirahat 2 menit”.

2) Intensitas yang Tinggi

Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Makin berat latihan (sampai batas tertentu) makin baik efek yang diperoleh. Suharno HP. (1993:31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Intensitas merupakan faktor yang penting dalam latihan pliometrik. Pelaksanaan yang cepat dengan usaha yang maksimal adalah penting untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kecepatan regangan otot lebih penting daripada panjang regangannya. Respon reflek yang terbesar dicapai jika otot dibebani secar acepat (Radcliffe & Farentinos, 1985:21). Agar memperoleh hasil yang maksimal latihan pliometrik harus dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi.


(49)

commit to user

3) Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah waktu ulangan berapa kali latihan dikerjakan setiap sesi atau minggunya. Olahraga yang mengutamakan power ternyata pengeluaran energinya sangat tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kelelahan lebih cepat timbul dalam latihan power. Sehingga disarankan frekuensi latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali per minggu (Sarwono & Ismaryati, 1999: 43).

4) Pulih Asal

Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan untuk meningkatkan power menggunakan rasio perbandingan antara kerja dan istirahat 1:5, 1:10 (Chu, 1992:14).

4. Latihan Pliometrik Bounding

a. Pengertian Latihan Pliometrik Bounding

Bounding merupakan bentuk latihan pliometrik untuk meningkatkan power tungkai dan panggul. Latihan pliometrik bounding pada prinsipnya merupakan latihan melompat-lompat yang dilakukan dengan satu kaki secara bergantian atau dua kaki bersama-sama untuk mencapai ketinggian maksimum dan jarak ke depan sejauh-jauhnya. Hal ini sesuai pendapat M. Furqon H. &

Mucshin Doewes (2002: 12) bahwa, “Bounding menekankan pada meloncat untuk

mencapai ketinggian maksimum dan juga jarak horisontal. Bounding dilakukan baik dengan dua kaki atau dengan cara bergantian".

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan, latihan pliometrik bounding menekankan pada kemampuan melompat-lompat yang tinggi dan jauh ke depan dengan satu kaki secara bergantian atau dua kaki bersama-sama. Dengan latihan melompat-lompat akan dapat mengembangkan kekuatan dan kecepatan otot-otot anggota gerak bahwah. Lebih lanjut M. Furqon dan Muchsin Doewes (2002: 12-13) menyatakan, anatomi fungsional bounding meliputi:


(1)

commit to user

a. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 yaitu:

Tabel 8. Rangkuman Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 1

Kelompok N Mean thitung ttabel 5%

Tes awal 16 2.70

Tes akhir 16 4.84

11,59 1,75

Berdasarkan hasil pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test kelompok 1 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 11.59 dan ttabel dengan N = 15, db = 16 – 1 = 15 dengan taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel , sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 terdapat perbedaan yang signifikan.

b. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 yaitu:

Tabel 9. Rangkuman Hasil Ujian Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 2.

Kelompok N Mean thitung ttabel 5%

Tes awal 16 2,67

Tes akhir 16 3,17

1,84 1,75

Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test kelompok 2 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 1.84, dan ttabel dengan N = 16, db = 16 – 1 = 15 pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.


(2)

commit to user

c. Hasil uji perbedaan tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu : Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara Kelompok 1 dan

Kelompok 2

Kelompok N Mean thitung ttabel 5%

K1 16 4,84

K2 16 3,17

1,772 1,75

Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test hasil tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 1.772, dan ttabel dengan N = 16, db = 16 – 1 = 15 pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan hasil tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.

d. Perbedaan Prosentase Peningkatan

Kelompok mana yang memiliki prosentase peningkatan yang lebih baik dapat diketahui melalui penghitungan perbedaan prosentase peningkatan tiap-tiap kelompok. Adapun nilai perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara dalam persen antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai berikut:

Tabel 11. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara antara Kelompok 1 dan Kelompok 2.

Kelompok N Mean

Pretest

Mean Posttest

Mean Different

Prosentase Peningkatan

Kelompok 1 16 2,70 4,84 2,14 79,12621%

Kelompok 2 16 2,67 3,17 0,50 18,81884%

Berdasarkan hasil pengitungan prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara diketahui bahwa kelompok 1 memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar 79,12621%.


(3)

commit to user

Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar 18,81884%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 1 memiliki prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yang lebih besar dari pada kelompok 2.

E. Pengujian Hipotesis

1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump

terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan sebelum diberi perlakuan, diperoleh nilai t antara tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 = 0.209, sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thit < ttabel, yang berarti hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi perlakuan dalam keadaan seimbang atau tidak terdapat perbedaan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Hal ini artinya, antara kelompok 1 dan 2 berangkat dari titik tolak kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yang sama. Apabila setelah diberi perlakuan terdapat perbedaan, hal ini karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan.

Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 diperoleh nilai sebesar = 11.59 sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thitung > ttabel 5%, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada kelompok 1. Hal ini artinya, kelompok 1 memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yang disebabkan oleh perlakuan yang diberikan yaitu latihan pliometri bounding.

Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 diperoleh nilai sebesar = 1.84, sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thitung > ttabel, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada kelompok 2. Hal ini artinya, kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan


(4)

commit to user

lompat jauh gaya berjalan di udara yang disebabkan oleh perlakuan yang diberikan, yaitu latihan pliometrik depth jump.

Berdasarkan hasil pengujian perbedaan yang dilakukan pada data tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh hasil thitung sebesar 1.1772, sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,75. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tes akhir pada kelompok 1 dan tes akhir kelompok 2. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth

jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra

kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.

2. Latihan Pliometrik Bounding Lebih Baik Pengaruhnya terhadap

Peningkatan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara

Berdasarkan hasil penghitungan prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara diketahui, kelompok 1 memiliki nilai prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar 79,12621% Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar 18,81884%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, kelompok 1 memiliki prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yang lebih besar dari pada pada kelompok 2. Hal ini karena, latihan pliometrik bounding unsur kekuatan dan kecepatan dikembangkan secara bersama-sama. Dengan melakukan lompatan memantul dengan dua kaki bersama-masa, maka akan terbentuk power otot tungkai yang seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Sedangkan latihan pliometrik depth

jump unsur kecepatan sedikit terabaikan, sehingga power otot tungkai tidak

berkembang secar amaksimal. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.


(5)

commit to user BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, ternyata hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump

terhadap lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010, dengan nilai perhitungan thit sebesar 1,1772 dan ttabel sebesar 1,75 pada taraf signifikasi 5%.

2. Latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Kelompok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik bounding) memiliki peningkatan sebesar 79,12621%. Sedangkan kelompok 2 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik depth jump) memiliki peningkatan sebesar 18,81884%.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui, latihan pliometrik bounding

memiliki peningkatan yang lebih baik terhadap peningkatan lompat jauh gaya berjalan di udara.

Implikasi teoritik dari hasil penelitian ini adalah, setiap bentuk latihan memiliki efektivitas yang berbeda dalam meningkatkan kemam[puan lompat jauh gaya berjalan di udara. Oleh karena itu, dalam memberikan latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara harus menggunakan bentuk latihan pliometrik yang tepat. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk memilih bentuk latihan pliometrik yang


(6)

commit to user

tepat, khususnya untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.

C. Saran

Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang ditimbulkan, maka kepada guru Penjaskes SMP Negeri 3 Pabelan Semarang disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Upaya meningkatkan kemampuan lompatjauh gaya berjalan di udara, harus diterapkan bentuk latihan pliometrik yang tepat, sehingga akan diperoleh hasil latihan yang optimal.

2. Untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara dapat diterapkan bentuk latihan pliometrik bounding dan depth jump.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KECEPATAN LARI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008 2009

2 22 62

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN RINTANGAN DAN RAIHAN TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS IV DAN V SD NEGERI 01

6 169 67

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump Dan Squat Jump Terhadap Lompat Jauh Gaya Jongkok Siswa Di SMK Negeri 1 Geneng.

0 2 10

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump Dan Squat Jump Terhadap Lompat Jauh Gaya Jongkok Siswa Di SMK Negeri 1 Geneng.

0 2 14

PENDAHULUAN Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump Dan Squat Jump Terhadap Lompat Jauh Gaya Jongkok Siswa Di SMK Negeri 1 Geneng.

0 2 5

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump Dan Squat Jump Terhadap Lompat Jauh Gaya Jongkok Siswa Di SMK Negeri 1 Geneng.

0 2 4

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BOX JUMP DAN LEAPS TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN 2010 2011

0 9 76

PENGARUH SPRINT TRAINING DAN PLIOMETRIK VERTICAL JUMP TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH SISWA KELAS XI PENGARUH SPRINT TRAINING DAN PLIOMETRIK VERTICAL JUMP TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SUKOHARJO TAHUN 2010.

0 2 15

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOX JUMP DAN LEAPS TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA EKSTRAKURIKULER ATLETIK SMK N 1 KEDAWUNG SRAGEN TAHUN 2013.

0 1 17

PENGARUH LATIHAN ALTERNATE BOUNDING WITH SINGLE-ARM ACTION DAN ALTERNATE BOUNDING WITH DOUBLE-ARM ACTION TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA SMAN 1 WITAPONDA

0 0 9